Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

FARMASI KLINIK

“STUDI KASUS”

OLEH :

NAMA : DEWI ISMAYANI

NIM : O1A1 18 027

KELAS : C

DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN, S.Si., M.Sc.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KASUS PENGGUNAAN OBAT PADA KEHAMILAN

Suci 29 tahun G1, P1 hamil 8 minggu. Riwayat penyakit hipotiroid yang saat ini diobati
dengan levotiroksin 88 mcg p.o. Bagiamana potensi teratogenitas/birth defects?

Pada minggu ke-10 mengeluh mual dan muntah 2 – 3 kali/minggu. Dia masih mampu makan
2 kali/hari. BB saat ini 72 kg, muntah setiap mencium bau ikan, saus sambal, dan kacang-
kacangan. Dia mencoba menghindari makanan tersebut dan mencoba crackers namun mual
muntah masih terjadi. Bagaimana penanganan mual muntah?

Suci kembali ke klinik pada minggu ke-12 kehamilan, BB turun 4 kg 3 minggu terakhir dan
susah minum (juga minum obat) selama 2 minggu terakhir merasa dehidrasi dan pusing. Suci
direkomendasikan ke RS. Bagaimana tatalaksana terapi untuk kontrol mual muntah?

Umur kehamilan 30 minggu (mual muntah teratasi), merasa dada terasa panas
terbakar/heartburn yang semakin memburuk ketika berbaring. Apa penyebabnya dan
bagaimana pengatasannya?

Pada umur kehamilan 31 minggu, pemeriksaan urin positif mengandung leukosit esterase dan
nitrat dan hasil urinalisis menunjukan 105Colony Forming Units/CFU E.coli. dia tidak
mengeluh dengan frekuensi dan urgensi ketika BAK dan tidak demam (suhu 37,1 0C).
mengaku tidak ada alergi obat. Apa faktor risiko ISK dan bagaimana tatalaksana terapi?

Jawab :

a. Identitas pasien
- Nama : Ny. Suci
- Umur : 29 tahun
- Jenis kelamin : perempuan
- BB : 72 kg
b. Data Subjektif
Riwayat penyakit : memiliki riwayat hipotiroid
Riwayat pengobatan : levotiroksin 88 mcg per oral dan mengaku tidak ada alergi
obat
c. Data Objektif
- Pemeriksaan urin positif mengandung leukosit esterase dan nitrat dan hasil
urinalisis menunjukan 105 Colony Forming Units/CFU E.coli.
d. Assesment
- Riwayat penyakit hipotiroid yang diobati dengan levotiroksin 88 mcg
p.o.apakah sudah tepat
- Belum ada penanganan untuk mual muntah yang terjadi
- Terkena heartburn dan belum ada penanganannya
- Belum ada tatalaksana terapi untuk ISK
e. Planning
- Penyakit hipotiroid yang diobati dengan levotiroksin 88 mcg p.o sudah tepat
dan tidak perlu diganti karena penggunaanya pada kehamilan adalah kategori
A pada wanita hamil tidak menunjukkan adanya risiko terhadap janin, dan
kecil kemungkinannya untuk membahayakan janin. Levotiroksin tidak
menyebabkan gangguan pada bayi yang masih dikandung. Obat ini aman
dikonsumsi selama kehamilan, oleh karena itu tidak diperkenankan
menghentikan konsumsi obat tanpa petunjuk dari dokter.
- Tata laksana awal pada pasien dengan mual dan muntah pada kehamilan
adalah melakukan modifikasi diet dan menghindari pencetus. Jika gejala mual
pada kehamilan tidak kunjung membaik dengan melakukan modifikasi diet
dan atau menghindari pencetus, saat itulah obat-obatan golongan antiemetik
mulai bisa digunakan. Antiemetik lini pertama untuk mengobati mual muntah
dalam kehamilan adalah pyridoxine (vitamin B6).
- Untuk mengatasi dan mencegah heartburn pada ibu hamilbisa dengan
menghindari makanan yang terlalu asam, mengurangi asupan kafein, coklat,
teh pekat, makanan berminyak dan berlemak.juga memilih posisi tidur.
Nyatanya, posisi tidur yang tepat
- Pasien diberikan amoxicillin sebagai antibiotic dengan dosis 500mg.
Pasien diharpakan lebih menggunakan obat-obatan alami untuk mempercepat
penyembuhan infeksi saluran kemih seperti, mengkonsumsi yogurt atau
makanan probiotik lainnya.
Pasien diharapkan lebih sering mengonsumsi air putih untuk mempercepat
penyembuhan karena semakin sering minum air putih maka semakin seering
pasien buang air kecil agar dapat membilas kelebihan bakteri dalam saluran
kencing
Pasien diharapkan lebih sering membersihkan alat kelamin dari belakang
kedepan
f. Monitoring
- Tepat mengonsumsi obat untuk penyakit hipoteroid
- Mengonsumsi banyak air sehingga tidak terjadi dehidrasi
- Menjaga pola makan dan mengonsumsi makanan yang sehat
- Banyak istirahat dirumah dengan memperhatikan posisi tidur dari pasien

