Anda di halaman 1dari 136

MODUL

PEMBELAJARAN

KEPERAWATAN
GERONTIK

Penulis:
Agustina M., M.Kes.
Endang Y., M.Kes.

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang Telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada saya sehingga Modul ini dapat tersusun. Modul ini
diperuntukkan bagi mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Insan Cendekia
Medika Jombang.
Diharapkan mahasiswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran dapat mengikuti semua
kegiatan dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini
tentunya masih terdapat beberapa kekurangan, sehingga penulis bersedia menerima saran dan
kritik dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakan modul ini di kemudian hari. Semoga
dengan adanya modul ini dapat membantu proses belajar mengajar dengan lebih baik lagi.

Jombang, September 2018


Penulis

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | KATA ii


PENGANTAR
PENYUSUN

Penulis
Agustina Maunaturrohmah,
S.Kep.,Ns.,M.Kes Endang Yuswatiningsih,
S.Kep.,Ns.,M.Kes

Desain dan Editor


M. Sholeh
.
Penerbit
@ 2018 Icme Press

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | PENYUSUN iii


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
PENYUSUN.............................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL...................................................................................v
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER.........................................................................vi
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Deskripsi Mata Ajar........................................................................................................1
B. Capaian Pembelajaran Lulusan.......................................................................................1
C. Strategi Perkuliahan........................................................................................................4
BAB 2 KEGIATAN BELAJAR................................................................................................5
A. Kegiatan Belajar 1...........................................................................................................5
B. Kegiatan Belajar 2.........................................................................................................18
C. Kegiatan Belajar 3.........................................................................................................27
D. Kegiatan Belajar 4-7.....................................................................................................33
E. Kegiatan Belajar 8.........................................................................................................37
F. Kegiatan Belajar 9.........................................................................................................44
G. Kegiatan Belajar 10.......................................................................................................55
H. Kegiatan Belajar 11.......................................................................................................62
I. Kegiatan Belajar 12.......................................................................................................69
J. Kegiatan Belajar 13.......................................................................................................98
K. Kegiatan Belajar 14.....................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................114

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | DAFTAR ISI iv


PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

A. Petunjuk Bagi Dosen


Dalam setiap kegiatan belajar dosen berperan untuk:
1. Membantu mahasiswa dalam merencanakan proses belajar
2. Membimbing mahasiswa dalam memahami konsep, analisa, dan menjawab
pertanyaan mahasiswa mengenai proses belajar.
3. Mengorganisasikan kegiatan belajar kelompok.

B. Petunjuk Bagi Mahasiswa


Untuk memperoleh prestasi belajar secara maksimal, maka langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan dalam modul ini antara lain:
1. Bacalah dan pahami materi yang ada pada setiap kegiatan belajar. Bila ada materi
yang belum jelas, mahasiswa dapat bertanya pada dosen.
2. Kerjakan setiap tugas diskusi terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap
kegiatan belajar.
3. Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan belajar
sebelumnya atau bertanyalah kepada dosen.

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | PETUNJUK v


PENGGUNAAN MODUL
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
30 Juli 2018

Matakuliah : Keperawatan Semester: 5 SKS: 4 (3T, 1P) Kode MK: 01AEGER


Gerontik
Dosen Pengampu/Penanggungjawab : Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes (AM)
Program Studi :S1 Ilmu
Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes (EY)
Keperawatan
Sikap
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama,moral, dan etika
3. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan
4. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidangvkeahliannya secara mandiri.
5. Mampu bertanggung gugat terhadap praktik profesional meliputi kemampuan menerima tanggung gugat
terhadap keputusan dan tindakan profesional sesuai dengan lingkup praktik di bawah tanggungjawabnya,
dan hukum/peraturan perundangan;
6. Mampu melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya sesuai dengan Kode Etik
Perawat Indonesia
7. Memiliki sikap menghormati hak privasi, nilai budaya yang dianut dan martabat klien, menghormati hak
klien untuk memilih dan menentukan sendiri asuhan keperawatan dan kesehatan yang diberikan, serta
bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan informasi tertulis, verbal dan elektronik yang diperoleh
dalam kapasitas sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya.

Keterampilan Umum:
1. Bekerja di bidang keahlian pokok untuk jenis pekerjaan yang spesifik, dan memiliki kompetensi kerja yang
minimal setara dengan standard kompetensi kerja profesinya
2. Membuat keputusan yang independen dalam menjalankan pekerjaan profesinya berdasarkan pemikiran
logis, gerontik, sistematis, dan kreatif
3. Menyusun laporan atau kertas kerja atau menghasilkan karya desain di bidang keahliannya berdasarkan
kaidah rancangan dan prosedur baku, serta kode etik profesinya, yang dapat diakses oleh masyarakat
akademik
4. Mengomunikasikan pemikiran/argumen atau karya inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan profesi,
dan kewirausahaan, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan etika profesi, kepada masyarakat
terutama masyarakat profesinya
5. Meningkatkan keahlian keprofesiannya pada bidang yang khusus melalui pelatihan dan pengalaman kerja
bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang profesinya sesuai dengan kode etik profesinya
6. Melakukan evaluasi secara gerontik terhadap hasil kerja dan keputusan yang dibuat dalam melaksanakan
pekerjaannya oleh dirinya sendiri dan oleh sejawat
7. Memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada bidang profesinya
8. Bekerja sama dengan profesi lain yang sebidang dalam menyelesaikan masalah pekerjaan bidang
profesinya
9. Mengembangkan dan memelihara jaringan kerja dengan masyarakat profesi dan kliennya
10. Mendokumentasikan, menyimpan, mengaudit, mengamankan, dan menemukan kembali data dan informasi
untuk keperluan pengembangan hasil kerja profesinya
11. Meningkatkan kapasitas pembelajaran secara mandiri

CP Keterampilan Khusus
1. Menerapkan filosofi, konsep holistic dan proses keperawatan gerontik dengan menekankan aspek caring
dan peka budaya.
2. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gerontik terkait gangguanberbagai sistem pada
individu dengan memperhatikan aspek legal dan etis dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
3. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gerontik terkait gangguan berbagai sistem pada
individu dengan memperhatikan aspek legal dan etis dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
4. Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam asuhan keperawatan dalam mengatasi masalah yang
berhubungan dengan kasus gerontik terkait berbagai sistem dengan menekankan aspek caring dan peka

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | RENCANA vii


PEMBELAJARAN SEMESTER
budaya.
5. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada individu dengan kasus gerontik terkait berbagai
sistem dengan memperhatikan aspek legal dan etis dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
6. Melaksanakan fungsi advokasi dan komunikasi pada kasus gerontik terkait berbagai sistem dengan
menekankan aspek caring dan peka budaya.
7. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus gerontik sesuai dengan standar yang berlaku
dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif dengan
menekankan aspek caring dan peka budaya.

