BAB II
LANDASAN TEORI
II-1
II-2
b. Station Service Transformer (SST) berfungsi untuk menyalurkan daya dari
sistem jaringan ke peralatan-peralatan beban pembangkit.
c. Unit Auxiliary Transformer (UAT) berfungsi untuk menyalurkan tegangan
yang dibangkitkan generator ke peraltan-peralatan beban pembangkit.
Pada sistem kelistrikan pembangkit terdapat macam-macam tegangan yang
digunakan, berdasarkan versi SPLN 1995 jenis tegangan yang digunakan pada
pembangkit diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tegangan Ekstra Tinggi
II-3
II.2 Transformator Daya
Transformator daya merupakan mesin konversi energi yang bersifat statis
berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari suatu rangkaian menuju sisi
rangkaian
lainnya tanpa mengubah frekuensi dan menggunakan prinsip kerja
induksi
elektromagnetik. Contoh transformator daya kapasitas 20 MVA
ditunjukkan pada Gambar II.2.
II-4
e. Bushing merupakan konduktor yang diselubingi isolator, isolator tersebut
berfungsi sebagai penyekat konduktor dengan tangki transformator. fungsi
bushing yaitu untuk menghubungkan kumparan transformator dengan
rangkaian luar.
f. Konservator merupakan media berbentuk tabung dan berisi minyak yang
teretak pada bagian atas transformator. Konservator berfungsi untuk
menjaga kondisi meluapnya minyak transformator akibat pemanasan.
II-5
e. Relai Bucholz merupakan relai yang berfungsi untuk mendeteksi dan
mengamankan transformator dari gangguan yang ditimbulkan oleh gas. Gas
tersebut dihasilkan dari kenaikan temperatur minyak transformator yang
diakibatkan oleh hubung singkat atau busur api listrik dalam transformator.
arus lebih, relai gangguan tanah, relai diferensial dan relai termis.
Klasifikasi Inti Transformator
Inti transformator di klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe inti dan tipe
cangkang.
a. Transformator tipe inti
Lilitan pada transformator tipe inti dibungkus atau ditumpuk di sekitar
inti dengan lilitan berbentuk silinder. Umumnya, lilitan tegangan tinggi dan
tegangan rendah terpasang secara konsentris, dengan lilitan tegangan rendah
bersingungan dengan inti transformator sedangkan lilitan tegangan
tegangan tinggi berada jauh dari inti dan bersinggungan dengan lilitan
tegangan rendah. Kontruksi dari transformator tipe inti tergambar pada
gambar. Untuk transformator berdaya besar biasa menggunakan
transdormator tipe inti.
II-6
b. Transformator tipe cangkang
Inti transformator dibungkus atau ditumpuk di sekitar lilitan, dan
biasanya lilitan berbentuk oval. Umumnya, transformator tipe cangkang
sangat popular digunakan pada transformator distribusi.
II-7
menghasilkan arus apabila terpasang beban (Z2). Arus dan tegangan yang
dihasilkan dapat bernilai tinggi atau rendah tergantung dari trafo yang digunakan
(step up atau step down).
magnetik terdapat dua macam kerugian ketika mengalami siklus magnetik, yaitu:
rugi hysteresis dan rugi arus eddy.
Transformator tanpa beban ditunjukkan oleh Gambar II.6, total arus tanpa
beban (I0) terdiri dari komponen arus magnetisasi (Im) dan arus rugi inti (Ic).
Komponen arus rugi inti merupakan daya yang hilang akibat rugi hysteresis dan
arus eddy. Komponen arus magnetisasi merupakan arus pemagnetan yang
menimbulkan adanya fluksi bersama (Φm). Pada rangkaian ekivalen yang
ditunjukkan Gambar II.8, komponen magnetisasi diwakili oleh reaktansi induktif
Xm, sedangkan komponen rugi inti diwakili oleh resistansi Rc.
Transformator berbeban digambarkan pada Gambar II.7 menunjukkan
bahwa arus beban mengalir pada kumparan sekunder (I2) menimbulkan gaya gerak
magnet (ggm) yang cenderung melawan fluksi bersama (Φm), sehingga fluksi
besama (Φm) berubah nilainya yang menyebabkan penurunan tegangan induksi (e1).
Untuk mempertahankan nilai fluksi bersama (Φm) tersebut, arus pada kumparan
II-8
primer menjadi I1 untuk menentang fluksi bocor (ΦL2) yang dibangkitkan arus
beban (I2). Sehingga arus yang mengalir pada kumparan primer menjadi:
𝑰𝟏 = 𝑰𝟎 + 𝑰𝟐 .................................................................................................. ( II.1)
Gambar II.8 menunjukkan rangkaian ekivalen transformator dengan R1 dan
R2 merupakan
rugi tahanan pada belitan primer dan sekunder. Sedangkan reaktansi
induktif XL1 dan XL2 merupakan fluksi bocor pada belitan primer dan sekunder yang
berpengaruh terhadap penurunan tegangan (Kulkarni dan Khaparde, 2004).
