Anda di halaman 1dari 71

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PADA ANAK

DI KOTA TERNATE TAHUN 2019

SKRIPSI

OLEH
ABKARI RIZAL WAHID
09401711050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2020
6

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI


KOTA TERNATE TAHUN 2019
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran Pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Khairun Ternate

OLEH
ABKARI RIZAL WAHID
09401711050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2020
HALAMAN PENGESAHAN

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI


KOTA TERNATE TAHUN 2019

ABKARI RIZAL WAHID


09401711050

Susunan Tim Penguji :


Pembimbing Utama Ketua penguji

dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes dr. Marhaeni Hasan, Sp.A. M.M


NIP. 196701221998032004 NIP. 196309231991022003
Pembimbing Pendamping Penguji Anggota

dr. Liasari Armaijn, M.Kes dr. Dwi Handoko, Sp.P


NIP. 197707102002122012 NIP. 197709192002121001
Penguji Anggota

dr. Fera The, M.Kes


NIP. 1990061420180320001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

dr. Marhaeni Hasan, Sp.A. M.M dr. Liasari Armaijn, M.Kes


NIP. 196309231991022003 NIP. 197707102002122012

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Abkari Rizal Wahid
Nomor Pokok Mahasiswa : 09401711050

iii
6

Program Studi : Pendidikan Dokter


Lembaga Asal : Fakultas Kedokteran
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang disusun
seluruhnya merupakan hasil karya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam
penulisan skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Ternate, 28 Januari 2021


Yang membuat pernyataan,

Abkari Rizal Wahid


NPM : 09401711050

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PADA ANAK DI KOTA


TERNATE TAHUN 2019
Abkari Rizal Wahid dibawah bimbingan
dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes dan dr. Liasari Armaijn, M.Kes
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Khairun
ABSTRAK

Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis¸ yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru atau berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Infeksi TB anak saat ini menunjukkan sumber penyakit TB
di masa depan. Tuberkulosis pada anak akan menyebabkan terjadinya gangguan
tumbuh kembang, bahkan sampai pada kematian. Beberapa faktor risiko yang
berperan penting dalam penularan penyakit TB pada anak diantaranya riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa, status gizi, dan status imunisasi BCG.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif berdasarkan
umur, jenis kelamin, riwayat kontak dengan penderita TB, status imunisasi BCG,
status diagnosis dan status gizi dengan menggunakan data sekunder yang diambil
di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas yang ada diwilayah Kota Ternate
Periode 2019. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling. Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30
kasus Tuberkulosis pada anak, penyakit ini sering terjadi pada anak dengan usia 5-
15 tahun (56,7%), jenis kelamin perempuan (70%), tidak memiliki riwayat kontak
dengan penderita Tuberkulosis (73,3%), belum mendapatkan imunisasi BCG
(66,7%), terdiagnosis tuberkulosis klinis sebanyak (70%) dan Anak dengan status
gizi baik sebanyak 10 orang (58,8%).

Kata Kunci : Tuberkulosis pada anak, Status Gizi, Imunisasi BCG.

CHARACTERISTICS OF TUBERCULOSIS PATIENTS IN CHILDREN IN


TERNATE CITY IN 2019
Abkari Rizal Wahid under the guidance of
dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes and dr. Liasari Armaijn, M.Kes
Medical Education Study Program,
Faculty of Medicine, Khairun University
 

v
6

ABSTRACT
 
Background: Pulmonary tuberculosis (TB) is a disease caused by
Mycobacterium tuberculosis¸ which is an aerobic bacteria that can live mainly in
the lungs or other organs of the body that have high partial oxygen pressure.
Current childhood TB infection represents a future source of TB disease.
Tuberculosis in children will cause growth and development disorders, even to
death. Several risk factors that play an important role in TB disease transmission
in children include history of contact with adult TB patients, nutritional status, and
BCG immunization status. Methods: This study is a retrospective descriptive
study based on age, sex, history of contact with TB sufferers, BCG immunization
status, diagnostic status and nutritional status using secondary data taken in
several hospitals and health centers in Ternate City for the period of 2019.
Technique The sampling used in this research is total sampling. Results: The
results of this study indicate that out of 30 cases of tuberculosis in children, this
disease often occurs in children aged 5-15 years (56.7%), female sex (70%), has
no history of contact with tuberculosis patients (73 , 3%), had not received BCG
immunization (66.7%), diagnosed with clinical tuberculosis (70%) and 10
children with good nutritional status (58.8%).
 
Keywords: Tuberculosis in children, nutritional status, BCG immunization.

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. (QS. Insyirah : 5-6)
Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika engkau dapat membuat orang lain
bahagia bersamamu, maka teruslah menebar kebahagiaan ke seluruh
penjuru semesta. Bahagialah bersama!
(Abkari Rizal Wahid)

PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang telah
mengasuh dan mendidik serta selalu memberikan dukungan kepada saya
sampai saat ini dan karya ini juga saya persembahkan pada almamater saya
tercinta Universitas Khairun.

RIWAYAT PENDIDIKAN

Penulis bernama lengkap Abkari Rizal Wahid, penulis


dilahirkan di Manado tanggal 29 November 2000 dari
pasangan Umar Wahid Hamidu dan Hapsa Baco.
Penulis merupakan anak sulung dari 3 bersaudara.

vii
6

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 2005 di SD Negeri 1 Lede dan
lulus pada tahun 2011, pada tahun yang sama penulis diterima di MTs YPPT Lede
dan lulus pada tahun 2014. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1
Lede dan lulus pada tahun 2017. Pada tahun 2017 penulis diteima sebagai
mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Khairun Ternate melalui jalur seleksi Mandiri. Pada tahun 2020 penulis
melaksanakan Kubermas (Kuliah Berkarya dan Bermasyarakat) di Kel. Jati
Perumnas, Kec. Ternate Selatan, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Pada
tahun Januari 2021 penulis melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik
Pasien Tuberkulosis Pada Anak di Kota Ternate Tahun 2019”. Hasilnya
dituangakan dalam tulisan ini sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Universitas Khairun Ternate.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Karakteristik Pasien Tuberkulosis Pada Anak Di Kota Ternate Tahun 2019”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan secara moril maupun materiil, untuk itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Tidak lupa pula, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada Yth:
1. Prof. Dr. Husen Alting, SH.,MH, selaku Rektor Universitas Khairun Ternate.

2. dr. Marhaeni Hasan, Sp.A.,M.M, selaku Dekan Fakultas Kedokteran


Universitas Khairun Ternate

3. dr. Liasari Armaijn, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran yang namanya tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas arahannya.

5. dr. Tuthanurani Nachrawy, M.Kes selaku pembimbing utama dan dr. Liasari
Armaijn, M.Kes selaku pembimbing pendamping, yang telah banyak
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada
penulis, terima kasih atas segala bimbingan dan arahannya selama ini.

6. dr. Marhaeni Hasan, Sp.A. M.M selaku ketua penguji, dr. Dwi Handoko, Sp.P
dan dr. Fera The, M.Kes selaku penguji anggota, yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.

