Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL


VIAL INJEKSI OXYTOCIN

Disusun oleh Kelompok A-4


1. Sumayyah (2019210295)
2. Tanty Paulina (2020212139)
3. Desty Herawati (2020212140)
4. Novyta Ayu Adellia Putri (2020212141)
5. Adita Kurniawati (2020212142)
6. Anisa Retno Utami (2020212143)
7. Catur Wibowo (2020212144)
8. Meida Asri Ati (2020212145)
9. Novita Wicahyaningtyas (2020212146)
10. Ririn Apriani Gustiar (2020212147)
11. Yustina (2020212202)
12. Amelia Said (2020212209)
13. Ida ayu Agara (2020212210)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
PROPOSAL PRAKTIKUM

I. JUDUL PERCOBAAN
“Sediaan Injeksi Oxytocic dalam Vial”

II. PENDAHULUAN
Sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau
serbuk yang halus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lender (Lukas, 2006).
Secara umum wadah untuk sediaan injeksi dibagi menjadi dua macam antara lain:
Dosis tunggal (single dose) dan dosis ganda (Multiple doses). Wadah dosis tunggal
adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang
dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan bila dibuka
tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Sedangkan wadah
dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan isinya perbagian
berturut- turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian bagian
yang tertinggal (Ansel, 2005). United State Pharmacopeia (USP) mempersyaratkan
vial dosis ganda untuk injeksi diberikan batas penggunaan 28 hari setelah
penggunaan pertama kali kecuali label produk (dalam bungkusnya) menyatakan
sebaliknya. Produk obat yang akan dibuat dalam penelitian ini harus mempunyai
kemampuan untuk bertahan dalam bentuk spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
waktu penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas,
kemurnian produk, dan terutama sterilitas produk (Debaun, 2008).
Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu mematuhi
teknik aseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum steril baru dan
alat suntik steril baru untuk setiap penggunaannya, melepas semua alat akses vial,
menyimpan vial di tempat yang bersih dan terlindung menurut petunjuk pabrik
(misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin) dan memastikan vial yang
sterilitasnya terganggu untuk segera dibuang (Dolan, et al., 2010).
Selain itu, karena pengambilannya dilakukan secara berulang, maka sediaan
injeksi dosis ganda diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba
(antimicrobial preservative) untuk menjaga stabilitas sediaan. Efektivitas dari

1
pengawet itu sendiri umumnya dipengaruhi oleh dua hal yaitu konsentrasi dari
pengawet dan jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi. Contoh pengawet
yang lazim digunakan dalam formulasi sediaan parenteral adalah Benzil alkohol 1%
- 2%, klorobutanol 0,2% - 0,5%, dan klorokresol 0,1% - 0,2% (Agoes, 2009).
Salah satu sediaan injeksi dosis ganda yang dikemas dalam wadah vial yang
beredar di pasaran adalah Injeksi oksitosin yang mengandung hormon polipeptida
yang dibuat dengan sintesis atau diperoleh dari globus posterior kelenjar pituitaria
hewan peliharaan sehat yang biasa dimakan. Adapun Rute pemberian untuk injeksi
oksitosin dapat melalui intravena (IV) dan intramuskular (IM), namun pemberian IM
tidak disarankan karena efeknya tidak dapat diprediksikan dan sulit untuk dikontrol.
(Ansel, 2005).

Pada praktikum ini akan dibuat sediaan injeksi oksitosin dosis ganda dengan
menggunakan kemasan vial yang berkhasiat sebagai agen uteronik yang dapat
memperkuat kontraksi uterus dengan menggunakan pengawet Benzalkonium
Klorida. Digunakan Benzalkonium Klorida 0,01% b/v dikarenakan Benzalkonium
Klorida dapat bertindak sebagai antibakteri dan antifungi, serta aktivitas
antimikrobanya dapat bersifat bakteriosida dan bakteriostatistika (Rowe, 2006).
Wadah yang digunakan dalam injeksi ini adalah vial yaitu botol injeksi kecil berupa
wadah takaran ganda dan ditutup dengan tutup dengan penututp karet yang
diletakkan pada leher botol dengan sebuah kapsul tudung yang terbuat dari logam
ringan.

