Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KASUS

Hemorrhoid Interna Grade IV


BPH

Oleh :
dr. Nurul Hadiyati Maharani

Pendamping :
dr. Desfi Delfiana Fahmi

Pembimbing :
dr. Priha Nur Achsanti, Sp.B

INTERNSIP PERIODE 2021/2022


RSUD H. DAMANHURI BARABAI HULU SUNGAI TENGAH
KALIMANTAN SELATAN
Laporan kasus ini telah didiskusikan antara penulis dan dokter pembimbing, pada;
Hari/tanggal :
Tempat :

Mengetahui

Penulis Dokter Pembimbing

dr. Nurul Hadiyati Maharani dr. Priha Nur Achsanti, Sp. B

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 3
2.1 ANATOMI PAYUDARA.............................................................. 3
2.2 HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON......................... 5
2.3 DEFINISI ………………………….............................................. 7
2.4 ETIOLOGI …………………………............................................ 7
2.5 EPIDEMIOLOGI ………………….............................................. 8
2.6 KLASIFIKASI …………………….............................................. 9
2.7 MANIFESTASI KLINIS............................................................... 14
2.8 DIAGNOSIS.................................................................................. 15
2.9 TATALAKSANA.......................................................................... 21
2.10 PENCEGAHAN........................................................................... 24
2.11 PROGNOSIS................................................................................ 25
BAB III LAPORAN KASUS............................................................... 26
IDENTITAS......................................................................................... 26
ANAMNESIS....................................................................................... 26
PEMERIKSAAN FISIK …………………………............................. 27
DIAGNOSIS AKHIR DI IGD ………………………….................... 30
TERAPI MASUK RUANGAN ………………….............................. 30
FOLLOW UP 29 SEPTEMBER 2020 ……………………................ 31
FOLLOW UP 30 SEPTEMBER 2020................................................. 32
FOLLOW UP 1 OKTOBER 2020....................................................... 34
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................... 36
BAB V PENUTUP.............................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kategori lansia di Indonesia yaitu berusia atas 60 tahun. Berdasarkan data


proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk
lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035
(48,19 juta) (BPS, 2016).
Kelompok usia ini lebih rentan mengalami gangguan kesehatan dibanding
usia lain. Penyakit yang meningkat kejadian yaitu Hemorroid dan BPH
Hemoroid adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus yang
mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar.
Hemoroid dapat mengenai segala usia namun memiliki prevalensi puncak yang
terjadi antara usia 45-65 tahun
BPH umumnya suatu tumor jinak yg ditemukan pada laki-laki dan
kejadiannya berhubungan dengan umur, 20% ditemukan pada umur 41-50 th,
50% pada umur 51-60 th, 90% pada kelompok umur lebih dari 80 th. BPH pada
pria akan dapat menyebabkan menyebakan obstruksi pada aliran urin
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi tersering kedua setelah infeksi
saluran napas. Insidens terjadinya infeksi saluran kemih pada wanita mencapai
9,3% dan pada pria diatas 65 tahun sebesar 2,5-11 %. Pada pria jarang terjadi
infeksi saluran kemih, namun pada pria usia lanjut, infeksi saluran kemih banyak
disebabkan oleh BPH. kejadian infeksi saluran kemih terjadi sebesar 41,6% pada
pasien dengan gangguan patologi ginjal, 39% pada wanita hamil, 16% pada
pasien dengan pembesaran prostat.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mendokumentasikan
laporan kasus Hemmoroid interna grade 4 dan BPH pada pasien yang dirawat di
ruang perawatan RSHD Barabai.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hemoroid


Kata hemorrhoid berasal dari kata haemorrhoides (Yunani) yang berarti aliran
darah (haem = darah, rhoos = aliran) jadi dapat diartikan sebagai darah yang
mengalir keluar.1 Hemoroid adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus
yang mengandung pleksus vena, arteri kecil, dan jaringan areola yang melebar. 2
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
vena hemoroidalis.
Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang
memegang peranan kausal ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi
menahun, kehamilan, dan obesitas.1 Hemoroid dibagi dalam dua jenis, yaitu
hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises
vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan
varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid
interna timbul di sebelah dalam otot sfingter ani dan hemoroid eksterna timbul di
sebelah luar otot sfingter ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan gangguan aliran balik vena hemoroidalis.3

2.2 Anatomi
Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula
mengikuti cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok
kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada
fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi
anus.
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis
yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung
dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis
dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar
sebacea dan kelenjar keringat.

2
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rektum ini, maka pendarahan, persarafan, serta aliran vena dan limfe berbeda,
demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler
usus, sedangkan kanalis analis oleh endoderm yang merupakan lanjutan epitel
berlapis gepeng kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan
perubahan jenis epitel.
Mukosa paruh atas canalis ani berasal dari ektoderm usus belakang (hind
gut). Gambaran anatomi yang penting adalah : 4
1. Dibatasi oleh epitel selapis thoraks.
2. Mempuyai lipatan vertikal yang dinamakan collum analis yang
dihubungkan satu sama lain pada ujung bawahnya oleh plica semilunaris
yang dinamakan valvula analis (sisa membran proctedeum.
3. Persarafannya sama seperti mukosa rectum dan berasal dari saraf otonom
pleksus hypogastricus. Mukosanya hanya peka terhadap regangan.
4. Arteri yang memasok adalah arteri yang memasok usus belakang, yaitu
arteri rectalis superior, suatu cabang dari arteri mesenterica inferior. Aliran
darah vena terutama oleh vena rectalis superior, suatu cabang v.
Mesenterica inerior.
5. Aliran cairan limfe terutama ke atas sepanjang arteri rectalis superior
menuju nodi lympatici para rectalis dan akhirnya ke nodi lympatici
mesenterica inferior.

