Anda di halaman 1dari 31

Modul 2

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENDAHULUAN

Selamat, anda telah menyelesaikan modul 1 dengan baik. Selanjutnya anda akan
mempelajari modul 2. Modul 2 ini akan membahas tentang rasional dan hakikat
pengembangan kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum yang meliputi
landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial dan landasan IPTEK.

Anda telah mempelajari modul 1 dengan baik. Diharapkan anda telah


memiliki kompetensi dalam mengembangkan kurikulum di SD yang memiliki
indikator 1) dapat menjelaskan pengertian model pengembangan kurikulum mata
pelajaran SD, 2) dapat menjelaskan model-model pengembangan kurikulum mata
pelajaran SD, dan 3) dapat mengimplementasikan model-model pengembangan
kurikulum mata pelajaran SD. Selanjutnya pada modul 2 ini, anda akan
mempelajari tentang 1) rasional dan hakikat landasan pengembangan kurikulum,
dan 2) landasan pengembangan kurikulum.

Modul ini memiliki arti penting bagi anda sebagai referensi untuk melakukan
pengembangan kurikulum di sekolah anda umumnya dan pada bahan ajar yang
anda bina. Hal ini disebabkan pada modul ini, anda akan memperoleh kompetensi
untuk dapat memahami rasional serta landasan pengembangan kurikulum di
sekolah. landasan pengembangan kurikulum baik secara filosofis, psikologis, sosial
budaya dan iptek yang anda pelajari akan mengarahkan anda untuk dapat
mengembangkan kurikulum di sekoolah sesuai dengan kebutuhan siswa.

Untuk mempelajari modul ini, sebaiknya anda telah memahami modul 1.


Selanjutnya, bacalah dengan cepat modul ini dan tangkap kata kunci yang ada pada
setiap paragraf. Catatlah kata kunci tersebut. Setelah anda membaca dan mencatat

2.1
kata kunci dimaksud, mulailah untuk memahami keseluruhan isi modul ini dengan
membaca per paragraf.
Setelah selesai membaca, cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang ada dalam tes formatif. Jawablah pertanyaan-pertanyaan itu dengan seksama.
Selanjutnya, cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban yang tersedia. Jika
terjadi kesalahan dalam jawaban anda, periksalah jawaban anda dengan isi modul
yang telah tersedia. Jika anda menemui istilah-istilah teknis yang belum anda
pahami, maka bacalah pada Glosarium yang tersedia pada akhir modul ini. Selamat
mengerjakan.

2.2
Kegiatan Belajar 1
RASIONAL DAN HAKIKAT LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM

Drs Tri Handoyo, M.S.

A. Hakikat Pengembangan

Hilda (2001:23) menyatakan bahwa proses pengembangan kurikulum


dilakukan secara terus menerus, artinya proses proses pemilihan tema, materi
kurikulum, sarana dan prasarana, serta strategi yang akan dipilih disesuaikan
dengan kebutuhan siswa untuk dapat berkembang ke tugas perkembangan
pertumbuhan dan perkembangan pada tingkat selanjutnya.
Cary (dalam Slattery, 2006:33) menyatakan bahwa membahas tentang
kurukulum bukan hanya sekedar membahas tentang buku yang dipergunakan dalam
pelajaran, bukan hanya membahas tentang strategi yang dipergunakan dalam
pembelajaran atau bukan hanya membahas tentang guru dan murid, tetapi lebih
daripada itu, kurikulum juga membahas tentang bagaimana lingkungan
memberikan kontribusi terhadap keseluruhan proses pembelajaran. Lingkungan
sosial, sejarah bangsa, kondisi ekonomi bangsa, kondisi politik bangsa juga menjadi
bagian dari bagaimana kurikulum pendidikan dikembangkan.
Kondisi yang dinyatakan oleh Slattery di atas mengindikasikan
bahwa proses pengembangan kurikulum, baik pada tingkat nasional maupun
kurikulum yang dikembangkan pada tingkat lokal tidak bisa dilakukan hanya
dengan memikirkan satu faktor/kondisi saja, tetapi harus dilakukan secara
menyeluruh dan komprehensif.
Guru sebagai salah satu agen pengembang kurikulum di sekolah
dituntut untuk dapat mengembangkan kurikulum pada bidang studi yang
diajarkannya agar sesuai dengan kondisi kebutuhan siswa dan kebutuhan
lingkungan di mana siswa belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa guru memiliki
kebebasan untuk memilih bahan ajar sesuai dengan kebutuhan siswa dan

2.3
disesuaikan dengan perilaku mengajar serta mengelola kelas mereka masing-
masing (Nias, 2005:37).
Nias (2005: 35) menyatakan pendidikan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar
selalu mengalami perubahan dalam cara-cara yang tidak bisa diprediksi. Bahkan,
seorang guru kelas saat ini juga mengalami perubahan-perubahan yang demikian
cepat. Perubahan-perubahan yang ada saat in seperti strategi pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan individu, kemajuan teknologi yang berkembang,
perubahan kondisi sosiokultural masyarakat dan lain sebagainya. Kejadian-kejadian
yang terjadi seperti tawuran siswa, kekerasan di sekolah, dan pencabulan di sekolah
saat ini menjadi berita hangat di media massa.
Pada diri guru pun saat ini juga dituntut adanya perubahan-perubahan yang secara
signifikan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Saat ini guru dituntut untuk
memiliki sertifikat pendidik, dimana ada tuntutan bahwa guru harus
mengembangkan strategi pembelajaran yang up to date, guru harus memiliki
kepribadian yang profesional, guru harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan stake holder, dan kemampuan-kemampuan khusus lainnya.
Di lain pihak, terjadi pula perubahan-perubahan pada sistem manajemen di
sekolah. dilaksanakannya School Based Management (Manajemen Berbasis
Sekolah) menjadikan perubahan-perubahan terhadap proses pembelajaran secara
keseluruhan di sekolah. sekolah menjadi inti perubahan kurikulum. Sekolah
menjadi agen perubahan kurikulum, dimana kondisi sekolah dan lingkungannya
merupakan titik tolak proses pengembangan kurikulum di sekolah. semua kondisi
yang telah dimunculkan di atas, merupakan alasan terhadap terjadinya proses
pengembangan kurikulum di sekolah.
Wraga (dalam Slattery, 2006:30) menyatakan bahwa saat ini proses pengembangan
kurikulum tidak didasarkan pada beban yang harus dipikul oleh sekolah. kondisi ini
mengarahkan kita kepada proses pengembangan kurikulum dilakukan dengan
penyeragaman-penyeragaman. Kondisi ini menjadi sangat berbahaya manakala
kondisi sekolah yang satu dengan yang lainnya berbeda. Perbedaan yang dimiliki
oleh masing-masing sekolah mengarahkan seluruh komponen sekolah untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

