Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

INFUS LARUTAN FISIOLOGIS


Natrium Klorida 0,9%

Disusun oleh Kelompok A-4


1. Sumayyah (2019210295) 2. Tanty Paulina
(2020212139) 3. Desty Herawati
(2020212140) 4. Novyta Ayu Adellia Putri
(2020212141) 5. Adita Kurniawati
(2020212142) 6. Anisa Retno Utami
(2020212143) 7. Catur Wibowo
(2020212144) 8. Meida Asri Ati
(2020212145) 9. Novita Wicahyaningtyas
(2020212146) 10. Ririn Apriani Gustiar
(2020212147) 11. Yustina (2020212202) 12.
Amelia Said (2020212209) 13. Ida ayu Agara
(2020212210)

FAKULTAS FARMASI PRODI S1 FARMASI


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
PROPOSAL PRAKTIKUM

I. JUDUL PERCOBAAN
Infus Larutan Fisiologis Natrium Klorida 0,9%

II. PENDAHULUAN
Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui
sebuah jarum, kedalam pembuluh vena untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat
makanan dari tubuh (FI III hal 12). Larutan fisiologis adalah larutan isotonik yang terbuat
dari NaCl 0,9% yang sama dengan cairan tubuh atau darah. Cairan ini merupakan cairan
yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. Natrium klorida 0,9% adalah larutan
fisiologis yang ada di seluruh tubuh, karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas
dari Natrium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Liley dan
Aucker, 1999).

Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang


peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya, juga pada pembentukan perbedaan
potensial (listrik) yang perlu bagi kontraksi otot dan penerusan impuls di syaraf.
Defisiensi natrium dapat terjadi akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan
banyaknya pengeluaran keringat dan banyak minum air tanpa tambahan garam ekstra.
Selain pada defisiensi Na, natrium juga digunakan dalam bilasan 0,9 % (larutan garam
fisiologis) dan dalam infus dengan elektrolit lain (Farmakologi dan Terapi, 790)

Natrium, klorida, dan bikarbonat adalah ion-ion utama dalam ruang ekstraseluler.
Sedangkan pada cairan intraseluler banyak terdapat kalium, magnesium dan fosfat.
Kebutuhan natrium per hari sekitar 100 mEq (terkandung dalam 6g Natrium klorida).
Kebutuhan klorida per hari 120 mEq (terkandung dalam 7 g Natrium klorida). Larutan
isotonik natrium klorida mengandung 0,9 % natrium klorida. 1L larutan ini mengandung
154 mEq natrium dan 154 mEq klorida. Konsentrasi Natrium pada plasma normal adalah
135-145 mEq per Liter plasma. Perubahan konsentrasi natrium dalam tubuh
mempengaruhi volume darah karena ketika natrium dikeluarkan atau diperoleh selalu
diikuti oleh air. Kehilangan natrium dalam jumlah banyak akan mengakibatkan dehidrasi.
(Sterile Dosage Forms ed 2, Turco and King, hal 248-251).

Defisiensi natrium dapat terjadi akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan
banyak berkeringat dan banyak minum air tanpa tambahan garam ekstra. Gejalanya
berupa

1
mual, muntah, sangat lelah, nyeri kepala, kejang otot betis, kemudian juga kejang otot
lengan dan perut.

Untuk mengatasi defisiensi natrium, dibutuhkan larutan fisiologis. Larutan


fisiologis adalah larutan isotonik yang terbuat dari NaCl 0,9% yang sama dengan cairan
tubuh atau darah. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. Natrium klorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh,
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari Natrium klorida. Normal saline
aman digunakan untuk kondisi apapun (Liley dan Aucker, 1999). Natrium klorida
mempunyai Na+ dan Cl- yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel
darah merah. Natrium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering
digunakan NaCl 0,9%. Ini adalah konsentrasi normal dari Natrium klorida dan untuk
alasan ini Natrium klorida disebut juga normal saline.

Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikan langsung ke dalam vena dan
volume relative besar. Infus intravena tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan
zat dapar larutan dalam infuse intravena harus jernih dan praktis bebas partikel. (FI III hal
112). Perlu adanya proses sterilisasi dalam pembuatan sediaan infus. Sterilisasi adalah
proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril
adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan
semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang
mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba.
(Lachman, hal 1254).