7. Ayahanda tercinta Umar Wahid Hamidu dan ibunda tercinta Hapsa Baco,
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas segala pengorbanan,
waktu, tenaga, biaya, kesabaran, serta kasih sayang yang telah dilimpahkan
selama membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh cinta.

8. Keluarga besar tercinta, sahabat-sahabat tercinta Andini, Chandra, Kak


Hermin yang telah membantu memberikan dukungan materiil maupun moril
selama penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman tercinta OSTEON 17 yang telah menemani dalam segala proses


selama masa perkuliahan.

Tiada yang dapat penulis persembahkan selain doa, semoga amal ibadah
dan jasa pihak-pihak yang tersebut di atas mendapat imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan

ix
6

kekurangan. Namun diharapkan dapat menjadi sumbangsih pikiran dalam


pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran. Semoga Allah
senantiasa meridhoi segala usaha dan amala yang kita lakukan.

Ternate, 28 Januari 2021

Abkari Rizal Wahid

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................2

1. Tujuan Umum............................................................................................2

2. Tujuan Khusus...........................................................................................2

D. Manfaat Penelitian........................................................................................3

1. Bagi Peneliti..............................................................................................3

2. Bagi Institusi..............................................................................................3

3. Bagi Dinas Kesehatan...............................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4

A. Pengertian Tuberkulosis................................................................................4

B. Etiologi dan Cara Penularan.........................................................................4

C. Patogenesis Tuberkulosis..............................................................................5

D. Klasifikasi Tuberkulosis.............................................................................10

E. Gejala Klinis Tuberkulosis..........................................................................12

F. Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis.........................................................12

G. Diagnosis Tuberkulosis Anak......................................................................16

H. Tatalaksana Tuberkulosis Anak..................................................................22

I. Kerangka Teori...........................................................................................23

BAB III. METODE PENELITIAN.......................................................................24

A. Jenis dan Metode Penelitian........................................................................24

B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................24

C. Populasi dan Sampel Penelitian..................................................................25

1. Populasi...................................................................................................25

2. Sampel.....................................................................................................25

xi
6

D. Variabel Penelitian......................................................................................25

E. Kerangka Konsep........................................................................................26

F. Definisi Operasional...................................................................................26

G. Jenis dan Sumber Data Penelitian...............................................................28

H. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................28

I. Metode Analisis Data..................................................................................29

J. Jadwal Penelitian.........................................................................................29

K. Alur Penelitian.............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z Score..............................................14


Tabel 2. Sistem Skoring Tuberkulosis Anak di Indonesia.....................................16
Tabel 3. Jadwal Penelitian.....................................................................................28
Tabel 4. Jumlah Pasien Tuberkulosis pada anak....................................................24
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi M. Tuberculosis....................................................................5


Gambar 2. Patogenesis Tuberkulosis.......................................................................9
Gambar 3. Alur diagnosis Tuberkulosis Anak.......................................................20

xiii
6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis¸ yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama
di paru atau berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi.1 Penyakit TB paru yang disebabkan terjadi ketika
daya tahan tubuh menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat
kejadian penyakit sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host),
penyebab (agent), dan lingkungan (environment). Dapat ditelaah faktor risiko
dari simpul-simpul tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi
Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
seseorang pada saat itu. Pengidap HIV/AIDS atau orang dengan status gizi
yang buruk lebih mudah untuk terinfeksi dan terjangkit TB.2

Pada tahun 2017 terdapat 10 juta kasus TB di dunia dan terdapat 1,6
juta jiwa meninggal karena TB.3 Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis
kelamin, jumlah kasus baru TB tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis, prevalensi TB pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan
pada perempuan.4

Infeksi TB anak saat ini menunjukkan sumber penyakit TB di masa


depan. Beban kasus TB anak di dunia tidak dapat diketahui karena kurangnya
alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan
dan pelaporan kasus TB anak, sehingga diperkirakan banyak anak menderita
TB yang tidak mendapatkan penanganan yang benar.3

Tuberkulosis pada anak akan menyebabkan terjadinya gangguan


tumbuh kembang, bahkan sampai pada kematian. Beberapa faktor risiko yang

1
2

berperan penting dalam penularan penyakit TB pada anak diantaranya riwayat


kontak dengan penderita TB dewasa, status gizi, dan status imunisasi BCG.5

Data dari Global Tuberculosis Report, tahun 2019 menunjukan bahwa


prevalensi TB anak mencakup 12% atau sekitar 1.200.000 kasus.6 Di
Indonesia, data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019 oleh Pusat Data
dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes RI menunjukan bahwa prevalensi pasien
TB anak mencakup 11,98% atau sebanyak 63.111 kasus, dengan jumlah kasus
terbanyak adalah TB pada anak laki-laki sebanyak 33.122 kasus dan anak
perempuan sebanyak 29.989 kasus. Di Provinsi Maluku Utara, prevalensi
kasus TB anak sebanyak 117 kasus, dimana kasus TB pada anak laki-laki
sebanyak 59 kasus dan perempuan sebanyak 58 kasus. 7 Sedangkan kasus TB
anak pada tahun 2019 di kota Ternate menurut Dinas Kesehatan Kota Ternate
didapatkan sebanyak 37 kasus.8

Berdasarkan data-data diatas dan dikaitkan dengan konsep-konsep


mengenai TB, maka peneliti tertarik untuk meneliti Karakteristik Pasien
Tuberkulosis pada anak di Kota Ternate pada Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis


merumuskan masalah : Bagaimana karakteristik pasien Tuberkulosis pada
anak di Kota Ternate Tahun 2019?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pasien TB pada anak di Kota
Ternate Tahun 2019.
2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasarkan umur


di Kota Ternate Tahun 2019.
b. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasasarkan jenis
kelamin di Kota Ternate Tahun 2019.
6

c. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasarkan riwayat


kontak dengan penderita TB sebelumnya di Kota Ternate Tahun
2019.
d. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasarkan status
riwayat imunisasi, di Kota Ternate Tahun 2019.
e. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasarkan status
diagnosis, di Kota Ternate Tahun 2019.
f. Mengetahui karakteristik pasien TB pada anak berdasarkan status
gizi, di Kota Ternate tahun 2019.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan mengenai TB pada Anak dan dapat


digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.

2. Bagi Institusi Fakultas Kedokteran Universitas Khairun

Untuk dijadikan referensi bagi akademisi yang tertarik


mempelajari TB pada anak.

3. Bagi Dinas Kesehatan

Untuk dijadikan informasi yang tepat dan aktual mengenai


karakteristik TB anak sehingga dapat direncanakan program yang
relevan dalam meminimalkan kejadian TB anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh


kuman Mycobacterium Tuberculosis (M. Tuberculosis). Terdapat beberapa
spesies Mycobacterium, antara lain: M. Tuberculosis, M. Africanum, M. Bovis,
M. Leprae dsb, yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain M. Tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu
penegakan diagnosis dan pengobatan tuberkulosis. Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga
menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari
kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap sinar
ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.1,4
B. Etiologi dan Cara Penularan

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri dari famili Mycobacteriaceae


dengan species M. Tuberculosis. Bakteri ini adalah bakteri tahan asam yang
dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen9 dengan 3 bagian utama,
antara lain dinding sel, membran plasma, dan sitoplasma. Dinding sel
berfungsi sebagai pelindung sel, memberikan bentuk, dan mendukung bakteri
secara mekanik. Bagian dalam dinding sel terdapat sitoplasma yang berisikan
ribosom, kromosom, nukleoid, dan badan inklusi. Nukleoid tersusun atas
nonaggregated DNA fibrils, RNA messenger, dan faktor transkripsi protein.10
Mycobacterium tuberculosis memiliki kromosom sebesar 4,4 Mb. Bakteri ini
memiliki kromosom bertipe selular dan dapat bermutasi, hal inilah yang
dapat menyebabkan terjadinya drug resistence.9 Gambar morfologi bakteri
Mycobcterium Tuberculosis dapat dilihat pada Gambar 1.

