Anda di halaman 1dari 12

BORANG PORTOFOLIO PSIKIATRI

Nama Peserta Anrian P. Pah


Nama Wahana RSUD Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur
Topik Gangguan Konversi, Stupor Disosiatif
Tanggal (Kasus)
Nama Pasien Ny.EK No RM
Tanggal Presentasi Nama dr. Adryani Ottu
Pendamping dr. Dodik Pudjo
Tempat Presentasi
Obyektif Presentasi
Deskripsi Pasien wanita usia 34 tahun, sesak nafas dan tidak sadarkan diri sejak 1
jam SMRS
Tujuan Menentukan diagnosis dan klasifikasi serta melakukan tatalaksana awal
dan juga lanjutan dari reaksi konversi
Bahan Bahasan Kasus
Cara Membahas Presentasi dan Diskusi
Data Pasien Nama: Ny.EK Nomor Registrasi:
Nama Klinik: IGD RSUD Terdaftar Sejak: 03 Januari 2017
Soe
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien perempuan, dibawa ke IGD RSUD Soe karena sesak nafas dan tidak sadar 30 menit
SMRS. Pasien mengalami sesak nafas dan tidak sadar setelah dimarahi oleh suaminya.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien diobati dengan inhalasi ipratropium bromida sebelum masuk rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Keluhan yang sama pernah terjadi sekali sebelumnya, dimana pasien juga sesak nafas dan
tidak sadarkan diri
4. Riwayat Keluarga
Penyakit yang sama tidak dialami oleh anggota keluarga lainnya
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: tampak sakit berat
Kesadaran: sopor, GCS E1V2M1
Tekanan darah : 110/60, Nadi: 88 kali per menit, RR: 32x/menit, Suhu: 36,8oC, Saturasi oksigen
99%
Kepala: konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, sianosis -, pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks
cahaya +/+
Leher: kelenjar getah bening tidak teraba, kaku kuduk (-)
Jantung: S1 dan S2 reguler, gallop -, murmur
Paru: simetris, retraksi -, sonor, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen: datar, supel, organomegali -, bising usus +, turgor kulit baik
Ekstremitas: edema -/-, akral hangat, CRT < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Diagnosa
Gangguan Konversi, Stupor Disosiatif

Tatalaksana
- Observasi
- Paracetamol 3 x 500mg PO
- Diazepam 3 x 2 mg PO
Daftar Pustaka
1. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272.
2. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi. Dalam:
Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. hal. 74-78.
3. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept. Kesehatan RI; 1993. hal. 196-208.
4. Anonym. Conversion Disorder. In: Diagnostic Criteria DSM-IV-TR. Washington, DC:
American Psychiatric Associaton. y: 2000.p231-2.
5. Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. Dissociative and Conversion Disorder. In:
6. Psychiatry. Third Edition. New York: Oxford. y: 2005. p94-5.

7. Anonym . Conversion Disorders. In: Neuropsychiatry and Behavioral Neuroscience. New York:
Oxford. y:2003. p339-42
8. Kay Jerald, Tasman Allan, and Lieberman Jefffrey A. Conversion Disorder. In: Psychiatry Behavioral
Science and Clinical Essentials. USA: W.B. Sauders Company. y:2000. p419-22.

9. Powsner Sith. Conversion Disorder in Emergency Medicine. [online]. 2011. [cited


2011 Marc 20]. Available from: http//www.emedicine.com

10. Anonym. Conversion Disorder. [online]. 2011. [cited 2011 Marc 20].
Available from: http//www.merckmanuals.com

Hasil Pembelajaran
1. Menentukan diagnosis gangguan konversi
2. Tatalaksana awal dan lanjut gangguan konversi
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subyektif

Pasien perempuan, dibawa ke IGD RSUD Soe karena sesak nafas dan tidak sadar 30 menit SMRS.
Pasien mengalami sesak nafas dan tidak sadar setelah dimarahi oleh suaminya.

Obyekif

Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.

Assessment (Penalaran)

Reaksi konversi

Plan

Diagnosis : -

Terapi : Paracetamol 3 x 500 mg PO, Diazepam 3 x 2 mg PO, observasi

Edukasi : Pasien diedukasi untuk mendapatkan pengkajian dan penanganan lebih lanjut oleh
psikiater jika dibutuhkan. Pasien juga diajarkan untuk berrelaksasi.
TINJAUAN PUSTAKA

REAKSI KONVERSI
PENDAHULUAN
Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi
antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri
utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita
didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan
trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung
tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno
bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya
konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari
orang lain (keuntungan sekunder).1,2
Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur
mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform atau pada
gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan,
tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu
mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak
terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran,
ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa
pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.1,2

DEFENISI
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu
gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis,
kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang
diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan
awal atau eksaserbasi gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah
adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran
akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali
terhadap gerakan tubuh. 1,3
Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu, terhadap ingatan dan
penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta gerakan-gerakan yang harus
dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar
dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari
jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih
berada dalam pengendalian volunter.3
Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang menyebabkan
kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.3

EPIDEMIOLOGI
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga
gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1
berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada
peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah
kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan
menghindari kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan
personal. 1,2,4
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah dihipnotis dan
sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang
membetulkan pernyataan tersebut. 5,6
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90%
atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur
dari gejalanya bervariasi.1

ETIOLOGI
Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat
trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi
pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan
penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi
kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4,5
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :1,2,4,5,7
Kepribadian yang labil :
Pelecehan seksual
Pelecehan fisik
Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah
melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.

