Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Diagnosa
Gangguan Konversi, Stupor Disosiatif
Tatalaksana
- Observasi
- Paracetamol 3 x 500mg PO
- Diazepam 3 x 2 mg PO
Daftar Pustaka
1. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272.
2. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi. Dalam:
Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. hal. 74-78.
3. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept. Kesehatan RI; 1993. hal. 196-208.
4. Anonym. Conversion Disorder. In: Diagnostic Criteria DSM-IV-TR. Washington, DC:
American Psychiatric Associaton. y: 2000.p231-2.
5. Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. Dissociative and Conversion Disorder. In:
6. Psychiatry. Third Edition. New York: Oxford. y: 2005. p94-5.
7. Anonym . Conversion Disorders. In: Neuropsychiatry and Behavioral Neuroscience. New York:
Oxford. y:2003. p339-42
8. Kay Jerald, Tasman Allan, and Lieberman Jefffrey A. Conversion Disorder. In: Psychiatry Behavioral
Science and Clinical Essentials. USA: W.B. Sauders Company. y:2000. p419-22.
10. Anonym. Conversion Disorder. [online]. 2011. [cited 2011 Marc 20].
Available from: http//www.merckmanuals.com
Hasil Pembelajaran
1. Menentukan diagnosis gangguan konversi
2. Tatalaksana awal dan lanjut gangguan konversi
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subyektif
Pasien perempuan, dibawa ke IGD RSUD Soe karena sesak nafas dan tidak sadar 30 menit SMRS.
Pasien mengalami sesak nafas dan tidak sadar setelah dimarahi oleh suaminya.
Obyekif
Assessment (Penalaran)
Reaksi konversi
Plan
Diagnosis : -
Edukasi : Pasien diedukasi untuk mendapatkan pengkajian dan penanganan lebih lanjut oleh
psikiater jika dibutuhkan. Pasien juga diajarkan untuk berrelaksasi.
TINJAUAN PUSTAKA
REAKSI KONVERSI
PENDAHULUAN
Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi
antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri
utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita
didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan
trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung
tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno
bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya
konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari
orang lain (keuntungan sekunder).1,2
Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur
mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform atau pada
gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan,
tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu
mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak
terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran,
ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa
pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.1,2
DEFENISI
Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu
gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis,
kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang
diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan
awal atau eksaserbasi gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah
adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran
akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali
terhadap gerakan tubuh. 1,3
Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu, terhadap ingatan dan
penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta gerakan-gerakan yang harus
dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar
dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari
jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih
berada dalam pengendalian volunter.3
Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang menyebabkan
kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.3
EPIDEMIOLOGI
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga
gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1
berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada
peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah
kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan
menghindari kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan
personal. 1,2,4
Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah dihipnotis dan
sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang
membetulkan pernyataan tersebut. 5,6
Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90%
atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur
dari gejalanya bervariasi.1
ETIOLOGI
Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat
trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi
pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan
penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi
kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4,5
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :1,2,4,5,7
Kepribadian yang labil :
Pelecehan seksual
Pelecehan fisik
Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )
Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan
Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah
melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.
Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif
tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam.
Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi : 8,9
Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang
Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,
Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)
Identitas yang buram
Depersonalisasi
FAKTOR RESIKO
Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa
kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki
pengalaman kejadian yang traumatik, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis
yang invasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini.
DIAGNOSIS
Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa pengolongan
yaitu : 1,3
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan
kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap
penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut:
Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang
spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-
depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan
konversi ini.
tiopental, dan
Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung
dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang.
Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis,
pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap
sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli
hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.
Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa
terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang
diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang
dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis
yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.
Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan
proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka.
Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian,
tari, drama dan puisi.
Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang
negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua
tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku
pemeriksa.
PENCEGAHAN
Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko
tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal
yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti
depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik
terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang
minimal. 1,2,5,6
KESIMPULAN
Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya
kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan
masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate
sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.8,9
Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam
beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih,
Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari
gejalanya bervariasi.8,9
Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia
Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik
Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. 8,9
Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik
untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan
konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk
membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan
fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-
gejala yang ada. 8,9