4
5

Gambar 1 Morfologi M. Tuberculosis dengan pewarnaan


Ziehl-nielsen dilihat menggunakan mikroskopis cahaya
dengan pembesaran 1000 kali.11

( Sumber: Gambaran Basil Tahan Asam (BTA) Positif Pada


Penderita
Sumber Diagnosa
penularanKlinis
adalahTuberkulosis
pasien Paru
TB Di Rumah Sakit
terutama pasien yang
Islam Sitti Maryam Manado )
mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi apabila seseorang menghirup udara
yang mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman
sebanyak 0-3500 M. Tuberculosis. Sedangkan kalau bersin dapat
mengeluarkan sebanyak 4500 – 1.000.000 M. Tuberculosis12.
C. Patogenesis Tuberkulosis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Kuman TB dalam percik renik yang ukurannya sangat kecil (<5µm) akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga
tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus
lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman
TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB
yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB
membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
6

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe


menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan
jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
dinamakan kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi.
Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104, yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas selular.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, munitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik.
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru
biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
7

penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.


Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui
mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps
- konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran imfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah
dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,
bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks
6

paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di
organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya,
kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian
pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus
Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut. Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2−6
bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun
(balita) terutama di bawah dua tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized
hematogenic spread.13 Alur Patogenesis terjadinya TB dapat dilihat pada
gambar 2.
9

Gambar 2. Patogenesis Tuberkulosis13

( Sumber: Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak )13


* Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadic (occult hematogenic
spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ
dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di
kemudian hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis
regional (3).
3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasi-komplikasinya.
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB
(endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar
(eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB).13
6

D. Klasifikasi Tuberkulosis
1. Klasifikasi Tuberkulosis Secara Umum

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:


1) Tuberkulosis paru :
a) adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. TB
milier dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
b) Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum)
atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
c) Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita
TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru :
a) Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya :
pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit,
sendi, selaput otak dan tulang.
b) Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra
paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium
tuberculosis.
c) Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT
namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
11

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik


karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan
lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui:
adalah pasien TB yang tidak masuk dalam kelompok (a) atau (b).
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan
contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan
dapat berupa:
1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama saja.
2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
3) Multi drug resistant (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistant (TB XDR): TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah atu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin).
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
6

Pemeriksaan HIV wajib ditawarkan pada semua pasien TB anak.


Berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan
sebagai:
1) HIV positif.
2) HIV negatif
3) HIV tidak diketahui.13
2. Klasifikasi Tuberkulosis pada Anak
a. Pasien TB anak terkonfirmasi bakteriologis
Adalah anak yang terdiagnosis dengan hasil pemeriksaan
bakteriologis positif.
b. Pasien TB anak terdiagnosis secara Klinis
Adalah anak yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis
secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB oleh
dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB.13
E. Gejala Klinis Tuberkulosis
Gejala sistemik/umum pada TB anak adalah sebagai berikut :
1. Terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
3. Batuk lama ≥2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika
atau obat asma (sesuai indikasi).
4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi yang adekuat.13

F. Faktor Resiko Kejadian TB


13

1. Umur
Menurut Permenkes No. 2 tahun 2020, usia anak adalah 0-18
tahun. Usia Anak sangat rentan tertular berbagai penyakit termasuk
TB, karena daya tahan dan sistem kekebalan tubuh anak masih lemah.
Tuberkulosis anak adalah tuberkulosis yang terjadi pada anak usia 0-
14 tahun.14,15,4
2. Jenis Kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin
laki-laki dibanding perempuan, karena kebiasaan merokok dan minum
alkohol sehingga sistem pertahanan tubuh menurun dan lebih mudah
terpapar dengan agent penyebab TB paru. Pada anak, menurut Data
dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019. Jumlah kasus
penderita TB anak terbanyak adalah anak laki-laki yaitu 33.122.7
3. Riwayat Kontak dengan Penderita Tuberkulosis
Pada kasus tuberkulosis anak, kontak dengan penderita
tuberkulosis dewasa aktif yang merupakan faktor resiko utama
terjadinya tuberkulosis pada anak, sedangkan jarang sekali anak
penderita tuberkulosis menularkan bakteri tuberkulosis ke anak dan
orang dewasa disekitarnya, karena tidak ada atau sedikitnya produksi
sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim yang
menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada tuberkulosis anak,
hal ini juga yang menyebabkan sulitnya mengambil sputum pada anak
untuk dijadikan pemeriksaan gold standar tuberculosis.16
4. Status Imunisasi BCG
Pada anak, tuberkulosis sering menyerang paru-paru, tetapi
karena kekebalan tubuh bayi dan anak belum sebaik dewasa, bakteri
ini dapat juga menyerang selaput otak, sendi, ginjal, hati dan juga usus.
Berdasarkan angka kejadian yang tinggi di negara kita, dengan
beratnya penyakit tuberkulosis bila mengenai bayi dan anak serta
proses penularannya sulit dicegah, maka pencegahan yang paling
efektif adalah melalui imunisasi BCG.Imunisasi adalah suatu proses
6

dimana seseorang dibuat kebal atau resisten terhadap penyakit


menular, biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin ini akan
merangsang sistem kekebalan tubuh yang nantinya akan melindungi
orang tersebut dari infeksi atau penyakit. Imunisasi adalah suatu alat
yang telah terbukti untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit
menular yang mengancam jiwa. Vaksin BCG (Bacillus Calmette-
Guerin) merupakan bakteri Mycobacterium bovis yang dilemahkan
yang bermanfaat untuk mencegah tuberkulosis dan Infeksi
mikobakterium lainnya.Tingkat perlindungan yang diberikan vaksin
BCG terhadap tuberkulosis paru berkisar mulai dari 0 hingga 80%,
sedangkan perlindungan terhadap meningitis tuberkulosis dan
tuberkulosis milier sekitar 86%.16
5. Status Gizi
Timbulnya penyakit TB paru tidak lepas dari peranan faktor
risiko. Status gizi sangat berperan penting. Anak dengan gizi buruk
akan mengakibatkan kekurusan, lemah dan rentan terserang infeksi
TB. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang berkurang pada
anak. Status gizi yang buruk dapat memengaruhi tanggapan tubuh
berupa pembentukan antibody dan limfosit terhadap adanya kuman
penyakit. Pembentukan ini memerlukan bahan baku protein dan
karbohidrat, sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi antibodi
dan limfosit terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan gangguan
imunologi dan memengaruhi proses penyembuhan penyakit.3 Kategori
Status Gizi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 0-1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z Score14