Keuntungan pemberian secara intravena:


∙ Kerja obat cepat dibandingkan dengan cara lain, karena absorbsi obat tidak menjadi
masalah maka tingkatan optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran yang
maksimal.
∙ Pada keadaan gawat pemberian obat lewat intravena sangat tepat karena penempatan
obat langsung ke sirkulasi darah sehingga obat bekerja dengan cepat.

Kerugian pemberian obat melalui intravena adalah:


∙ Sekali obat diberikan lewat intravena maka obat tidak dapat ditarik kembali.

2
∙ Harus diberi oleh orang yang terlatih
∙ Resiko toksisitas terhadap jaringan dapat menyebabkan iritasi.
∙ Atas dasar pertimbangan hal-hal tersebut diatas, maka dibuat infuse NaCl dengan
konsentrasi 0,9 % yang diberikan melalui intravena.
Cara sterilisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Terminal Sterlization (sterilisasi akhir). Menurut PDA Technical Monograph dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. Overkill Method, yaitu metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap
panas pada suhu 121C selama 15 menit. Penggunaan metode ini biasanya dipilih
untuk bahan-bahan yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar pemilihan metode
ini adalah karena lebih efisien, cepat, dan aman.
b. Bioburden Sterilitation, merupakan suatu metode sterilisasi yang dilakukan dengan
monitoring terkontrol dan ketat terhadap beban mikroba sekecil mungkin di
beberapa lokasi jalur produksi sebelum menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan
tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL 10 -6. Dalam metode ini digunakan suatu
zat yang dapat mengalami degradasi kandungan bila dipanaskan pada suhu yang
sangat tinggi. Sebagai contoh adalah penggunaan Dextrose yang bila dipanaskan
dapat menghasilkan senyawa Hidro Methyl Furfural (HMF) yang merupakan suatu
senyawa hepatotoksik.
2. Aseptic Processing, Metode ini merupakan metode pembuatan produk steril
menggunakan saringan dengan filter khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku
steril yang diformulasi dan dimasukkan ke dalam kontainer steril dalam lingkungan
terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan petugas telah terkontrol sedemikian
hingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level yang dapat diterima dalam clear
zone.

3
III. DATA PREFORMULASI
A. PREFORMULASI
ZAT AKTIF
PREFORMULASI
A. Zat 1. Natrium Klorida
Aktif a) Sifat Fisika Kimia
▪ Pemerian: Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; rasa asin. (FI Ed. VI. Hal: 1225)
▪ Kelarutan: Mudah larut dalam air. (FI Ed. VI. Hal:
1225) ▪ Bobot Molekul: 58,44
▪ Rumus Molekul: NaCl
▪ pH: 6.7-7.3 (Handbook of Excipients 6th Edition, Hal: 637) ▪
Stabilitas: larutan natrium klorida yang kental masih stabil tetapi
menyebabkan pemisahan partikel kaca dalam beberapa jenis
wadah kaca. Bahan padatnya stabil. (Handbook of Excipients 6th
Edition, Hal: 639)
▪ OTT: Larutan NaCl dalam air korosif terhadap besi, berekasi
dan membentuk sedimen dengan perak, timah hitam, dan
garam merkuri. (Handbook of Excipients 6 th Edition, Hal:
639)
▪ Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat,
ditempat sejuk dan kering
b) Sterilisasi: Autoklaf (Martindale 28th ed.)
c) Khasiat: Mengembalikan keseimbangan elektrolit (PIONAS). d)
Dosis: larutan isotonic dalam intravena atau sediaan Ophthalmic <
0.9% (Handbook of Excipients 6th Edition, Hal: 637)
e) Ekivalen NaCl: 1,00 (Farmakope Indonesia Edisi VI, Hal: 2314)

ZAT TAMBAHAN
PREFORMULASI

B. Bahan 1. Air Pro Injeksi


Tambahan a) Sifat Fisika Kimia
▪ Pemerian : Cairan jernih , tidak bewarna, tidak berbau. (FI
ED VI Hal, 71)