Mukosa paruh bawah canalis ani berasal dari ektoderm proctodeum


dengan struktur sebagai berikut :
1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang lambat laun bergabung pada
anus dengan epidermis perianal.
2. Tidak mempunyai collum analis
3. Persarafan berasal dari saraf somatis n. rectalis inferior sehingga peka
terhadap nyeri, suhu, raba, dan tekan.

3
4. Arteri yang memasok adalah a. rectalis inferior, suatu cabang a. pudenda
interna. Aliran vena oleh v. rectalis inferior, muara dari v. pudenda interna,
yang mengalirkan darah vena ke v. iliaca interna.
5. Aliran cairan limfe ke bawah menuju nodi lympatici inguinalis
superficialis medialis.
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di
dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat
pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang (jam 11), dan
kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak
primer tesebut.5,6
Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior
terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara
longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke
v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui daerah perineum dan
lipat paha ke v.iliaka.

4
Gambar 1. Anatomi
2.3 Klasifikasi
Secara klinis, hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:
1. Hemoroid interna derajat I. Merupakan hemoroid stadium awal.
Hemoroid hanya berupa benjolan kecil didalam kanalis anal pada saat
vena-vena mengalami distensi ketika defekasi.
2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih
besar, yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga
turun kearah lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika penderita
mengejan, tapi secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal
bila proses defekasi telah selesai.
3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk
kembali secara spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah
dikembalikan dengan tangan ke dalam anus.
4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat
lama dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak
dapat dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis anal.
Tabel 1. Pembagian derajat hemoroid interna
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Menonjol Reposisi
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) Tetap Tidak dapat

Gambar 1.2 Stadium hemoroid

5
Sedangkan hemoroid eksterna merupakan pelebaran pleksus hemoroidalis
inferior, terletak di sebelah bawah linea dentata, pada bagian yang dilapisi oleh
kulit. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.
1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Bentuk
ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag, berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.

2.4 Faktor Resiko


 Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
 Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan
tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
 Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis.
 Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
 Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
 Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus
oleh karena ada sekresi hormone relaksin.
 Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.7

2.5 Manifestasi Klinik


Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat

6
jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada
hemoroid eksterna yang mengalami trombosis.
Perdarahan dapat terjadi pada grade 1-4. Perdarahan merupakan penentu
utama hemoroid pada grade 1. Perdarahan pada hemoroid berhubungan dengan
proses mengejan. Ini menjadi pembeda dengan perdarahan yang diakibatkan oleh
hal lain. Pada pasien hemoroid darah keluar bila pasien mengejan dan berhenti
bila pasien berhenti mengejan, sedangkan perdarahan karena sebab lain tidak
mengikuti pola tersebut. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari
hemoroid interna akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar
berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa
garis pada faeces atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol
keluar menyebabkan prolaps. Benjolan atau prolaps terjadi pada grade 2-4. Pada
tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi
spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini
perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan
terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas
8
dengan udem dan radang. Gejala-gejala anemi sekunder, dapat berupa sesak
nafas bila bekerja, pusing bila berdiri, lemah, pucat.

2.6 Patofisiologi
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko
untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan
merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan dengan
faktor endokrin dan usia.

7
Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami
konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang
menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemmorhoid
masih belum jelas hubungannya.
Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior
(v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada
colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien dalam posisi litotomi
mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan
kongenital dinding vena karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang
sama. Vena rectalis superior merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi
portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena
yang terletak pada paruh atas canalis ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa
sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah
vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi.
Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor
predisposisi. Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis
superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat
menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena
rectalis superior.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorroidalis)
inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemorroid ini diliputi
kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna yang sudah ada. Keadaan
klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior sebagai
akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan
submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan
hematoma perianal.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara
longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke v.
hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus

8
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha
ke daerah v. Iliaka. Benjolan atau prolaps terjadi pada grade 2-4.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yamg
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering
duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal.
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi
trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang
ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


2.7.2.1 Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah
jaringan / tonjolan yang muncul.
2.7.2.2 Palpasi
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal
tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi
dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang
lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum. 6
2.7.2.3 Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat
kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya

9
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,
derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip,
fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.6,8
2.7.2.4 Proktosigmoidoskopi
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi, karena
hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja ataukan ada tanda
yang menyertai.

2.8 Diagnosis Banding


Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang
juga terjadi pada :
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi
perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita.
Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna.6

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Diet dan Obat
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua
dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti
sayur dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,
namun lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi

10
keharusan mengejan berlebihan. Pasien juga harus mendapat edukasi agar
jangan mengedan terlalu lama, membiasakan selalu defekasi, jangan
ditunda, dan minum air putih 8 gelas sehari
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang
mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan
kembali secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal
untuk mengurangi pembengkakan.
Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat
6
meringankan nyeri. Obat Hydroksyethylen yang dapat diberikan
dikatakan dapat mengurangi edema dan inflamasi. Kombinasi Diosmin
dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan mikro sirkulasi
dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan
memperbaiki permeabilitas kapiler. Ardium diberikan 3x2tab selama 4
hari kemudian 2x2 selama 3 hari dan selanjutnya 1x1tab.