Ambang Batas ( Z –
Indeks Kategori Status Gizi
Score)
Berat badan sangat kurang < 3 SD
Berat Badan menurut Umur
Berat badan kurang -3 SD sd <-2 SD
( BB/U) anak usia 0 – 60
Berat badan normal 2 SD sd +1 SD
15

Resiko berat badan Lebih1 > +1 SD


bulan
Panjang Badan atau Tinggi Sangat pendek <-3 SD
Badan Umur Pendek
menurut -3 SD sd <-2 SD
(PB/U atau TB/U) anak Normal -2 SD sd +3 SD

usia 0 – 60 bulan Tinggi2 >+3 SD

Berat Badan
menurut Gizi Buruk <-3 SD
Panjang Badan atau Tinggi Gizi Kurang -3 SD sd <-2 SD

atau Gizi Baik -2 SD sd +1 SD


Badan (BB/PB
BB/TB) anak usia 0 – 60 Berisiko Gizi Lebih >+1 SD sd +2 SD
bulan Gizi Lebih >+2 SD sd +3 SD
Obesitas >+3 SD

Gizi Buruk3 <-3 SD


Indeks Massa Tubuh
Gizi Kurang -3 SD sd <-2 SD
menurut Umur (IMT/U)
Gizi Baik -2 SD sd +1 SD
anak usia Berisiko Gizi Lebih >+1 SD sd +2 SD
0 – 60 bulan Gizi Lebih >+2 SD sd +3 SD
Obesitas >+3 SD
Indeks Massa Tubuh Gizi Buruk <-3 SD
menurut Gizi Kurang -3 SD sd <-2 SD
Umur (IMT/U) anak usia 5 Gizi Baik -2 SD sd +1 SD
– 18 tahun Gizi Lebih +1 SD sd +2 SD
Obesitas >+2 SD

Keterangan:
1. Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki masalah
pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB atau IMT/U
2. Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak
menjadi masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan endokrin
seperti tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuk ke
dokter spesialis anak jika diduga mengalami gangguan endokrin
(misalnya anak yang sangat tinggi menurut umurnya sedangkan tinggi
orang tua normal).
6

3. Walaupun interpretasi IMT/U mencantumkan gizi buruk dan gizi


kurang, kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut pedoman
Tatalaksana Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks Berat Badan
menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB).14
G. Diagnosis Tuberkulosis Anak

Kendala utama dalam tatalaksana TB pada anak adalah penegakan


diagnosis. Kesulitan menemukan kuman penyebab pada TB anak
menyebabkan penegakan diagnosis TB pada anak memerlukan kombinasi dari
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang relevan. Diagnosis pada
Anak tidak boleh hanya berdasarkan pada Foto Toraks. Pemeriksaan
bakteriologis (miskroskopis atau TCM) merupakan pemeriksaan utama untuk
konfirmasi diagnosis TB pada anak. Pendekatan diagnosis TB pada Anak
menggunakan Sistem Skoring yang disusun Kementerian Kesehatan RI
bersama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). Sistem Skoring TB
Anak merupakan pembobotan terhadap gejala, tanda klinis dan pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan di Sarana Pelayanan Terbatas. Masing-
masing gejala pada sistem skoring harus dilakukan analisis untuk menentukan
apakah termasuk dalam parameter sistem skoring. Dalam sistem skoring ini,
anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6, dengan skor maksimal 13.2,17

Berikut tabel Sistem skoring untuk mendiagnosis TB Anak di


Indonesia dan gambar Alur diagnosis TB Anak.
Tabel 0-2. Sistem skoring Tuberkulosis Anak di Indonesia2

Parameter 0 1 2 3 Skor
Kontak TB Tidak Jelas - Laporan BTA (+)
Keluarga, BTA
(-) / BTA tidak
jelas / tidak tahu
Uji Tuberkulin Negatif - - Positif (≥ 10 mm
(Mantoux) atau ≥ 5mm) pada
Imunokompromais
Berat Badan/Keadaan - BB/TB < 90% atau Klinis Gizi
17

Gizi BB/U < 80% Buruk atau


BB/TB < 70%
atau BB/U <
60%
Demam yang tidak - ≥2 Minggu -
diketahui Penyebabnya
Batuk Kronik - ≥3 Minggu -
Pembesaran Kelenjar - ≥1 cm, Lebih dari 1 -
Limfe Kolli, Aksila, KGB, Tidak
Inguninal
Pembengkakan Tulang - Ada Pembengkakan -
/ Sendi Panggul, Lutut,
Falang
Foto Toraks Normal/Kelainan Gambaran sugestif -
tidak jelas (mendukung)
Skor Total (Maksimal 13)

Gejala klinis demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) lama, dapat
bernilai apabila tidak membaik setelah diberikan pengobatan, sesuai baku
terapi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Selain itu, gambaran foto toraks
yang mendukung TB dapat berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan atau tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental atau lobar,
milier, kalsifikasi dengan infiltrat, ataupun tuberkuloma. Foto toraks bukan
merupakan alat diagnostik utama pada TB anak.

Diagnosis TB pada anak dengan sistem skoring sebaiknya ditegakkan


oleh dokter. Apabila di fasilitas pelayanan kesehatan tidak ada dokter,
pelimpahan wewenang terbatas dapat diberikan kepada petugas kesehatan
lainnya. Namun demikian, seharusnya hanya kepada petugas yang sudah
dilatih tentang strategi DOTS, untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana
TB anak. Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6,
dengan skor maksimal 13.
6

Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari poin kontak dengan pasien
BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala klinis, maka
pada anak tersebut belum perlu diberikan OAT. Anak tersebut cukup
dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis, tergantung dari umur anak.

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan, untuk evaluasi lebih lanjut . Anak dengan skor 5 yang terdiri dari
poin kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis,
diterapi ,dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan
terapi awal, dan apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT
dilanjutkan sampai selesai 6 bulan. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2
minggu) setelah pemberian imunisasi BCG, seharusnya dicurigai telah
terinfeksi TB, dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas,


yaitu tidak tersedianya uji tuberkulin dan atau foto toraks, maka evaluasi
dengan sistem skoring tetap boleh dilakukan, dan dapat didiagnosis TB
dengan syarat skor ≥ 6. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak
menunjukkan perbaikan klinis berarti, sebaiknya diperiksa lebih lanjut.
Pemeriksaan lanjutan bertujuan untuk mencari faktor penyebab lain, misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB-MDR, maupun
masalah ketidakkepatuhan berobat pasien. Yang dimaksud dengan perbaikan
klinis adalah perbaikan dari gejala yang ditemukan pada anak tersebut, saat
diagnosis ditegakkan.17

Berikut Gambar alur diagnosis Tuberkulosis pada anak.


19

Gambar 3. Alur diagnosis Tuberkulosis Anak

( Sumber: TB Anak. Kementerian Kesehatan RI. 2019 )


Keterangan:
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum/dahak.
**) Kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru anak terkonfirmasi
bakteriologis.