2
III. DATA PREFORMULASI
A. PREFORMULASI
ZAT AKTIF
PREFORMULASI
1. Oxytocin

Rumus bangun Oxytocin (PubChem)


▪ Pemerian: Oksitosin adalah hormon nonpeptida yang
mempunyai sifat menyebabkan kontraksi otot polos uterin
dan sel mioepitel kelenjar susu. Dibuat dengan cara sintesis.
A. Zat
Aktivitas oksitosik tidak kurang dari 400 unit oksitosin FI per
Aktif
mg. Injeksi Oksitosin adalah larutan steril dalam pelarut yang
sesuai. Tiap mL injeksi oksitosin mempunyai aktivitas
oksitosik tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%
dari jumlah unit oksitosin FI yang tertera pada etiket.
(Anonim, 2020)
▪ Kelarutan: larut dalam air, dan butanol (PubChem)
▪ Bobot Molekul: 1007, 19 (Anonim, 2020)
▪ Rumus Molekul: C43H66N12012S2 (Anonim, 2020)
▪ pH: pH injeksi pH antara 3,0 dan 5,0. (Anonim, 2020)
▪ Ott: inkompabilitas dengan plasmin 200mg, wefarin sodium
10mg dalam 100ml larutan dextrose. (Martindel, hal1273)
▪ Stabilitas: stabil selama 5 tahun pada suhu yang tidak
melebihi 25°C(Martindle, Hal: 1273)

3
▪ Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat,
sebaiknya dan kaca Tipe I, dalam lemari pendingin. (anonim,
2020).
▪ Sterilisasi: Filtrasi membran (Injectable drug, Hal. 1268)
▪ Khasiat: Merangsang Kontraksi Rahim (Martindle 36, hal
2015)
▪ Dosis: dosis awal 0,001- 0,004 unit/ menit, dimulai minimal
6 jam setelah pemberian prostalglandin vagina, dosis
ditingkatkan dengan interval minimal 30 menit hingga
maksimal 3-4 jika kontraksi terjadi setiap 10 menit (0,01
unit/ menit sering memadai) hingga maks 0,02 unit/ menit.
Jika kontraksi teratur tidak terbentuk setelah total 5 unit,
hentikan upaya induksi (dapat diulangi hari berikutnya
mulai lagi pada 0,001- 0,004 unit/ menit) (BNF 80)
▪ Cara Penggunaan : Injeksi secara intravena (DI 88 hal. 2084)

ZAT TAMBAHAN
PREFORMULASI
1. Ammonium asetat

Rumus bangun Ammonium asetat


▪ Pemerian: Massa hablur tidak bewarna, bau mirip asetat
B. Bahan
, sangat merapuh (FI III, Hal.643)
Tambahan
▪ Kelarutan: sangat mudah larut dalam air dan etanol
(95%) (FI III, Hal.643)larut dalam alkohol, aseton,
amonia cair
▪ Bobot Molekul: 77.08
▪ Rumus Molekul: CH3CO2NH4 (Martindle 36, Hal1551)
▪ pH: 3,5 (FI Ed V, Hal. 1698) dapar amonia asetat

4
▪ Stabilitas: stabil dalam suhu ruang 25°C, bila meningkat
suhunya maka pH-nya meningkat. (FI Ed V, Hal.1698)
▪ Wadah dan Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat
(FI Ed V, Hal.1698)
▪ Khasiat: larutan dapar (Handbook on injectable Drugs
Hal.1268)
▪ Konsentrasi: 7,7% b/v (FI III, Hal.643)
2. Chlorbutanol