2.9.2 Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,
misalnya 5% fenol dalam minyak nabati atau larutan quinine dan urea 5%.
Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan areolar yang longgar
di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril
yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Penyuntikan
dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat
yang tepat maka tidak ada nyeri.Penyulit penyuntikan termasuk infeksi,
prostatitis akut jika masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas
terhadap obat yang disuntikan. Terapi ini cocok untuk hemorrhoid interna
grade I yang disertai perdarahan Kontra indikasi teknik ini adalah pada
keadaan inflammatory bowel desease, hipertensi portal, kondisi
immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis hemorrhoid yang
prolaps. Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan cairan

11
yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang
paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan
abses.
Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II,
tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps. 6,8
2.9.3 Ligasi dengan gelang karet
Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga
dilakukan pada hemorrhoid derajat III. Hemoroid yang besar atau yang
mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi gelang karet menurut
Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat
satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut
ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat
pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid
mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari. 6,9
2.9.4 Krioterapi/Bedah Beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali.
Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas
hemoroid pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil
yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak
ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang
bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat
praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa

12
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk
terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.9
2.9.5 Hemorroid Arteri Ligational (HAL)
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan
hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan
jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis. 9
2.9.6 Infra Red Coagulation (IRC)/Koagulasi Infra Red
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang
dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi
nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Sinar koagulator infra merah
(IRC) menembus jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas,
menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Cara ini
baik digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan. .
Daerah yang akan dikoagulasi diberi local anestesi terlebih dahulu.
Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada
daerah yang tidak tepat.8
2.9.7 Generator Galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal
dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid
interna.
2.9.8 Bipolar Coagulation/ Diatermi Bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu
menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang
digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik
berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa
sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi
tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara ini efektif untuk
hemoroid interna yang mengalami perdarahan. 3
2.9.9 Terapi Bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah

13
juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak
dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat
ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah
eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan.
Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal
dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus
digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi
deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. 5,6
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser
sebagai alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan
prinsip kerja stapler).
2.9.9.1 Bedah Konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat
utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan
pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan
dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian
dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui
otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid
eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan
tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus,
yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi
secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut
maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan

14
hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal
dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang
dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan
komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak.
Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil
terlalu banyak jaringan. 9
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler
ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap
mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier
dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut
chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu
klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih
sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan
stenosis. 6
2.9.9.2 Bedah Laser
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo.
Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang
air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk

15
melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran
dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid
dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan
jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan
hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.
2.9.9.3 Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo.
Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat
yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini
seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di
belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat
buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani
untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan
kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan
hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula
karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat
BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas
dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika
mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam
dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium
diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus
untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian
jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan

16
memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan
memotong jaringan yang berlebih secara otomatis
Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke
jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis
dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi
anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge,
nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif,
tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih
7,8,10
cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
1. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan
mengakibatkan kerusakan dinding rektum.
2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan
disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis
juga pernah dilaporkan.
4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar
karena sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan
kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk masuk ke
dalam stapler.

2.9.10 Tindakan pada hemoroid eksterna yang mengalami trombus


Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya tetapi
merupakan trombosis vena hemoroid eksterna yang terletak subkutan di
daerah kanalis analis. Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di
vena tersebut misalnya ketika mengangkat barang berat, batuk, bersin,
mengejan, atau partus. Vena lebar yang menonjol itu dapat terjepit
sehingga kemudian terjadi trombosis. Kelainan yang nyeri sekali ini dapat
terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya
hemoroid interna, kadang terdapat lebih dari satu trombus.

17
Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit
kanalis analis yang nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiru-biruan,
berukuran dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter garis
tengahnya. Benjolan itu dapat unilobular, dan dapat pula multilokuler atau
beberapa benjolan. Ruptur dapat terjadi pada dinding vena, meskipun
biasanya tidak lengkap, sehingga masih terdapat lapisan tipis adventitiia
menutupi darah yang membeku.
Pada awal timbulnya trombosis, terasa sangat nyeri, kemudian
nyeri berkurang dalam waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan
berkurangnya udem akut. Ruptur spontan dapat terjadi diikuti dengan
perdarahan. Resolusi spontan dapat pula terjadi tanpa terapi setelah dua
sampai empat hari.5
Keluhan dapat dikurangi dengan rendam duduk menggunakan
larutan hangat, salep yang mengandung analgesik untuk mengurangi nyeri
atau gesekan pada waktu berjalan, dan sedasi. Istirahat di tempat tidur
dapat membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.
Pasien yang datang sebelum 48 jam dapat ditolong dan berhasil
baik dengan cara segera mengeluarkan trombus atau melakukan eksisi
lengkap secara hemoroidektomi dengan anestesi lokal. Bila trombus sudah
dikeluarkan, kulit dieksisi berbentuk elips untuk mencegah bertautnya tepi
kulit dan pembentukan kembali trombus dibawahnya. Nyeri segera hilang
pada saat tindakan dan luka akan sembuh dalam waktu singkat sebab luka
berada di daerah yang kaya akan darah.
Trombus yang sudah terorganisasi tidak dapat dikeluarkan, dalam
hal ini terapi konservatif merupakan pilihan. Usaha untuk melakukan
reposisi hemoroid ekstern yang mengalami trombus tidak boleh dilakukan
karena kelainan ini terjadi pada struktur luar anus yang tidak dapat
direposisi. 5
Dilatasi anus merupakan salah satu pengobatan pada hemoroid
interna yang besar, prolaps, berwarna biru dan sering berdarah atau yang
biasa disebut hemoroid strangulasi. Pada pasien hemoroid hampir selalu

18
terjadi karena kenaikan tonus sfingter dan cincin otot sehingga menutup di
belakang massa hemoroid menyebabkan strangulasi. Dilatasi dapat
mengatasi sebagian besar pasien hemoroid strangulasi, akan terjadi regresi
sehingga setidak-tidaknya akan terjadi penyembuhan sementara. Dilatasi
tidak boleh dilakukan jika sfingter relaksasi ( jarang pada strangulasi),
karena bisa menyebabkan inkontinensia flatus atau tinja atau kedua-
duanya yang mungkin menetap.
Anestesi umum dilakukan dan pasien diletakkan pada posisi
lateral kiri atau posisi litotomi. Dengan hati-hati anus diregangkan cukup
luas sehingga dapat dilalui 6–8 jari. Sangat penting sekali bahwa untuk
prosedur ini diperlukan waktu yang cukup agar tidak merobekkan
jaringan. Satu menit untuk sebesar satu jari sudah cukup ( berarti
dibutuhkan waktu 6-8 menit), terutama jika kanalis agak kaku. Selama
prosedur tersebut, sfingter anus dapat terasa memberikan jalan. Namun
karena metode dilatasi menurut Lord ini kadang disertai penyulit
inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.