CP Pengetahuan
1. Menjelaskan konsep lanjut usia
2. Menjelaskan teori menua
3. Menjelaskan demografi dan gerontologi
4. Menjelaskan konsep dasar keperawatan gerontik
5. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik
6. Merencanakan asuhan keperawatan gerontik di panti werdha
7. Menjelaskan etik dan hukum keperawatan gerontik
8. Menjelaskan komunikasi efektif pada lansia
9. Menjelaskan konsep posyandu lansia
10. Mengaplikasikan asuhan keperawatan lansia dengan kasus tertentu.
11. Menjelaskan kesejahteraan lanjut usia
12. Menjelaskan post power syndrome
13. Menjelaskan substance abuse
14. Menjelaskan konsep dasar sistem rujukan pelayanan gerontology
15. Menjelaskan nursing social worker keperawatan gerontik

Capaian Pembelajaran Matakuliah 1. Menjelaskan konsep lanjut usia


(CPMK) 2. Menjelaskan teori menua
3. Menjelaskan demografi dan gerontologi
4. Menjelaskan konsep dasar keperawatan gerontik
5. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik
6. Merencanakan asuhan keperawatan gerontik di panti werdha
7. Menjelaskan etik dan hukum keperawatan gerontik
8. Menjelaskan komunikasi efektif pada lansia
9. Menjelaskan konsep posyandu lansia
10. Mengaplikasikan asuhan keperawatan lansia dengan kasus tertentu.
11. Menjelaskan kesejahteraan lanjut usia
12. Menjelaskan post power syndrome
13. Menjelaskan substance abuse
14. Menjelaskan konsep dasar sistem rujukan pelayanan gerontology
15. Menjelaskan nursing social worker keperawatan gerontik

Deskripsi Matakuliah Fokus mata ajar keperawatan gerontik adalah membahas konsep dasar keperawatan gerontik, berbagai teori
keperawatan gerontik dan asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar lansia. Penerapannya pada
asuhan keperawatan gerontik melingkupi pembahasan mengenai kebutuhan bio, psiko, social dan spiritual pada
lanjut usia dengan sasaran individu, keluargadankelompok/komunitas.
Pembahasan mata ajar ini meliputi teori dan praktikum laboratorium dalam pemenuhan kebutuhan klien lanjut
usia dengan gangguan bio, psiko, social dan spiritual. Proses pembelajaran mata kuliah gerontik ini diarahkan
agar mahasiswa memperoleh kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan yang meliputi melakukan
pengkajian, menentukan diagnosa yang sesuai, merencanakan intervensi keperawatan, melakukan tindakan
keperawatan di laboratorium dan melakukan evaluasi dan dokumentasi pada berbagai contoh kasus gangguan
kebutuhan dasar lansia. Proses pembelajaran pada mata ajar ini dilakukan melalui teori dengan pendekatan
Student Center Learning (SCL) dan praktikum laboratorium kampus.

Metode Penilaian
Min
Kemampuan yang Bahan Kajian/Materi Pembelajaran
ggu Waktu Bobot
diharapkan (Sub-CPMK) Pembelajaran dan Pengalaman Teknik Kriteria/ Indikator
ke - (%)
Belajar
1 Mahasiswa mampu Perspektif keperawatan Mini Lecture, 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5
menjelaskan konsep lanjut dan konsep perawatan (AM) 4 x 50 menjelaskan konsep
usia gerontik: lanjut usia
1. Definisi proses
menua
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi proses
menua
3. Batasan umur lanjut
usia
4. Mitos dan realita
lanjut usia
5. Mitos penuaan
6. Realita lansia
7. Tipologi manusia
lanjut usia

Mahasiswa mampu Kebugaran pada lansia Mini Lecture, MCQ Dapat menjelaskan 5
menjelaskan tentang 1. Nutrisi yang (AM) menjelaskan kebugaran
kebugaran pada lansia, , seimbang pada lansia
mampu melaksanakan 2. Aktivitas yang
pendidikan kesehatan sesuai
3. Diet yang sesuai
pada lansia
4. Kunci
kebahagiaan pada
lansia
2 Mahasiswa mampu Teori-teori proses menua SGD 1 TM Dapat menjelaskan 5
menjelaskan teori menua dan : (AM) 4 x 50 konsep teori menua dan
masalah yang terjadi pada 1. Teori biologis masalah yang terjadi
lansia, mampu mengelola 2. Teori psikologis pada lansia
administrasi keperawatan 3. Teori cultural
4. Teori social
5. Teori genetika
6. Teori rusaknya
sistem imun tubuh
7. Teori menua
akibat metabolism
8. Teori kejiwaan
social
Masalah yang sering
terjadi pada lansia

3 Mahasiswa mampu Demografi dan Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5


menjelaskan demografi dan gerontology (AM) 4 x 50 demografi dan
gerontologi  Definisi demografi gerontologi
 Pofil demografi pada
lansia
 Stressor psikologi pada
gerontik
Mahasiswa mampu Konsep dasar Mini Lecture, MCQ Dapat menjelaskan 5
menjelaskan konsep dasar keperawatan gerontik (AM) konsep dasar
keperawatan gerontik,  Latar belakang keperawatan gerontik
mampu berpatisipasi aktif  Pengertian
sebagai anggota tim keperawatan gerontik
 Tujuan asuhan
keperawatan gerontik
 Ruang lingkup
pelayanan keperawatan
gerontik
4 Mahasiswa mampu Pendekatan perawatan Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5
menjelaskan pendekatan lanjut usia (AM) 4 x 50 pendekatan perawatan
perawatan gerontik a.Pendekatan fisik gerontik
b. Pendekatan
psikis
c.Pendekatan social
d. Pendekatan
spiritual

Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang: Case Studi Laporan studi Dapat menjelaskan 5
menjelaskan konsep asuhan  Definisi (AM) kasus konsep asuhan
keperawatan gerontik  Tujuan keperawatan gerontik
(pengkajian pada lansia),  Proses asuhan (pengkajian pada
mampu menjalin hubungan keperawatan lanjut lansia)
interpersonal usia:
 Pengkajian
 Dokumentasi
pengkajian asuhan
keperawatan gerontik

5 Mahasiswa mampu  Proses asuhan Case Studi 1 TM Laporan studi Dapat menjelaskan 5
menjelaskan konsep asuhan keperawatan lanjut (AM) 4 x 50 kasus konsep asuhan
keperawatan gerontik usia: keperawatan gerontik
(menganalisis data  Analisa data (menganalisis data
pengkajian dan menyusun  Diagnose pengkajian dan
diagnose keperawatan)  Dokumentasi analisa menyusun diagnose
data dan diagnose keperawatan)
asuhan keperawatan
gerontik