▪ Pemerian : Kristal yang mudah menguap, tidak bewarna


atau putih dengan bau kapur barus
▪ Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam 0,6
bagian etanol, dan dalam eter; sangat mudah larut dalam
kloroform; larut dalam gliserol 85%. (FI Ed.VI, Hal: 928)
▪ Bobot Molekul :177.46
▪ Rumus Molekul : C4H7Cl3O
▪ pH : 5,5
▪ Konsentrasi: 0,5% w/v (Hope, Ed.6, Hal: 166-167)
▪ Stabilitas : Klorobutanolis mudah menguap dan mudah
menyublim.Larutan tidak berair, degradasi menjadi ion
karbon monoksida, aseton dan klorida dikatalisis oleh ion
hidroksida. Stabilitas baik pada pH 3 tetapi menjadi semakin
buruk dengan meningkatnya pH.(1) Waktu paruh pada pH
7,5 untuk larutan klorobutanol yang disimpan pada 258C
ditentukan menjadi sekitar 3 bulan.(2) Dalam larutan 0,5%
b/v larutan klorobutanol pada suhu kamar, klorobutanol
hampir jenuh dan dapat mengkristal dari larutan jika suhu
diturunkan. (Hope, Ed.6, Hal: 166-167)
▪ OTT: Karena masalah yang terkait dengan penyerapan,
klorobutanol tidak sesuai dengan botol plastik, sumbat karet,
bentonit, magnesiumtrisilikat, polietilen, dan

5
polihidroksietilmetakrilat, yang telah digunakan dalam lensa
kontak lunak. tingkat lebih rendah, karboksimetilselulosa
dan polisorbat 80 mengurangi aktivitas antimikroba dengan
penyerapan atau pembentukan kompleks. (Hope, Ed.6, Hal:
166-167)
▪ Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,
pada suhu 8º - 15º. (FI Ed.VI, Hal: 928)
▪ Khasiat: Antibakteri (Hope, Ed.6, Hal: 166-167)

B. FARMAKOLOGI
1. Farmakodinamik: oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan kontraksi
otot polos uterus. Efek ini tergantung pada konsentrasi estrogen. Pada
konsentrasi estrogen yang rendah efek oksitosin terhadap uterus juga
berkurang. Uterus imatur kurang peka terhadap oksitosin. Pada percobaan in
vitro, progesteron dapat mengantagonisasi efek perangsangan oksitosin.
Namun pengaruh ini sulit diperlihatkan pada uterus wania hamil. Progestin
digunakan secara luas di klinik untuk mengurangi aktivitas uterus pada kasus
abortus habituais meskipun efektivitasnya tidak jelas. Pada kehamilan
trimester I dan II aktivitas motorik uterus sangat rendah, dan aktivitas ini
secara spontan akan meningkat dengan cepat pada trimester III dan
mencapao puncaknya pada saat persalinan. Respon uterus terhadap oksitosin
sejalan dengan peningkatan aktivitas motoriknya. Oktisosin dapat memulai
atau meningkatkan ritme kontaksi uterus pada setiap saat, namun pada
kehamila muda diperlukan dosis yang tinggi. Pembagian infus oksitosin, perlu
disertai pengamatan yang sungguh- sunguh terhadap frekuensi, lama dan
kekuatas kontraksi uterus. (Farmakologi dan Terapi edisi 5)
2. Farmakokinetika: oksitosin mengalami destruksi enzimatik di saluran
cerna, tetapi cepat diserap dari mukosa membran bila diberikan secara
intranasal. Ini dimetabolisme oleh hati dan ginjal dengan waktu paruh plasma
hanya dalam beberapa menit. (Martindale 38th ed, 2009)
3. Indikasi: oxytocin digunakan untuk induksi partus aterm dan mempercepat
persalinan ada kasus- kasus tertentu. Untuk mengontrol perdarahan dan
atoni uteri pasca persalinan, merangsang kontraksi uterus setelah operasi

