Oleh:
Ririn Apriani Gustiar 2020212147
Yustina 2020212202
Amelia Said 2020212209
Ida Ayu Agara 2020212210
Kelas B
Kelompok 13
Tanggal praktikum: 26 September 2021
Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu didih
dengan alat soxhlet. Pada soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu berbeda.
Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam labu pendingin. Hasil
kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi berlansung terus – menerus.
c. Kromatografi Lapis Tipis
Teh (Camellia sinensis) adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang
dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari
tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi
menjadi 4 kelompok, yaitu teh hitam, teh hijau, teh putih dan teh olong. Seiring dengan
perkembangan ilmu pangan yang semakin maju, khasiat minum teh pun makin banyak
diketahui pengaruhnya terhadap kesehatan.
❖ Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi ilmiah teh (Camellia sinensis)
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Ericales
Family : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis
❖ Manfaat Tanaman
Teh hijau merupakan jenis teh yang paling populer di Cina dan Jepang dan juga
dianggap sebagai teh yang paling bermanfaat bagi kesehatan, terutama karena
khasiatnya melawan kanker. Teh ini diperoleh dari pucuk daun teh segar yang
mengalami pemanasan dengan uap air pada suhu tinggi. Teh ini dapat bermanfaat
sebagai pelangsing tubuh.
Kandungan senyawa kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi 4 kelompok
besar yaitu golongan fenol, golongan bukan fenol, golongan aromatis dan enzim.
Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat baik pada
teh, apabila pengendaliannya selama pengolahan dapat dilakukan dengan tepat.
Sifat menyegarkan seduhan daun teh berasal dari senyawa alkaloid yang
dikandungnya, dengan kisaran 3-4% dari berat kering daun. Alkaloid utama dalam
daun teh adalah senyawa kafein, theobromin, dan theofilin. Senyawa kafein
dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas teh. Selama pengolahan teh,
kafein tidak mengalami penguraian, tetapi kafein akan bereaksi dengan katekin
membentuk senyawa yang menentukan nilai kesegaran (briskness) dari seduhan
teh.
III. Metode Prcobaan
A. Alat
• Seperangkat alat ekstraktor soxhlet ( volume 250 ml )
• Kertas saring
• Corong
• Kompor listrik dan panic almunium
• Penangas air
• Batang pengaduk
• Cawan penguap 50 ml
B. Bahan
• Serbuk simplisia daun teh
• Etanol 96 %
• Asam sulfat 10 %
• Magnesium Oksida ( MgO)
• Natrium Hidroksida 5 %
• Kloroform
• HCl
• Metanol
• Ammonia
• Iodin
• Aquadest
A. Cara Kerja
1. Timbang lebih kurang 50 gram serbuk simplisia, masukkan ke dalam alat
ekstraktor soxhlet yang bagian dalamnya dilapisi kertas saring
2. Tambahkan 400 ml etanol 96 % melalui mulut soxhlet, yang sebelumnya sudah
terpasang tegak lurus, sehingga terjadi pengaliran kedalam labu pemanas
(cukup dengan 2 kali sirkulasi), bila perlu dapat ditambahkan etanol 96 % lagi
secukupnya.
3. Lakukan soxhletasi selama 2,5 jam, kemudian hasil soxhletasi dinginkan
sebentar dan saring dengan kertas saring (terpasang dengan corong).
4. Uapkan larutan ekstrak dengan vakum rotavapor sampai konsistensi kental (±
20 – 30 ml), hasilnya pindahkan kedalam gelas piala volume 500 ml
5. Tambahkan 25 gram Mg O sambil di aduk dengan batang pengaduk,
Tambahkan 200 ml aquadest panas sambil diaduk, didihkan selama 10 menit
dan disaring dalam keadaan panas – panas dengan corong Buchner dan bilas
penyaring Buchner dengan 50 ml aquadesr panas.
