Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

Sindrom Lobus Frontalis

Disusun Oleh:

Vidya Hamzah 1110313027

Pembimbing
Prof. Dr. Basjiruddin Amir, Sp. S (K)
Dr. dr. Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS ANDALAS


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUP. DR. M.DJAMIL
PADANG
2016
BAB 1
Pendahuluan
Fungsi lobus frontalis berhubungan dengan aspek tingkah laku dan
berpengaruh dalam mewujudkan kepribadian dan adaptasi sosial. Suatu trauma
kepala sering kali menimbulkan sindroma lobus frontalis dan memberikan
manifestasi klinis yang bermacam macam sehingga sulit untuk membuat
diagnosa klinis.(1,3) Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala
psikiatrik. Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering
menimbulkan gejala yang samar; diperlukan pemahaman tentang fungsi lobus
frontalis dan sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi suatu keadaan sindroma
lobus frontalis, karena gangguan status mental berupa gangguan memori,
gangguan atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi control dan eksekusi,
merupakan gejala yang penting pada lobus frontalis, selain gangguan akibat
kenaikan tekanan intracranial.(1,2,3,4,5)
 
Etiologi dan patofisiologi
Sindroma lobus frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi
dan personality yang terjadi akibat kerusakan otak bagian depan. Kejadian yang
dapat menyebabkan sindroma ini diantaranya adalah cedera kepala, sindroma
vascular, tumor, dementia frontotemporal, dan akibat pembedahan karena
aneurisma.(1)
Faktor penyebab utama dari sindroma lobus frontalis sampai saat ini masih
cedera kepala. Walaupun angka insidens yang pasti sulit didapat, namun para
penulis cukup sepakat akan hal tersebut .(1,3,4)
Lobus frontalis merupakan sepertiga bagian dari kortek serebri
manusia. Setiap bagian lobus frontalis dibagi menjadi 3 daerah, yaitu kortek
motor primer, kortek premotor dan kortek prefrontal.(1,2,6)
Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan voluntary.
Kerusakan pda daerah ini akan menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang
berlawanan. Kortek premotor berhubungan dengan kortek motor primer dan
penting untuk integrasi dan program program gerakan yang berurutan. Kortek pre
frontal dibagi menjadi 3 regio yaitu, region orbito-frontal (anterior lobus frontal),
region dorsolateral, serta cingulum anterior.

2
Terdapat lima sirkuit yang diketahui, yaitu: sirkuit motorik pada area
motorik, sirkuit okulomotor pada lapangan penglihatan frontal, dan tiga sirkuit
pada daerah kortek pre frontal; yaitu sirkuit dorsolateral pre frontal, sirkuit
orbitofrontal pre frontal, serta cingulatum anterior. Setiap sirkuit mempunyai
serabut proyeksi ke struktur striata ( nucleus caudatus, putamen, dan striatum
anterior ), dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia nigra,
proyeksi ke nucleus thalamus dan kembali ke lobus frontal.
Sirkuit dorsolateral dimulai dari korteks pre frontal dorsolateral 
nucleus kaudatus dorsolateral  globus pallidus dorsomedial lateral  nucleus
thalamus dorsomedial dan anteroventral  regio dorsolateral pre frontal.
Kerusakan pada sirkuit ini menyebabkan gangguan fungsi eksekutif, diantaranya
kesulitan mempelajari informasi baru, gangguan program gerakan motor,
gangguan kelancaran verbal dan non verbal, gangguan untuk menyusun kembali
bentukyang kompleks. Sirkuit ini menerima inpuls dari serabut afferent area
prefrontal 4,6 dan area parietal 7a yang berperan dalam proses penglihatan.
Serabut aferen dari sistim limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari
substansia nigra.
Sirkuit orbitofrontal dimulai dari kortek orbitolateral  nucleus caudatus
ventromedial  globus pallidus dorsomedial medial  nucleus thalamus
ventroanterior dan mediodorsal  kortek orbitolateral. Kerusakan pada sirkuit ini
menyebabkan gangguan disinhibisi, berupa gangguan perilaku berupa mudah,
emosi yang labil dan obsesif kompulsif. Sirkuit ini menerima serabut aferen dari
area temporal 22 dan orbito frontal 12 yang terdiri dari bagian sensorik
heteromodal dan para limbik.
Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior 
nucleus akumbens  globus pallidus rostrolateral  thalamus medio dorsal 
kortek cingulatum anterior. Kerusakan pada sirkuit ini ditandai dengan apati,
penurunan kemauan dan tidak adanya emosi . Sirkuit ini menerima serabut
afferent hipokampus, area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35.(1)
Selain sirkuit sirkuit diatas, juga terdapat jalur langsung dan jalur tidak
langsung yang turut berperan dalam fungsi lobus frontalis .(1)
Manifestasi klinis

