Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Depresi dan Gangguan Otak

Hipotalamus sebagai pusat regulasi neuroendokrin berperan dalam


respon psikologis terhadap stres juga mempertahankan sistem limbik saat stres.
Corticotrophin-releasing hormone(CRH) dari hipotalamus akan menstimulasi
pelepasan adrenocorticotrophin hormone (ACTH), yang kemudian akan
mengaktivasi sekresi adrenokortikosteroid. Stres kronik yang menyebabkan
aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal(HPA) teraktivasi dapat menimbulkan
perubahan pada input neuron yang mengandung neurotransmitter amin
biogenik. Reseptor glukokortikoid diketahui banyak tersebar di otak. Aktivasi
reseptor glukokortikoid yang terletak di korteks prefrontalis, hippocampus,dan
hipotalamus secara akut akan menghambat aksis HPA. 1

Aksis hipotalamik-pituitari-adrenokortikal dapat berperan dalam


depresi. Bagian limbic pada otak yang sangat terkait dengan emosi dan juga
memengaruhi hipotalamus. Hipotalamus kemudian mengatur berbagai kelenjar
endokrin dan sekaligus kadar hormone yang dihasilkan berbagai kelenjar
tersebut. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus juga memengaruhi
kelenjar pituitari dan hormone-hormon yang dihasilkannya. Karena relevansinya
dengan apa yang disebut simptom-simptom vegetatif pada depresi, seperti
gangguan nafsu makan dan tidur, diperkirakan aksis hipotalamik-pituitari-
adrenokortikal bekerja terlalu aktif dalam kondisi depresi. 2

Depresi yang merupakan masalah serius dapat membuat fungsi otak


terganggu dan merusak jaringan otak. Depresi yang tidak diobati dengan tepat
dapat menimbulkan berbagai masalah pada otak berikut ini: 2

1. Ukuran otak menyusut.


Depresi bisa membuat ukuran otak pada area tertentu menyusut. Penyusutan
ini tergantung pada seberapa lama depresi itu terjadi dan tingkat keparahan
depresi yang dialami. Pada penderita depresi, bagian otak yang dapat
menyusut ini adalah: 2
A. Hipokampus
Hipokampus bertanggung jawab menyimpan memori dan mengatur
produksi hormon kortisol, yakni hormon stres yang akan diproduksi lebih
banyak ketika tubuh mengalami stres, baik dari segi fisik atau emosional.
Normalnya, hormon ini akan meningkat jumlahnya di pagi hari dan
menurun pada malam hari. Namun pada orang yang terkena depresi,
hormon ini akan terus bertambah jumlahnya, baik pada pagi atau malam
hari. Hormon stres kortisol diproduksi secara berlebihan pada orang
depresi. Hormon kortisol dipercaya percaya bahwa kortisol memiliki
efek toksik atau beracun bagi hippocampus. Apabila hippocampus
ini mengecil dan rusak maka otak memiliki reseptor serotonin atau
dopamin lebih sedikit. Namun ada juga beberapa ahli berteori bahwa
penderita depresi terlahir dengan hippocampus yang lebih kecil dan
karena itu cenderung untuk menderita depresi. 2
Kadar glukokortikoid yang meningkat sering terlihat pada pasien
dengan depresi berat bersama dengan penurunan volume hipokampus
menunjukkan mekanisme hilangnya neuron yang diduga terlihat pada
pasien depresi baik dengan apoptosis (kematian sel terprogram) atau
penghambatan neurogenesis. Mekanisme lain juga, seperti pengurangan
volume neuron individu atau pengurangan jaringan glia.
Dengan demikian diketahui bahwa sekitar setengah dari pasien depresi
memiliki hiperaktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA).
Kelainan ini bisa berimplikasi disfungsi hipokampus, karena pengaruh
penghambatannya pada sumbu HPA
Oleh karena itu, dalam beberapa jenis depresi, peristiwa kehidupan
yang penuh tekanan dapat memicu peningkatan kadar kortisol secara
bertahap merangsang sel-sel hipokampus secara berlebihan, yang
menyebabkan kematian sel-sel tersebut dan selanjutnya menurunkan
regulasi penghambatan dari sumbu HPA. 2

2. Peradangan pada otak.


Inflamasi otak selama depresi dikaitkan dengan lamanya seseorang
menderita depresi. Seseorang yang depresi selama lebih dari sepuluh tahun
mengalami inflamasi atau peradangan hingga 30 persen lebih berat dari pada
orang-orang yang menderita depresi dalam periode waktu lebih singkat.
Karena inflamasi otak bisa menyebabkan sel-sel otak mati, kondisi ini bisa
berujung pada penyusutan otak, penurunan fungsi neurotransmiter, dan
berkurangnya kemampuan otak untuk berubah seiring pertambahan usia. Hal
ini juga dapat menyebabkan menurunkan kinerja serta fungsi otak, serta
membuat aliran darah pada otak menjadi tidak lancar. 2
3. Penuaan dini pada otak.
Depresi dalam jangka panjang dapat menyebabkan peradangan, kerusakan
jaringan otak, dan menghambat kemampuan otak untuk memperbaiki jaringan
dan sel otak yang rusak. Hal ini dapat menyebabkan otak lebih cepat menua.
Oleh karena itu, jika dibiarkan terus-menerus, depresi dapat meningkatkan
risiko terjadinya demensia atau pikun. 2

RERERENSI :

1. Hadi I, Fitriwijayanti, Devianty R, Rosyanti L. Gangguan depresi mayor


(mayor depressive disorder) mini review. Healt information: jurnal
penelitian. 2017;9(1). 31-32
2. Videbech, Ravikindel B. Hippocampal volume and depression : A meta-
alalysis of MRI studie. The American Journal of Psychiatry. 2015

Anda mungkin juga menyukai