2.4
Apa yang disampaikan oleh Wraga di atas menunjukkan bahwa proses
pengembangan kurikulum saat ini masih mementingkan kepentingan nasional dan
masih belum menjamah kepentingan lokal. Hal ini berarti kearifan lokal (lokal
wisdom) masih belum banyak tergali. Padahal, pengembangan kurikulum nasional
sebaiknya berkembang dengan didasarkan pada kearifan lokal yang dikembangkan
secara komprehensif.
Selanjutnya, Ayman (2012) menyatakan bahwa aktivitas mengelola
pengembangan kurikulum dan implementasinya menjadi sangat komplek. Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk mengelola kurikulum saat ini dibutuhkan personil
yang memiliki ketrampilan dan kompetensi khusus. Personil yang memiliki
kualifikasi khusus ini diharapkan mampu mengatasi perubahan-perubahan yang
demikian cepat terutama pada Perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar kita
terutama terkait dengan antisipasi perkembangan teknologi di masyarakat.
Nias (2005: 48) menyatakan bahwa kurikulum yang dihasilkan oleh
pemerintah seringkali membuat guru merasa “shock”. Penyebabnya adalah guru
merasa “tidak memiliki” terhadap kurikulum yang telah dikembangkan oleh
pemerintah. Kurikulum ini seringkali tidak bersinggungan langsung dengan kondisi
riil di lapangan, terlebih, antisipasi terhadap pengembangan kurikulum ini juga
seringkali dilakukan secara instan. Perubahan-perubahan yang terjadi seringkali
membuat guru merasa tidak dapat melakukannya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Di lain pihak, guru tetap dituntut untuk dapat menyelesaikan kurikulum
yang telah dibuat secara nasional.
Kondisi tersebut pada akhirnya menuntut guru untuk melakukan upaya
pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di sekitar
sekolah. hal ini sangat memungkinkan, karena sebagai agen perubahan, guru
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan memperkaya kurikulum. Dalam
kegiatannya sehari-hari, guru secara langsung berhadapan dengan siswa yang
memiliki latar belakang sesuai dengan kondisi setempat. Wilczenski dan Susan
(2007:1) mengutarakan bahwa kondisi sosial, emosional, karir dan pembelajaran
akademik dilakukan di sekolah, dan seringkali hal tersebut dilakukan secara
terpisah.

2.5
Secara umum, rasional pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal. Robert (2007:13-16) menyatakan bahwa rasional
pengembangan kurikulum dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal,
yaitu 1) data-based, 2) dynamic, 3) explicit outcomes, 4) fully articulated, 5)
realistic, 6) student oriented, 7) evaluation concious, 8) future oriented, dan 9)
world class focused. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1) Data-based
Pengembangan kurikulum yang dilakukan di sekolah sebaiknya dikembangkan
dengan didasarkan pada data. Hal ini mengarahkan kita untuk mempersiapkan data
yang bisa mendukung terwujudnya sebuah kurikulum yang baik. Biasanya, data ini
dikumpulkan melalui kegiatan analisis kebutuhan (need assessment), dimana
kegiatan ini dilakukan dengan memberikan serangkaian pertanyaan kepada stake
holder. Diharapkan dengan terkumpulnya data ini, maka kurikulum yang
dikembangkan akan sesuai dengan kebutuhan stake holder.
2) Dynamic
Era global ditandai dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat pada semua
bidang kehidupan manusia. Perubahan ini merujuk pada kebutuhan manusia yang
semakin komplek dan harus dipenuhi dengan cepat. Kondisi ini juga berimbas pada
dunia pendidikan, yang secara otomatis berimbas pula pada kurikulum yang
dipergunakan. Melihat kondisi ini, maka sebaiknya kurikulum memiliki sifat
dinamis atau fleksibel. Kedinamisan sifat kurikulum ini diharapkan mampu
menjembatani kebutuhan dunia pendidikan untuk mengantisipasi perubahan-
perubahan yang terjadi dengan cepat.
3) Explicit outcomes
Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya memiliki sasaran yang jelas dan terukur.
Hasil yang didapatkan melalui pengembangan kurikulum dapat diketahui secara
pasti melalui pengukuran atau asesment yang dikembangkan. Hasil asesmen ini
dapat dipergunakan untuk proses pengembangan kurikulum berikutnya.
4) Fully articulated
Kurikulum yang dikembangkan di sekolah sebaiknya memiliki kemampuan untuk
memberikan kesempatan bagi seluruh personil sekolah untuk melakukan perbaikan-

2.6
perbaikan. Kondisi ini akan memberikan masukan-masukan yang berarti bagi para
stake holder. Bahkan jika memungkinkan, pengembangan kurikulum dilakukan
untuk memberikan kesempatan bagi pengguna dalam mengatasi konflik-konflik
yang muncul. Kebebasan yang diberikan kepada pengguna kurikulum untuk
memberikan masukan-masukan akan membuat kurikulum yang dikembangkan
menjadi semakin mantap dan mengakomodasi seluruh kepentingan stake
holder.Kesempatan juga diberikan kepada para pengguna lulusan untuk
memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikulum sekolah. seringkali terjadi
dari kalangan praktisi di lapangan bisa memberikan masukan-masukan positif bagi
proses pengembangan kurikulum. Mereka bisa memberikan masukan tentang
prasyarat-prasyarat tertentu yang sebaiknya diberikan kepada siswa berdasar pada
pengalaman praktis yang dilakukan di lapangan. Dengan demikian, kurikulum ini
bisa berisi pengalaman terbaik (best practices) dari para pengguna lulusan.
5) Realistic
Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat
terhadap kompetensi lulusan. Hal ini mengindikasikan bahwa materi yang diberikan
kepada siswa tidak saja berorientasi kepada apa yang mereka harus ketahui, tetapi
juga apa yang mereka bisa lakukan di lingkungan masyarakat. Sebagaimana di
uraikan di atas, maka kurikulum yang dibuat sebaiknya mengikutsertakan tenaga
ahli yang memiliki pengalaman praktis di lapangan. Siswa sebaiknya tidak saja
diajarkan tentang teori yang bersifat kognitif saja, tetapi diperlukan pula upaya
praktik yang melibatkan unsur-unsur psikomotorik.dengan demikian terjadi proses
transfer ilmu pengetahuan, transfer keterampilan, dan transer sikap untuk hidup di
masyarakat dan dunia kerja.
6) Student oriented
Proses pembelajaran di sekolah sebaiknya berpusat kepada siswa. Pemikiran ini
mengarahkan anda sebagai agen pengembang kurikulum untuk merancang sebuah
kurikulum yang diorientasikan kepada kebutuhan siswa dalam belajar. Bahkan
perkembangan terbaru, mengarahkan kita untuk mengembangkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan atau karakteristik masing-masing siswa. Kita ketahui bersama
bahwa siswa didik kita memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Kondisi ini

2.7
menuntut kita sebagai pengembang kurikulum untuk dapat mengakomodasi
kepentingan siswa agar dapat dengan mudah mengikuti proses pembelajaran sesuai
dengan irama atau karakteristik masing-masing siswa. Proses pembelajaran
sebaiknya diatur sedemikian rupa dengan memberikan strategi pembelajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik masing-masing siswa.
Kondisi tersebut di atas bukan hanya diorientasikan kepada proses pembelajaran
klasikal saja, tetapi juga menyentuh pada kebutuhan masing-masing individu untuk
belajar. Proses pembelajaran secara klasikal memang menuntut adanya strategi
yang dapat mempermudah proses penerimaan siswa terhadap bahan ajar yang
diajarkan, tetapi sebaiknya guru juga mempersiapkan strategi pembelajaran untuk
kelompok-kelompok kecil siswa yang memiliki kemiripan karakteristik. Dengan
demikian, sebuah kelas dapat diatur sedemikian rupa, sehingga proses pembelajaran
dapat memenuhi kebutuhan masing-masing siswa.
7) Evaluation concious
Hal penting yang tidak bisa kita abaikan adalah proses evaluasi. Evaluasi
seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk mengikuti prosedur akreditasi yang
dilakukan secara periodik. Pada kenyataannya, para guru dan pengembang
kurikulum tidak dapat menunggu waktu terlalu lama untuk dapat mengetahui sejauh
mana keberhasilan rancangan pengembangan yang telah dilakukan. Kondisi-kondisi
yang semakin cepat berubah mengakibatkan guru dan pengembang kurikulum
dengan segera meninjau ulang program kegiatan yang telah direncanakan. Dengan
demikian, berkembang sebuah pemikiran bahwa evaluasi kurikulum dapat
dilakukan selama kegiatan berlangsung (on going process). Hal ini mengarahkan
kita untuk berpikir bahwa pengembangan kurikulum merupakan upaya yang
berkelanjutan. Selanjutnya, setelah kurikulum diimplementasikan dan data-data
telah terkumpul, maka selanjutnya, para personil sekolah dapat mengetahui
kelebihan dan kelemahan yang ada.