3
Sindroma lobus frontalis adalah berupa gejala gejala ketidakmampuan untuk
mengatur perilaku seperti impulsive, tidak ada motivasi, apati, disorganisasi,
deficit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, ketidakmampuan mengatur mood-
nya, mudah lupa, perkataan yang sering menyakitkan hati ataupun kotor, malas /
tidak mau mengerjakan aktivitas apapun juga, sulit diatur, selalu merasa paling
benar .(1,2,3)
Pemeriksaan klinis
Diagnosa klinis suatu sindroma lobus frontalis cukup suli; karena
disfungsi lobus prefrontal sering tidak terdeksi pada pemeriksaan neurology
standar, maupun pemeriksaan status mental serta tes neuropsikologi
konvensional. Ada beberapa pemeriksaan klinis, tes status mental dan skala
neurobehavior yang harus digunakan pada keadaan ini (1)
1. kontrol dan program gerakan motor :
a.       penekanan pada impuls motorik dan reflek :
-          reflek menggenggam
-          tes go / no go
b.      gerakan motorik cepat: rhytm tapping
c.       gerakan serial yang kompleks
-          Luria’s hand sequences
-          Alternating pattern
2. kontrol mental :
a. trial making test
b. kemampuan mengulang secara terbalik kata, hari, bulan
3. kelancaran dan kreativitas dengan five point test
4. memori dengan rentang digit dan word list learning
5. tingkah laku dan emosi; 12 items dari neurobehavioral rating yang
meliputi: gangguan emosi, depresi, gerakan yang lambat, afek tumpul,
mood yang labil, disinhibisi, tidak dapat bekerja sama, kegembiraan yang
berlebihan, perhatian yang kurang, perencanaan yang kurang, penilaian
diri sendiri yang kurang tepat .
Terapi

4
Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis, adalah dengan mengatasi
gejala gejala yang timbul sesuai dengan underlying desease yang diketahui, dan
kemudian dilakukan terapi konvensional ataupun tindakan pembedahan. Beberapa
penulis selain mengatakan bahwa terapi dari keadaan ini adalah tidak spesifik,
namun yang harus diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga pasien,
karena keluarga mereka yang sekarang mengalami sindroma ini bukanlah
keluarga mereka yang dahulu, dalam artikata sifat, perilaku, bahkan keseharian
mereka, sedikit banyak telah berubah.(1,2,3,4,5).
Kesimpulan
Sindroma lobus frontalis merupakan suatu sindroma yang diakibatkan oleh
terganggunya fungsi lobus frontal. Banyak macam kejadian yang dapat
menyebabkan hal tersebut, namun faktor tersering adalah trauma kepala.
Diperlukan anamnesa dan pemeriksaan klinis khususnya pemeriksaan fungsi luhur
yang sangat teliti agar kasus kasus seperti ini dapat dideteksi. Terapi yang
dilakukan pada saat ini masih membutuhkan kesabaran dan kerjasama yang baik
antara pasien, dokter, dan keluarga pasien agar didapatkan hasil pengobatan yang
optimal.
 

5
Daftar Pustaka
1. Cummings JL, Miller BL . The human Frontal Lobe ; function and disorder
1st ed. New York : The Guilford Press : 1999.
2. Cummings JL, Vinters H, Felix J. The neuropsychiatry of Alzheimer disease
and related dementia .1st ed. United Kingdom : Martin Dunitz Press: 2003 p
217-20
3. Thimble MH. Psychopathology of frontal lobe syndrome . Seminars in
Meurology; vol.10, No.3 Benraska : September 1990
4. Frontal loce syndrome .Available at : htt;://rickets.unl.edu/tbi/frontal/
5. Davies S. Frontal lobe syndrome – a behavioral problem . Seminars in
Neurology : Pittsburg : vol 5, No. 8 Februari 2001 .
6. Waxman SG. Correlative neuroanatomy.23 ed.New York: Lange Med. Publ:
1996 p 195-200