***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan


pengobatan adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya kormobiditas
atau rujuk.
Penjelasan:
1. Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau TCM) tetap merupakan
pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak.
6

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperoleh spesimen dahak, di


antaranya induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 2 kali,
dan dinyatakan positif jika satu spesimen diperiksa memberikan hasil
positif.
2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak
bergejala namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB.
Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih
lengkap. Pada kondisi tertentu di mana rujukan tidak memungkinkan,
dapat dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TB anak.
3. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah
ataupun kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain,
dan sebagainya.
4. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan
perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan
faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TB resistan obat maupun masalah dengan
kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan,
pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah
perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis. 3

Catatan
1. Anak dengan pembesaran kelenjar leher tidak selalu menderita TB
Anak. Pertimbangkan kemungkinan diagnosis yang lain misalnya
infeksi leher, amandel, dan keganasan. Pembesaran kelenjar leher yang
mendukung gejala TB Anak bersifat tidak nyeri, multiple, diameter
lebih dari 1 cm.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan fasilitas terbatas (misalnya tidak
terdapat Uji Tuberkulin, foto thorax) diperbolehkan untuk
mendiagnosis menggunakan Sistem Skoring, apabila terdapat keraguan
21

maka dokter agar merujuk pasien ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat


lanjutan (FKTRTL) seperti RS, BKPM, BBKPM.3
1. Uji Tuberkulin (Tuberkulin Test)
Pemeriksaan tuberkulin dilakukan pada anak dengan gejala TB
untuk melihat adanya infeksi TB pada anak. Pemeriksaan tuberkulin
menggunakan larutan Tuberkulin PPD RT 23 2TU atau PPD-S 5 TU.
Pemeriksaan tuberkulin dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit,
BKPM dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Hasil pemeriksaan
tuberkulin dapat diketahui setelah 48-72 jam sejak penyuntikan.
Larutan Tuberkulin yang sudah dibuka dapat digunakan sampai 1
bulan dengan memperhatikan cara penyimpanan, masa kadaluarsa,
tindakan aseptik dan antiseptik saat pengambilan. Catat tanggal
penggunaan larutan tuberkulin untuk pertama kalinya. Anak dengan
hasil uji tuberkulin yang positif berarti anak tersebut terbukti terinfeksi
TB. Untuk membuktikan apakah anak sakit TB, dokter menggunakan
pendekatan sistem skoring. Pemeriksaan serologis tidak diperbolehkan
untuk diagnosis TB Paru maupun TB Ekstra Paru. Penyuntikan
Tuberkulin disusun dalam jejaring Fasyankes dan Fasyankes Rujukan
Tuberkulin. Fasyankes Rujukan Tuberkulin dapat berupa Puskesmas,
Rumah Sakit, BKPM/BBKPM. Fasyankes Rujukan Tuberkulin
menerima Rujukan dari Fasyankes untuk menyuntik tuberkulin.3

H. Tatalaksana Tuberkulosis Anak

Penanganan pasien TB Anak terdiri dari pemberian terapi obat dan


pemberian gizi yang adekuat, penyakit penyerta yang sering diderita anak juga
harus ditatalaksana secara bersamaan. Pemberian terapi obat terdiri dari
pemberian Obat Anti TB (OAT). OAT diberikan dalam bentuk kombinasi
minimal 3 macam obat dan diberikan setiap hari baik pada tahap intensif
maupun lanjutan. Obat dalam bentuk KDT (Kombinasi Dosis Tetap) harus
diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah atau digerus. Obat dapat diberikan
dengan cara ditelan secara utuh atau dilarutkan dengan air sesaat sebelum
6

diminum. Apabila obat diberikan dalam bentuk puyer, harus dibuat terpisah
untuk masing-masing obat. Tidak diperbolehkan mencampur beberapa macam
obat dalam satu puyer. Apabila ada kenaikan berat badan pada anak, maka
dosis menyesuaikan dengan berat badan terakhir. Pada anak obesitas, dosis
KDT sesuai dengan berat badan ideal sesuai dengan umur. OAT kategori
Anak dalam bentuk KDT terdiri dari kombinasi INH, Rifampisin dan
Pirazinamid masing-masing 50mg, 75mg dan 150mg untuk fase intensif dan
kombinasi INH dan Rifampisin masing-masing 50mg dan 75mg untuk fase
lanjutan yang diberikan kepada anak sesuai dengan berat badan anak tersebut.
Bukti adanya infeksi TB diperoleh dari hasil uji tuberkulin (Mantoux tes) yang
positif yaitu munculnya indurasi dengan diameter ≥ 10mm.3

I. Kerangka Teori

TB Paru :
Pengertian
Etiologi dan Cara Penularan
Patogenesis
Klasifikasi
Gejala Klinis

Diagnosis Tatalaksana
23

Faktor Resiko :
Umur*
Jenis Kelamin*
Status Imunisasi BCG*
Riwayat Kontak dengan penderita TB*
Status Gizi*

*Yang diteliti
24

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
desain cross-sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2020 – Januari 2021.


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bahari Berkesan, Puskesmas Hiri,
Puskesmas Jambula, Puskesmas Kalumata, Puskesmas Kalumpang,
Puskesmas Perawatan Siko, Puskesmas Sulamadaha, RSU Dharma Ibu
Ternate dan RSUD Chasan Boesoerie yang berada di wilayah Kota Ternate.
Berikut tabel jumlah pasien Tuberkulosis pada anak di Puskesmas dan rumah
sakit di Kota Ternate.

Tabel 4. Jumlah pasien Tuberkulosis pada anak

No Puskesmas / Rumah Sakit Jumlah Sampel


1. Puskesmas Bahari Berkesan 4
2. Puskesmas Hiri 1
3. Puskesmas Jambula 2
4. Puskesmas Kalumata 5
5. Puskesmas Kalumpang 3
6. Puskesmas Perawatan Siko 3
7. Puskesmas Sulamadaha 1
8. RSU Dharma Ibu Ternate 3
9. RSUD Chasan Boesoerie 15
Total 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
25

Populasi dalam penelitian adalah pasien anak berusia 0-14 tahun yang
terkonfirmasi menderita TB di wilayah Kota Ternate pada tahun 2019.
2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini


adalah total sampling, yaitu semua pasien anak yang terkonfirmasi
menderita TB di wilayah Kota Ternate pada tahun 2019 sebanyak 37
pasien dan memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Kriteria Inklusi
Data rekam medis lengkap pasien anak terdiagnosis TB Mencakup
umur, jenis kelamin, riwayat kontak dengan penderita TB, status
imunisasi, status gizi dan TB diagnosis klinis atau bakteriologis.
b. Kriteria Eksklusi
Data rekam medis pasien anak terdiagnosis TB yang tidak
dilengkapi keterangan umur, jenis kelamin, riwayat kontak dengan
penderita TB, status imunisasi, status gizi dan TB diagnosis klinis atau
bakteriologis.
D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas.


Variabel terikat yaitu kejadian TB anak. Sedangkan variabel bebas adalah
Umur, jenis kelamin dan status gizi pada pasien TB anak.