2.10 Definisi BPH


Benign Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar
prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter)
dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap2

2.11 Anatomi
2.11.1 Kelenjar prostat4,5
Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular
dan glandular yang tersembunyi di bawah kandung kemih. Dalam
keadaan normal, prostat mempunyai berat 20 gram dan panjang 2,5 cm
yang terletak pada uretra posterior. Di bagian depan prostat disokong oleh
ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital.
Dalam klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus yaitu anterior,

19
posterior, median, lateral kanan, dan lateral kiri. Sedangkan menurut
McNeal, prostat terbagi atas zona perifer, zona sentral, zona transisional,
zona anterior, dan zona preprostatik sfingter.
Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri
vesikal inferior, arteri pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai
darah ke prostat. Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke pleksus
periprostatik yang terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan
vena iliaka interna.
Persarafan pada prostat didapat dari inervasi simpatis dan
parasimpatis dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima
masukan serabut simpatis dari nervus hipogastrikus (T10-L2) dan
parasimpatis dari korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis menyebabkan
pengeluaran cairan prostat ke uretra posterior seperti saat ejakulasi,
sedangkan rangsangan parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada
epitel prostat.
Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu
untuk menetralisir keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan
motilitas sperma yang optimum pada pH 6,0 sampai 6,5 (Setiadi, 2007).
Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain
pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh
volume ejakulat.

20
Gambar : Anatomi
2.11.2 Vesika urinaria
Vesika urinaria merupakan kantong muscular yang berfungsi untuk
menampung sementara urine, terletak didalam cavum pelvis, tepat dorsal
os pubis. Vesika urinaria dengan os pubis dipisahkan adanya spatium
rotropubic cavum retzii. Di dorsal vesika urinaria, pada laki-laki terdapat
rectum dan pada wanita ada uterus, portio supravaginalis dan vagina.
Bentuk dan ukuran vesika urinaria dipengaruhi oleh derajat pengisian dan
organ di sekitarnya. Vesika urianaria inferior pad wanita berhadapan
dengan diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostate.
Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum
uorteris dan satu ostium urethrae. Di antara ke tiga trigonum visicae licin,
rata dan melekat erat dengan banguan yang ada di superficialnya. Di lantai
trigonum visicae terdapat musculus trigonalis, muculus ini merupakan
lanjutan tunika muscularis ureter. Musculus trigonalis ke anterior,
mengadakan kondensasi membentuk uvula visicae pada tepi otium medius
prostate, atau oleh kedua bangunan tersebut secara bersamaan. Di antara
kedua ostium ureteris terdapat plica interuretica yang ditimbulkan oleh
lanjutan stratum longitudinale tunika muscularis ureter.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :

21
a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan
bawah. Bagian ini terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang
terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis.6
2.12 HIstologi prostat6
2.12.1 Prostat secara normal mempunyai 3 lapisan diantaranya
 Lapisan internal : kelenjar mukosa
 Lapisan intermedia : kel submukosa
 Lapisan perifer : kel utama prostat

2.12.2 Prostat mempunyai 3 zona yang diantaranya :


 zona transisi :
menempati sekitar 5% dari volume prostat dan pada zona transisi
ini sering didapatkan sel parenkimnya mengalami hiperplasia
yang dikenal sebagai BPH
 zona sentral :
menempati sekitar 25% dari volume kelenjar prostat yang berada
pada lapisan submukosa dari prostat
 zona perifer :
menempati sekitar 75% vdari volume kelenjar prostat dan pada
zona inilah prostat sering mengalami peradangan dan keganasan
prostat dan dapat teraba pada pemeriksaaan colok dubur

22
Gambar : Zona pada prostat

2.13 Fisiologi prostat


 Hormon yang berpengaruh pada prostat
Pertumbuhan epitel kelenjar prostat dipengaruhi oleh hormon.
Dihidrotestosteron (DHT) adalah hormon yang berpengaruh. DHT
berasal dari konversi hormon testosteron, hal ini dibantu oleh enzim 5
alfa reduktase. Seiring bertambahnya usia seorang pria maka produksi
dari DHT meningkat.
DHT ini mempunyai kemampuan berikatan dengan reseptor androgen,
apabila sudah berikatan dengan resptor tersebut maka akan memicu sel
kelenjar prostat menghasilkan growth factor (GF), yang berfungsi
untuk membantu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar prostat.
Testosteron selain dikonversi menjadi DHT, dikonversi juga menjadi
estrogen yang berpengaruh pada pertumbuhan atau proliferasi sel
kelenjar prostat. Selain itu estrogen juga berfungsi memperpanjang
usia sel kelenjar prostat.
 Fungsi prostat dalam sistem reproduksi
Prostat memiliki pengaruh dalam sistem reproduksi, yaitu membuat
suasana basa agar spermatozoa dapat bertahan disuasana asam vagina.
Cairan sekretorik yang bergabung dengan spermatozoa akan
membentuk semen.3,7

2.14 Patogenesis
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen prostatika dan
menghambat aliran urin, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intavesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan. Kontraksi yang terus menerus menyebabkan