6
caesar maupun operasi uterus lain. Sebagai induksi abortus terapeutik, uji
oksitosin, dan menghilangkan pembengkakan payudara. (Farmakologi dan
Terapi ed 5)
4. Interaksi Obat: Oksitosin dapat meningkatkan efek vasopresor dari
simpatomimetik. Beberapa anestesi inhalasi, seperti: sebagai siklopropana
atau halotan, dapat meningkatkan hipotensi efek oksitosin dan mengurangi
efek oksitosinnya; aritmia jantung dapat terjadi. Prostaglandin dan oksitosin
dapat mempotensiasi efek satu sama lain di rahim; informasi produk
berlisensi Inggris untuk oksitosin menyatakan bahwa itu tidak boleh dimulai
selama 6 jam setelah penggunaan prostaglandin vagina. (Martindale 36th ed)
5. Kontraindikasi: Kontraksi uterus hipertonik; obstruksi mekanik pada jalan
lahir; gawat janin; setiap keadaan yang tidak memungkinkan persalinan per
vagina (mis:CPD); lemah (inertia) uterus dengan resistensi oksitosin;
preeklamsia berat atau terhadap sistem kardiovaskular. (PIONAS).
6. Efek samping: spasme uterus (dapat terjadi pada dosis rendah);
hiperstimulasi uterus (dapat menyebabkan gawat janin, kerusakan jaringan
lunak atau ruptur uterus); keracunan cairan dan hiponatremia (biasanya pada
dosis besar dengan infus banyak); mual, muntah, aritmia; reaksi anafilaksis;
ruam kulit; ablasio plasenta; emboli amnion. (PIONAS).

IV. FORMULA
A. FORMULA RUJUKAN
Injeksi Oksitosina (FORNAS Hal. 225)
• Oxytocinum 10 UI
• Aqua pro injection ad 1 ml

Handbook of Injectable drug hal 1268


Tiap ml mengandung:
Oxytocin 10 UI
Chlorbutanol 0.5 %
Asam Asetat qs

B. RANCANGAN FORMULA

7
Tiap 1 mL mengandung
Oxytocinum 10 UI
Chlorbutanol 0,5 %
Dapar Asetat pH 3,5 qs

C. ALASAN PEMILIHAN BAHAN


1) Alasan Penggunaan Zat Aktif (Oksitosin)
Dalam percobaan ini akan dibuat sediaan injeksi oksitosik dengan zat aktif
oksitosin yang berfungsi untuk menstimulasi kontraksi ritmik miometrium
pada induksi persalinan aterm atau abortus inkomplit, pencegahan
pendarahan post partum dan inisiasi pengeluaran ASI dengan mekanisme
kerja peningkatan kinerja sel otot polos dan memperlambat konduksi
aktivitas elektrik sehingga mendorong serat-serat otot untuk berkontraksi
(Katzung, B.G., 2018). Adapun dosis yang digunakan adalah 10 UI/mL karena
dosis ini merupakan dosis yang efektif untuk digunakan sebagai oksitosik
berdasarkan literatur Drug Information 88th Hal. 1865. Oksitosin dapat
diberikan secara injeksi intravena dengan tujuan mencegah pendarahan
pasca kelahiran dengan interval pemberian 2-3 jam akan memberikan efek
dalam 1 jam. Selain itu juga digunakan pada induksi persalinan dengan dosis
1-2 miliunit/menit yang dapat ditambah dengan interval minimum 30 menit
sehingga tercapai kontraksi 3-4 kali dalam 10 menit. Dosis maksimum tidak
boleh melebihi 32 miliunit/menit. Dosis dikurangi secara perlahan pada saat
proses persalinan sudah berlangsung.
2) Alasan Penggunaan Zat tambahan
• Dapar asetat: Dalam formula ini digunakan dapar asetat Ph 3,5 sebagai
penyagga (buffer) dengan mempertimbangkan ketentuan berdasarkan
literatur Handbook on Injectable Drug Hal. 126, sealama proses pembuatan
larutan obat pH oksitosin dibuat pH 2,5-4,5 dan dan zat tambahan yang
digunakan mempunyai pH yang cukup berbeda, oleh karena itu diperlukan
pendapar agar tidak jadi perubahan pH secara signifikan.
• Aqua pro Injeksi: Digunakan sebagai pelarut untuk sediaan tetes mata .
• Teknik yang dipilih adalah aseptis, karena oksitosin merupakan golongan hormon
yang tidak stabil terhadap pemanasan