8) Future oriented

2.8
Perkembangan teknologi masa depan saat ini sudah merambah hampir ke semua
sisi kehidupan manusia. Dunia pendidikan saat ini juga terkena imbas kemajuan
teknologi, terutama teknologi informasi. Saat ini hampir tidak ada informasi yang
tidak dapat dapat diterima oleh masyarakat, baik informasi pendidikan, informasi
hiburan (infotaintment), informasi dunia kerja, informasi kesehatan, informasi
kejahatan, informasi cuaca dan lain sebagainya. Seakan-akan tiada jarak dan waktu
yang menghalangi seseorang untuk dapat menerima informasi yang dibutuhkan.
Dulu, seorang kita mungkin sudah bisa berbangga, manakala memiliki buku keluaran terbaru
dengan cara membeli di toko buku paling mahal. Tetapi saat ini hal itu sudah
menjadi hal yang sudah kuno. Berbekal pemahaman terhadap bagaimana
mengoperasikan komputer, maka seseorang sudah dapat mengakses e-books
dengan cepat dan murah, bahkan seringkali buku yang diperoleh relatif masih baru.
Hal ini mengindikasikan bahwa kita sebaiknya berorientasi kepada masa depan
dalam mengembangkan kurikulum di sekolah. perilaku yang dikembangkan pun
sebaiknya berorientasi kepada masa depan.

Siswa sebagai peserta didik memiliki hak untuk dapat mengenal dan memahami
masa depan dengan baik. Masa depan mereka adalah milik mereka, guru dan
pengembang kurikulum memiliki kewajiban untuk mempersiapkan mereka agar
mampu menghadapi masa depan dengan baik. Dengan demikian, para guru dan
pengembang kurikulum sebaiknya memiliki pemikiran yang positif terhadap masa
depan. Robert (2007:16) menyatakan bahwa “Any curriculum that hopes to be
relevant tomorrow must be responsive to tomorrow’s as well as today's needs. The
extent to which a curriculum is successful twenty, thirty, or even forty years from
now will be largely dependent on its future-oriented perspective”.(Setiap kurikulum
diharapkanmempunyai kesesuaian untuk hari esok dan responsif terhadap
kebutuhan saat ini serta esok hari. Sejauh mana kurikulum dapat berhasil; dua
puluh, tiga puluh, atau bahkan empat puluh tahun dari sekarang, akan sangat
tergantung pada orientasi dan perspektif terhadap masa depan").

2.9
9) World class focused
Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak diskusi berpusat pada kerja secara
mendunia (internasional). Ini adalah tempat di mana karyawan berpenampilan
secara internasional dan hasil kinerja kolektif mereka dalam produk dan jasa
mempunyai peringkat di antara yang terbaik dan paling kompetitif di dunia.
Mengapa salah satu jaringan hotel internasional terus berkembang sementara yang
lain terus kehilangan pelanggan? Mengapa layanan yang disediakan oleh dealer
mobil di seluruh dunia untuk merek mobil tertentu secara konsisten lebih baik dari
pelayanan yang diberikan oleh dealer mobil yang lainnya? Benchmarking terhadap
standar internasional (kelas dunia), dengan fokus pada kualitas total, dan
memberdayakan diri yang diarahkan oleh tim kerja adalah merupakan cara bahwa
bisnis dan industri bisa menjadi Internasional (kelas dunia) . Demikian juga,
kurikulum yang mempersiapkan siswa untuk bekerja dalam bisnis dan industri
harus yakin apa yang diajarkan adalah merupakan kualitas internasional meliputi
kelas dunia yang berfokus pada pengalaman belajar. Sebelum lulus, setiap siswa
harus tahu apa yang membuat perbedaan antara kelas dunia (internasional) dan
tidak ,serta siap untuk tampil di suatu pekerjaan atau lapangan pada tingkat kelas
dunia. Karena semakin banyak perusahaan dihadapkan dengan persaingan di
seluruh dunia, orang-orang yang bekerja untuk perusahaan-perusahaan harus siap
untuk memproduksi dan memberikan layanan pada tingkat ini.

Dalam upaya mengembangkan kurikulum, Nias (2005:196) menyatakan ada


beberapa kondisi yang sebaiknya dimiliki dan dipahami oleh lembaga antara lain,
1) Shared Institutional Values, 2) Organizational Structures: Learning Together,
Working Together, Communication and Decision-Making, 3) Resources:
Commitment, Time, People, Materials, dan 4) Leadership. Keempat faktor tersebut
dijelaskan sebagai berikut di bawah ini.

1). Shared Institutional Values (Nilai2 lembaga) ,


Nias (2005: 196) menyatakan dalam sebuah sekolah ada nilai-nilai yang
dikembangkan dan dilaksanakan secara bersama. Nilai-nilai ini memandu semua

2.10
unsur sekolah untuk berperilaku yang samaserta mengarahkan seluruh personil
sekolah untuk melakukan pengembangan terhadap sekolah. adapun nilai-nilai yang
dikembangkan antara lain adalah, a) valuing learning, b) Valuing Interdependence
and Teamwork, c) Valuing the Open Expression of Professional Differences, d)
Valuing Mutual Consideration and Support, dan e) Valuing a Willingness to
Compromise. Penjelasannya sebagai berikut.
a) Valuing learning, merujuk pada nilai-nilai yang dikembangkan
dalam proses pembelajaran.Nilai-nilai ini berkembang berdasar pengalaman yang
didapatkan oleh masing-masing guru berdasar pada kondisi yang ada di sekolah.
berdasar pada kondisi yang terjadi di lingkungan sekolah, maka guru akan dapat
mengembangkan perilaku mengajar serta mengembangkan dirinya secara bersama.
Iklim pembelajaran yang diciptakan oleh guru merupakan wujud dari bagaimana
ide-ide dikembangkan, bagaimana ide-ide dibagikan, bagaimana ide-ide tersebut
didiskusikan serta bagaimana ide-ide tersebut dikerjakan secara bersama-sama.
b) Valuing Interdependence and Teamwork, nilai-nilai ini
menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum di sekolah dilakukan dengan
mempergunakan pemahaman kerja kelompok dan saling ketergantungan
pengetahuan yang dimiliki oleh guru dengan kata lain, untuk mengembangkan
kurikulum di sekolah diperlukan proses kolaborasi antar sesama guru. Budaya
kolaborasi di sekolah dimunculkan dengan mempergunakan pola pikir bahwa
pengembangan sekolah tidak akan berhasil tanpa adanya campurtangan semua
unsur sekolah. selanjutnya campurtangan semua unsur sekolah akan muncul jika
semua unsur sekolah merasa memiliki sekolah mereka. Hal terpenting lainnya
adalah, semua unsur sekolah adalah orang-orang penting yang memiliki
kemampuan untuk mengembangkan sekolah.
c) Valuing the Open Expression of Professional Differences, patut
disadari bahwa dalam sebuah lembaga, seringkali terdapat personil yang memiliki
latar belakang berbeda baik dari sisi keilmuan atau dari sisi karakteristik. Hanya
saja, sebaiknya hal ini sebaiknya dipecahkan dengan cara-cara yang konstruktif.
Bentuk-bentuk kolaborasi seringkali dicirikan dengan adanya perbedaan-perbedaan
sebagaimana disebutkan. Kondisi seperti ini menuntut adanya keterbukaan dari