E. Kerangka Konsep Penelitian

Status Gizi
6

Jenis Kelamin

Umur Kejadian TB pada Anak

Status Imunisasi BCG

Riwayat Kontak dengan penderita TB

Diagnosis : Klinis atau Bakteriologis

F. Definisi Operasional
1. Umur
Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Pasal 1 tentang
perlindungan anak. Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.18 Tuberkulosis anak adalah
tuberkulosis yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.13. Umur responden
yang dihitung dalam definisi operasional ini adalah umur responden sejak
kelahiran sampai dilakukannya penelitian yang dinyatakan dalam satuan
tahun.
Kategori :
1. 0 – 5 Tahun
2. 5 – 14 Tahun

Skala : Interval

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin yaitu sesuai perbedaan jenis kelamin secara biologis.

Kategori :

1. Laki-Laki
2. Perempuan
27

Skala : Nominal

3. Riwayat Kontak dengan penderita TB


Riwayat kontak dengan penderita TB berdasarkan anamnesis di dalam
Rekam Medik.
Kategori :
1. Riwayat Kontak (-)
2. Riwayat Kontak (+)
Skala : Nominal
4. Status Imunisasi BCG
Riwayat pemberian imunisasi BCG yang dinilai dari parut BCG di
kartu pengobatan TB dalam Rekam Medik pasien.
Kategori :
1. Riwayat Imunisasi BCG (-)
2. Riwayat Imunisasi BCG (+)
Skala : Nominal
5. Status Diagnosis
Status diagnosis pasien TB anak berdasarkan hasil diagnosis di rekam
medis.
6

Kategori :
1. TB anak terkonfirmasi bakteriologis
2. TB anak klinis
Skala : Nominal
6. Status Gizi
Status gizi sesuai Kategori Status Gizi Berdasarkan Z Score.

Cara Ukur : Hasil dari (BB/U) dan (IMT/U)


Alat Ukur : Tabel Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
2010 untuk anak umur 0-5 tahun dan 2020 untuk anak umur 5-15 tahun.
Kategori :

1. Gizi buruk

2. Gizi Kurang

3. Gizi Baik

4.Gizi Lebih

Skala : Ordinal
G. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu dari data rekam medik pasien. Sumber data pada penelitian ini diperoleh
dari Puskesmas Bahari Berkesan, Puskesmas Hiri, Puskesmas Jambula,
Puskesmas Kalumata, Puskesmas Kalumpang, Puskesmas Perawatan Siko,
Puskesmas Sulamadaha, RSU Dharma Ibu Ternate dan RSUD Chasan
Boesoerie yang berada di wilayah Kota Ternate.

H. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan


mengumpulkan seluruh data yang dibutuhkan melalui rekam medik pasien
secara simultan pada suatu saat. Kemudian data tersebut dilakukan analisis
deskriptif dan dikelompokkan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang
sudah ditetapkan oleh peneliti.
37

I. Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi


pengolahan data SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Data
disajikan dalam bentuk Narasi, teks, dan tabel. Kemudian di analisis dengan
analisis univariat.
J. Jadwal Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan November 2020 sampai


Januari tahun 2021.

Tabel 0-3. Jadwal Penelitian

November Desember Januari

No Uraian
Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke

I II I II III IV III IV I II III IV

Persiapan dan penyusunan


1.
Proposal

2. Seminar Proposal

3. Perbaikan Proposal

Persiapan dan perencanaan


4.
penelitian

5. Pelaksanaan penelitian

6. Pengolahan Data

7. Penyusunan Laporan

K. Alur Penelitian

Pembuatan Surat
Perizinan di Kampus
6

Persiapan Penelitian Pengajuan Proposal

Pengambilan Data Perizinan ke Puskesmas Perizinan ke Dinas


dan Rumah Sakit Kesehatan

Observasi dan Seleksi Pengolahan dan Analisis


Laporan Penelitian
Rekam Medis Data
31

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Distribusi Kasus Tuberkulosis pada Anak di Kota Ternate Tahun


2019
Jumlah pasien tuberkulosis pada anak selama periode penelitian
sebanyak 30 anak. Dari 30 anak tersebut, tersebar pada beberapa Rumah
Sakit dan Puskesmas yang ada di wilayah Kota Ternate. Diantaranya, di
Puskesmas Bahari Berkesan 4 anak, Puskesmas Hiri 1 anak, Puskesmas
Jambula 2 anak, Puskesmas Kalumata 5 anak, Puskesmas Kalumpang 3
anak, Puskesmas Perawatan Siko 3 anak, Puskesmas Sulamadaha 1 anak,
dan RSUD Chasan Boesoerie 11 anak.
2. Distribusi Umur
Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan umur dapat
dilihat pada Tabel. 4.
Tabel 4. Distribusi Umur Responden
Umur (tahun) Frekuensi Persentase
0-5 13 43,3
5-15 17 56,7
Total 30 100
Berdasarkan Tabel 4, diketahui kasus tuberkulosis pada anak
dikota Ternate pada tahun 2019 lebih banyak pada anak umur 5-15 tahun
dengan jumlah 17 orang (56,7%). Sedangkan anak berusia 0-5 tahun
berjumlah 13 orang (43,3%).
Penelitian ini sejalan dengan Karim (2018) dimana kejadian
tuberkulosis lebih banyak terjadi pada kelompok anak usia diatas 5
tahun.19 Sedangkan penelitian ini memiliki perbedaan dengan Safitri
(2019) dimana kejadian tuberkulosis lebih banyak terjadi pada kelompok
anak usia <5 tahun.20

3. Distribusi Jenis Kelamin


6

Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan jenis kelamin


dapat dilihat pada Tabel. 5.
Tabel 5. Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 9 30
Perempuan 21 70
Total 30 100
Berdasarkan Tabel 5, diketahui distribusi jenis kelamin perempuan
lebih besar daripada laki-laki, yakni perempuan 21 orang (70%) dan laki-
laki 9 orang (30%). Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan Putra (2013) dimana jumlah pasien laki-laki lebih besar
(60%) dibandingkan perempuan (40%).21
4. Gambaran Riwayat Kontak dengan Penderita TB
Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan umur dapat
dilihat pada Tabel. 6.
Tabel 6. Gambaran Riwayat Kontak Responden dengan Penderita TB
Riwayat Kontak Frekuensi Persentase
Negatif 22 73,3
Positif 8 26,7
Total 30 100
Berdasarkan tabel 6, diketahui lebih banyak pasien yang tidak
memiliki kontak dengan penderita TB sebanyak 22 (73,3%) dan pasien
yang kontak dengan pasien TB sebanyak 8 (26,7%).
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan Putra (2013) dimana riwayat kontak positif dengan penderita
tuberkulosis adalah (60%).21 sedangkan penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Noviarisa (2019) dimana riwayat kontak negatif
dengan penderita tuberkulosis adalah (43,9%).22

5. Gambaran Status Imunisasi BCG


Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan status
imunisasi BCG dapat dilihat pada Tabel. 7.
Tabel 7. Gambaran Status Imunisasi BCG Responden
Status Imunisasi BCG Frekuensi Persentase
37