4
▪ Kelarutan : bercampur dengan sebagian besar pelarut polar
(FI Ed V, hal 57)
▪ Bobot Molekul : 18.02
▪ Rumus Molekul : H2O
▪ pH : 7.0 (Netral) (MSDS)
▪ Stabilitas : air stabil secara kimia dalam keadaan fisiksis.
penyimpanan dan distribusi harus memastikan bahwa air
dilindungi dari kontaminasi ionik dan organik, yang akan
menyebabkan peningkatan konduktivitas dan total karbon
organik. Sistem ini juga harus dilindungi tehadap
masuknya partikel-partikel asing dan mikroorganisme
sehingga pertumbuhan mikroba dapat dicegah atau
dikurangi. Air untuk tujuan spesifik hendaknya disimpan
pada wadah yang tepat. (Handbook of Excipients 6th
Edition, hal: 766)
▪ OTT: dalam sediaan farmasi air dapat bereaksi terhadap obat
obatan dan bahan tambahan lainnya yang rentan terhadap
hidrolisis. (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 768)
▪ Wadah dan Penyimpanan: Dalam jumlah besar tersimpan
dalam wadah yang tertutup rapat (Handbook of Excipients
6th Edition, hal: 766)
b) Sterilisasi: panas basah dengan autoklaf pada suhu 121’C
selama 15 menit (anggraeny, praktikum teknologi sediaan steril:
hal 215) c) Kegunaan: Pelarut

B. FARMAKOLOGI
1. Farmakodinamik: Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler
dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya. Sering
digunakan dalam infus dengan elektrolit lain. Defisiensi natrium dapat terjadi
akibat kerja fisik yang terlampau berat dengan banyak berkeringat dan banyak
minum air tanpa tambahan garam ekstra. Gejalanya berupa mual, muntah, sangat
lelah, nyeri kepala, kejang otot betis dan juga kejang otot lengan dan perut. Selain
pada defisiensi Na, natrium juga digunakan dalam bilasan 0,9 % (Larutan garam
fisiologis ) dan dalam infus dengan elektrolit lain. Ion natrium dalam injeksi
berupa

5
NaCl dapat digunakan untuk mengobati hiponatremia karena kekurangan ion
tersebut dapat mencegah retensi air sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. 2.
Farmakokinetika: Injeksi NaCl langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Setelah
diinjeksi, NaCl akan terdistribusi cepat ke dalam jaringan melalui pembuluh darah,
serta dieliminasi melalui urin.
3. Indikasi: Larutan intravena ini diindikasikan untuk digunakan pada pasien dewasa
dan anak-anak sebagai sumber elektrolit dan air untuk hidrasi. Juga, dirancang
untuk digunakan sebagai pengencer dan sistem pengiriman untuk pemberian
intravena intermiten aditif obat yang kompatibel.
4. Interaksi Obat: NaCl dalam jumlah berlebihan dapat mengantagonis sebagian
efek obat antihipertensi-Penggunaan bersamaan glukokortikoid dapat
menyebabkan kelebihan retensi natrium.
5. Mekanisme Kerja: Natrium dan klorida, elektrolit utama dari kompartemen
cairan di luar sel (yaitu, ekstraseluler), bekerja sama untuk mengontrol volume
ekstraseluler dan tekanan darah. Gangguan konsentrasi natrium dalam cairan
ekstraseluler berhubungan dengan gangguan keseimbangan air.
6. Efek samping: Efek samping pada overdose berupa udema dan naiknya tekanan
darah berhubung bertambahnya volume plasma akibat pengikatan air oleh Na.
Efek ini juga dapat terjadi karena retensi Na pada penggunaan hormon steroida.
Efek samping lainnya yaitu, demam, iritasi/ infeksi pada tempat injeksi,
trombosis/ Flebitis yang meluas dari tempat injeksi dan Ekstravasasi
(perembasan/ bocornya cairan intravena atau obat ke dalam jaringan sekitar
lokasi infus).