23
perubahan anatomi buli buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula dan divertikel buli buli. Perubahan struktur pada buli
buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah atau LUTS.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli buli
dan tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter
ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli buli ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh BPH tidak disebabkan oleh adanya
massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus
otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher
buli buli.11,12

2.15 Epidemiologi
Di United States, sekitar 14 juta laki-laki memiliki keluhan
BPH.Insidensnya akan meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hanya
beberapa persen menyerang usia dibawah 40 tahun, tapi sekitar 88% mengenai
usia diatas 80 tahun.2,8 BPH merupakan kasus terbanyak dibagian urologi, keadaan
ini ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh
pertambahan jumlah sel, dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan
memulai dan mengakhiri miksi, dysuria dan retensi urin. Prostatic hyperplasia,
secara mikroskopik dijumpai adanya proliferasi murni dari sel-sel stromal ataupun
kedua komponen baik epitel dan sel stromal. Proporsi elemen-elemen ini
bervariasi antara satu nodul dengan nodul yang lain, mulai dari nodul proliferasi
murni stroma fibromuskular sampai dengan nodul fibroepitelial yang dominan
kelenjar. Proliferasi kelenjar membentuk kumpulan kelenjar-kelenjar kecil sampai
dengan kelenjar-kelenjar besar dan berdilatasi, dilapisi oleh dua lapisan sel10

2.16 Etiologi

24
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestoteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah :
a. Teori hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana
sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma,
sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi
terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembanga stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan
prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadinya penurunan dari
fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan
yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon
gonadotropin akan sangat merangsang prosuksi hormon estrogen oleh sel
sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian
yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian
perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu : basic transforming
growth factor, transforming growth factor b-1, transforming growth factor
b-2, dan epitermal growth factor.

25
c. Teori apoptosis sel
Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati (apoptosis)
d. Teori sel stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan "steady state". Antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati. Keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga dapat berpliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau
proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.
e. Teori dehidrotestoteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredran darah dqn 98% akan
terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SBHG), dan 2%
dalam keadaan protein bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke
dalam "target cell" yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk
kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha
reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi " hormone receptor complex" yang kemudian
mengalami transformasi reseptor, menjadi "nuclear receptor" yang masuk ke
dalam initi yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan
transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.2,910,11

2.17 Faktor Resiko11


- laki-laki dengan usia lebih dari 60 tahun.
- Merokok
- Riwayat keluarga

26
- Kurang makan berserat

2.18 Gambaran klinis


2.18.1 Anamnesis
Pada pasien BPH didapatkan retensi urine (tidak dapat berkemih)
disertai gejala Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) obstruktif berupa
pancaran miksi melemah, miksi terputus, menetes dan rasa belum puas
sehabis miksi. Mungkin juga ditemukan gejala LUTS iritatif berupa
nokturia, disuria, dan frekuensi. Pada anamnesis didapatkan adanya
riwayat sakit prostat9,10
2.18.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hasil yang normal, juga
pada pemeriksaan kepala dan toraks tidak ditemukan adanya kelainan.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan vesik urinaria penuh, teraba massa
suprapubis setinggi 2 jari di bawah umbilikus disertai nyeri tekan.
Sedangkan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan tonus sfingter ani
kuat, terdapat tanda pembesaran prostat kurang lebih 60 gram konsistensi
kenyal, kanan dan kiri simetris dan tidak terdapat nodul. Hasil
pemeriksaan tersebut dapat menyingkirkan kemungkinana karsinoma
prostat.
2.18.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab darah rutin biasanya didapatkan hasil yang
normal.
2. pemeriksaan urine rutin didapatkan leukosituria dan hematuria
mikroskopik dengan silinder negatif.
3. USG Prostat dilakukan untuk mengetahui volume pembesaran
prostat.
4. USG ginjal dilakukan untuk mengetahiu apakah sudah terjadi
komplikasi berupa kerusakan ginjal
5. Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy.

27
Sedangkan bila nilai PSA >4 perlu dipertimbangkan dilakukan
biopsi dengan kecurigaan adanya keganasan.
6. Pemeriksaan pencitraan
Dengan pemeriksaan radiologi, seperti foto polos abdomen dan
pielografi intravena, dapat diperoleh keterangan misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikulum kandung kemih.
Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau tarnsrektal
(TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat,
pemeriksaan USG dapat ula menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urin dan diverikulum , tumor, ataupun batu. Dengan
TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi
yang tepat. CT-scan atau MRI jarang dilakukan.
7. Table IPSS

28
2.19 Penatalaksanaan BPH4,12
Retensio urine  Diversi urine dengan pemasangan kateter  bila gagal
 sistotomi
1. Watchfull waiting
a. Untuk pasien skor IPSS <7, keluhan ringan dan tidak mengganggu
aktivitas

29
b. Tidak banyak minum kopi, alkohol, mengurangi makanan yang
mengiritasi buli-buli, mengurangi makanan pedas dan asin
2. Medikamentosa
a. Antagonis Adrenergik Reseptor α
Non selektif : memblok reseptor α1 pada otot polos arteriol dan
vena sehingga menimbulkan vasodilatasi. Contoh obat:
Fenoksibenzamin
Selektif: Relaksasi otot-otot trigon dan sfingter di leher kandung
kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar, sehingga
memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain yang menyertai
obstruksi prostat tersebut. Contoh obat: Prazosin
b. 5α-Reductase Inhibitors
Menghambat perubahan testosteron menjadi DHT. Obat ini
mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan
pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Pemberian
terapi selama 6 bulan. Contoh obat: Finasteride
3. Operatif
Indikasi: Retensi urine berulang, ISK berulang, Gross hematuri berulang,
Batu buli-buli, Insufisiensi ginjal
a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
b. Transurethral Incision of the Prostate
c. Open simple prostatectomy (kelenjar >100 gram)4,10