2.11
masing-masing personil sekolah, terutama dalam melakukan sharing keilmuan
yang mereka miliki. Dibutuhkan adanya kemauan untuk dapat mengontrol diri
antara sesama personil sekolah dengan menanamkan pikiran bahwa “I’m OK,
You’re OK”. Dengan demikian tidak akan muncul adanya keangkuhan dari masing-
masing personil sekolah.Selain hal tersebut di atas, perlu pula adanya sebuah
jaminan akan rasa aman bagi para personil sekolah. jaminan rasa aman ini
diberikan oleh kepala sekolah agar semua personil mampu mengekspresikan
pemikiran-pemikiran konstruktifnya tanpa adanya rasa takut. Hal ini menjadi sangat
wajar manakala individu berpikir bahwa ide yang dimilikinya berbeda dengan ide-
ide yang dimiliki oleh orang lain, dan dia berpikir bahwa ide tersebut sangat
konstruktif dan layak untuk disampaikan.
d) Valuing Mutual Consideration and Support,A general sebuah
keinginan umum untuk menghargai individu dan sehingga sesuai dengan
pertimbangan bersama dan juga dukungan sehingga memiliki dampak positif
terhadap kapasitas staf dan kesediaan untuk terlibat dalam pengembangan
kurikulum seluruh sekolah. Norma-norma yang ada di dua sekolah dengan
'percampuran budaya (kolaborasi budaya)', tetapi di sekolah lain juga begitu.
Mereka tentu saja tidak, selalu menunjukkan bahwa para anggota dari tempat
sekolah dengan nilai yang tinggi pada saling ketergantungan. Fakta bahwa orang-
orang bersikap terhadap satu sama lain dengan sensitivitas dan kebaikan tidak
dengan sendirinya mencerminkan perasaan yang kuat dari adanya keterikatan
dengan kelompok. Kita jarang menyaksikan perilaku ramah, sopan atau kasar tetapi
ketika hubungan tersebut ada mereka secara jelas membuat relasi lebih sulit bagi
individu untuk merasa dihargai atau menilai satu sama lain, secara individual atau
sebagai bagian dari kelompok atau tim, dan bekerja sama.

e) Valuing a Willingness to Compromise, menilai kesediaan untuk


kompromi. Nilai institusi kelima adalah menolong staf untuk bekerja bersamauntuk
bekerja sama dalam mengejar tujuan bersama menyerupai poind d), dalam menjadi
kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk adanya kolaborasi budaya. Staf di
semua sekolah dinilai mempunyai kemauan untuk berkompromi dan

2.12
menyelesaikan masalah melalui negosiasi. Tentu saja, para anggota dari setiap
kelompok praktisi, khususnya guru SD yang memiliki tradisi panjang tentang
investasi nilai-nilai mereka sendiri dalam pekerjaan mereka, cenderung untuk tidak
setuju pada beberapa tindakan. Budaya (Nias et al., 1989) dari sekolah dasar
individu tidak monolitik, tetapi dibuat dan dikelola oleh proses micropolitical (lihat
bab 3). Bahkan budaya sekolah yang paling homogen tidak mencerminkan semua
kepercayaan dari setiap anggota staf, tetapi keyakinan dan nilai-nilai dari orang
yang dominan atau sub-kelompok di dalamnya. Beberapa terdapat kompromi
individu karena itu diperlukan dalam setiap kebudayaan.

2). Organizational Structures (struktur organisasi): Learning Together, Working


Together, Communication and Decision-Making,
Nias (2005: 210) menyatakan bahwa pengembangan kurikulum di sekolah akan
dapat berjalan dengan baik apabila terdapat struktur organisasi yang jelas. Hal ini
terkait dengan upaya memunculkan tanggungjawab terhadap pengembangan
masing-masing komponen kurikulum. Jika struktur organisasi jelas, maka proses
pengembangan kurikulum dapat dilakukan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
oleh personil yang memikul tanggungjawab dalam struktur organisasi yang telah
dibuat.
Pengorganisasian ini akan membantu pelaksanaan pengembangan kurikulum yang
menyangkut pengembangan materi, pengembangan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, serta pengembangan hubungan dengan pihak-
pihak luar yang terkait. Artinya, dalam proses pengembangan kurikulum ini
dibutuhkan personil yang ditunjuk secara khusus untuk menangani setiap
komponen pengembangan kurikulum.
3) Resources (sumber daya): Commitment, Time, People, Materials,
Nias (2005: 216) menyatakan bahwa tidak ada organisasi dimanapun yang berjalan
tanpa dukungan sumberdaya manusia, waktu dan material. Bahkan ketidakberadaan
sumberdaya tersebut dapat menimbulkan masalah dan rasa frustrasi. Manakala
keberadaan sumberdaya manusia, waktu dan materialitu ada, maka hal ini akan
dapat memacu seluruh komponen organisasi untuk lebih maju. Sekolah sebagai

2.13
salah satu bentuk organisasi juga tidak bisa menghindar dari kebutuhan sumberdaya
tersebut.
Sumberdaya manusia di sekolah sebaiknya dikembangkan secara berkala dan
berkelanjutan. Kemampuan guru perlu dipertajam melalui kegiatan pelatihan atau
seminar. Hal ini menjadi sangat wajar, karena melalui pelatihan atau seminar akan
didapat pengetahuan dan ketrampilan yang relatif baru bagi para guru.
Sebagaimana kita ketahui, perkembangan strategi pembelajaran saat ini
berkembang dengan sangat pesat sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat di
sekitar kita. Bahkan penelitian pengembangan bahan ajar serta strategi
pembelajaran saat ini semakin banyak dilakukan oleh LPTK.
Guru sebagai salah satu sumberdaya manusia merupakan tokoh sentral dalam upaya
pengembangn kurikulum di sekolah. di lain pihak, guru tidak akan dapat
mengembangkan kurikulum di sekolah apabila tidak ada dukungan sumberdaya
material dan sumberdaya waktu. Hanya saja perlu diingat bahwa keberadaan
material bukan menjadi segala-galanya. Artinya seorang guru dapat
mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh
lingkungan sekolah. materi yang ada dalam kurikulum inti tidak semuanya
disediakan. Hal ini mengarahkan guru untuk dapat memanfaatkan materi yang ada
di lingkungan sekolah. Keuntungan yang didapat saat guru dapat berkreasi dengan
materi yang ada di lingkungan sekolah adalah biaya yang dipergunakan sangat
murah. Selain itu, dengan memanfaatkan materi yang ada di lingkungan sekolah,
maka siswa akan lebih merasa familiar dengan materi yang ada. Siswa dapat
dengan mudah mengenal materi yang ada.

4) Leadership (kepemimpinan).
Nias (2005: 219) menyatakan bahwa dalam kepemimpinan di sekolah terdapat dua
bentuk kepemimpinan, yaitu pimpinan formal dan pimpinan informal.Pimpinan
formal adalah mereka yang memiliki fungsi dan memiliki tanggungjawab terhadap
keseluruhan proses pembelajaran di sekolah. para pimpinan ini antara lain kepala
sekolah, wakil kepala sekolah wakil kepala urusan kurikulum, dan wakil kepala

2.14
urusan sarana dan prasarana. Sedangkan pimpinan informal adalah pimpinan yang
diharapkan mampu bertanggungjawab kepada orang lain, seperti personil yang
bertugas memberikan bantuan kepada orang tua, petugas yang bertanggungjawab
pada sistem IT, pengawas sekolah, petugas yang yang memiliki tanggungjawab
sebagai pengembang dan perencana sekolah dan lain sebagainya.
Nias (2005: 222) menyatakan bahwa pimpinan formal memiliki tiga karakteristik
yaitu,1) karenapara pemimpinformal yangumumnyamendukung pimpinan mereka,
mereka meningkatkanpengaruh yang terakhir di dalam dan di luar ruang kelas,2) Di
manapraktikkelas merekamemberikan contohkeyakinanpendidikansebagaimana
yangdiharapkan oleh semua staf dandiharapkan olehpimpinan untuk melakukannya,
mereka menunjukkansifatpentingdalam menempatkankeyakinanke dalam tindakan.
Oleh karenaitukeyakinan merupakan hal penting dalam
halmengembangkanrasa'seluruh sekolah',bahwa keyakinanyang ada
akanditerjemahkanke dalam tindakan, sebagai langkah pertama, pentingbahwa
beberapaupayastaf melakukan itu,sehinggadapat melakukan hal
tersebut.Banyakpemimpin formalmemenuhipersyaratan ini, dan3) kepemimpinan
formalsecara serentak menyumbang padapengembangankurikulumdanrasa'seluruh
sekolah'.