Dari Gambar II.6a, persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
𝑽𝟏 = 𝑬𝟏 + (𝑹𝟏 + 𝒋𝑿𝑳𝟏 )𝑰𝟏 ........................................................................... ( II.2)
Rugi-rugi Transformator
Daya masukan transformator tidak seluruhnya menjadi daya keluaran
transformator, karena akan selalu ada rugi-rugi dari sistem transformator ini.
Penyebab rugi-rugi daya pada transformator, yaitu:
II-9
a. Rugi belitan akibat resistansi belitan konduktor
b. Kerugian reaktif karena induktansi dari belitan
c. Rugi arus eddy akibat arus yang bersirkulasi di inti transformator
d. Rugi hysteresis akibat penataan kembali terus menerus dipol magnetik
Rugi Belitan
Rugi belitan merupakan rugi yang disebabkan oleh arus beban yang
mengalir pada konduktor belitan transformator. Rugi belitan berhubungan dengan
keadaan transformator berbeban karena perubahan arus beban. Persamaan rugi
belitan ditunjukkan sebagai berikut:
𝑷𝒄𝒖 = 𝑰𝟐 𝑹..................................................................................................... ( II.6)
Dimana: Pcu = Rugi belitan tembaga (watt)
I = arus yang melalui konduktor (A)
R = Resistansi konduktor (Ω)
II-10
𝑬𝒕 = 𝑲√𝑺 ...................................................................................................... ( II.7)
Dimana: Et = tegangan per lilitan (V/T)
S = kapasitas kVA transformator
K = faktor pengali yang dipengaruhi oleh bahan lilitan
K untuk bahan lilitan alumunium 0,32 sampai 0,35.
transformator.
II-11
Setelah pemilihan material inti, bagian inti transformator juga memiliki tiga
jenis bentuk yaitu berbentuk lingkaran, kotak dan persegi panjang. Gambar II.10
merupakan perbandingan keliling dari setiap bentuk inti.
Gambar II.10 Bentuk Inti Transformator
Dari gambar menunjukkan bahwa inti berbentuk persegi panjang
menghabiskan konduktor lilitan transformator lebih panjang dari yang lainnya
dengan jumlah belitan yang sama. Penggunaan inti berbentuk lingkaran juga akan
mengakibatkan ukuran dari lapisan penyusun inti berbeda-beda sehingga tidak
praktis. Inti berbentuk lingkaran dapat disusun dengan pendekatan gabungan
lapisan-lapisan inti yang berbentuk persegi sehingga akhirnya membentuk inti
lingkaran dengan step tertentu.
Berikut adalah pendekatan persamaaan yang digunakan untuk menentukan
luas penampang inti transformator:
𝒕𝒆𝒈𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒇𝒂𝒔𝒂
𝑬𝒕 = = 𝟒. 𝟒𝟒 𝒙 𝒇 𝒙 𝑩𝒎 𝒙 𝑨𝒈 𝒙 𝑺𝒇 ......................................... ( II.8)
𝒃𝒆𝒍𝒊𝒕𝒂𝒏
Dimana: f = frekuensi, 50 Hz
𝐵𝑚 = maksimum kerapatan fluksi (Tesla)
𝐴𝑔 = luas penampang kotor inti transformator (m2)
Sf = Stacking factor
Maka berdasarkan persamaan II.8, luas penampang kotor inti transformator
adalah:
𝒕𝒆𝒈𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒇𝒂𝒔𝒂/𝒃𝒆𝒍𝒊𝒕𝒂𝒏
𝑨𝒈 = ............................................................................ ( II.9)
𝟒.𝟒𝟒 𝒙 𝒇 𝒙 𝑩𝒎 𝒙𝑺𝒇
𝝅𝒅𝟐
𝑨𝒈 = 𝑲𝟏 𝒙 ................................................................................................ ( II.10)
𝟒
II-12
Pemilihan Kawat Lilitan Dan Strip
Pemilihan kawat dan strip belitan transformator didasari oleh besar arus
yang mengalir pada konduktor tersebut. Pemilihan material dan kerapatan arus akan
menentukan
ukuran konduktor. Bahan konduktor tembaga dan alumunium
memiliki
kerapatan arus maksimum (Cd) 3,0 A/mm2 dan 1,5 A/mm2.
Rating arus dapat dihitung berdasarkan kVA, jumlah fasa dan tegangan.