IV. FORMULA
A. FORMULA RUJUKAN
∙ Formularium Nasional Edisi kedua hal 203
Tiap 100 ml mengandung:
Natrii Chloridum 4,5 g
Aqua pro Injectione hingga 500 ml

B. RANCANGAN FORMULA JADI


Tiap 500 mL mengandung:

Natrii Chloridum 4,5 g

Aqua pro Injectione hingga 500 mL

6
C. ALASAN PEMILIHAN BAHAN
1) Alasan Penggunaan Zat Aktif (Natrium Chrolida)
NaCl merupakan kation mayor dalam cairan ekstraseluler. Fungsinya adalah
pengontrol distribusi air, cairan kesetimbangan elektrolit dalam keadaan osmotik
dari cairan tubuh NaCl digunakan karena larut air dan digunakan sebagai sebagai
natrium yang hilang. Selain itu NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar
sediaan infus setara dengan 0.9% larutan NaCl yang memiliki tekanan osmosi
yang sama dengan cairan tubuh. NaCl banyak digunakan dalam berbagai
formulasi farmasetik parenteral dan non parenteral dimana khususnya digunakan
untuk menghasilkan larutan isotonis dalam formulasi obat-obat intravena atau
obat-obat yang ditunjukkan untuk mata sebesar 0,9% (Raymond, 2006).
2) Alasan Penggunaan Zat tambahan
Aqua pro Injeksi: Aqua Pro Injeksi dipilih dalam sediaan injeksi karena bahan
bahan yang terlibat harus bebas pirogen. Aqua p.i digunakan karena metode
sterilisasi yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir dengan autoklaf.

V. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


a. Perhitungan
Dibuat 2 botol infus @ 500 mL
Volume total = (n x v) + 10% (n x v)
= (2 x 500 mL) + 10% (2 x 500 ml)
= 1000 mL + 100 mL
= 1100 mL

1. Natrium Klorida = 1100 ����


500 ����x
4,5 g = 9,9 g + (5% x 9,9 g) = 10,395 g
2. Carbo adsorben = 0,1% x 1100 mL = 1,1 g
3. H2O2 = 1% x 1100 mL = 11 mL
4. Aqua pi ad 1100 mL

b. Perhitungan Tonisitas dengan menjumlahkan


Tonisitas NaCl = kadar (%) NaCl x E NaCl = g NaCl
= 0,9 % x 1 = 0,9 g/100 mL
Kurangkan terhadap 0,9% NaCl = (0,9 – w) = 0,9 g – 0,9 g = 0 g

7
0 (nol) adalah banyaknya NaCl yang ditambahkan untuk membuat larutan isotonis
dalam 100 mL larutan, Artinya larutan ini sudah isotonis

Perhitungan dengan menghitung volume larutan yang sudah isotonis


V = (W1 x E1) x 111,1 ml
100 mL = (W1 x 1) x 111,1 mL
W1 = 100 ����
111,1 ����= 0,9000 g
Bobot NaCl yang diperlukan sama dengan penimbangan. Artinya 0,9 g NaCl dalam
100 mL larutan sudah membentuk suatu larutan yang isotonis.

c. Tonisitas
% tonisitas = 0,9000 ��
0,9 ��x 0,9% = 0,9% (Larutan isotonis)
Maka laju tetes permenit adalah 0,9%
0,9%x 40 tetes = 40 tetes/menit

d. Formula jadi
R / NaCl 4,5 g
Aqua pro inject ad 500 mL

e. Penimbangan
1. Natrium Klorida = 1100 ����
500 ����x 4,5 g = 9,9 g + (5% x 9,9 g) = 10,395 g
2. Carbo absorben = 0,1 % x 1100 mL = 1,1 g
3. H2O2 = 1% x 1100 mL = 11 mL
4. Aqua pro injeksi ad 1100 mL
Bahan Formula

Teori Praktek

Natrium Klorida 10,395g

Carbo absorben 1,1 g

H2O2 11 mL

Aqua pro injectio Ad 1100 mL

VI. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
1. Beaker glass

8
2. Erlenmeyer
3. Kaca arloji
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
6. Corong glass
7. Botol infus
8. Karet tutup botol infus
9. Batang pengaduk
10. Penjepit besi
11. Spatula
12. Kertas saring
13. Kapas + kassa
14. Timbangan analitik
15. Karet pipet
16. Autoklaf
B. BAHAN
1. Natrium Klorida
2. Aqua Pro Injeksi