8
V. Perhitungan dan Penimbangan
a. Perhitungan
Rumus: {(n x v) + (10%-30%) x v} ml
Keterangan:
n = jumlah vial yang akan dibuat
v = vol. Injeksi tiap vial (ml)

Volume per vial = Volume vial + kelebihan volume


= 5 mL + 0,3 mL

= 5,3 mL
Dibuat 5 buah vial @ 5 ml

Volume Total 5 vial = (n x v) + [(10-30%) (n x v)]


= (5 x 5,3 mL) + [(0,3) (5 x 5,3mL)]

= 26,5 mL + 7,95 mL
= 34,45 mL ~ 50 mL

1. Oksitosin
Total Oksitosin = 1 UI ~ 2 - 2,2 μg Oksitosin
10 𝑈𝐼
= x 2,2 μg
1

= 22 μg
50 𝑚𝐿
= x 22 μg
1 𝑚𝐿

= 1100 μg = 1,1 mg (Karena bobot penimbangan minimum


timbangan 10 mg, maka dilakukan pengenceran)

Pengenceran Oksitosin
- Ditimbang 11 mg Oksitosin lalu dilarutkan dalam 10 mL aqua p.i.
(larutan A)
- Kemudian diambil 1 mL larutan A

2. Dapar Asetat pH 3,5

Pembuatan Dapar Asetat pH 3,5 (FI V Hal. 1698)

Larutkan 25 gram Ammonium Asetat P dalam 25 mL air, tambahkan 38 mL


HCl 7 M. Atur pH hingga 3,5 dengan penambahan HCl 2 M atau Ammonium
Hidroksida 5 M dan encerkan dengan aqua pro injection hingga 100 mL

9
Perhitungan :

Akan dibuat 50 mL dapar asetat, maka :

- Ditimbang Ammonium Asetat 12,5 g + 12,5 mL air, kemudian dilarutkan


- Ditambahkan 19 mL HCl 7 M, di kocok homogen
- Di cek pH kemudian diatur pH hingga 3,5 menggunakan HCl 2M atau
Ammonium Hidroksida 5 M.
- Setelah pH tercapai, di addkan dengan aqua p.i. hingga 50 mL
- Disterilkan dengan autoklaf suhu 121° C selama 15 menit

3. Chlorbutanol
Chlorbutanol = 0,5 % x 50 mL
= 0,25 gram

b. Penimbangan

Bahan Teori
Oksitosin Diambil 1 mL dari Larutan A (11 mg add 10 mL)
Chlorbutanol 0,25 gram

Dapar Asetat pH 3,5 Ammonium Asetat = 12,5 g


HCL 7 M = 19 mL

VI. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
1. Beaker glass
2. Erlenmeyer
3. Kaca arloji
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
6. Corong glass
7. Batang pengaduk
8. Pinset
9. Penjepit besi
10. Karet tutup vial
11. Spatula
12. Vial

10
13. Kertas saring
14. Timbangan analitik autoklaf
15. Karet pipet
16. Autoklaf
B. BAHAN
1. Oxytocinum 10 UI
2. Dapar Asetat pH 3,5
3. Chlorbutanol 0,5%
4. Aqua Pro Injeksi