6. Filtrat yang diperoleh kumpulkan dan ditempatkan dalam gelas piala,
tambahkan 25 ml asam sulfat 5 % sambil diaduk, larutan filtrat dipanaskan lagi
diatas penangas air selama 10 menit, larutan disaring panas kembali, filtrat yang
diperoleh didinginkan.
7. Larutan filtrat tersebut netralkan dengan Ammonia pekat (NH 4OH) yang
ditambahkan tetes demi tetes sampai pH netral ( pH = 6-7)
8. Larutan yang sudah dinetralkan pindahkan kedalam corong pisah (volume 500
ml), lalu diekstraksi sebanyak 5 kali dengan 25 ml kloroform, hasil ekstrak
kloroform dikumpulkan dan diuapkan dengan vakum rotavapor sampai menjadi
kira – kira ± 10 ml dan tambahkan 15 ml etanol 96 %, dipindahkan ke gelas
piala kecil, tutup dengan kertas almunium foil yang dilubangi beberapa buah
lubang, didiamkan dalam lemari pendingin / es ( bukan di dalam frezzer )
selama semalam ( 24 jam ).
9. Kristal kofeina yang timbul dipisahkan dengan disaring dengan kertas saring
dan dikeringkan diatas kaca arloji dalam oven pada suhu 400C.
IV. Hasil Percobaan
❖ Ekstraksi
Serbuk daun C. sinensis yang digunakan sebanyak 600 gram dengan bobot
rendemen ekstrak 134 gram (22,3%) dengan warna ekstrak merah gelap kecoklatan.
❖ Skrining Fitokimia
Hasil skrinning fitokimia menggunakan reagen Dragendoff yaitu terbentuknya
endapan berwarna jingga, pada reagen Wagner terbentuknya endapan coklat muda
dan pada reagen Mayer tidak ada endapan yang terbentuk.
❖ Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi kafein menggunakan metode ekstraksi cair-cair menghasilkan 2 fase
yaitu fase etil asetat dan fase air. Lapisan etil asetat berada pada bagian atas
sedangkan lapisan air berada pada bagian bawah.
❖ KLT Hasil Fraksinasi
Pengamatan spot yang dihasilkan menggunakan metode KLT pada 4 sampel
penotolan menghasilkan data Rf pada pengamatan UV 254 nm yaitu pada penotolan
1 menghasilkan 1 spot dengan Rf 0,57, pada penotolan 2 menghasilkan 3 spot
dengan Rf 0,57, 0,83, dan 0,96, pada penotolan 3 menghasilkan 2 spot dengan Rf
0,57 dan 0,83, dan pada penotolan 4 menghasilkan 1 spot dengan Rf 0,57.
Sedangkan pengamatan UV 366 nm pada penotolan 1 tidak menghasilkan spot,
penotolan 2, 3 dan 4 menghasilkan 1 spot dengan Rf 0,83.
❖ Kristalisasi Sublimasi
Pengamatan pada elusi pertama KLT dua dimensi menghasilkan 1 spot dengan Rf
0,75 dan pada elusi kedua menghasilkan 1 spot dengan Rf 0,3125.
V. Pembahasan (Tulis tangan)
VI. Kesimpulan (Tulis tangan)
VII.Daftar Pustaka
1. Alpiani, V. Ekstraksi dan Isolasi Kafein Dari Daun Teh Serta Uji Alkaloid. Bandung: ITB
Bandung. 2014.
2. Hanani, E. Analisis Fitokimia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2016. Hal 10-11 & 20.
3. Ikan, R. Natural Products a Laboratory Guid. London: AP Press. 2002. Hal. 178.
4. Kementrian Kesehatan Indonesia. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Hal.14.
5. Sitrait, M. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB Bandung. 2004.
Hal. 60-64.
6. Stahl, E. Analsis Obat Secara Kromatograf dan Mikroskopi. Bandung: Penerbit ITB
Bandung. 1985. Hal. 207-208.