VII. CARA STERILISASI


No. Bahan Cara sterilisasi Pustaka

1 Aqua Pro Injeksi Dididihkan selama 30 menit Farmakope Indonesia


III hal. 14

2 Natrium klorida Autoklaf Martindale ed. 28


hal. 639

No. Alat Cara sterilisasi Pustaka

1 Beaker glass Di oven selama 30 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu VI hal. 1890
250oC

2 Erlenmeyer Di oven selama 30 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu VI hal. 1890
250oC

3 Kaca arloji Di oven selama 30 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu VI hal. 1890
250oC

9
4 Pipet tetes Di oven selama 30 Farmakope Indonesia
menit dengan suhu VI hal. 1890
o
250 C

5 Gelas ukur Di oven selama 30 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu VI hal. 1890
250oC

6 Corong gelas Di oven selama 30 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu VI hal. 1890
250oC

7 Batang pengaduk Direndam dalam Farmakope Indonesia


alkohol selama 1 jam V hal. 18

8 Pinset Direndam dalam Farmakope Indonesia


alkohol selama 1 jam V hal. 18

9 Penjepit besi Direndam dalam Farmakope Indonesia


alkohol selama 1 jam V hal. 18

10 Spatula Direndam dalam Farmakope Indonesia


alkohol selama 1 jam V hal. 18

11 Kertas saring Di Autoklaf selama 15 Farmakope Indonesia


menit dengan suhu 121o C V hal. 1662

12 Karet Pipet Direbus dalam air Farmakope Indonesia III

13 Karet tutup Direbus dalam air Farmakope Indonesia


botol infus mendidih 30 menit III hal.118

14 Botol infus Pemanasan dengan Farmakope Indonesia


oven suhu 150 C V hal. 1663
selama 1 jam

VIII. CARA PEMBUATAN


Prinsip : sterilisasi akhir menggunakan Autoklaf pada suhu 121° C, 15 menit. 1. Dikalibrasi
botol infus sampai tanda 500 ml dan 1100ml pada beaker glass 2. Dibuat aqua pro injeksi
(aquadest panaskan sampai mendidih, biarkan mendidih selama 30 menit) tambahkan 11
mL H2O2, dipanaskan 15 menit lalu dinginkan
3. Diterilkan semua alat yang digunakan dengan cara sterilisasi yang sesuai.
4. Ditimbang semua bahan.
5. Dilarutkan NaCl dengan sebagian Aqua pro injeksi bebas pirogen,
6. Dilakukan pengukuran pH .
7. Ditambahkan sisa aqua pro injeksi bebas pirogen campur hingga larut.
10
8. Ditambahkan carbo adsorben 1,1 g, panaskan sambil diaduk selama 15 menit, jangan
sampai mendidih sekitar 50° - 60° C.
9. Disaring dengan kertas saring dua lapis sampai larutan jernih.
10. Dilakukan uji evaluasi (IPC) yaitu uji kejernihan
11. Dimasukan dalam wadah botol infus ad tanda (500 mL),
12. Dilakukan uji evaluasi IPC YAITU uji keseragaman volume
13. Kemudian ditutup dengan karet penutup steril dan cap alumunium
14. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121° C, 15 menit.
15. Dilakukan uji quality control (QC) yaitu (uji kejernihan, uji sterilitas, uji pirogenitas,
uji penetapan kadar)
16. Diberi etikel dan label, kemas dalam dus dan serahkan.