VII. CARA STERILISASI

No. Bahan Cara sterilisasi Pustaka


1 Aqua Pro Injeksi Dididihkan selama 30 Farmakope Indonesia
menit III hal. 14
2 Oksitosin Disterilkan larutan Handbook on injectable
oxytocin dengan filtrasi drug hal. 1268
No. Alat Cara sterilisasi Pustaka
1 Beaker glass Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia
dengan suhu 250oC VI hal. 1890
2 Erlenmeyer Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia
dengan suhu 250oC VI hal. 1890

3 Kaca arloji Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia


dengan suhu 250oC VI hal. 1890
4 Pipet tetes Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia
dengan suhu 250oC VI hal. 1890
5 Gelas ukur Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia
dengan suhu 250oC VI hal. 1890
6 Corong gelas Di oven selama 30 menit Farmakope Indonesia
dengan suhu 250oC VI hal. 1890

11
7 Batang pengaduk Direndam dalam alkohol Farmakope Indonesia V
selama 1 jam hal. 18
8 Pinset Direndam dalam alkohol Farmakope Indonesia V
selama 1 jam hal. 18
9 Penjepit besi Direndam dalam alkohol Farmakope Indonesia V
selama 1 jam hal. 18
10 Spatula Direndam dalam alkohol Farmakope Indonesia V
selama 1 jam hal. 18
11 Vial Di Autoklaf selama 15 Farmakope Indonesia V
menit dengan suhu 121o C hal. 1662

12 Kertas saring Di Autoklaf selama 15 Farmakope Indonesia V


menit dengan suhu 121o C hal. 1662
13 Karet Pipet Direbus dalam air Farmakope Indonesia
mendidih selama 30 menit III hal.18
14 Karet tutup vial Direbus dalam air Farmakope Indonesia
mendidih selama 30 menit III hal.18

VIII. CARA PEMBUATAN


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Disterilkan semua alat yang akan digunakan.
3. Ditimbang dan diukur semua bahan yang akan digunakan
4. Dikalibrasi botol vial ad 1 ml dan beaker glass 10 mL.
5. Dibuat larutan dapar asetat pH 3,5 dengan dengan dilarutkan 25 gram
Ammonium Asetat P dalam 25 mL air, ditambahkan 38 mL HCl 7 M. Diatur pH
hingga 3,5 dengan penambahan HCl 2 M atau Ammonium Hidroksida 5 M dan
encerkan dengan aqua pro injection hingga 100 mL
6. Dilakukan pengenceran dengan ditimbang 55 mg Oksitosin lalu dilarutkan dalam
50 mL dapar asetat pH 3,5 steril (larutan A).
7. Diambil 1 mL larutan A, ditambahkan dapar asetat pH 3,5 secukupnya (M1)
8. Dilarutkan 1,25 gram chlorobutanol dengan dapar asetat sampai larut,
disisihkan (M2)

12
9. Dicampur M1 dengan M2 dan ditambahkan dapar asetat sampai volume akhir 50
mL
10. Dilakukan pengecekan pH awal larutan.
11. Dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk menyaring partikel yang
tidak larut.
12. Dilakukan penyaringan kembali dengan filter membran 0,22 μm untuk menyaring
bakteri.
13. Dilakukan uji evaluasi IPC (in process control)
14. Dimasukkan larutan kedalam vial kemudian ditutup dengan karet dan kap
alumunium.
15. Dilakukan uji evaluasi QC (quality control)
16. Dimasukan kedalam kemasan, kemudian diberi etiket dan brosur.
IX. EVALUASI
A. In Process Control (IPC)
1. Uji kejernihan (Teori dan Praktek Farmasi Industri hal. 1356)

Cara Kerja: Pemeriksaan kejernihan dilakukan secara visual terhadap


suatu wadah dengan memeriksa wadah bersih dari luar dibawah cahaya dengan
penerangan baik dan berlatar belakang hitam putih, Partikel yang bergerak lebih
mudah dilihat daripada partikel yang diam tetapi harus berhati hati untuk
mencegah masuknya gelembung udara yang sulit dibedakan dari partikel debu,
sehingga jika ada partikel >5μm akan terlihat.