Persamaan dasar transformator dasar 3 fasa:
𝑺 = √𝟑 𝒙 𝑽 𝒙 𝑰 ............................................................................................. ( II.11)
𝑺
𝑰= ....................................................................................................... ( II.12)
√𝟑 𝒙 𝑽
Dimana: S = kapasitas transformator (KVA)
V = tegangan saluran (Volt)
I = arus saluran (A)
Arus yang mengalir pada tiap belitan yang menggunakan koneksi delat,
yaitu:
𝑺
𝑰= ........................................................................................................... ( II.13)
𝟑𝑽
Syarat perbandingan antara lebar dan tebal strip yaitu sebagai berikut:
II-13
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝
≥2
𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝
𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝
≤4
𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑝
Transposisi Konduktor
Konduktor strip yang dilakukan penumpukan digunakan sistem transposisi.
Gambar II.11 Skema diagram transposisi
Gambar II.11 (a) menunjukkan bahwa konduktor 2 memiliki rata-rata
panjang kurang dari strip konduktor 1. Sehingga antara strip 1 dan 2 memiliki
perbedaan panjang dan akan menyebabkan perbedaan resistansi. Ketika dua strip
konduktor tidak setara dipasang paralel, maka akan menyebabkan strip konduktor
di bawahnya mendapatkan arus lebih besar karena memiliki resistansi yang lebih
kecil, dan strip konduktor di atasnya mendapatkan arus lebih rendah karena resistasi
lebih besar.
II-14
𝑳𝟏 = 𝝅 𝒙 𝑫𝒎 ;
𝑫𝟏 + 𝑫𝟐
𝑫𝒎 = ..................................................................................... ( II.17)
𝟐
Dimana: ww = Berat belitan konduktor (kg)
L = Total panjang konduktor (mm)
A = Luas penampang konduktor (mm2)
s = Specific gravity of material (g/cm3)
L1 = Panjang rata-rata konduktor per belitan (mm)
Dm = Diameter rata-rata kumparan (mm)
D1 = Diameter dalam kumparan (mm)
D2 = Diameter luar kumparan (mm)
Resistansi Konduktor
Suatu bahan yang memiliki resistivitas akan memiliki nilai resistansi.
Besarnya nilai suatu resistansi konduktor tersebut dipengaruhi oleh bahan, panjang
dan luas penampang konduktor.
𝑳
𝑹=𝝆 ......................................................................................................... ( II.18)
𝑨
Besarnya resistivitas jenis (⍴) suatu bahan konduktor akan berbanding lurus dengan
temperatur kerja.
𝝆 = 𝝆𝒐 (𝟏 + 𝜶(𝑻 − 𝑻𝒐 ) ............................................................................... ( II.19)
Dimana: R = resistansi konduktor (Ω)
⍴ = resitivitas jenis konduktor pada suhu T (Ωm)
L = panjang konduktor (m)
A = luas penampang konduktor (m2)
⍴o = resistivitas pada temperatur awal 20oC (Ωm)
α = koefisien temperatur dari resistor (oC-1)
To = Temperatur awal (oC)
II-15
𝟕.𝟗𝟏 𝒙 𝒇 𝒙 𝑰𝒔 𝒙 𝑵𝒔 𝟐 𝒙 𝝅 𝒙 𝑫𝒎 𝒃𝟏+𝒃𝟐
𝑿 (%)
= 𝒙 (𝒂 + ) 𝒙 𝟏𝟎−𝟔 ............................. ( II.20)
𝑽𝒔 𝒙 𝑳𝒎 𝟑
Dan impedansi:
𝒁 (%) = √𝑿(%)𝟐 − 𝑹(%)𝟐 ........................................................................ ( II.22)
𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒐𝒖𝒕𝒑𝒖𝒕
𝜼= 𝒙 𝟏𝟎𝟎% .............. ( II.24)
𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒐𝒖𝒕𝒑𝒖𝒕+𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒓𝒖𝒈𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒑𝒂 𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏+𝑫𝒂𝒚𝒂 𝒓𝒖𝒈𝒊 𝒃𝒆𝒓𝒃𝒆𝒃𝒂𝒏
II-16
Persentase regulasi tegangan merupakan perbandingan selisih tegangan tanpa
beban dengan tegangan ketika berbeban terhadap tegangan tanpa beban.
𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 𝒓𝒆𝒈𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝒕𝒆𝒈𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 = [(𝒏 𝒙 𝑹 % 𝐜𝐨𝐬 𝜽) + (𝒏 𝒙 𝑿 % 𝐬𝐢𝐧 𝜽)] +
[(𝒏 𝒙 𝑿 % 𝐜𝐨𝐬 𝜽)−( 𝒏 𝒙 𝑹 % 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]𝟐
.......................................................................... ( II.25)
𝟐𝟎𝟎
Dimana: n = kondisi pembebanan (beban penuh=1)
R % =Persentase resistansi
X % =Persentase reaktansi
Cos θ = faktor daya
Sin θ = komponen sinus dari sudut faktor daya