Latihan
1. Dengan cara berdiskusi, cobalah Anda pertimbangkan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam landasan pengembangan krikulum!

2. Dengan cara berdiskusi, rumuskanlah fungsi sumber daya serta kepemimpinan


dalam pengembangan kurikulum!
Ringkasan

 Secara umum, rasional pengembangan kurikulum dilakukan dengan


mempertimbangkan beberapa hal, yaitu 1) data-based,( berdasarkan data
yang tersedia) 2) dynamic(berkembang secara fleksibel) , 3) explicit
outcomes(hasil yang langsung ada dan terukur), 4) fully articulated,
(memberikan kesempatan bagi seluruh personil sekolah untuk melakukan

2.15
perbaikan-perbaikan) 5) realistic, 6) student oriented,(berorientasi pada
peserta didik) 7) evaluation concious, 8) future oriented(beorientasi pada
masa yang akan datang), dan 9) world class focused(berfokus pada skala
internasional).
 menyatakan ada beberapa kondisi yang sebaiknya dimiliki dan dipahami
oleh lembaga antara lain, 1) Shared Institutional Values, 2) Organizational
Structures: Learning Together, Working Together, Communication and
Decision-Making, 3) Resources: Commitment, Time, People, Materials, dan
4) Leadership.

Formatif

1. Jelaskan rasional pengembangan kurikulum di Sekolah Dasar.


2. Jelaskan, manfaat data-based dalam pengembangan kurikulum ?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan shared institutional values?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Organizational structure?

Kunci jawaban tes formatif dan skoring.


1. Pengembangan kurikulum di sekolah dasar dilakukan karena didasarkan
pada kebutuhan masing-masing siswa untuk menghadapi tugas pertumbuhan
dan tugas perkembangan pada tingkat berikutnya.( 0-25)

2. Data yang tersedia merupakan suatu keuntungan bagi pengembangan


kurikulum, dengan adanya data yang cukup pada gilirannya bisa dipetakan
kearah mana kurikulum itu dikembangkan. (0-25)

3. Merupakan nilai-nilai yan dikembangkan dan dilaksanakan secara bersama.


Nilai-nilai ini memandu semua unsur sekolah untuk berperilaku yang
samaserta mengarahkan seluruh personil sekolah untuk melakukan
pengembangan terhadap sekolah. (0-25)

2.16
4. pengembangan kurikulum di sekolah akan dapat berjalan dengan baik
apabila terdapat struktur organisasi yang jelas. Hal ini terkait dengan upaya
memunculkan tanggungjawab terhadap pengembangan masing-masing
komponen kurikulum. Jika struktur organisasi jelas, maka proses
pengembangan kurikulum dapat dilakukan sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki oleh personil yang memikul tanggungjawab dalam struktur
organisasi yang telah dibuat. (0 -25)

2.17
Kegiatan Belajar 2
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Landasan Filosofis

Sebagai dasar dari pengembangan kurikulum diperlukan suatu filosofi yang


menjadi titik tolak dari pengembangan kurikulum. Filosofi atau falsafah, kata
falsafah berasal dari dua kata yakni philein (cinta) dan sophia (kebajikan), arti
yang sebenarnya adalah cinta akan kebenaran (Idi, 2011: 88).
Kebenaran filosofis merupakan kebenaran hasil perenungan dan pemikiran
refleksi ahli filsafat yang disebut hakikat, meskipun bersifat relatif dan subyektif
namun mendalam karena melalui penghayatan eksistensial yang mendalam
(Wiramihardja,2006:33).Landasan filosofis yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum adalah Pancasila. Pengembangan kurikulum tidak akan terlepas dari
tujuan pendidikan nasional itu sendiri. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
(4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap
dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.Tujuan tersebut mengandung arti bahwa suatu keharusan bagi tingkat
satuan pendidikan untuk senantiasa mengarahkan arah pendidikan demi tercapainya
tujuan pendidikan tersebut.
Landasan filosofis terkait erat dengan filsafat. Menurut Sumantri (1990:60),
Apa yang dikaji dalam filsafat kerangkanya adalah; ontologi (hakikat apa yang
dikaji), epistemologi (cara mendapat pengetahuan yang benar), aksiologi (nilai
kegunaan ilmu).
Berdasarkan ketiga perspektif tersebut Pancasila digunakan sebagai landasan
Pengembangan kurikulum ( Arifin, 2011: 47 – 56). Pancasila yang terdiri dari; (a)
Ketuhanan Yang Mahaesa, perspektif ontologi; menghormati antar pemeluk
agama, dan tidak ada pemaksaan untuk mengikuti agama tertentu, perspektif

2.18
epistemologi; melalui pemahaman agama kita dapat mengetahui darimana
datangnya ilmu, perspektif aksiologi; hampir dalam segala jenjang pendidikan
terdapat mata ajar pendidikan agama.
(b) Kemanusiaan yang adil dan beradab, perspektif ontologi; pemahaman,
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yaang terkandung dalam Pancasila perlu
ditekankan, sehingga setiap individu mampu bersikap adil dan beradab dalam
berkehidupan sesama, perspektif epistemologi; seorang guru tidak boleh
memonopoli suatu kebenaran, perspektif aksiologi; guru akan memberikan
perhargaan kepada muridnya yang melakukan suatu aktifitas yang pantas dihargai.
(c) Persatuan Indonesia, perspektif ontologi; kebersamaan dalam kebhinekaan dapat
menghilangkan pikiran-pikiran rasialisme, perspektif epistemologi; terbentuknya
pengetahuan merupakan eksplorasi antara individu dengan lingkungannya, adanya
pemahaman tentang adat istiadat akan memunculkan adanya persatuan, perpektif
aksiologi; adanya persatuan antar`sesama akan memunculkan kekuatan
(d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, perspektif ontologi; kebijaksanaan secara dini bisa
ditanamkan, dalam pemecahan masalah sehingga tercapai ‘win-win solution’
menang-menang tidak ada yang dirugikanantara satu dengan yang lainnya,
perspektif epistemologi; dalam menyelesaikan masalah asas musyawah untuk
mufakat perlu diterapkan, perspektif aksiologi; jika individu berlaku baik akan
mendapat balasan baik pula, jika anda menghormati orang lain, sebaliknya anda
juga akan dihormati, hal ini tidak terbatas antara perlakuan anda terhadap murid,
tetapi ini berlaku umum.
(e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, perspektif ontologi; keadilan
diperlukan untuk semua aspek kehidupan, dalam proses pembelajaranpun tidak ada
istilah pilih pilih, keadilan perlu dilaksanakan, perspektif epistemologi;
keseimbangan perlu dijaga, ilmu umum dan agama harus seimbang, perspektif
aksiologi; kepedulian terhadap sesama perlu ada sejak individu berusia muda.
Maksud dengan adanya landasan filosofis ini adalah hendaknya sumber yang
dipakai sebagai acuan kebenaran serta arah tujuan dari pendidikan itu adalah
berorientasi pada Pancasila. Sebagai Landasan filosofis telah memenuhi kriteria

2.19
kebenaran walau sifatnya relatif, yang berarti selalu mengalami perkembangan
sesuai dengan berjalannya zaman dan peradaban umat manusia.