2.20 Pencegahan2,10,11,12
1. Tidak mengonsumsi kopi, alkohol berlebihan
2. Mengurangi makanan yang mengiritasi buli-buli (kopi, coklat, pedas, asin)
3. Jangan menahan kencing terlalu lama

2.21 Komplikasi12,14
1. Vesicolitiasis
2. Hematuria

30
3. Sistitis
4. Pielonefritis
5. Retensi urin akut/kronik
6. Refluks vesico-ureter
7. Hidronefrosis
8. Hidroureter
9. Gagal ginjal
ISK merupakan respon inflamasi dari urothelium terhadap invasi bakteri
yang biasanya berhubungan dengan bakteriuria dan piuria. Bakteriuria adalah
adanya bakteri dalam urin, yang biasanya bebas dari bakteri.
Bakteriuria dapat bergejala dan tidak bergejala. Sedangkan piuria adalah,
adanya sel-sel darah putih (leukosit) dalam urin, umumnya menunjukkan
infeksi dan respon inflamasi dari urothelium untuk bakteri.
Bakteriuria tanpa piuria umumnya menunjukkan kolonisasi bakteri tanpa
infeksi saluran kemih. Sedangkan piuria tanpa bakteriuria bisa dicurigai suatu
tuberculosis, batu, atau kanker.
ISK adalah hasil dari interaksi antara pathogen dari saluran kemih dan
host. Infeksi saluran kemih ditentukan oleh faktor-faktor virulensi bakteri,
ukuran inokulum, dan ketidak cukupan mekanisme pertahanan host. Faktor-
faktor ini juga berperan dalam menentukan tingkat akhir dari kerusakan pada
saluran kemih.
Rute infeksi saluran kemih dapat secara asending, limfatik, dan
hematogen. Manifestasi klinis dapat berupa gejala asimtomatik yang
merupakan kolonisasi bakteri dari kandung kemih berupa gejala iritasi seperti
frekuensi dan urgensi yang terkait dengan infeksi bakteri yang berhubungan
dengan adanya demam, menggigil, dan nyeri pinggang, dan bakteremia terkait
dengan morbiditas berat, termasuk sepsis
Pada penderita BPH awalnya dinding otot kandung kemih menjadi
hipertrofi dan menebal pada fase kompensasi. Pada fase ini otot detrusor akan
berkontraksi lebih kuat. Kontraksi detrusor yang terus-menerus akan
mengakibatkan penebalan dan penonjolan serat detrusor ke dalam buli-buli

31
yang disebut pula trabekulasi, bentuknya serupa balok-balok. Mukosa vesika
dapat menerobos antara serat detrusor sehingga membentuk sakula dan bila
semakin membesar disebut divertikel. Detrusor yang terus-menerus
mengkompensasi pada suatu saat akan jatuh pada fase dekompensasi dimana
otot detrusor tidak mampu berkontraksi lagi dan terjadi retesi urin total. dan
kematian. Retensi urin total yang terjadi meningkatkan tekanan intravesika.
Ketika tekanan intravesika lebih tinggi daripada tekanan sfingter uretra, akan
terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence).
Retensi urin yang berjalan kronik mengakibatkan refluks vesikouretral,
yang semakin diteruskan ke atas mengakibatkan dilatasi ureter (hidroureter)
dan sistem pelviokalises ginjal (hidronefrosis). Sisa urin dalam vesika dapat
meningkatkan risiko terjadinya batu endapan dan infeksi. Pada umumnya,
organisme patogen tidak akan berkembang biak dalam urin dan jarang
menyebabkan ISK, flora normal pada urin akan berkembang biak dengan baik
Faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri pada urin adalah osmolalitas,
konsentrasi urea, konsentrasi asam organik, dan pH.
Infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi Cystitis dan Pielonefritis.
Cystitis adalah infeksi kandung kemih, yang merupakan tempat tersering
terjadinya infeksi. Pielonefritis adalah infeksi pada ginjal itu sendiri.
Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut biasanya terjadi
akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis akut juga dapat terjadi
melalui infeksi hematogen
Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks
vesikoureter. Pada pielonefritis kronik, terjadi pembentukan jaringan parut dan
obstruksi tubulus yang luas. Kemampuan ginjal untuk memekatkan urin
menurun karena rusaknya tubulus-tubulus. Glomerulus biasanya tidak terkena,
hal ini dapat menimbulkan gagal ginjal kronik.
Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan
oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine

32
dari uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan
kateter atau sistoskop.

2.22 Prognosis10
Prognosis dari BPH tergantung dari kecepatan dan ketepatan menindak
lanjuti kasus tersebut, apabila penatalaksanaannya tepat dan cepat maka
kemungkinan prognosisnya baik akan tetapi jika penatalaksanaannya kurang tepat
dan terlambat maka kemungkinan prognosisnya buruk dan dapat menimbulkan
komplikasi lain.