Mahasiswa mampu  Proses asuhan Case Studi Laporan studi Dapat menjelaskan 5
menjelaskan konsep asuhan keperawatan lanjut (AM) kasus konsep asuhan
keperawatan gerontik usia: keperawatan gerontik
(menyusun intervensi,  Intervensi (menyusun intervensi,
melakukan tindakan k  Implementasi melakukan tindakan k
eperawatan dan evaluasi  Evaluasi eperawatan dan
keperawatan gerontik)  Dokumentasi evaluasi keperawatan
intervensi,implementas gerontik)
i, evaluasi asuhan
keperawatan gerontik

6 Mahasiswa mampu Pendokumentasian Case Studi 1 TM Problem Dapat melakukan 5


melakukan asuhan keperawatan dari (EY) 4 x 50 solving skill pendokumentasian
pendokumentasian asuhan pengkajian sampai asuhan keperawatan
keperawatan pada lansia dengan evaluasi Demontrasi dan pada lansia
simulasi 7 X 170
(AM)

7 Mahasiswa mampu  Proses asuhan Case Studi 1 TM Problem DApat menjelaskan 5


menjelaskan konsep asuhan keperawatan lanjut (EY) 4 x 50 solving skill konsep asuhan
keperawatan gerontik di usia dipanti werda keperawatan gerontik
panti werdha di panti werdha
Demontrasi dan
 Dokumentasi asuhan simulasi 7 X 170
keperawatan gerontik (EY)
dipanti werda
UJIAN TENGAH SEMESTER
8 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan etik 5
menjelaskan etik dan hukum  Konsep dasar etik (EY) 4 x 50 dan hukum
keperawatan gerontik keperawatan keperawatan gerontik
gerontik
 Definisi
 Teori dasar etik
 Prinsip dasar etik
 Masalah etik
 Konsep dasar hokum
keperawatan geronti
 Definisi
 Dasar hukum
 Aspek legal
hukum
 Peraturan dan
perundang-
undangan

9 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5


menjelaskan komunikasi  Definisi (EY) 4 x 50 komunikasi efektif
efektif pada lansia  Komunikasi pada lansia
terapeutik pada
lansia
 Tahap komunikasi
 Proses komunikasi
 Metode komunikasi
 Identifikasi sumber
dalam peningkatan
komunikasi efektif
 Stategi komunikasi
dengan lansia yang
mengalami
penurunan fungsi

Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : Mini lecture MCQ Dapat menjelaskan 5


menjelaskan tentang konsep  Pengertian (EY) tentang konsep
posyandu  Tujuan posyandu
 Sasaran
 Mekanisme
pelayanan
 Kendala pelaksanaan
 Bentuk pelayanan
 Program kesehatan
lansia
 Pelaksanaan
posyandu
10 Mahasiswa mampu Aplikasi asuhan Case study 1 TM Problem Dapat mengaplikasikan 5
mengaplikasikan asuhan keperawatan tentang : (EY) 4 x 50 solving skill asuhan keperawatan
keperawatan lansia dengan  Lansia dengan lansia dengan kasus
kasus tertentu “intimacy dan tertentu
seksualitas”
 Lansia dengan
masalah gizi
 Lansia dengan
personel hygiene
 Lansia dengan loss
(kehilangan)

11 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5


memahami kesejahteraan  Upaya kesejahteraan (EY) 4 x 50 kesejahteraan lanjut
lanjut usia sosial lansia usia
potensial
 Bentuk pelayanan
terhadap lansia
 Kewajiban lansia
 Tugas dan
tanggungjawab
kesejahteraan social
lansia
 Aplikasi
kesejahteraan lansia
Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : SGD Presentasi dan Dapat menjelaskan post 5
menjelaskan post power  Definisi post power (EY) penugasan power syndrome
syndrome syndrome
 Faktor yang
mempengaruhi
 Teori permasalahan
 Strategi
penatalaksanaan
 Cara penanganan

12 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : SGD 1 TM Presentasi dan Dapat menjelaskan 5


menjelaskan konsep dasar  Definisi (EY) 4 x 50 penugasan konsep dasar substance
substance abuse  Faktor-faktor yang abuse
mempengaruhi
 Tanda dan gejala
 Masalah-masalah
yang muncul
 Penatalaksanaan
 Perlakuan kasar
secara verbal dan
emosional
 Menghilangkan
bantuan melakukan
ADL
 Penggunaan
ekonomi

13 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : SGD 1 TM Presentasi dan Dapat menjelaskan 5


menjelaskan konsep dasar  Definisi (EY) 4 x 50 penugasan konsep dasar sistem
sistem rujukan pelayanan  Konsep rujukan pelayanan
gerontologi sistemrujukan gerontologi
 Model rujukan
 Metode pelayanan
keperawatan
gerontik
 Tingkat pelayanan
gerontology
 Jenis pelayan
gerontology

14 Mahasiswa mampu Menjelaskan tentang : Mini Lecture 1 TM MCQ Dapat menjelaskan 5


menjelaskan nursing social  Definisi (EY) 4 x 50 nursing social worker
worker keperawatan  Jenis dan bentuk keperawatan gerontik
gerontik pelayanan nursing
social worker
 Ruang lingkup
 Peran
 Fungsi
 Dukungan
 Homecare

UJIAN AKHIR SEMESTER


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Ajar


Fokus mata ajar keperawatan gerontik adalah membahas konsep dasar keperawatan
gerontik, berbagai teori keperawatan gerontik dan asuhan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar lansia. Penerapannya pada asuhan keperawatan gerontik melingkupi
pembahasan mengenai kebutuhan bio, psiko, social dan spiritual pada lanjut usia dengan
sasaran individu, keluargadankelompok/komunitas.
Pembahasan mata ajar ini meliputi teori dan praktikum laboratorium dalam pemenuhan
kebutuhan klien lanjut usia dengan gangguan bio, psiko, social dan spiritual. Proses
pembelajaran mata kuliah gerontik ini diarahkan agar mahasiswa memperoleh
kemampuan dalam melakukan asuhan keperawatan yang meliputi melakukan pengkajian,
menentukan diagnosa yang sesuai, merencanakan intervensi keperawatan, melakukan
tindakan keperawatan di laboratorium dan melakukan evaluasi dan dokumentasi pada
berbagai contoh kasus gangguan kebutuhan dasar lansia. Proses pembelajaran pada mata
ajar ini dilakukan melalui teori dengan pendekatan Student Center Learning (SCL) dan
praktikum laboratorium kampus.