B. Landasan Psikologis
Secara langsung pengembangan kurikulum tidak terlepas dari kondisi
psikologis individu, jika kondisi psikologis individu tidak siap dalam proses
pembelajaran maka salah satu tujuan dari pengembangan kurikulum tidak akan
terpenuhi. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi yang bersifat multiarah
antara peserta didik dengan pendidik. Dalam hal ini pengembangan kurikulum
memerlukan landasan psikologis ( Arifin, 2011: 56).
Landasan psikologis ini digunakan sebagai cara untuk melihat dinamika yang
terjadi di dalam proses pengembangan kurikulum tersebut, sehingga implementasi
kurikulum dapat dilakukan dengan tepat dan terarah.Landasan psikologis tersebut
adalah hal yang berkaitan dengan dinamika psikologis dalam belajar dan
permasalahannya atau psikologi pendidikan yang melihat proses pembelajaran,
hasil belajar dan permasalahannya serta hal yang berkaitan dengan individu yakni
masalah perkembangan individu atau tugas perkembangan individu yang dibahas
dalam psikologi perkembangan.
1. Psikologi Pendidikan
Persoalan yang dihadapi oleh pendidik bukanlah bagaimana mengupayakan siswa
belajar; siswa sudah terlibat dalam pembela jaran setiap saat mereka terbangun.
Sebaliknya persoalannya adalah bagaimana membantu siswa mempelajari
informasi, kerampilan, dan konsep tertentu yang akan bermanfaat dalam
kehidupannya kelak. Bagaimana kita akan menyajikan kepada siswa stimulus yang
menjadi sasaran untuk memusatkan perhatian dan upaya mental mereka sehingga
mereka akan memperoleh kemampuan-kemampuan yang penting dan berguna.
Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seorang
yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll dalam Slavin 2008:179). Pembelajaran
meliputi kemampuan yang bukan merupakan bawaan lahir. Pembelajaran
tergantung kepada pengalaman, termasuk umpan balik dari lingkungan.

2.20
Menurut Slavin (2008:176-211), terdapat beberapa prinsip pembelajaran; a) Prinsip
pembelajaran perilaku, b). Prinsip pembelajaran sosial.
2. Prinsip pembelajaran perilaku.
Pertama-tama yang memelopori adalah Ivan Pavlov yang menyumbangkan
gagasannya tentang pengkondisian klasik, yang menyatakan bahwa rangsangan
netral dapat memperoleh kemampuan untuk menimbulkan tanggapan perilaku
dengan menghubungkannya dengan rangsangan tanpa dikondisikan yang memicu
gerakan reflek. Kedua, E.L Thorndike mengembangkan hukum efek, yang
menekankan peran konsekuensi perilaku saat ini dalam menentukan perilaku pada
saat mendatang. Ketiga, B.F. Skinner melanjutkan studi tentang hubungan antara
perilaku dan konsekuensi yang menggambarkan pengkondisian operan, dimana
tindakan penguatan dan tindakan penghukuman membentuk perilaku.
Beberapa prinsip pembelajaran perilaku adalah: 1) tindakan penguatan
meningkatkan frekuensi perilaku, dan tindakan penghukuman mengurangi
frekuensinya. Penguatan dapat bersifat primer atau sekunder, positif atau negatif.
Tindakan penguatan intrinsik adalah imbalan yang melekat dalam perilaku itu
sendiri.Tindakan penguatan ekstrinsik adalah pujian atau hadiah yang diberikan
kepada individu. Hukuman meliputi sanksi yang dapat melemahkan perilaku
dengan memperkenalkan konsekuensi yang tidak disukai atau menghilangkan
tindakan penguatan. 2) Pembentukan melalui umpan balik yang tepat, adalah
merupakan praktik pengajaran yang efektif yang didasarkan pada teori
pembelajaran perilaku. Penghapusan adalah penghilangan perilaku yang
dilemahkan secara perlahan-lahan. 3) Jadual penguatan digunakan untuk
meningkatkan kemungkinan-kemungkinan keberhasilan, frekuensi atau ketahanan
perilaku yang diinginkan. Jadwal penguatan dapat didasarkan pada interval waktu
tertentu dan dapat bersifat tetap. 4) Rangsangan sebelumnya berperan sebagai
isyarat yang menunjukkan perilaku mana saja yang akan di kuatkan atau
dihilangkan. Diskriminasi meliputi penggunaan isyarat untuk mendeteksi perbedaan
antara situasi-situasi stimulus, sedangkan generalisasi melibatkan tanggapan pada
kemiripan antara rangsangan-rangsangan. Generalisasi merupakan pengalihan atau
pemindahan perilaku yang dipelajari dalam suatu kondisi ke kondisi yang lain.

2.21
3. Pembelajaran sosial memberi andil tentang pembelajaran manusia
Pembelajaran ini dipelopori oleh Bandura. Pembelajaran sosial didasarkan pada
pengakuan peran penting dari pembelajaran pengamatan dan pembelajaran mandiri.
Menurut Bandura, bahwa pembelajaran melalui peniruan langsung atau tidak
langsung melibatkan empat fase: 1) Fase perhatian; memberikan perhatian pada
orang yang ditiru. Pada umumnya siswa memberikan perhatian pada contoh yang
memikat, berhasil, menarik, dan populer. Di ruang kelas, guru mendapatkan
perhatian siswa dengan menyajikan materi yang jelas dan menarik, dengan
menggunakan sesuatu yang baru, sambil memotivasi siswa. 2) Fase pengingatan;
begitu guru mendapatkan perhatian siswa, kinilah saatnya mencontohkan perilaku
yang mereka inginkan untuk ditiru dan kemudian memberikan kesempatan kepada
siswa berlatih dan untuk mempraktikkan. 3) Fase reproduksi; siswa mencoba untuk
mencocokkan perilaku mereka dengan perilakuorang yang ditiru tersebut. 4) Fase
motivasi; siswa akan meniru yang ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan
yang dilakukan siswa akan meningkatkan peluang bagi siswa tersebut. Di ruang
kelas untuk motivasi ini siswa perlu penghargaan untuk mengukuhkan perilakunya.

4. Psikologi Perkembangan
Proses pembelajaran di kelas tidak akan dapat dilepaskan dari tugas
pertumbuhan dan perkembangan siswa. Hal ini mengarahkan kita untuk berpikir
bahwa kurikulum yang kita kembangkan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan
tugas perkembangan dan pertumbuhan siswa didik kita. Bahan ajar yang
dikembangkan disesuaikan dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan
usia sekolah dasar.
Maxim (dalam Hilda, 2001:11-12) menyatakan bahwa beberapa ciri masa
anak-anak ditunjukkan dengan bermain. Melalui permainan, akan mempermudah
siswa untuk, 1) menggunakan ketrampilan yang berhubungan dengan otot besar dan
otot kecil, 2) mengekspresikan perasaan-perasaan, 3) mengembangkan ketrampilan
kepekaan, 4) berbicara dan berbagi ide, 5) konsentrasi dan mengembangkan
perhatian terhadap kondisi sekeliling, 6) meningkatkan aktivitas intelektual dan
pemecahan masalah, 7) melatih mengembangkan imajinasi dan kreativitas, 8)