IX. EVALUASI
A. In Process Control (IPC)
1. Uji kejernihan (Farmakope Indonesia VI hal 53, Lachman III hal. 1355) Cara: Wadah
sediaan akhir disinari dari samping dengan latar belakang warna hitam untuk melihat
partikel berwarna putih dan latar belakang putih untuk melihat partikel berwarna.
Untuk infus volume besar, batas 50 partikel 10um dan lebih besar, serta 5 partikel 25
um dan lebih besar permililiter. Syarat: Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap
partikel yang terlihat dibuang dari infus volume besar, batas 50 partikel 10 μm dan
lebih besar, serta 5 partikel 25 μm/ml.
2. Uji Keseragaman Volume (FI V hal. 1570)

Cara:
⮚ Diambil 1 atau lebih wadah dan diisi tiap wadah dngan larutan uji
⮚ Diukur volume larutan
⮚ Syarat: Volume tidak kurang dari 500 ml (volume sediaan)
3. Uji pH (FI V hal. 1563, 1105-1106)
Cara:
⮚ Digunakan alat pH meter atau pH indikator universal
⮚ pH meter dibakukan dahulu dengan larutan dapar air sebelum digunakan
⮚ Keasaman dapat diukur saksama menggunakan elektroda dan instrument
yang dibakukan menggunakan pH universal.

11
Syarat: pH antara 4,0-7,5
B. Quality Control (QC)
1. Uji kejernihan (Lachman hal. 1356)
Cara: Wadah sediaan akhir disinari dari samping dengan latar belakang warna hitam
untuk melihat partikel berwarna putih dan latar belakang putih untuk melihat partikel
berwarna. Untuk infus volume besar, batas 50 partikel 10um dan lebih besar, serta 5
partikel 25 um dan lebih besar permililiter. Syarat: Semua wadah diperiksa secara
visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang dari infus volume besar, batas 50 partikel
10 μm dan lebih besar, serta 5 partikel 25 μm/ml.
2. Uji Sterilitas (FI V hal. 1359)
Alat: menggunakan teknik penyaringan membran:
Cara:
a. Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan dekontaminasi yang sesuai,
ambil isi secara aseptik.
b. Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap
penyaring dari 2 rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui
penyaring dengan bantuan pompa vakum/tekanan.
c. Secara aseptik pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi
setengah bagian membran kedalam 100ml media inkubasi selama tidak kurang
dari 7 hari.
d. Lakukan penafsiran hasil uji sterilitas.

Syarat: Sediaan harus steril

3. Uji Pirogenitas
Menggunakan Metode LAL (Limulus Amoebocyte Lysate). Sampel diambil 0,1 ml
dan ditambahkan 0,1 ml LAL reagent, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C±10C
selama 60±2 menit. Syarat: Sampel tidak terbentuk gel setelah tabung dibalik
180osecara perlahan.
4. Uji Penetapan Kadar (FI V hal 904)
Natrium Klorida (Farmakope Indonesia edisi V hal 904) Timbang saksama lebih
kurang 250 mg, masukkan ke dalam wadah porselen, tambahkan 140 mL air dan 1 mL
diklorofluoresein LP, campur. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV, sampai perak
klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. Tiap mL perak nitrat

12
0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl. Syarat: Natrium klorida mengandung tidak
kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% NaCl, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.
X. RANCANGAN KEMASAN
∙ Kemasan primer

Keterangan No. Batch:


B= Tahun produksi 2021, angka terakhir diganti dengan abjad (0=A, 1=B, dst).
12= tahun produksi 2021, disingkat menjadi 21 dan dibalik.
2809= tanggal dan bulan diproduksi.
13
∙ Kemasan sekunder

14
∙ Brosur/Leaflet Natrium Clorida Infus Intravena
Komposisi :
Tiap 500 mL cairan infus mengandung:
NaCL ..................................4,5 g

Indikasi :
Kekurangan cairan elektrolit dan mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh

Kontra Indikasi :
Pasien yang mengalami hypernatremia, hipokalemia, asidosis

Farmakologi:
Fungsi Na dan Cl untuk keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik
cairan tubuh. Natrium merupakan kation mayor dalam cairan
ekstraselular. Fungsinya adalah pengontrol distribusi air, cairan
keseimbangan elektrolit dan osmotik dari cairan tubuh. Untuk
menggantikan Natrium yang hilang, digunakan NaCl yang mudah larut
dalam air. Klorida merupakan anion utama, yang berperan dalam
mempertahankan keseimbangan elektrolit. Tidak digunakan pengawet
karena berdasarkan literatur (DI 88 hal. 1427) karena sediaan infus yang
dibuat merupakan tekanan tunggal sehingga kemungkinan terjadinya
kontaminasinya mikroba sangat kecil.