6
BAB 2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. U
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 74 tahun
Pekerjaan : Supir
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Padang Panjang
Seorang pasien laki-laki berumur 74 tahun di bangsal Neurologi RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi pada tanggal 24 Agustus 2016 :
II. Keluhan utama :
Nyeri berulang di pucak kepala
III. Riwayat Penyakit Sekarang :
 Nyeri berulang terutama di kepala bagian depan sejak ±22 hari yang
lalu.
 Nyeri kepala terjadi setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
karena di tabrak motor pada saat berjalan kaki, pasien tidak sadar
setelah kejadian, kemudian pasien dibawa ke IGD RS Padang Panjang
dan mendapat tatalaksana awal, pasien tersadar ±2 jam setelah kejadian,
kemudian pasien dirujuk ke RSUP DR. M. Djamil Padang.
 Berdasarkan keterangan dokter di RSUP DR. M. Djamil Padang pasien
mengalami perdarahan dan dirawat selama 10 hari, kemudian pasien
diperbolehkan pulang oleh dokter.
 Setelah itu pasien kontrol ke RS Padang Panjang, pasien kemudian di
rawat kembali selama 10 hari.
 Pasien merasa lemah anggota gerak sebelah kanan yang meningkat
sejak 10 hari yang lalu.

7
 Pasien terkadang tidak nyambung jika diajak bicara. Sering lupa hal
yang baru terjadi. Selain itu pasien jadi lebih pendiam, dan terkadang
sering marah-marah.
 Mual dan muntah tidak ada
 Riwayat kejang tidak ada
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi diketahui sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak
teratur, TD sistol tertinggi 180 mmHg
 Riwayat DM dan penyakit jantung tidak ada

V. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang menderita sakit gula, jantung dan stroke.
VI. Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi
 Pasien dulunya adalah seorang supir, sudah pensiun ±20 tahun
 Pasien sudah berhenti merokok ±20 tahun ini
VII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 14 (E4 M6 V4)
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Status Internus
Rambut : tidak mudah dicabut.
Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Keadaan regional
Kepala : ditemukan bekas luka di bagian frontal kiri
Mata : Isokor, Ø 1mm/ 1mm, konjungtiva anemis -/-,

8
sklera ikterik -/-, RC -/-, RK +/+
Hidung : tak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
PARU
Inspeksi : simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler N, ronkhi(-), wheezing(-)
JANTUNG
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
ABDOMEN
Inspeksi : distensi tidak ada
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal

Status Neurologis
Kesadaran Compos Mentis, GCS 14 (E4 M6 V4)
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

9
Pupil : Isokor, Ø 3mm/ 3mm, Refleks cahaya -/-
Muntah proyektil (-)
sakit kepala progresif (-)
3. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik

N.II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam Penglihatan Baik Baik
Lapangan Pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan Bulbus Ke segala Arah
Strabismus - -
Nistagmus -
Ekso/Endopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) berkurang (+) berkurang
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)

N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.V (Trigeminus)

10
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik

N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakan mata kemedial bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)

N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Baik Baik
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
Plika nasolabialis Lebih datar Baik

N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)

11
Rinne test
Webber test
Scwabach test
 Memanjang
 Memendek
Nistagmus
 Pendular (-) (-)
 Vertical
 Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Baik Baik
Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)

N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan Baik Baik
Artikulasi Tidak baik
Suara Baik
Nadi Teratur

N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan Baik
Menoleh kekiri Baik
Mengangkat bahu kanan Baik
Mengangkat bahu kiri Baik

N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

12
Pemeriksaan Koordinasi
Cara Berjalan Tidak dapat Disatria (-)
diperiksa
Romberg test (-) Disgrafia (-)
Ataksia (-) Supinasi-Pronasi (-)
Rebound Phenomen (-) Tes Jari Hidung (-)
Tes Tumit Lutut (-) Tes Hidung Jari (-)

Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Teratur
Duduk Dapat dilakukan
B.Berdiri dan Gerakan spontan (-) (-)
berjalan
Tremor (-) (-)
Atetosis (-) (-)
Mioklonik (-) (-)
Khorea (-) (-)

C.Ekstermitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Pasif Aktif Pasif Aktif
Kekuatan 444 555 444 555
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Baik
Sensibilitas nyeri Baik
Sensibilitas termis Baik
Sensibilitas kortikal Baik
Stereognosis Baik
Pengenalan 2 titik Baik