KASUS PADA PEDIATRIK

SY umur 4 bulan, BB 6,5 kg yang mulai tumbuh gigi. Orangtuanya meminta saran untuk
mengatasi nyeri anak SY. Apa terapi yang disarankan?

Jawab :
a. Identitas pasien
Nama pasien : SY
Umur : 4 bulan
BB : 6.5 kg
b. Data subjektif
Keluhan orang tua pasien SY bahwa SY menderita nyeri.
c. Data objektif
Tidak ada pemeriksaan lab yang menegakkan diagnosis
d. Assesment
Tidak ada terapi nyeri untuk pasien SY umur 4 bulan
e. Planning
Dapat diberikan terapi farmakologi dan non farmakologi untuk bayi SY
 Terapi farmakologi menggunakan analgesik yaitu sanmol drop 15 ml. Dosis untuk
bayi dibawah satu tahun yaitu 0.6 ml, 3 sampai 4 kali sehari.
 Terapi non farmakologi dilakukan dengan pemberian sukrosa.
f. Monitoring
Diawasi perubahan nyeri yang terjadi pada pasien SY. Apabila nyeri sudah berhenti
terapi dihentikan.
Soal 2

Hana BB 1,5 kg, umur 4 minggu, lahir minggu ke-29 kehamilan telah mendapat obat
fenobarbital untuk kejang karena asfiksia saat lahir (gangguan pengangkutan O2 ke jaringan
tubuh akibat terganggunya fungsi paru, pembuluh darah atau jaringan tubuh missal alveolus
terisi air, infeksi bakteri, gas CO). saat ini diberi dosis maintenance 7,5 mg (5 mg/kg) i.v
daily. Tim rawat ingin mengganti ke oral. Konsentrasi serum fenobarbital selama terapi i.v
adalah 17,5 mcg/mL (range 15 – 40 mcg/mL). Konversi ke oral dosis 7,5 mg/hari
menghasilkan konsentrasi serum 8,9 mcg/mL setelah terapi 1 minggu. Apa faktor penyebab
dan bagaimana mengatasinya?

Jawab

A. Identitas Pasien
1. Data Subjektif
- Nama : Hana
- Umur : 4 minggu (1 bulan)
- Jenis kelamin : perempuan
- BB : 1,5 kg
- Riwayat penyakit : kejang karena asfiksia saat lahir (gangguan
pengangkutan O2 ke jaringan tubuh akibat terganggunya fungsi paru,
pembuluh darah atau jaringan tubuh missal alveolus terisi air, infeksi bakteri,
gas CO)
- Riwayat pengobatan : minggu ke-29 kehamilan telah mendapat obat
fenobarbital. Saat ini diberi dosis maintenance 7,5 mg (5mg/kg) i.v/daily. Tim
rawat ingin mengganti ke oral Konversi ke oral dosis 7,5 mg/hari.