2.22
memiliki waktu untuk bereksperimen dan mengeksplorasi, 9) berlatih untuk
berperilaku lain, dan 10) mengembangkan konsep diri yang positif.
Bredekamp & Copple (dalam Hilda, 2001:7) menyatakan bahwa tugas
pertumbuhan pada usia 6-8 tahun terjadi dengan lambat tetapi pasti. Pada usia ini
seorang anak memiliki kemampuan untuk berpikir dan belajar secara lebih
kompleks antara berpikir sistematis dan logika. Pada usia ini mereka akan berupaya
untuk mengekspresikan bahasa dan cara berkomunikasi melalui bahasa tulis.
Artinya pada usia tersebut siswa akan menerima kosa kata melalui cara tulis.
Seefeldt and Barbour (dalam Hilda (2001:8) menyatakan bahwa usia anak-
anak adalah rentang usia dimana mereka bisa belajar untuk mengembangkan
kemampuan melihat hal lain melalui pespektif yang berbeda serta dapat
mengembangkan kemampuan empatik. Hal ini disebabkan karena anak-anak
memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Dengan demikian, anak-anak dapat belajar
mandiri, meningkatkan afeksi serta mendapatkan bimbingan dan dorongan dari
guru serta orang tua.
Anak-anak yang memasuki kelas satu sekolah dasar berada dalam periode
transisi dari pertumbuhan pesat masa anak-anak awal ke fase perkembangan yang
lebih bertahap. Perubahan dalam perkembangan mental maupun sosial menjadi ciri
khas masa-masa sekolah awal. Beberapa tahun kemudian , ketika anak mencapai
kelas yang lebih tinggi, mereka mendekati akhir masa kanak-kanak dan memasuki
pra remaja, Keberhasilan anak-anak di sekolah khususnya berperan penting selama
masa-masa sekolah awal, karena pada saat sekolah dasarlah mereka mendefinisikan
sebagai siswa (Slavin, 2008: 105)

C. Landasan Sosiologis

Berbicara mengenai kondisi sosiologis, maka kita tidak akan dapat terlepas
dari faktor budaya yang ada di masyarakat, dimana budaya yang dimiliki oleh
masyarakat akan membawa seperangkat nilai (values) yang akan mempengaruhi
proses pengembangan kurikulum baik tingkat nasional maupun tingkat lokal. Hal
ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan itu sendiri yakni mempersiapkan peserta

2.23
didik hidup dalam kehidupan masyarakat dan pendidikan merupakan bagian dari
masyarakat.
Bredekamp & Copple (dalam Hilda, 2001:8) menyatakan bahwapara
pendidik saat telah memahami bahwa kontek budaya yang ada di sekitar kita
memiliki peran penting terhadap proses pengembangan pembelejaran bagi anak-
anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak tumbuh di dalam keluarga mereka, juga
di lingkungan yang lebih luas, dimana mereka secara langsung akan memperoleh
proses pendidikan yang akan mempengaruhi tingkah laku mereka. Selanjutnya
Bowman (dalam Hilda, 2001:8) menyatakan bahwa pengembangan perilaku anak
memiliki aturan atau hukum yang sama, tetapi, lingkungan sosial akan
mempertajam perilaku anak ke arah konfigurasi perilaku yang berbeda-beda.
Hilda (2001: 9) memberikan beberapa pertanyaan tentang peran lingkungan
sosial dalam upaya mengembangkan kurikulum di sekolah sebagai berikut, 1)
kondisi lingkungan apa yang dapat membuat anak-anak dapat mengembangkan
kemampuannya secara berbeda, 2) apa yang bisa dilakukan orang dewasa untuk
mendukung perkembanga mereka?, 3) apa yang dilakukan untuk dapat mendorong
partisipasi orang tua?, 4) apa yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan rasa
percaya, rasa terhadap diri sendiri, dan rasa untuk mengkontrol lingkungan?, 5) apa
yang sebaiknya dilakukan untuk mendorong tumbuhnya proses pengembangan
konsep diri?, 6) apa yang harus dipahami, jika saya menjadi mereka?, 7) sarana,
prasarana, dan aktivitas apa yang harus ada?, dan 8) apa yang harus dilakukan jika
mereka membutuhkan waktu untuk menyendiri (privacy or “alone time”)?
Manakala seorang guru akan mengembangkan kurikulum yang didasarkan
pada kondisi budaya, maka beberapa pertanyaan yang sebaiknya dipikirkan oleh
pengembang kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain dikembangkan
oleh Hilda (2001: 29) sebagai berikut, 1) apa yang membuat saya merasa tidak
nyaman saat melihat perbedaan manusia atau anak-anak?, 2) apakah saya memiliki
reaksi yang kuat saat melihat latar belakang ekonomi, budaya atau ras dari anak-
anak?, 3) bagaimana perasaan saya ketika melihat anak-anak tidak berperilaku
sebagaimana yang saya harapkan?, 4) apakah saya memiliki kecenderungan untuk
mengutamakan salah satu jenis kelamin anak-anak?, 5) bagaimana reaksi saya

2.24
ketika menemukan salah satu keluarga yang berbeda gaya hidaup dengan saya?
Dan apakah itu mempengaruhi reaksi saya terhadap anak-anak mereka di sekolah?,
6) saat saya mengalami bias dalam pengalaman-pengalaman saya, bagaimana saya
meresponnya?, dan 7) bagaimana saya bisa sadar terhadap aspek-aspek identitas
dan budaya saya?
Dalam pengembangan kurikulum perlu dipertimbangkan masalah-masalah sosial
yang ada di lingkungan masyarakat. Menurut Hamalik( 2011; 78), Permasalahan-
permasalahan tersebut dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum maliputi:
1. Mengorientasikan kurikulum pada pusat-pusat kehidupan (major areas of
living).
2. Membantu merumuskan falsafah dan tujuan-tujuan pendidikan.
3. Membantu pelaksanaan berbagai prinsip dan proses yang dipelajari melalui
pengalaman-pengalaman kurikuler.
4. Merangsang mminat murid dan mengusahakan kegiatan belajar menjadi
lebih luas.
5. Melengkapi dasar pengembangan unit-unit pelajaran.
6. Melengkapi dasar proyek dan topik-topik pelajaran.
7. Melengkapi dasar pengembangan pelajaran yang bertujuan dalam
penyelesaian suatu masalah; dan
8. Melengkapi proyek kerjasama sekolah dan masyarakat ketika para siswa
dapat berpartisipasidalam kegiatan –kegiatan masyarakat.

D. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini merupakan sebuah kondisi
yang tidak dapat dibendung. Dari saat-ke saat perubahan-perubahan baru selalu
muncul disekitar kita. Penelitian-penelitian dengan hasil yang baru selalu muncul
setiap saat, bahkan teknologi berkembang seakan-akan lebih cepat dari kemampuan
manusia untuk memahami teknologi itu sendiri.
Pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang yang akan didapat oleh siswa
dilakukan melalui layanan pembelajaran (service learning).Wilczenski dan Coomey
(2007:4) menyatakan bahwa Layanan pembelajaran merupakan merupakan suatu

2.25
bentuk pendidikan yang didasakan pada pada pengalaman belajar siswa, dimana
siswa pembelajaran muncul melalui sebuah siklus aksi dan refeleksi. Pada proses
ini siswa belajar untuk memecahkan masalah masyarakat dan pada waktu yang
sama mereka akan melakukan refleksi, sehingga akan diperoleh pemahaman yang
mendalam terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat.
Selanjutnya, Eyler dan Giles (dalam Wilczenski danCoomey, 2007:4) menyatakan
bahwa layanan memiliki tiga alasan penting yaitu, 1) siswa akan mendapatkan hasil
belajar mendalam karena mereka didorong untuk memahami isu-isu yang terjadi
dimasyarakat melalui pengalaman langsung, 2) siswa dapat dengan mudah
mengingat bahan yang diajarkan di sekolah, melalui pengalaman di masyarakat,
dan 3) pembelajaran berakar dari sebuah hubungan personal dan dilakukan melalui
proses kerjasama untuk memahami kehidupan masyarakat yang berbeda.
Ashley dan Attwood (-:164) menyatakanIdealnya, semua anak akan memiliki
beberapa paparan buku bacaan dewasa di rumah. Hal ini mungkin lebih mungkin,
bagaimanapun, bahwa semua anak akan memiliki beberapa paparan TI di rumah,
melalui televisi, melalui perangkat seperti mesin cuci diprogram, bahkan melalui
pemrograman video! Dalam buku ini, kami telah mengadopsi sikap bahwa
keaksaraan dasar merupakan bagian penting dari kurikulum, tetapi tidak cukup
untuk seluruh pendidikan dasar. Demikian pula, kita mengadopsi sikap bahwa
kemampuan IT yang diperlukan tetapi tidak cukup. IT kemampuan seperti
keaksaraan dasar. Ini terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang
diperlukan untuk mempekerjakan ICT secara tepat, aman dan bermanfaat dalam
pembelajaran, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang biasa disebut era IT, menjadikan
referensi bagi pengembangan kurikulum. Hal ini didasarkan pada banyaknya data
yang diperoleh dari IT, mudahnya akses sehingga tidak ada barang sulit yang
didapat.