B. Capaian Pembelajaran Lulusan


1. Sikap
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religious
b. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan
agama,moral, dan etika
c. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat
dan lingkungan
d. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidangvkeahliannya
secara mandiri.
e. Mampu bertanggung gugat terhadap praktik profesional meliputi kemampuan
menerima tanggung gugat terhadap keputusan dan tindakan profesional sesuai
dengan lingkup praktik di bawah tanggungjawabnya, dan hukum/peraturan
perundangan;
f. Mampu melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka budaya
sesuai dengan Kode Etik Perawat Indonesia
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 1
g. Memiliki sikap menghormati hak privasi, nilai budaya yang dianut dan martabat
klien, menghormati hak klien untuk memilih dan menentukan sendiri asuhan
keperawatan dan kesehatan yang diberikan, serta bertanggung jawab atas
kerahasiaan dan keamanan informasi tertulis, verbal dan elektronik yang diperoleh
dalam kapasitas sesuai dengan lingkup tanggungjawabnya.
2. Keterampilan Umum
a. Bekerja di bidang keahlian pokok untuk jenis pekerjaan yang spesifik, dan
memiliki kompetensi kerja yang minimal setara dengan standard kompetensi kerja
profesinya
b. Membuat keputusan yang independen dalam menjalankan pekerjaan profesinya
berdasarkan pemikiran logis, gerontik, sistematis, dan kreatif
c. Menyusun laporan atau kertas kerja atau menghasilkan karya desain di bidang
keahliannya berdasarkan kaidah rancangan dan prosedur baku, serta kode etik
profesinya, yang dapat diakses oleh masyarakat akademik
d. Mengomunikasikan pemikiran/argumen atau karya inovasi yang bermanfaat bagi
pengembangan profesi, dan kewirausahaan, yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan etika profesi, kepada masyarakat terutama masyarakat
profesinya
e. Meningkatkan keahlian keprofesiannya pada bidang yang khusus melalui pelatihan
dan pengalaman kerja bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang profesinya
sesuai dengan kode etik profesinya
f. Melakukan evaluasi secara gerontik terhadap hasil kerja dan keputusan yang
dibuat dalam melaksanakan pekerjaannya oleh dirinya sendiri dan oleh sejawat
g. Memimpin suatu tim kerja untuk memecahkan masalah pada bidang profesinya
h. Bekerja sama dengan profesi lain yang sebidang dalam menyelesaikan masalah
pekerjaan bidang profesinya
i. Mengembangkan dan memelihara jaringan kerja dengan masyarakat profesi dan
kliennya
j. Mendokumentasikan, menyimpan, mengaudit, mengamankan, dan menemukan
kembali data dan informasi untuk keperluan pengembangan hasil kerja profesinya
k. Meningkatkan kapasitas pembelajaran secara mandiri

3. CP Keterampilan Khusus
a. Menerapkan filosofi, konsep holistic dan proses keperawatan gerontik dengan
menekankan aspek caring dan peka budaya.
b. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gerontik terkait
gangguanberbagai sistem pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan
etis dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
c. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gerontik terkait gangguan
berbagai sistem pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan etis dengan
menekankan aspek caring dan peka budaya.
d. Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam asuhan keperawatan dalam
mengatasi masalah yang berhubungan dengan kasus gerontik terkait berbagai
sistem dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
e. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada individu dengan kasus
gerontik terkait berbagai sistem dengan memperhatikan aspek legal dan etis
dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
f. Melaksanakan fungsi advokasi dan komunikasi pada kasus gerontik terkait
berbagai sistem dengan menekankan aspek caring dan peka budaya.
g. Mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus gerontik sesuai dengan
standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan
pelayanan yang efisien dan efektif dengan menekankan aspek caring dan peka
budaya.
4. CP Pengetahuan
a. Menjelaskan konsep lanjut usia
b. Menjelaskan teori menua
c. Menjelaskan demografi dan gerontologi
d. Menjelaskan konsep dasar keperawatan gerontik
e. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik
f. Merencanakan asuhan keperawatan gerontik di panti werdha
g. Menjelaskan etik dan hukum keperawatan gerontik
h. Menjelaskan komunikasi efektif pada lansia
i. Menjelaskan konsep posyandu lansia
j. Mengaplikasikan asuhan keperawatan lansia dengan kasus tertentu.
k. Menjelaskan kesejahteraan lanjut usia
l. Menjelaskan post power syndrome
m. Menjelaskan substance abuse
n. Menjelaskan konsep dasar sistem rujukan pelayanan gerontology
o. Menjelaskan nursing social worker keperawatan gerontik

C. Strategi Perkuliahan
Pendekatan perkuliahan ini adalah pendekatan Student Center Learning. Dimana
Mahasiswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan
lebih banyak menggunakan metode ISS (Interactive skill station) dan Problem base
learning. Interactive skill station diharapkan mahasiswa belajar mencari materi secara
mandiri menggunakan berbagai sumber kepustakaan seperti internet, expert dan lainlain,
yang nantinya akan didiskusikan dalam kelompok yang telah ditentukan. Sedangkan
untuk beberapa pertemuan dosen akan memberikan kuliah singkat diawal untuk
memberikan kerangka pikir dalam diskusi. Untuk materi-materi yang memerlukan
keterampilan, metode yang yang akan dilakukan adalah simulasi dan demonstrasi.
Berikut metode pembelajaran yang akan digunakan dalam perkuliahan ini:
1. Mini Lecture
2. Case Studi
3. SGD
4. Demonstrasi dan simulasi
BAB 2
KEGIATAN BELAJAR