TANDA DAN GEJALA

Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif
tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam.
Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi : 8,9

Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang
Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
Identitas yang buram
Depersonalisasi

FAKTOR RESIKO
Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa
kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki
pengalaman kejadian yang traumatik, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis
yang invasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini.

DIAGNOSIS
Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa pengolongan
yaitu : 1,3

F444.0 Amnesia Disosiatif

F.44.1 Fugue Disosiatif

F.44.2 Stupor Disosiatif


F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan Penginderaan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif


F.44.5 Konvulsi Dsosiatif
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
F44.7 Gangguan konversi campuran
F44.8 Gangguan konversi lainnya
F44.9 Gangguan konversi YTT
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :
1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada
F44.
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala tersebut.
3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan
problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu
(meskipun disangkal pasien).
a. F444.0 Amnesia Disosiatif
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting yang baru
terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik atau terlalu luas untuk
dijelaskan.
Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak
bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau
traumatik, dalam kehidupan seseorang.
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang,
tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.
Diagnostik pasti memerlukan :
1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat stress atau
traumatic.
2. Tidak ada gangguan otak egmency
b. F44.1 Fugue Disosiatif
Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan perjalanan
meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru.
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi
dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue
disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat
mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien
tersebut seringkali, tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya
baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang
terlihat pada gangguan identitas disosiatif.
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Ciri-ciri amnesia disosiatif
2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa dilakukannya
sehari-hari.
3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan melakukan
interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya.
c. F.44.2 Stupor Disosiatif
Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak
didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan konversi lain,
didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress
ataupun masalah sosial atau interpersonal yang menonjol.
Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan
gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya,
suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ).
Untuk diagnosis pasti harus ada :
1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.
2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut.
3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.
d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara
penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan
gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau
psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh
dimasukkan dalam kelompok ini.
e. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan
Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan ataupun kehilangan
pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh tentang adanya penyakit fisik,
meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan
itu. Selain itu, penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan
bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya untuk
menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk menunjukkan
ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan
sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya
menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial yang
normal.
Untuk diagnosis pasti :
1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.
2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta hubungan
interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu formulasi yang
meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.
F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Pralisis dapat bersifat parsial
dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat
terjadi, khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi
gemetar.
F44.5 Konvulsi Disosiatif
Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi jarang disertai
lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia urin, tidak
dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif


Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas yang
menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran pasien mengenai
fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada
gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali
masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn
hilang rasa dan penglihatan.
F44.7 Gangguan Konversi Campuran
Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.
f. F44.8 Gangguan Konversi lainnya
Sindrom ganser
Ciri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai beberapa gejala
disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya
penyebab yang bersifat psikogenik dan harus dimasukkan di sini.
Gangguan kepribadian multiple
Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu dan hanya satu
yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian tersebut adalah lengkap, dalm
arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda
dengan kepribadian pramorbidnya.
Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja
Gangguan Disosiatuf lainnya YDT
g. F44.9 Gangguan konversi YTT
KOMPLIKASI
Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami komplikasi, yang terdiri
dari :
Mutilasi diri
Gangguan seksual
Alkoholisme
Depresi
Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur
Gangguan kecemasan
Gangguan makan
Sakit kepala berat

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan
kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap
penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut:
Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-
depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan
konversi ini.

Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti

tiopental, dan

natrium amobarbital diberikan secara intravena dan

Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung
dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang.

Amobarbital atau lorazepam parental

Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif.

Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis,
pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap
sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli
hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa
terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang
diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang
dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis
yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.

Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan
proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka.
Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian,
tari, drama dan puisi.
Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang
negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua
tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku
pemeriksa.

PENCEGAHAN
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko
tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal
yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti
depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik
terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang
minimal. 1,2,5,6

KESIMPULAN
Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya
kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan
masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate
sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.8,9
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam
beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih,
Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari
gejalanya bervariasi.8,9
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia
Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik
Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. 8,9
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik
untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan
konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk
membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan
fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-
gejala yang ada. 8,9

Anda mungkin juga menyukai