2.26
Latihan
1. Buatlah kelompok dan coba lakukan brainstroming; apa yang dimaksud
dengan landasan filosofis?
2. Buatlah kelompok, dan diskusikan fungsi landasan psikologis bagi
pengembangan kurikulum.
3. Buatlah kelompok, dan diskusikan apa fungsi Iptek dalam pengembangan
kurikulum.

Ringkasan
 Sebagai dasar dari pengembangan kurikulum diperlukan suatu
landasan yang menjadi titik tolak dari pengembangan kurikulum.
Landasan tersebut meliputi; Landasan filosofis; Landasan filosofis
terkait erat dengan filsafat. Menurut Sumantri (1990:60), Apa yang
dikaji dalam filsafat kerangkanya adalah; ontologi (hakikat apa yang
dikaji), epistemologi (cara mendapat pengetahuan yang benar),
aksiologi (nilai kegunaan ilmu). Berdasarkan ketiga perspektif
tersebut Pancasila dijadikan sebagai landasan pengembangan
kurikulum,
 Landasan psikologis ini digunakan sebagai cara untuk melihat
dinamika yang terjadi di dalam proses pengembangan kurikulum
tersebut, sehingga implementasi kurikulum dapat dilakukan dengan
tepat dan terarah. Landasan psikologis tersebut adalah hal yang
berkaitan dengan dinamika psikologis dalam belajar dan
permasalahannya atau psikologi pendidikan yang melihat proses
pembelajaran, hasil belajar dan permasalahannya serta hal yang
berkaitan dengan individu yakni masalah perkembangan individu
atau tugas perkembangan individu yang dibahas dalam psikologi
perkembangan. Beberapa ciri masa anak-anak ditunjukkan dengan
bermain. Melalui permainan, akan mempermudah siswa untuk, 1)
menggunakan ketrampilan yang berhubungan dengan otot besar dan
otot kecil, 2) mengekspresikan perasaan-perasaan, 3)

2.27
mengembangkan ketrampilan kepekaan, 4) berbicara dan berbagi
ide, 5) konsentrasi dan mengembangkan perhatian terhadap kondisi
sekeliling, 6) meningkatkan aktivitas intelektual dan pemecahan
masalah, 7) melatih mengembangkan imajinasi dan kreativitas, 8)
memiliki waktu untuk bereksperimen dan mengeksplorasi, 9)
berlatih untuk berperilaku lain, dan 10) mengembangkan konsep diri
yang positif.
 Landasan sosiologis, manusia tidak akan dapat terlepas dari faktor
budaya yang ada di masyarakat, dimana budaya yang dimiliki oleh
masyarakat akan membawa seperangkat nilai (values) yang akan
mempengaruhi proses pengembangan kurikulum baik tingkat
nasional maupun tingkat lokal. Hal ini tidak terlepas dari tujuan
pendidikan itu sendiri yakni mempersiapkan peserta didik hidup
dalam kehidupan masyarakat dan pendidikan merupakan bagian dari
masyarakat. Bredekamp & Copple (dalam Hilda, 2001:8)
menyatakan bahwapara pendidik saat telah memahami bahwa kontek
budaya yang ada di sekitar kita memiliki peran penting terhadap
proses pengembangan pembelejaran bagi anak-anak. Hal ini
disebabkan karena anak-anak tumbuh di dalam keluarga mereka,
juga di lingkungan yang lebih luas, dimana mereka secara langsung
akan memperoleh proses pendidikan yang akan mempengaruhi
tingkah laku merekad.
 Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu dan
teknologi yang biasa disebut era IT, menjadikan referensi bagi
pengembangan kurikulum. Hal ini didasarkan pada banyaknya data
yang diperoleh dari IT, mudahnya akses sehingga tidak ada barang
sulit yang didapat.

2.28
TES FORMATIF
1. Jelaskan pentingnya landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum di
sekolah dasar.
2. Jelaskan pentingnya landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum
di sekolah dasar.
3. Jelaskan pentingnya landasan Sosiologisdalam pengembangan kurikulum
di sekolah dasar.
4. Jelaskan pentingnya landasan teknologidalam pengembangan kurikulum di
sekolah dasar.

Kunci Jawaban Tes Formatif Dan Skor


1. Landasan filosofis adalah pancasila, sehingga pengembangan kurikulum
harus berorientasi pada sila-sila yang terdapat pada Pancasila. (0-25)

2. landasan psikologis memiliki arti penting dalam proses pengembangan


kurikulum karena dengan memahami ilmu psikologi, maka perancang
atau pengembang kurikulum akan memiliki pemahaman terhadap tugas
pertumbuhan dan tugas perkembangan peserta didik. Pemahaman
terhadap tugas tugas perkembangan dan pertumbuhan akan
mempermudah guru dalam memilah dan memilih bahan ajar yang akan
diberikan kepada siswa. (0-25)

3. Landasan sosiologis dapat dipergunakan oleh pengembang kurikulum


untuk memahami konteks sosial yang secara signifikan dapat
mempengaruhi siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Pemahaman terhadap karakteristik kondisi sosial, dapat dipergunakan
oleh para pengembang kurikulum untuk merancang kurikulum sekolah
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat. (0-25)

2.29
4. Landasan iptek memiliki peran penting dalam proses pengembangan
kurikulum, karena pemahaman terhadap iptek akan memberikan nuansa
baru (up to date) terhadap materi yang disajikan dalam proses
pembelajaran di sekolah dasar.

GLOSARIUM

perspektif:erspektifmerupakansuatukumpulanasumsimaupunkeyakinantentang
sesuatuhal.
empatik: sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan
merasakan perasaan orang lain.
refleksi; adalah cara berfikir tentang apa yangsudah kita lakukan di masa yang lalu

E. DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal.,2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Remaja


Rosda Karya. Bandung.
Ashley, Martin., Attwood, Gaynor., ICT and the humanities. Palmer
Ayman, Iraj. 2012. A Multi-dimensional Approach to Integrated Education: A
Summary. www.cgie.org/blog/resources/papers-publications/multi-
dimensional-approach-integrated-education-summary/
Hilda, Jackman, L. 2001. Early education curriculum: a child’s connection to
the world. Columbia: Delmar
Hamalik, Oemar,2011. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosda
Karya. Bandung.
Hyson, Marilou. 2004. The emotional development of young children: building
an emotion-centered curriculum. Columbia: Teachers College,
Columbia University.
Nias, Jennifer., Southworth, Geoff., Campbell, Penelope. 2005. Whole School
CurriculumDevelopment in thePrimary School. New York: Taylor &
Francis Group.
Robert, Michael. 2007. Curriculum Development: An Overview.
http://oak.ucc.nau.edu/mr/cte592/Module1/Curriculum
Development:An Overview.html.

2.30
Slattery, Patrick. 2006. Curriculum development in the postmodern era. New
York: Taylor & Francis Group.
Slavin, Robert E.,2008. Psikologi Pendidikan teori dan praktik, edisi
kedelapan. P T Indeks, Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S.,1990. Filsafat Ilmu. Sebuah pengantar populer. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.
Wilczenski L, Felicia.. Coomey M, Susan. 2007. A Practical Guideto Service
LearningStrategies for Positive Developmentin Schools.Boston:
Springer.
Wiramihardja, Sutardjo A.,2006. Pengantar Filsafat. Refika Aditama. Bandung.

2.31

Anda mungkin juga menyukai