Menurut Lachman, 1994 hal 1356, pemeriksaan visual terhadap suatu


wadah produk biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih
dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke
dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi
dijalankan dengan suatu aksi memutar.

Syarat: Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat
dibuang dari wadah, batas 50 partikel 10 ųm dan lebih besar 5 partikel ≥ 25
ųm/mL.

2. Uji pH (FI IV hal 1039)

13
Cara Kerja : Harga pH diukur dengan alat potensiometrik (pH meter) yang
sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur
harga pH sampai 0,002 unit pH menggunakan elektroda indicator yang
peka terhadap aktivitas ion hydrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding
yang sesuai seperti electrode kalomel atau electrode perak-perak klorida; atau
menggunakan pH universal, teteskan sampel pada pita indikator pH kemudian
diamkan sesaat dan lihat warna yang dihasilkan kemuadian tentukan pH
berdasarkan warna.

Syarat: 2,5 - 4,5

3. Uji keseragaman volume (FI IV hal 1044)

Cara Kerja:

a. Pilih 1 atau lebih wadah, baik volume 10 mL atau lebih, 3 wadah atau lebih bila
volume lebih dari 3 mL dan kurang dari 10 mL, atau 5 wadah atau lebih bila
volume 3 mL atau kurang.
b. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak
lebih dari 3 kali volume, yang diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik no.21,
panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
c. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum suntik dan alat suntik,
pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam
gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang
diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera/
garis-garis petunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang.

Syarat: Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

B. Quality Control (QC)


1. Uji Sterilitas (FI IV hal 855)

Proses sterilisasi yang tepat perlu dimonitor (in production control) karena inilah
yang menentukan steril atau tidaknya suatu sediaan.

Cara Kerja inokulasi langsung kedalam media perbenihan.

14
Volume tertentu spesimen tambah volume tertentu media uji inkubasi selama
tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering
mungkin, sekurang-kurangnya pada. Membran dibilas dengan larutan pepton
0,1%. Membran dipotong menjadi ½ bagian (jika hanya 1) lalu membran
dimasukkan ke dalam:

▪ Media tioglikolat cair, inkubasi pada 30-350C selama 7 hari

▪ Soy bean-casein digest, inkubasi pada suhu 20-250C selama 7 hari.

Syarat: Steril

2. Uji Kejernihan (Lachman, 1994 : 1356)

Cara Kerja: Pemeriksaan visual terhadap suatu wadah produk biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar
belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar.

Syarat: Semua wadah diperiksa secara visual dan bahan tiap partikel yang terlihat
dibuat. Batas 50 partikel 10 μm dan lebih besar, serta lima partikel lebih besar
atau sama dengan 20 μm/ml.

3. Uji keseragaman volume (FI edisi IV, 1995: 1044)

Cara Kerja: Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih, 3 wadah atau
lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih
bila volume 3 ml atau kurang. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi
dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan
gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat
suntik, tanpa mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume
tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas
ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang).

15
Syarat: Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu atau bila wadah volume 1 ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume
wadah yang tertera pada etiket bila isi digabung.

4. Penetapan Kadar (FI edisi VI, 2020: 1320)

Lakukan seperti tertera pada Penetapan kadar dalam Oksitosin, kecuali pada
Larutan uji menggunakan injeksi yang tidak diencerkan dan biarkan selama tidak
kurang dari 25 menit antar penyuntikan. Hitung potensi oksitosin,
C43H66N12O12S2, dalam unit Oksitosin FI per mL injeks yang digunakan, dengan
rumus:

rU dan rS berturut-turut adalah nilai rata-rata dari respons puncak Larutan uji dan
Larutan baku;

C adalah kadar dalam unit Oksitosin FI per mL Larutan baku

Cara Kerja: Pengujian dapat dilakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair
kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi

Syarat : Tiap mL injeksi oksitosin mempunyai aktivitas oksitosik tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah unit oksitosin FI yang tertera pada
etiket.