2. Data Objektif
- TTV :-
- Hasil Lab : -

B. Assesment
Mendapat obat fenobarbital melalui rute i.v untuk kejang karena asfiksia saat lahir,
konsentrasi serum fenobarbital selama terapi i.v adalah 17,5 mcg/ml (range 15-40mcg/ml).
Kemudian dikonversi dosisnya diberikan lah obat oral 7,5 mg/hari konsentrasi serum 8,9
mcg/ml setelah terapi satu minggu.
C. Planning
a. Tujuan Terapi
Mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan
neurologi yang mungkin muncul . Kemudian tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
b. Tata laksana

Bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pada berbagai fungsi
organ, sehingga penanganannya memerlukan pendekatan multi disiplin. Penanganan
ensefalopati hipoksik-iskemik meliputi upaya mempertahankan suhu tubuh bayi tetap
normal, menjaga perfusi dan ventilasi yang baik, mempertahankan kadar glukosa antara
75-100 mg/dl, menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit serta penanganan
kejang.3,7,18 Diusahakan terapi yang adekuat pada suhu, perfusi, ventilasi, metabolisme
glukosa dan kalsium, status asam basa juga pentingnya penanganan kejang.

Sebaiknya tim rawat tidak menggantikan obatnya menjadi oral. Karena melihat
pasien yang masih bayi, jadi membutuhkan rute lain untuk menggunakan obatnya. Selain
itu juga jika dosis i.v yang dikonversikan ke oral mengakibatkan konsentrasi serum
berubah menjadi 8,9 mcg/ml dari konsentrasi awal saat menggunakan rute i.v adalah
17,5 mcg/ml (range 15-40mcg/ml).

c. Faktor resiko penyebab


Pengenalan faktor risiko yang menyertai kelahiran bayi asfiksia memungkinkan
dilakukannya persiapan resusitasi sehingga bayi memperoleh terapi yang adekuat saat
lahir. Faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir terdiri dari faktor ibu, faktor
janin dan faktor persalinan/kelahiran. Faktor ibu yaitu: infeksi (korioamnionitis),
toksemia/eklampsia, penyakit kronik ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit paru dan diabetes melitus).7 Faktor janin yaitu: prematuritas, bayi KMK, gawat
janin, bayi kembar, kelainan bawaan, inkompatibilitas golongan darah, dan depresi
susunan saraf pusat oleh obat-obatan.7 Faktor persalinan kelahiran: polihidramnion,
oligohidramnion, perdarahan pranatal (plasenta previa,solutio plasenta), kelainan his, dan
kelainan tali pusat (tali pusat menumbung, lilitan tali pusat).
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Asfiksia Berat (Nilai APGAR 0-3)Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera
dilakukan. Langkah utama ialah memperbaikiventilasi paru-paru dengan memberikan
O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Bilasetelah beberapa waktu
pernafasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun maka pemberian
obat-obat lain serta masase jantung sebaiknya segera dilakukan

2. Asfiksia -sedang (Nilai APGAR 4-6)Pernafasan aktif yang sederhana dapat dilakukan
secara pernafasan kodok (frog breathing). Caraini dikerjakan dengan melakukan pipa
ke dalam jantung dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2liter dalam 1 menit. Agar
saluran nafas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dorsofleksi.Pada pernafasan dari
mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu dengan O2 sebelum pernafasan.
Peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali semenit
dandiperhatikan gerakan pernafasan yang mungkin timbul. Jika terjadi penurunan
frekuensi jantungdan tonus otot maka bayi dikatakan sebagai penderita asfiksia berat.

3. Asfiksia ringan (Nilai Apgar 7-10) Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.

d. Cara Mengatasi dan Pencegahan (Monitoring)

Tidak semua kasus asfiksia neonatorum dapat dicegah. Ibu hamil disarankan
untuk melakukan kontrol secara teratur ke dokter kandungan. Kontrol teratur bisa
membantu memastikan kondisi kehamilan dan kesehatan janin dalam kondisi baik.
Dengan demikian risiko bayi mengalami asfiksia neonatorum pun bisa menurun.