13
Pengenalan rabaan Baik
Sistem Refleks
A. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)
Berbangkis Triseps (++) (++)
Laring KPR (++) (++)
Masseter APR (++) (++)
Dinding Perut Bulbokavernosa
 Atas Creamaster
 Tengah Sfingter
 Bawah
B. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Tungkai
Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki

Fungsi Otonom
 Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada
 Defikasi : baik
 Keringat : baik
Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia (-)
Reaksi bicara Tergangg Refleks glabela (-)
u
Reaksi intelek Tergangg Refleks Snout (-)
u
Reaksi emosi Tergangg Refleks Menghisap (-)
u
Refleks Memegang (-)
Refleks (-)
palmomental

14
VIII. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12,9 g/dl Na/K/Cl : 140/3,7/10
Leukosit : 12.300/mm3
LED : 35 %
Trombosit : 154.000/mm3
GDR : 179 gr%

15
Pemeriksaan Brain CT Scan

Kesan : Pendarahan pada regio frontal dan temporal sinistra

16
IX. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + parese N. VII detra tipe sentra +
Gangguan perilaku
Diagnosis Topik : Lobus frontal sinsitra
Diagnosis Etiologi : Trauma
Diagnosis Sekunder : Hipertensi
X. Pemeriksaan Anjuran :
Brain CT Scan
XI. Penatalaksanaan :
1. Manajemen Umum : Bed Rest dan elevasi kepala 20-300
02 4 liter/menit
IVFD RL 12 jam/kolf
Diet rendah garam
Konseling dan edukasi kepada keluaga pasien
2. Khusus : Citiholin 500 mg IV
Vitamin B Kompleks 3 x 1

VIII . PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

17
DISKUSI
Sindroma lobus frontalis terjadi bila terdapat gangguan pada daerah korteks
prefrontal lobus frontalis yang terdiri dari 3 regio yaitu dorsolateral, orbitofrontal, dan
singulatum anterior.(1,2,4)
Pada penderita terdapat gejala gangguan perubahan perilaku seperti berbicara
lamban, menjadi pendiam, sering marah, dalam keadaan sedih atau marah pasien
mengungkapkan dengan menangis kemudian tertawa. Hal ini sesuai dengan gejala
sindroma lobus frontalis.(1) Sindroma lobus frontalis yang terjadi disebabkan oleh
karena penekanan progresif dari trauma tersebut. Pada anamnesis pasien menderita
nyeri kepala di puncak kepala sejak 22 hari yang lalu, disusul 3 bulan penderita
mengalami gangguan perilaku seperti berbicara lamban, menjadi pendiam, dan sering
marah. Sebelumnya pasien tidak pernah seperti ini.
Pada pemeriksaan umum dan neurologis terdapat tanda fokal tetraparese dan
gangguan perilaku. Adanya keluhan tersebut sesuai dengan kerusakan pada area
motorik korteks primer lobus frontalis.
Gangguan neurobehavioral dan defisit motorik yang ditemukan pada pasien
menunjukkan luasnya daerah yang terlibat yaitu seluruh regio di korteks prefrontal
sampai korteks motor primer. Perubahan perilaku pasien menjadi pendiam
menunjukkan adanya gangguan pada regio cingulatum anterior.
Secara anatomis, setiap bagian lobus frontalis dibagi menjadi 3 daerah,
yaitu kortek motor primer , kortek premotor dan kortek prefrontal . Limbik terletak
medial dalam lobus frontalis.(3,4)
Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan volunter . Kerusakan
pada daerah ini akan menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan .
Kortek premotor berhubungan dengan kortek motor primer dan penting untuk
integrasi dan program gerakan yang berurutan . Korteks pre frontal dibagi menjadi 3
regio yaitu , regio orbito-frontal ( anterior lobus frontal ) , regio dorsolateral, serta
cingulum anterior. Kerusakan pada masing- masing sirkuit dapat menimbulkan gejala
neuropsikiatri.

18
Terapi pada suatu sindroma lobus frontalis adalah dengan mengatasi gejala -
gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya, dan kemudian
dilakukan terapi konvensional ataupun tindakan pembedahan. Beberapa penulis selain
mengatakan bahwa terapi dari keadaan ini adalah tidak spesifik , namun yang harus
diperhatikan adalah konselling terhadap keluarga pasien , karena keluarga mereka
yang sekarang mengalami sindroma ini sifat, perilaku, bahkan keseharian mereka,
sedikit banyak telah berubah.(1,7,8,9,10)

19

Anda mungkin juga menyukai