X. RANCANGAN KEMASAN
• Kemasan primer

16
Keterangan No. Batch: A021108
A= Tahun produksi 2021, angka terakhir diganti dengan abjad (0=A, 1=B, dst).
21= tahun produksi 2021, disingkat menjadi 21 dan dibalik.
108= tanggal dan bulan diproduksi.

• Kemasan sekunder

17
• Brosur/Leaflet

18
19
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. Agoes. Sediaan Farmasi Steril Seri Farmasi Industri 4. Bandung. ITB. 2009
2. Anief, M. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, 31-41,
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 1997
3. Anief M. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 2007
4. Anonim. Erpha Allergil. Diakses dari www.erlimpex.com pada 23 Juni 2021
17:27.
5. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 1979.
6. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakrta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995.
7. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2014.
8. Anonim. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2020.
9. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. diterjemahkan
oleh Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah Jakarta: UI Press. 2005
10. Carr ME, Engebretsen KM, Ho B, Anderson CP. "Tetrahydrozoline (Visine®)
konsentrasi dalam serum dan urin selama terapi dosis okular: langkah
pertama yang diperlukan dalam menentukan overdosis". Toksikologi
Klinis . 49 (9): 810–4. Clin Toxicol (Phila) . Epub. 2011.
11. Debaun. Transmission of infectins with Multidose Vials. Infection Control
Resource. 2008: Volume 3: Hal; 1.
12. Dolan, S.A. et al., AJIC Special Article APIC Position Paper: Safe Injection,
Infution, and Vial Practices in Health Care: Washington DC. 2010 pp:
168- 170.
13. Drugbank.com. 2010, Tetryzoline. Diakses pada 7 September 2021, dari
https://go.drugbank.com/drugs/DB06764
14. Drugs.com. 2021. Tetrahydrozoline opthalmic Disease Interactions. Diakses
pada 7 september 2021 dari https://www.drugs.com/disease-
interactions/tetrahydrozoline-ophthalmic.html
15. Lachman et all. Teori dan Praktek Industri. Jakarta: UI- Press; 2008.
16. Lucas. Formulasi Steril. Yogyakarta. Penerbit Andi. 2006.

20
17. Rowe, Raymond, et al. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition.
London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation;
2009.
18. Sinko, P. J. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. Edisi 5. diterjemahkan
oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011.
19. Sweetman, Sean C., and P. S. Blake. Martindale The Complete Drug Reference.
Edisi 36. USA: Pharmaceutical Press; 2009.
20. Syamsuni. 2006, Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta. 29 – 31.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006
21. The United State Pharmacopeial Convention. The United States Pharmacopeia
(USP)30th Edition. Rockville : The United State Pharmacopeial
Convention. 2006.
22. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Gramedia; 2007.
23. National Center for Biotechnology Information . PubChem. Rockvile. USA.
2021. Diakses pada 20 September 2021 dari
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Oxytocin
24. Psat Informasi obat Nasional, BPOM RI 2015. Diakses pada 21 September
2021 dari http://pionas.pom.go.id/cari/konten/amonium%20asetat

21
LAMPIRAN

Gambar 1. Injeksi Oksitosin (FORNAS, Hal. 225 )

Gambar 2. interaksi Oxytocin (Martindale 36th)

22
Gambar 3. konta indikasi dan efek samping Oxytocin

Gambar 4. Dosis Oxytosin (BNF 80)

23
Gambar 4. Air pro injeksi (FI Edisi VI, halaman 71)

24
Gambar 5. Oksitosin (Farmakope Indonesia ed V hal 1318)

Gambar 6. Stabilitas Air (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 768)

25
Gambar 7. OTT Air (Handbook of Excipients 6th Edition, hal: 768)

Gambar 8. Farmakodinamik Oksitosin (Farmakologi dan Terapi jilid 5)

26

Anda mungkin juga menyukai