A. Kegiatan Belajar 1
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep lanjut usia
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kebugaran pada lansia, , mampu
melaksanakan pendidikan kesehatan
2. Uraian Materi
Konsep Lanjut Usia
Dosen: Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. DEFINISI LANSIA
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000). Usia lanjut adalah sesuatu
yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu
akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea,
2005). Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar,
2006).
B. PROSES MENUA
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh
usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua
normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu
(Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses
yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada
tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut.
Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua.
Antara lain :
 Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan
juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut
dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu,
pada lansia seringkali terlihat kurus.
 Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.
Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan kekurangan
kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu makan. Penurunan indera
pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
 Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia
lanjut.
 Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan
seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan, serta susah BAB
yang dapat menyebabkan wasir.
 Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban, kurang
aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu aktivitas
kegiatan sehari-hari.
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan
berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas yang
mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan dalam menyususn rencana, mengatur
sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam
emlakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama
adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan
sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid
atau perilaku anti sosial lainnya.
Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam
jumlah besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai
dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah. Incontinentia urine (IU)
adalah pengeluaran urin diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan
yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut
yang mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan
dehidrasi.
Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk
mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain sindrom
lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang berkepanjangan
C. BATASAN LANSIA
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)
 Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan
dapat dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
D. TIPE - TIPE LANSIA
 Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada
tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai
kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan
yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, jabatan, teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, pasif, dan kaget.
E. TEORI PENUAAN
1. Teori Biologis
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan
perubahan secara komulatif dan serta berakhir dengan kematian. Proses menua
merupakan suatu yang fisiologis yang akan dialami oleh setiap orang. Batasan
orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998 adalah 60 tahun.
Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi :
a) Teori Instrinsik
Teori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab
dalam diri sendiri.
b) Teori Ekstrinsik
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan pengaruh
lingkungan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi :
a) Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara
genetik untuk species – species tertentu. Tiap species mempunyai didalam
nuklei ( inti selnya )suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan menghentikan
replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti
kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan
atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini didukung kenyataan bahwa
ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat
adanya perbedaan harapan hidup yang nyata.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b) Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi somatik
. sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapqaat mempperpanjang
umur.menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel
somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsi sel
tersebut. Sebaai salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel
somatik adalah hipotesis error catastrope.
c) Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Sad jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
d) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal
bebas mengakibatkan oksigenasi bahan - bahan organik seperti KH dan
protein.radikal ini menyebabkansel – sel tidak dapat beregenerasi.
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
2. Teori Sosial
a) Teori aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan social
b) Teori Pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori
pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa dengan
berubahnya usi seseorang secara berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun,
baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi kehilangan
ganda yaitu:
 Kehilangan peran
 Hambatan kontrol social
 Berkurangnya komitmen
c) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan
lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
 lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif
dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya
di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau
dihilangkan
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
3. Teori Psikologi
a) Teori Kebutuhan manusia mneurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan
yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow 11111954). Kebutuhan
ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia
sidah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya
sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
b) Teori individual
Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari
seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan
masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu
terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama.
Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah
subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan
antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang
paling penting bagi kesehatan mental.
F. PERUBAHAN - PERUBAHAN MULTISISTEM YANG TERJADI PADA
LANSIA
Pada lansia terjadi perubahan-perubahan akibat proses menua diantaranya adalah
perubahan pada sistem pencernaan seperti :
 Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disiase yang biasa terjadii
setelah umur 30 tahun
 Indra pengecap menurun,adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra
pengecap, hilangnya sensivitas saraf pengecap lidah terutama rasa
manis,asin,pahit
 Rasa lapar menurun
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi atau gangguan pada sistem
gastrointestinal seperti penyakit gastritis
 Fungsi absorbsi melemah
 Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang
Lansia yang menderita gastritis akan mengalami perubahan pada sistem
pencernaannya. Patofisiologi Gastritis Akut Membran mukosa lambung menjadi
edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan dan darah) dan
mengalami erosi super fisial, bagian ini mengekskresi sejumlah gerak lambung
yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial
dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasian dapat mengalami ketidak
nyamanan, sakit kepala, mulas, mual dan anoreksia. Sering disertai dengan
muntah dan cegukan.
Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau tipe B. Tipe A
(sering disebut gastritis Auto imun) diakibatkan dari sel pariatel yang
menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit
autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. Pylory) mempengaruhi
antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum).
Ini dihubungkan dengan bakteri H. Pylory; faktor diet seperti minum
panas atau pedas; penggunaan obat-obatan atau alkohol; merokok atau refluk isi
usus ke dalam lambung.Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan
faktor desensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa lambung.
G. DAMPAK KEMUNDURAN DAN MASALAH-MASALAH KESEHATAN
PADA LANSIA
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan,
yaitu masa anak, dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap
individu dimana akan menimbulkan perubahan-perubahan struktur dan fisiologis
dari beberapa sel/jaringan/organ dan system yang ada pada tubuh manusia
(Mubarak,2009:140)
Kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik,
diantaranya yaitu :
 Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang
menetap
 Rambut kepala mulai memutih atau beruban
 Gigi mulai lepas (ompong)
 Penglihatan dan pendengaran berkurang
 Mudah lelah dan mudah jatuh
 Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah akibat penurunan kelemahan
 otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi
 Gangguan gaya berjalan
 Sinkope-dizziness;
Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :
 Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik
 Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik dari pada hal-hal yang
baru saja terjadi
 Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
 Sulit menerima ide-ide baru
Dampak kemunduran
Kemunduran yang terjadi pada lansia dipandang dari sudut biologis
mempunyai dampak terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki lanjut
usia. Jika berbicara tentang menjadi tua, kemunduran yang paling banyak
dikemukakan. Selain berbagai macam kemunduran ada sesuatu yang dapat meningkat
dalam proses menua, yaitu sensitivitas emosional seseorang. Hal ini yang akhirnya
menjadi sumber banyak masalah pada masa tua. Coba dilihat sepintas mengenai
beberapa dampak kemunduran tersebut yaitu semakin perasanya orang yang
memasuki lanjut usia. Misalnya kemunduran fisik, yang berpengaruh terhadap
penampilan seseorang. Pada umumnya saat usia dewasa, seseorang dianggap tampil
paling cakap, tampan atau paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi pada dirinya
membuat membuat yang bersangkutan berkesimpulan bahwa kecantikan atau
ketampanan yang mereka miliki mulai hilang. Baginya, hal ini berarti kehilangan daya
tarik dirinya.
Masalah Yang di alami oleh Lansia
1. Mudah jatuh
Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi. Penyebabnya multi-
faktor. Dari faktor instrinsik misalnya : gangguan gaya berjalan, kelemahan otot
ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau pusing. Untuk faktor
ekstrinsik, misalnya lantai licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang
kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya sehingga dapat menyebabkan
keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
2. Mudah lelah
Hal ini disebabkan oleh Faktor psikologis seperti perasaan bosan, keletihan, atau
depresi dan penyebab lainnya adalah :
o Gangguan organis : anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang
(osteomalasia), gangguan pencernaan,kelainan metabolisme (diabetes melitus,
hipertiroid), gangguan ginjal dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan
sistem peredaran darah dan jantung.
o Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, dan obat yang
melelahkan daya kerja otot.
o Berat badan menurun
Berat badan menurun disebabkan oleh :
- Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah
hidup atau kelesuan serta kemampuan indera perasa menurun
- Adanya penyakit kronis
- Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan
terganggu
- Faktor sosio-ekonomis (pensiunan)
3. Gangguan Kardiovaskuler
 Nyeri dada
 Sesak nafas pada kerja fisik
 Palpitasi
 Edema kaki
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
 Nyeri pinggang atau punggung
 Nyeri sendi pinggul
5. Keluhan pusing
6. Kesemutan pada anggota badan
7. Berat badan menurun
8. Gangguan eliminasi
 Inkontinensia urin atau ngompol
 Inkontinensia alvi
9. Gangguan ketajaman penglihatan
10. Gangguan pendengaran
11. Gangguan tidur
12. Mudah gatal

H. KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA


 Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis
 Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina,
cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK
 Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
 Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
 Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
 Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
 Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
 Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb
I. Peran Perawat pada klien lansia sesuai Proses Penuaan.
Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang membutuhkan
suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu upaya
penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi pada lansia.
Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi pelayanan
kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting dalam hal ini
tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk merawat
lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1) Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yagn dialami oleh lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya.
Perawatan fisik ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya
Masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya
sehari-hari bisa dipenuhi sendiri.
b. Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya
mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan bantuan orang lain
untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah peran perawat teroptimalkan,
terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya, dan untuk itu perawat harus mengetahui dasar
perawatan bagi pasien lansia.
Peran perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting dalam
usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul
bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Selain itu kemunduran kondisi fisik
akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan
infeksi dari luar. Untuk para lansia yang masih aktif, peran perawat sebagai
pembimbing mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal
makanan, cara mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur atau
sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting
dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena adanya
potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.
2) Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.
Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai salah satu
upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan sesama usila.
Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan memberikan kebahagiaan
karena masih ada orang lain yang mau bertukar pikiran serta menghidupkan
semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat dijadikan pegangan bahwa para
lansia tersebut adalah makluk sosial juga, yang membutuhkan kehadiran orang
lain.
3) Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan bantuan
orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala sesuatu yang
asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran perawat disini
melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan seorang perawat yang
memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan suasana
aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan lain yang
disenangi sebatas kemampuannya. Peran perawat disini juga sebagai motivator
atau membangkitkan kreasi pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus
asa, rendah diri, rasa terbatas akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan
karena bersamaan dengan makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang
antara lain menurunnya daya ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi,
perubahan pola tidur dengan kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan
pengeseran libido.
Mengubah tingkah laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia tidak dapat
dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara perlahan-lahan
dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga
seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah beban tetapi justru tetap
memberikan rasa puas dan bahagia.
3. Rangkuman
Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian. Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
4. Penugasan dan Umpan Balik
Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise
B. Kegiatan Belajar 2
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan teori menua dan masalah yang terjadi pada lansia,
mampu mengelola administrasi keperawatan
2. Uraian Materi
Konsep Menua
Dosen: Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
1. Pengertian Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut secara
alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan
lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi
mulai ompong, aktivitas menjadi lamban, nafsu makan berkurang dan kondisi
tubuh yang lain juga mengalami kemunduran.
2. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
A. Perubahan-perubahan Fisik
1. Sel
a) Lebih sedikit jumlahnya.
b) Lebih besar ukurannya.
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e) Jumlah sel otak menurun.
f) Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
g) Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persarafan
a) Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
b) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
d) Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
a) Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau
nadanada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
c) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.
4. Sistem Penglihatan
a) Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem Kardiovaskuler
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi. Perubahan posisi dari tidur
ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun, mengakibatkan pusing mendadak.
e) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
a) Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
akibatnya aktivitas otot menurun.
7. Sistem Respirasi
a) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b) Menurunnya aktivitas dari silia.
c) Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d) Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e) Kemampuan untuk batuk berkurang.
f) Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8. Sistem Gastrointestinal
a) Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk
dan gizi yang buruk.
b) Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di
lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c) Eosephagus melebar.
d) Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Daya absorbsi melemah.
9. Sistem Reproduksi
a) Menciutnya ovari dan uterus.
b) Atrofi payudara.
c) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
d) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
e) Selaput lendir vagina menurun.
10. Sistem Perkemihan
a) Ginjal
b) Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron).
Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c) Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11. Sistem Endokrin
a) Produksi semua hormon menurun.
b) Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic
Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
c) Menurunnya produksi aldosteron.
d) Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen,
dan testosteron.
12. Sistem Kulit (Sistem Integumen)
a) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
b) Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
c) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
d) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
e) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
g) Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
13. Sistem Muskuloskletal
a) Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
b) Kifosis
c) Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
d) Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
e) Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
f) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil). Otot-otot serabut
mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram
dan menjadi tremor.
g) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
B. Perubahan-perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
Kenangan
(Memory)
a. Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
mencakup beberapa perubahan.
b. Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.

IQ (Inteligentia Quantion).
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor
waktu.
C. Perubahan-perubahan Psikososial
a. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna
tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
 Kehilangan finansial (income berkurang).
 Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya).
 Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
 Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan.
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman
dan family.
j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
3. Teori Proses Menua
Faktor yang memberi kontribusi utama pada proses menua yaitu:
1. Teori Biologi
a. Teori Genetik Clock
Menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik
didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika
jam ini sudah habis putarannya maka akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick (1980), dari teori itu
dinyatakan adanya hubungan antara membelah sel dalam kultur dengan umur
spesies mutasi somatik (teori errorrcatastrophe).
b. Teori Error
Menurut teori ini prose menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut akan
berakibat keselahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan
fungsi sel secara perlahan.
Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa
perubahan alami pada sel pada DNA dan RNA yang merupakan substansi
pembangunan atau pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi
perubahan sel dimana sel-sel nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti
dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
c. Teori Autoimun
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya
kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun
tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing
dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini
dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain
sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada
proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga
sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994
dikutif dari Nuryati, 1994).
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam
tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal
Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat
merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein,
dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan
Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak
terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan
organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear Teori Biologi
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Psikososial
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan
secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti
hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan
mempercepat proses penuaan.
e. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi
menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang
sempurna.
f. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan.
g. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
h. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
3. Teori Lingkungan
a. Teori Radiasi
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar UV
maupun dalam bentuk gelombang-gelombang mikro yang telah menumbuk
tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan susunan DNA dalam
sel hidup atau bahkan rusak dan mati.
b. Teori Stres
Stres fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan pengeluaran
neurotransmitter tertentu yang dapat mangekibatkan perfusi jaringan menurun
sehingga jaringan mengalami kekurangan O2 dan mengalami gangguan
metabolisme sel sehingga terjadi penurunan jumlah cairan dalam sel dan
penurunan eksisitas membran sel.
c. Teori Polusi
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami gangguan
pada sistem psikoneuroimunologi yang seterusnya mempercepat terjadinya
proses menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
d. Teori Pemaparan
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan sinar
ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga proses
penuaan atau kematian sel bisa terjadi.
3. Rangkuman
Proses menua merupakan proses yang terus menerus atau berlanjut secara alamiah.
Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut
memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi mulai ompong,
aktivitas menjadi lamban, nafsu makan berkurang dan kondisi tubuh yang lain juga
mengalami kemunduran.
4. Penugasan dan Umpan Balik
Tujuan Tugas: Mengidentifikasi Menjelaskan tentang Materi
terkait 1.Uraian Tugas:
a. Obyek garapan: Makalah Ilmiah Judul pada TM yang dimaksud
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Membuat makalah tentang materi terkait pada masing-masing Materi yang
disebutkan
 Membuat PPT
 Presentasi Makalah
c.Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan: Makalah Ilmiah pada sistem
terkait
d. Metode Penulisan
Substansi
Halaman Judul
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
(1.1 Latar belakang, 1.2 Tujuan Penulisan)
Bab 2 Tinjauan Pustaka
(2.1 Dst…Berisikan Materi terkait)
Bab 3 Penutup
(3.1 Kesimpulan, 3.2 Saran)
Daftar Pustaka
C. Kegiatan Belajar 3
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan demografi dan gerontologi
b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar keperawatan gerontik, mampu
berpatisipasi aktif sebagai anggota tim
2. Uraian Materi
Konsep Gerontik
Dosen: Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk,
2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
B. Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis)
b. Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
c. Lansia
d. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
e. c. Lansia risiko tinggi
f. Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
g. Lansia potensial
h. Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
i. Lansia tidak potensial
j. Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
C. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam
buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
4. Tipe pasraH
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingunG.
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai
berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks
kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu
lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya,
lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan
sosial, lansia di panti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan
gangguan mental.
D. Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah
sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan
proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau
yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan
adalah sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress
F. Teori – Teori Penuaan
1. Menurut Betty Newman
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang
dengan usia berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang
berbeda, tidak ada satu faktor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
1). Teori-Teori Biologi
a). Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
b). Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan
sel-sel tubuh lelah (terpakai).
c). Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut
teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen
Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang
lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.
d). Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e). Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan
gizi.