Farmakokinetik:
Sebagian besar natrium diserap oleh usus halus dan hanya sedikit yang
diserap oleh lambung. Dari usus, natrium dialirkan oleh darah ke hati,
kemudian ke ginjal untuk disaring dan dikembalikan ke darah dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Regulasi metabolisme natrium
oleh ginjal dikontrol oleh aldosteron, yaitu hormon yang disekresikan
oleh kelenjar adrenal. Apabila konsumsi natrium rendah atau kebutuhan
tubuh meningkat, kadar aldosteron akan meningkat dan ginjal lebih
banyak menyerap kembali (reabsorpsi) natrium. Hal sebaliknya terjadi
jika konsumsi natrium berlebihan.

Farmakodinamik
Sebagian besar natrium diserap oleh usus halus dan hanya sedikit yang
diserap oleh lambung. Dari usus, natrium dialirkan oleh darah ke hati,
kemudian ke ginjal untuk disaring dan dikembalikan ke darah dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Regulasi metabolisme natrium
oleh ginjal dikontrol oleh aldosteron, yaitu hormon yang disekresikan
oleh kelenjar adrenal. Apabila konsumsi natrium rendah atau kebutuhan
tubuh meningkat, kadar aldosteron akan meningkat dan ginjal lebih
banyak menyerap kembali (reabsorpsi) natrium. Hal sebaliknya terjadi
jika konsumsi natrium berlebihan.

Cara Pemakaian :
Injeksi secara intravena secara perlahan dengan 20 tetes per menit

Efek Samping :
Hipokalemia, hipernatremia, infeksi pada tempat penyuntikan,
trombosis vena atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan .

Interaksi obat :
Menambah resiko hiperkalemia dengan obat penambah ACE,
siklosporin

Rute Pemberian:
Intravena

Perhatian:
Jangan dipakai bila larutan keruh, berubah warna, ada partikel asing.
Hati

Penyimpanan:
Simpan di tempat bersih, kering, pada suhu ruangan (25 0C)

Kemasan:
Botol infus 500 ml
15
No. Reg : GKL 2134567749A1
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 1979.
2. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakrta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995.
3. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2014.
4. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2020.
5. Anonim. Safety Data Sheet: Sterile Water for Irrigation. 2019. Diakses pada 26
September 2021 dari WIR-USP_AGHS.pdf (spectrumchemical.com)
6. Anonim. Sodium Chloride. Diakses pada 26 September 2021 dari
https://go.drugbank.com/drugs/DB09153.
7. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah Jakarta: UI Press.
8. Lachman et all. Teori dan Praktek Industri. Jakarta: UI- Press; 2008. 9. Lilley and
Aucker. 1999. Pharmacology and the Nursing Process, EGC 10. Rowe, Raymond, et al.
Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition.
London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation; 2009. 11.
Sinko, P. J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Edisi 5. diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.
12. Sweetman, Sean C., and P. S. Blake. Martindale The Complete Drug Reference.
Edisi 36. USA: Pharmaceutical Press; 2009.
13. Syamsuni. 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta. 29 – 31. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2006
14. The United State Pharmacopeial Convention. The United States Pharmacopeia
(USP)30th Edition. Rockville: The United State Pharmacopeial Convention. 2006. 15.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
Efek Sampingnya. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia; 2007.
16. Turco, Salvatore J dan Robert E. King. 1994. Sterile Dosage Form: Their
Preparation dan Clinical Application. Philadelphia: Lea & Febiger.

16
LAMPIRAN
Gambar 1. Natrium Klorida ( Farmakope Indonesia Edisi VI, Hal: 1225).

Gambar 2. Natrium Klorida (Handbook of Excipients 6th Edition, Hal: 637)

17
Gambar 3. Air pro injeksi (FI Edisi VI, halaman 71)

Gambar 4. pH Air (*WIR-USP_AGHS.pdf (spectrumchemical.com)

18
Gambar 5. Air (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 766)

19
Ga

mbar 6. Stabilitas Air (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 768)

Ga

mbar 7. OTT Air (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 768)

20
21

Anda mungkin juga menyukai