BAB III
KASUS

33
Identitas
Nama : Tn K
Umur : 64 tahun
Alamat : Batang alai
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Masuk RS : 9-6-2021

Anamnesis
Keluhan Utama :
Bab berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit, darah berwarna segar menetes setiap kali bab, dan terasa nyeri
dianus. Ada terasa benjolan disekitar anus, benjolan ini teraba selalu ada sejak 1
bulan ini. Sekitar 6 bulan yang lalu benjolan dirasa bisa masuk dengan bantuan
tangan, sekarang benjolan tidak bisa masuk lagi.
Pasien memiliki aktifitas dirumah sering duduk. Riwayat tidak suka
memakan makanan yang mengandung serat, dan jarang minum air putih, pasien
setiap hari minum kopi dan merokok Pasien biasanya BAB bisa 2-3 hari sekali.
Makan menurun takut bila BAB berdarah
Pasien mengeluh nyeri saat bak. BAK terasa masih bersisa kadang kadang,
dalam 2 jam pasien ingin bak Kembali kadang-kadan, urin saat bak jarang
terputus putus, jarang susah untuk menunda kencing. Jarang pancaran lemah,
sering mengejan diawal bak (lebih dari ½ kali). Kadang-kadang bangun dimalam
hari untuk bak
Tidak didapatkan keluhan lain seperti batuk, demam, mual dan muntah.
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya penurunan berat badan

Riwayat Penyakit Dahulu :

34
Keluhan serupa (-), DM (-) HT (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan bahwa terdapat anggota keluarganya yang memiliki keluhan
serupa.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis

TTV:
TD : 148/80 mmHg
Nadi : 75x/ menit, kuat angkat
RR : 20x/ menit
T : 36,2 oC
SpO2 : 97% on air room
VAS : 3-4

Status Generalis :
Kepala : Bentuk kepala normocephali, komjumgtiva anemis (-/-), sklera
ikterus (-/-), benjolan pada leher (-/-)
Thorax
Thorax Cardio : Bunyi jantung S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Thorax Respi : suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak distensi
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)
Perkusi : timpani, organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edem (-)

Status lokalis Regio Anorektal

35
Inspeksi : dubur hiperemi, massa (-) darah (-)
Palpasi :
RT :
- Jepitan sfingter kuat
- Ampula : kolaps (-)
- Mukosa : licin, teraba benjolan di arah jam 12 dan 6 konsistensi kenyal, licin,
nyeri tekan (+), permukaan rata, mobile
-Prostat teraba kenyal, nodul (-)
- jari : feses (+), darah (+)

Diagnosis sementara :
Hemoroid interna Grade 4
BPH

Rencana Terapi :
IVFD NaCl 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr iv
Inj. Ranitidin 50mg iv
Inj. Asam Traneksamat 1 amp iv
Inj vit K 1 amp iv
Inj. Norages 1 gram
Anti hemoroid supp
Amvar 2tab

Pemeriksaan penunjang di IGD


PEMERIKSAAN NILAI NILAI RUJUKAN SATUAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.2 13.0 - 17.0 g/dl
Lekosit 9.47 4.40 - 10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.51 4.00 - 5.30 juta/ul
Hematokrit 42.2 35.00 - 47.00 vol%

36
Trombosit 206 150.000 - 400.000 ribu/ul
RDW/CV 13.6 11.5 - 14.7 %
MCV,MCH.MCHC
MCV 93.5 80.0 - 96.0 Fl
MCH 31.5 27.0 - 31.0 Pg
MCHC 33.7 32.0 - 36.0 %
HITUNG JENIS LEKOSIT
Neutrofil% 71.10 50.00 - 70.00 %
Limfosit% 17.7 25.0 - 40.0 %
Monosit% 9.3 4.0 - 6.0 %
Eosinofil% 1.7 1.0 - 3.0 %
Basofil% 0.2 0.0 - 1.0 %
HITUNG JENIS
Neutrofil# 6.74 2.00 - 7.00 ribu/ul
Limfosit# 1.68 1.25 - 4.0 ribu/ul
Monosit# 0.87 0.30 - 1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.16 <3 ribu/ul
Basofil# 0.02 <1 ribu/ul
KIMIA
Gula Darah Sewaktu 96 <200 mg/dl
Hematologi
Golongan Darah B
Masa pendarahan (BT) 2 menit 5-3 menit
Masa pembekuan 8 menit 5-15 menit menit
Kimia
Ureum 48 10-50 mg/dL
Creatinin 1.0 0.6-1.1 Mg/dL
Serologi
HBs Ag Negative Negative
Anti HCV Negative Negative
RAPID TEST
IgM Anti SARS-CoV 2 Non Reaktif Non Reaktif
IgG Anti SARS-CoV 2 Non Reaktif Non Reaktif

Follow Up Tanggal 10 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang

37
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%

Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam iv
Inj Ranitidin 50mg/12 jam iv
Inj. Asam Traneksamat 1 amp/8jam iv
Inj vit K 1 amp iv/12 jam iv
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Dulcolax supp 1x1
Harnal 1x0,2mg
Avodart 1x1
USG Abdomen

Follow Up Tanggal 11 Juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (+)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang

38
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 78 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Hasil USG :

- Cystitis kronik
- PNC
- Batu empedu
Foto Thorax:

39
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH

Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam iv
Inj Ranitidin 50mg/12 jam iv
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Avodart 1x1

Follow Up Tanggal 12 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning

40
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/24jam iv
Inj Ranitidin 50mg/12 jam iv
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Avodart 1x1

Follow Up Tanggal 13 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (+)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj Ranitidin 50mg/12 jam iv
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab

41
Harnal 1x0,2mg
Avodart 1x1

Follow Up Tanggal 14 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (+)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Avodart 1x1

Follow Up Tanggal 15 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (+)

42
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Cetirizine 1x1
Avodart 1x1

Follow Up Tanggal 16 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Bak sering
- Perdarahan (+)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV

43
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Cetirizine 1x1
Avodart 1x1
Bladder training

Follow Up Tanggal 17 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC

44
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Inj. Norages 1 gr/12 jam iv KP
Anti hemoroid supp 2x1
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Avodart 1x1
Cetirizine 1x1
AFF DC

Follow Up Tanggal 18 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH

45
Planning
IVFD RL 20 tpm
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Avodart 1x1
Cetirizine 1x1

Follow Up Tanggal 19 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Avodart 1x1
Cetirizine 1x1