Negatif 20 66,7
Positif 10 33,3
Total 30 100
Berdasarkan Tabel 7, diketahui paling banyak responden tidak
diimunisasi BCG sebanyak 20 (66,7%) dan responden yang diimunisasi
BCG sebanyak 10 (33,3%).
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan Safitri (2019) dimana prevalensi anak dengan status imunisasi
BCG positif sebanyak (86,7%).20 sedangkan penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Mulyadi (2015) dimana prevalensi anak dengan
status imunisasi BCG negatif sebanyak (55.2%).23
6. Gambaran Status Diagnosis
Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan Status
Diagnosis dapat dilihat pada Tabel. 8.
Tabel 8. Gambaran Status Diagnosis Responden

Status Diagnosis Frekuensi Persentase


Bakteriologis 10 33,3
Klinis 21 66,7
Total 30 100
Berdasarkan Tabel 8, diketahui paling banyak responden
terdiagnosis secara Klinis sebanyak 20 orang (66,7%) dan terkonfirmasi
bakteriologis 10 orang (33,3%).
Kendala utama dalam tatalaksana TB pada anak adalah penegakan
diagnosis. Kesulitan menemukan kuman penyebab pada TB anak
menyebabkan penegakan diagnosis TB pada anak memerlukan kombinasi
dari gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yang relevan. Diagnosis
pada Anak tidak boleh hanya berdasarkan pada Foto Toraks. Pemeriksaan
bakteriologis (miskroskopis atau TCM) merupakan pemeriksaan utama
untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak lalu akan didiagnosis TB
terkonfirmasi Bakteriologis. Pendekatan diagnosis TB pada Anak
menggunakan Sistem Skoring yang disusun Kementerian Kesehatan RI
bersama dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2 Dalam sistem
6

skoring ini, anak didiagnosis TB Klinis jika jumlah skor ≥ 6, dengan skor
maksimal 13.17
7. Gambaran Status Gizi Responden
Distribusi kasus tuberkulosis pada anak berdasarkan status gizi
dapat dilihat pada Tabel. 9.
Tabel 9. Gambaran Status Gizi Responden
Status Gizi Frekuensi Persentase
Gizi Buruk 4 23,3
Gizi Kurang 3 13,3
Gizi Baik 10 56,7
Gizi Lebih 0 0
Total 17 100
Berdasarkan Tabel 9, diketahui paling banyak responden memiliki
status gizi baik sebanyak 10 orang (56,7%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Safitri (2019) dimana jumlah responden yang
memiliki status gizi baik sebanyak (70%). 20 Sedangkan penelitian ini
memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan Mulyadi (2015)
dimana responden lebih banyak memiliki status gizi kurang sebanyak
(47,9%).23

B. Keterbatasan Penelitian

1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang meneliti
variabel terikat dan variabel bebas pada waktu yang sama sehingga tidak
bisa memberikan penjelasan yang pasti tentang adanya hubungan sebab
akibat.
2. Administrasi
Sulitnya prosedural pengajuan izin penelitian sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama serta belum diizinkannya proses
penelitian disalah satu Rumah Sakit yang menyebabkan berkurangya
sampel penelitian. Pencatatan dan penyimpanan rekam medik yang kurang
37

lengkap membuat kesulitan peneliti dalam menentukan variabel penelitian


serta berkurangnya sampel penelitian.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Distribusi umur anak paling banyak adalah anak usia 5-15 tahun dengan
jumlah 17 orang (56,7%).
2. Perbandingan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, yakni laki-laki 9
orang (30%) dan perempuan 21 orang (70%).
3. Anak yang tidak memiliki riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis
sebanyak 22 orang (73,3%) dan anak yang memiliki riwayat kontak
dengan penderita Tuberkulosis sebanyak 8 orang (26,7%).
6

4. Anak yang belum mendapatkan imunisasi BCG sebanyak 20 orang


(66,7%) dan anak yang sudah mendapatkan imunisasi BCG sebanyak 10
orang (33,3%).
5. Anak yang terdiagnosis tuberkulosis klinis sebanyak 21 orang (66,7%) dan
anak yang terdiagnosis tuberkulosis terkonfirmasi bakteriologis sebanyak
9 orang (33,3%).
6. Anak dengan status gizi baik sebanyak 10 orang (56,7%), anak dengan
status gizi kurang sebanyak 3 orang (23,3%) dan anak dengan status gizi
buruk sebanyak 4 orang (13,3%)
B. Saran
1. Bagi Institusi Rumah Sakit dan Puskesmas
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
pertimbangan instansi rumah sakit dan puskesmas untuk meningkatkan
kelengkapan data dan sistem penyimpanan rekam medic pasien untuk
memudahkan penelitian.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi mahasiswa kedokteran yang masih menempuh pendidikan S1,
diharapkan dapat mempelajari dengan lebih baik tentang tuberkulosis pada
anak , gejala-gejala klinis, cara mendiganosis menggunakan sistem skoring
dan pemberian terapi pada tuberkulosis pada anak . sehingga dapat
memberikan pelayanan yang baik pada saat bertugas di fasilitas kesehatan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Dapat melakukan penelitian lanjutan yang lebih lengkap dan
mendalam menggunakan desain yang dapat menunjukan hasil sebab
akibat.
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Tabrani R. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media. 2010. H 157.
2. Aulia Husna C, Fitry Yani F, Masri MM. Gambaran Status Gizi Pasien
Tuberkulosis Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat Andalas.
2016;5(1):228–32.
3. Kementerian Kesehatan RI. TB Anak. Kementerian Kesehatan RI. 2019.
[Cited 1 November 2020] at htbs.tbindonesia.or.id
4. Kementerian Kesehatan RI. InfoDatin Tuberculosis. Kementerian
Kesehatan RI [Internet]. 2018;1.
6

5. PRAMANA, I. Korelasi status gizi dengan kejadian Tuberkulosis pada


anak di puskesmas Perak Timur. 2020. PhD Thesis. Wijaya Kusuma
Surabaya University.
6. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2020. World
Health Organization. 2020.
7. Kementrian Kesehatan RI. Informasi Kesehatan Indonesia 2019.
kementrian Kesehatan RI. 2019;8(9):1–58.
8. Dinas Kesehatan Kota Ternate. 2019. Laporan Triwulan Penemuan Pasien
TB tahun 2019. Dinas Kesehatan Kota Ternate.2020
9. Koch, Anastasia et al. Trends in Microbiology, Volume 26, Issue 6, 555 -
556
10. Velayati, A. A. dan P. Farnia. Microscopic Anatomy of Mycobacterium
tuberculosis. Atlas of Myobacterium Tuberculosis. 17–69.
doi:10.1016/b978-0-12-803808-6.00002-5. 2017
11. Buntuan V. Gambaran Basil Tahan Asam (BTA) Positif Pada Penderita
Diagnosa Klinis Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Islam Sitti Maryam
Manado Periode Januari 2014 S/D Juni 2014. J e-Biomedik. 2014;2(2)
12. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. [Cited 1 November 2020].
13. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana Tuberkulosis
Anak. 2016. hal. 614–542.
14. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. [Cited 1 November 2020].
15. Husnah, Husnah. Prevalensi Tuberkulosis Dan Status Gizi Pada Anak Di
Puskesmas Tijue Pidie Periode Januari Sampai Desember 2013. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 2017, 17.1: 15-18.
16. SIRINGORINGO, Ridho P. Trijasa. Hubungan Antara Pemberian
Imunisasi BCG Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Anak Balita Di
RSUD Dr. Pirngadi Medan. 2017.
37