1. Hipoksi
• RR> 60 x/menit atau 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah  sinosis perifer
lakukanobservasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan
ventilasi tekanan positif.
• Bila bayi tidak bernafas atau megap -megap mulai lakukan ventilasi

2. Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah volume
udara ke paru- paru dengan tekanan positif untuk membawa aveoli perlu agar bayi
bisa bernafas spontan danteraturLangkah-langkah sebagai berikut :
a. Pasang sungkup
Pasang sungkup dan pegang agar menutupi mulut dan hidung bayi 

b. Ventilasi 2 kali
- Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air 
- Lihatlah apakah dada bayi mengembangl. Bila dada tidak mengembang
periksa posisi kepala,  pastikan sudah ekstensi, periksa posisi sungkup dan
pastikan tidak ada udara bocor dan periksacairan atau ledir di mulut bila ada
mengembang lakukan tahapan berikutnya.
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
- Lanjutkan ventilasi tiap 20 x dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
- Hentikan ventilasi setiap 30 detik 
- Lakukanlah penelitian bayi, apakah bayi bernafas, bernafas tidak normal atau
megap-megap:
1). Bila bayi normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama
2). Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 x dalam
30 detik, kemudianlakukan penilaian setiap 30 detik.
- Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 80 kali / menit, di mulai kompresi
dada
- Frekuensi denyut jantung bayi <60 kali / menit, VTP di lanjutkan periksa
ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang di berikan benar segera dimulai
kompresi dada bayi.d. Kompresi dada
- Kompresi dilakukan apabila setelah 15 -30 detik melakukan VTP dengan
oksigen 100%,frekuensi jantung bayi < 60 kali / menit atau 60-80 kali/ menit
dan tidak bertambah.
- Pelaksana menghadap kedada bayi dan kedua tangan dalam posisi yang benar.
- Kompresi di lakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal
yang menghubungkan kedua putting susu bayi.
- Dengan posisi jari-jari yang benar gunakan tekanan yang cukup untuk
menekan tulang dada ½-3/4 inci (sekitar 2 cm) kemudian tekanan di lepaskan
untuk memungkinkan pengisian jantung.
- Rasio kompresi dada dan ventilasi 1 menit adalah 90 kompresi, 30m ventilasi.
- Apabila setelah 30 detik frekuensi jantung mencapai 80 kali/menit atau
lebih tindakan kompresi dada di hentikan
Soal 3

Ghazi 10 tahun laki-laki mengalami osteomyelitis pada kaki kiri. Tim dokter ingin memberi
vankomisin selama 6 minggu. TB 140 cm (55 inci), BB 32 kg (70 pounds), Serum kreatinin
0,5 mg/dL (normal 0,5 – 1,5 mg/dL). Hitung klirens kreatinin.

Metode Traub and Johnson: CLCr = (0.48 × TB)/SCr


Clcr = kreatinin klirens (mL/menit/1,73 m2)
TB = tinggi badan (cm)
Scr = serum kreatinin (mg/dL).