f.) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)


Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia
dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun
(menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g). Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theor)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
h). Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
i). Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
j). Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
k). Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
Teori Kejiwaan Sosial
1. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.
3. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepasuikan diri
dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1) Kehilangan peran (Loss of Role)
2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and
Values).
3. Rangkuman
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Batasan lanjut usia menurut WHO terbagi menjadi 5 yaitu usia pertengahan
(Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (Elderly) ialah
kelompok usia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara
75 dan 90 tahun, usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
Teori –teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi oleh Betty
Newman di kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologi dan
kejiwaan sosial. Sedangkan teori penuaan menurut Barbara Cole Donlon di
kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.

4. Penugasan dan Umpan Balik


Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise
D. Kegiatan Belajar 4-7
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan perawatan gerontik
b. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik (pengkajian
pada lansia), mampu menjalin hubungan interpersonal
c. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan
gerontik (menganalisis data pengkajian dan menyusun diagnose
keperawatan)
d. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik (menyusun
intervensi, melakukan tindakan k eperawatan dan evaluasi keperawatan gerontik)
e. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada lansia
f. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan gerontik di panti
werdha
2. Uraian Materi
Konsep Askep Gerontik
Dosen: Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku,
Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
 Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
 Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
 Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
 Frekuensi jantung meningkat
 Perubahan irama jantung
 Takipnea
4. Integritas ego
 Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
 Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
 Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
 Mual, muntah.
 Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
 Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
 Nyeri hilang timbul pada tungkai.
 Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
 Nyeri abdomen.
B. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada klien dengan
hipertensi menurut Doengoes (2000) meliputi :
1. BUN / Kreatinin: Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
2. Glukosa: Hiperglikemia (Diabetes Mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
3. Hemoglobin / Hematokri: Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-
faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
4. Kalium serum: Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).
7. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin / serum: Untuk mengkaji aldosteronismeprimer
(penyebab).
9. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau
adanya diabetes.
10. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko
terjadinya hipertensi.
11. Steroid urin: Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau difungsi pituitari, sindrom cushing’s, kadar renin dapat
juga meningkat.
12. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
13. VMA Urine (metabolit katekolamin): Kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urine 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositomabila hipertensi hilang timbul.
A. Pengkajian
14. Foto dada: Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup; deposit
pada dan/atau takik aorta; perbesaran jantung.
15. CT scan: Mengkaji tumor cerebral, CSV, ensefalofati atau
feokromositoma.
16. EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi. (Fatimah.,2010)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
2. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi
motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.
4. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang
pandang, motorik atau persepsi.
5. Kurang pengetahuan tentang hipertensi berhubungan dengan kurang sumber
informasi
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan aldosteron

3. Rangkuman
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

4. Penugasan dan Umpan Balik


Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise
E. Kegiatan Belajar 8
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan etik dan hukum keperawatan gerontik
2. Uraian Materi
Legal Etik Keperawatan Gerontik
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
1. Konsep Legal Etik
Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur
dalam kode etik keperawatan.
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang
diatur dalam undang-undang keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai
profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan
kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu
harus juga bisa diandalkan.
International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja
kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional,
Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang
Professional Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat
utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif,
komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan
memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar
Hukum Kesehatan UI 2006)
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan
legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan,
pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat.
Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya
sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 37
sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari
penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.
2. Isi dari prinsip – prinsip legal dan etis adalah :
a. Autonomi ( Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan
hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Beneficience ( Berbuat Baik )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.
c. Justice ( Keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. d. Nonmal eficience ( Tidak
Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
d. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan
untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
e. Fidellity (Metepati Janji)

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 38


Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien.
f. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
g. Accountability ( Akuntabilitas )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
h. Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung
pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan
yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko
yang berkaitan dengannya.
3. Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh
warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum
untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu
dihindari seorang perawat :
a) Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan
cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak
melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan
cedera.
b) Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena
mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang
tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
c) Fitnah
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 39
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan
orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda
menyatakan secara verbal atau tertulis.
d) False imprisonment
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan
pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau
bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa
juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus
digunakan sesuai dengan perintah dokter
e) Penyerangan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh
orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti
secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan
selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus
mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.
f) Pelanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan
pribadinya.Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan
itu adalah tindakan yang melawan hukum.
g) Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda
terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik
meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien.
Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang
paling rentan. Biasanya,pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung
jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa
seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi.
Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir
semua penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai
seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.
4. Landasan Aspek Legal Keperawatan
Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan Aspek
legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan
kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu
Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik
Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.
Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki
kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan.
Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang
diberikan juga berjenjang.
Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam
bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam
profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh
Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan
dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti
tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-
masing.
5. Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan
Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek hukum
yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara
perorangan maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku hubungan baik antara
manusia yang satu dengan yang lain, antar kelompok manusia, maupun antara
manusia dengan kelompok manusia. Hukum dalam interaksi manusia merupakan
suatu keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006).
Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan
berbunyi : “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.”
Begitupun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi “Pelaksanaan
pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini
keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan keperawatan
di rumah sakit meliputi : proses pemberian asuhan keperawatan, penelitian dan
pendidikan berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan
sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan
penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan keperawatan, juga
peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang diperoleh melalui
pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk keamanaan pemberian asuhan
bagi pemberi pelayanan dan juga pasien selaku penerima asuhan.
Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam Kepmenkes
1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat beberapa hal
yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan. Adapun kegiatan yang secara
langsung dapat berhubungan dengan aspek legalisasi keperawatan :
a) Proses Keperawatan
b) Tindakan keperawatan
c) Informed Consent
Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien
perlu ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta kewenangan perawat agar
tidak terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya serta memberikan suatu
kepastian hukum, perlindungan tenaga perawat. Hak dan kewajiban perawat
ditentukan dalam Kepmenkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal
Pelayanan Medik Nomor Y.M.00.03.2.6.956