17. Ikatan Dokter Anak Indonesia D.I Yogyakarta. Skoring TB pada Anak.
2015. [Internet] http://www.idaijogja.or.id/skoring-tb-pada-anak/
18. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Pasal 1 Tentang Perlindungan
Anak.
19. Karim, O. Gambaran Pemberian Vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG)
Terhadap Kejadian Inveksi Tuberkulosis Pada Anak Yang Kontak Dengan
Penderita Tuberkulosis Paru MDR. Jurnal Mahasiswan PSPD FK
Univeristas Tanjung Pura, 4(1).
20. Safitri, N. (2019). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Tuberkulosis Paru Pada Anak Balita di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Periode 2016-2017 (Doctoral Dissertation, Universitas
Muhammadiyah Palembang).
21. Putra, I.A. (2013) Profil Tuberkulosis Pada Anak di Instalasi Rawat Jalan
RSUD. Raden Mattaher Jambi. JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan” 1(1).
22. Noviarisa, N., Yani, F. F., & Basir, D. (2019). Tren Kasus Tuberkulosis
Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014-2016. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8(1S), 36-41.
23. Mulyadi, R. (2015). Gambaran Karakteristik, Status Gizi dan Imunisasi
Pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Wilayah Kota Tangerang
Selatan. 2015 (Bachelor’s thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;PKIK,
2015).
6
31

LAMPIRAN

Lampiran 1 :
Data Mentah Pasien Tuberkulosis Pada Anak Di Kota
Ternate Tahun 2019

NO FASILITAS NA JENIS UMUR BB TB STATUS STATUS STATUS STATUS


KESEHATAN MA KELAMI (Tahun) (Kg) (Cm) GIZI KONTAK IMUNISASI DIAGNOSIS
N
1 RSUD. CHASAN MRI LK 13 40 - (-) (+) BAKTERIOLO
BOESOERIE GIS
2 RSUD. CHASAN MA LK 11 7 73 GIZI (+) (+) KLINIS
BOESOERIE A KURANG
3 RSUD. CHASAN RAN PR 7 17 121 GIZI (-) (+) KLINIS
BOESOERIE KURANG
4 RSUD. CHASAN AAA PR 11 21 122 GIZI BAIK (-) (+) BAKTERIOLO
BOESOERIE GIS
5 RSUD. CHASAN SM PR 4 7 83 GIZI (-) (-) KLINIS
BOESOERIE BURUK
6 RSUD. CHASAN MJA LK 14 29 - (-) (-) KLINIS
BOESOERIE
6

7 RSUD. CHASAN PVS PR 6 14 73 BAIK (-) (-) BAKTERIOLO


BOESOERIE GIS
8 RSUD. CHASAN HS LK 3 10 89 GIZI (-) (-) BAKTERIOLO
BOESOERIE KURANG GIS
9 RSUD. CHASAN AAS PR 1 4,4 60 GIZI (-) (+) KLINIS
BOESOERIE BURUK
10 RSUD. CHASAN RK PR 1 6 75 GIZI BAIK (+) (-) KLINIS
BOESOERIE
11 RSUD. CHASAN ASM PR 2 12 79 GIZI BAIK (-) (+) KLINIS
BOESOERIE N
12 PUSKESMAS V PR 1 7,4 GIZI BAIK (-) (-) KLINIS
KALUMATA
13 PUSKESMAS NA PR 10 31 - (-) (+) BAKTERIOLO
KALUMATA GIS
14 PUSKESMAS H LK 7 17 - (-) (-) KLINIS
KALUMATA
15 PUSKESMAS AP PR 7 BULAN 6,8 GIZI BAIK (+) (-) KLINIS
KALUMATA
16 PUSKESMAS LI PR 13 36 - (+) (+) KLINIS
KALUMATA
17 PUSKESMAS BAHARI R PR 1 8 GIZI BAIK (-) (-) KLINIS
37

BERKESAN
18 PUSKESMAS BAHARI CN PR 1 6,5 GIZI BAIK (+) (-) KLINIS
BERKESAN
19 PUSKESMAS BAHARI AA LK 1 6,9 GIZI BAIK (+) (-) BAKTERIOLO
BERKESAN GIS
20 PUSKESMAS BAHARI LMT PR 11 26 - (-) (-) BAKTERIOLO
BERKESAN GIS
21 PUSKESMAS AS LK 15 35 - (-) (-) BAKTERIOLO
KALUMPANG GIS
22 PUSKESMAS H LK 4 10 GIZI (-) (-) KLINIS
KALUMPANG BURUK
23 PUSKESMAS SF PR 3 14 GIZI BAIK (-) (-) KLINIS
KALUMPANG
24 PUSKESMAS P. SIKO YO PR 10 16 - (+) (+) BAKTERIOLO
GIS
25 PUSKESMAS P. SIKO A PR 1 4,6 GIZI (-) (-) KLINIS
BURUK
26 PUSKESMAS P. SIKO H PR 14 15 - (+) (-) KLINIS

27 PUSKESMAS SK PR 14 37 152 - (-) (-) BAKTERIOLO


JAMBULA GIS
28 PUSKESMAS S PR 6 12 - (-) (-) KLINIS
6

JAMBULA
29 PUSKESMAS RU LK 13 41 - (-) (-) KLINIS
SULAMADAHA
30 PUSKESMAS HIRI D PR 10 21 - (-) (+) KLINIS

Lampiran 2 :
35

Hasil Uji Statistik

Frequencies

Statistics
Riwayat_Kont Riwayat_Imun Status_Diagno
Inisial_nama Jenis_Kelamin Umur ak isasi sis Status_Gizi
N Valid 30 30 30 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Jenis_Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Laki-laki 9 30,0 30,0 30,0
Perempuan 21 70,0 70,0 100,0
Total 30 100,0 100,0
6

Umur
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0-5 13 43,3 43,3 43,3
5-15 17 56,7 56,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Riwayat_Kontak
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Negatif 22 73,3 73,3 73,3
Positif 8 26,7 26,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Riwayat_Imunisasi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
37

Valid Negatif 20 66,7 66,7 66,7


Positif 10 33,3 33,3 100,0
Total 30 100,0 100,0

Status_Diagnosis
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Bakteriologi 10 33,3 33,3 33,3
s
Klinis 20 66,7 66,7 100,0
Total 30 100,0 100,0

Status_Gizi
6

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid GIZI BURUK 4 13,3 13,3 13,3
GIZI KURANG 3 10,0 10,0 23,3
GIZI BAIK 10 33,3 33,3 56,7
TIDAK 13 43,3 43,3 100,0
DIKETAHUI
Total 30 100,0 100,0
49

Lampiran 3.
6
37
6
37
6
37
6
37

Anda mungkin juga menyukai