Jawab:
a. Identitas pasien:
Nama : Ghazi
Usia : 10 tahun
BB : 32 kg
b. Data Subjektif
- Riwayat pengobatan, tidak ada riwayat pengobatan yang dicantumkan.
- Riwayat keluarga, tidak ada riwayat keluarga yang dicantumkan.
- Riwayat sosial, tidak ada riwayat sosial yang dicantumkan.
c. Objektif
- TB : 140 cm (55 inci)
- Scr : 0,5 mg/dL
- Clcr = (0,48 x TB/Scr)
= (0,48 x 55/0,5 mg/dL)
= 26,4/0,5 mg/dL
Clcr = 52,8
d. Assesmen
Pasien belum mendapat pengobatan untuk osteomyelitis nya.
e. Planning
Diberikannya obat vankomisin oleh tim dokter merupakan penanganan pada pasien
yang tepat. Vancomycin adalah antibiotik yang umumnya digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri yang serius, dengan dosis 15-20 mg/kg IV setiap 8-12 jam (2-3 g/hari).
Obat ini bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Obat ini biasanya
disuntikkan ke vena, biasanya 2 atau 2 kali sehari atau sesuai anjuran dokter. Obat ini
harus disuntikkan perlahan selama 1-2 jam. 
f. Monitoring
- Tetap mengkonsumsi obat antibiotik hingga masa penyembuhan selesai.
- Menjaga pola makan dan hidup sehat.
KASUS PADA GERIATRIK
BW perempuan umur 75 tahun, BB 54,4 kg. konsentrasi serum kreatinin 1,9 mg/dL
mengalami eksaserbasi akut heart failure/HF. Diberikan furosemide 40 mg oral namun hanya
sedikit mengalami pengeluaran urin dan pengurangan simtom. Apa yang terjadi dengan
pasien, bagaimana mengatasi?

BW akhirnya di bawa ke IGD karena ada ‘getaran’. Di IGD getaran/kejang Nampak di


tangan kiri dan berkembang menjadi kejang tonik klonik . Loading dose fenitoin diberikan
1000 mg infus i.v selama 30 menit. Setelahnya di ruang perawatan diberi fenitoin 300 mg per
oral. Bagaimana dengan terapi pasien?

Konsentrasi albumin BW diketahui 2,2 g/dL,sodium 140 mEq/L. Konsentrasi serum fenitoin
15 mcg/mL. BW mengeluh mengantuk, gaya jalan tidak stabil dan agak mengangkang.
Apa penyebabnya dan apakah dosis harus disesuaikan?

JAWAB :

Soal 1

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. BW
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 54,4 kg

B. Riwayat Pasien
1. Riwayat Sosial :-
2. Riwayat Keluarga :-
3. Riwayat Penyakit : Eksaserbasi akut heart failure / HF
4. Riwayat Terapi : Diberikan furosemide 40 mg oral, fenitoin diberikan 1000 mg
infus iv selama 30 menit, setelahnya diruang perawatan diberi fenitoin 300 mg per
oral.

C. Permasalahan Pasien
- Diberikan furosemide 40 mg oral namun hanya sedikit mengalami pengeluaran
urin dan pengurangan symptom.
- Pasien akhirnya dibawa ke IGD karena ada ‘getaran’. Di IGD getaran atau kejang
nampak di tangan kiri dan berkembang menjadi kejang tonik klonik.
- Pasien mengeluh mengantuk, gaya jalan tidak stabil dan agak mengangkang.
D. Yang terjadi pada pasien dan Pengatasannya
- Setelah diberikan furosemide 40 mg oral namun hanya sedikit mengalami
pengeluaran urin dan pengurangan symptom. Hal ini dapat menyebabkan pasien
mengalami edema (pembengkakan) pada jantung. Sehingga dapat dilakukan
pengatasan dengan mengganti rute pemberian obat dari oral ke IV dengan obat
yang sama yakni furosemid 20 mg/mL per 24 jam dan dilakukan pemasangan
kateter pada pasien.

E. Terapi Kejang Tonik Klonik


Untuk terapinya yakni fenitoin 300 mg tetap dilanjutkan dan tetap diberikan injeksi
IV obat furosemid untuk mengatasi pengeluaran urin dan pengurangan symptom.

F. Penyebab dan apakah dosis harus disesuaikan


- Penyebab adanya keluhan pasien mengantuk, gaya jalan tidak stabil dan agak
mengangkang adalah efek samping dari pemberian fenitoin. Apabila pasien bebas
kejang selama 1 hari maka fenitoin dapat dihentikan.
- Dikarenakan albumin dari pasien rendah maka diberikan tambahan albumin infus 1
kolf/hari.

Anda mungkin juga menyukai