46
Follow Up Tanggal 20 juni 2021
Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
IVFD RL 20 tpm
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Avodart 1x1
Cetirizine 1x1

Follow Up Tanggal 21 juni 2021


Subjektif
- Nyeri
- Perdarahan (-)
- Makan minum (+/+)
Objektif

47
- KU : composmentis, tampak sakit sedang
- TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,6 oC
SpO2 : 98%
Assesment
- Hemoroid interna grade IV
- BPH
Planning
Amvar 3x2tab
Harnal 1x0,2mg
Lactulose syr 2x1
Avodart 1x1
Pasang DC, bladder training
Kontrol Poli senin 28-6-2021

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Penegakan Diagnosis Hemoroid interna grade IV dan BPH Pada Pasien

48
Penegakan diagnosis pada pasien ini meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan.
Pasien mengeluhkan adanya BAB berdarah, berwarna merah segar menetes
setiap kali bab, dan terasa nyeri dianus. Ada terasa benjolan disekitar anus,
benjolan tidak bisa masuk lagi.
Riwayat tidak suka memakan makanan yang mengandung serat, dan jarang
minum air putih, pasien setiap pagi hari minum kopi 1 gelas ada merokok sejak
muda 1 hari 6 batang.
Pasien mengeluh nyeri saat bak. BAK terasa masih bersisa kadang kadang,
dalam 2 jam pasien ingin bak Kembali kadang-kadan, urin saat bak jarang
terputus putus, jarang susah untuk menunda kencing. Jarang pancaran lemah,
sering mengejan diawal bak (lebih dari ½ kali). Kadang-kadang bangun dimalam
hari untuk bak
Saat diperiksa dengan rectal touche teraba benjolan di arah jam 12 dan 6
konsistensi kenyal, licin, nyeri tekan (+), permukaan rata, mobile. Prostat teraba
kenyal, nodul (-), saat jari dikeluarkan ada terdapat feses, dan darah
Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik maka didapatkan
diagnosis tumor mammae dextra.

4.2. Analisa Penatalaksanaan Pasien


Pada pasien ini dilakukan pemberian obat-obatan untuk hemoroid dan BPH
Dimana diberikan anti hemoroid supp, yang mengandung bismuth subgallate,
hexachlorophene, lignocaine, dan zinc orxide mengurangi pendarahan yang
terjadi, mengurangi rasa sakit yang timbul serta mempermudah feses keluar
melalui rectum. Dulcolax suppositoria mengandung bisacodyl, obat yang
termasuk stimulan laxative yaitu obat yang merangsang motilitas usus
terutama usus besar. Amvar, amvar adalah kombinasi diosmin dan hesperidin
digunakan untuk meredakan gejala dan gangguan pada bagian anorektal terutama
untuk meredakan nyeri pada hemoroid dan varises. Harnal, adalah obat yang
mengandung zat aktif tamsulosin hidroklorida yang bekerja untuk menenngkan
otot-otot pada prostat dan uretra, serta untuk mempermudah buang air kecil,

49
Lactulose syr berguna untuk kolon, laktulosa terhidrolisa menjadi asam-asam
organik dengan berat molekul rendah. Asam-asam organik ini akan menaikan
tekanan osmosa dan suasana asam sehingga feses menjadi lebih lunak, dan
mempermudah pengeluaran feses. Avodart adalah obat yang mengandung
Dutasteride yang bekerja dengan menghambat pembesaran prostat. Obat ini
membantu untuk meringankan gejala BPH, dan dilakukan pasang DC untuk
bladder training
Pasien diperbolehkan pulang setelah 12 hari dirawat dengan obat pulang Amvar
3x2tab, Harnal 1x0,2mg, Lactulose syr 2x1, Avodart 1x1 pasien disarankan
kontrol kembali ke poli bedah tanggal 28-juni 2021

BAB V
PENUTUP

50
Telah dilaporkan kasus Tn. K, usia 64 tahun dengan keluhan utama BAB
berdarah dan nyeri saat BAK. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan di arah
jam 12 dan 6 konsistensi kenyal, licin, permukaan rata, mobile. Prostat teraba
kenyal, nodul (-), saat jari dikeluarkan ada terdapat feses, dan darah. Pasien
didiagnosis Hemoroid interna grade IV dan BPH Faktor risiko yang ditemukan
pada pasien ini adalah adanya riwayat jarang nya makan serat, mengkonsumsi
rokok dan usia yang tua. Adapun tatalakasana pada pasien ini adalah pemberian
obat-obatan untuk menghilangkan gejala, penyakit, dan perbaikan keadaan umum

DAFTAR PUSTAKA

1. Haemorrhoids, www.hcd2.bupa.co.uk/ fact_sheet/html/haemorrhoids.html

51
2. Grace PA, Borley NR. At A Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2019
3. Silvia A.P, Lorraine M.W, Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2016
4. Nelson, Heidi MD., Roger R. Dozois, MD., in Sabiston Text Book of
Surgery, Saunders Company, Phyladelphia 2020
5. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2018
6. Werner Kahle, dr Marjadi Hardjasudarma ( alih bahasa ), Berwarna dan
teks anatomi Manusia Alat – Alat Dalam. 2018
7. Linchan W.M ,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta.2018
8. Anonim, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html.
Last update Desember 2009.
9. Mansjur A dkk ( editor ) Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK
UI, Jakarta,pemeriksaan penunjang. 2013
10. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di
Indonesia. Available at: http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.
11. Roehrborn CG. Benign prostatic hyperplasia: etiology, pathophysiology,
epidemiology, and natural history 10th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2012.
12. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of
benign prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment
recommendations. American Urological Association 2010.
13. Dorland, WA Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto
et al, editor. 29th ed. Jakarta: EGC; 2002.

52

Anda mungkin juga menyukai