3. Rangkuman
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai
tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang
keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun
sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan
bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran.
Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga
bisa diandalkan.
4. Penugasan dan Umpan Balik
Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 42
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise
F. Kegiatan Belajar 9
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan komunikasi efektif pada lansia
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep posyandu
2. Uraian Materi
Konsep Posyandu
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Pengertian Posyandu
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh
dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan (Cessnasari. 2005).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelanggraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemmudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar/social dasar untuk mempercepat penurunan Angka
Kematian Ibu dan Bayi ( Departemen Kesehatan RI. 2006 ). Posyandu adalah
sistem pelayanan yang dipadukan antara satu program dengan program lainnya
yang merupakan forum komunikasi pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya
program KB dengan kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan masyarakat (BKKBN, 2009).
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat
dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari
petugas kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam
peningkat mutu manusia di masa yang akan datang dan akibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 intervensi yaitu :
a. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan
untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu
sampai usia balita.
b. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk
membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun
mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.
c. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk
memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan
bangsa dan negara.
Intervensi 1 dan 2 dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan
sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan
pengembangan Posyandu merupakan strategi yang tepat untuk intervensi ini.
Intervensi ke 3 perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek
Poleksosbud.
B. Manfaat Posyandu
1. Bagi Masyarakat :
a) Mendukung perbaikan perilaku, keadaan gizi dan kesehatan keluarga
sehingga:
- Keluarga menimbang balitanya setiap bulan agar terpantau
pertumbuhannya.
- Bayi umur 0-11 bulan memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali,
BCG 1 kali, Polio 4 kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali.
- Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul vitamin A warna biru
(100.000 SI)
- Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul vitamin A warna merah
(200.000 SI) setiap 6 bulan (Februari dan Agustus)
b) Mendukung perilaku hidup bersih dan sehat
c) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar.
d) Mendukung pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan dan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
e) Mendukung pelayanan KB.
f) Memperoleh bantuan dalam pemecahan masalah kesehatan.
g) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu.
2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh Masyarakat
a) Mendapatkan informasi tentang upaya kesehatan.
b) Dapat membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan.
3. Bagi Puskesmas
a) Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan
kesehatan S1.
b) Membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan.
c) Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana dengan pemberian
pelayanan secara terpadu.
4. Bagi Sektor Lain
a) Lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah.
b) Meningkatkan efiseiansi pemberian pelayanan sesuai tupoksi masing-
masing.
C. Tujuan Posyandu
Tujuan didirikannya Posyandu Yaitu :
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu
Hamil, melahirkan dan nifas).
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang
menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,
Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.
D. Jenis Posyandu
Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes RI 2006,
Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang
ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin
serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab
tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, disamping jumlah
kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah
memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya
masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut sertakan
tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam
mengelola kegiatan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak
5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu
menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader
sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya >
50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah
memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat
yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah
kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk
pembinaan dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.
E. Kegiatan Utama Posyandu
Kegiatan utama di posyandu meliputi kegiatan pemantauan tumbuh
kembang balita, pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi untuk
mencegah penyakit, penanggulangan diare, pelayanan KB penyuluhan dan
konseling/rujukan konseling bila diperlukan.
F. Pengelola dan Sasaran Posyandu
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat/ keluarga, utamanya
adalah bayi baru lahir, bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas,
PUS.
1. Tingkat desa dan kelurahan
Sesuai Inmendagri Nomor 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan
Pembinaan mutu Posyandu ditingkat desa dan kelurahan sebagai berikut
:
a) Penanggungjawab umum : Ketua Umum LKMD (Kades/Lurah).
b) Penggungjawab operasional: Ketua I LKMD (Tokoh Masyarakat)
c) Ketua Pelaksana : Ketua II LKMD/Ketua Seksi 10 LKMD ( Ketua
Tim Penggerak PKK).
d) Sekretaris : Ketua Seksi 7 LKMD
e) Pelaksana: Kader PKK, yang dibantu Petugas KB-Kes.
2. Pokjanal Posyandu
Pokjanal Posyandu yang dibentuk disemua tingkatan
pemerintahan terdiri dari unsur Instansi dan Lembaga terkait secara
langsung dalam pembinaan Posyandu yaitu :
a) Tingkat Propinsi : BKKBN, BKKBN tingkat provinsi terdiri dari PMD
(Pembinaan Masyarakat Desa), Bappeda, dan Tim Penggerak PKK.
b) Tingkat Kab/Kodya : Kantor Depkes/Kantor Dinkes, BKKBN, PMD,
Bappeda.
c) Tingkat Kecamatan : Tingkat Pembina LKMD Kec ( puskesmas,
Pembina petugas Lapangan, KB, Kaur Bang (Kepala Urusan
Pembangunan), dan KPD (Kader Pembangunan Desa)
Pokjanal Posyandu bertugas :
a) Menyiapkan data dan kelompok sasaran serta cakupan program.
b) Menyiapkan kader.
c) Menganalisis masalah dan menetapkan aIternatif pemecahan masalah.
d) Menyusunan rencana.
e) Melakukan pemantauan dan bimbingan.
f) Menginformasikan masalah kepada instansi/lembaga terkait.
g) Melaporkan kegiatan kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD.
G. Dasar Pelaksanaan Posyandu
Surat keputusan bersama Mendagri/Menkes/BKKBN. Masing-
masing No.23 tahun 1985. 21/Men.Kes/Inst.B./IV 1985, 1I2/HK-011/
A/1985 tentang penyelenggaraan Posyandu yaitu :
1. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral untuk menyelenggarakan
Posyandu dalam lingkup LKMD dan PKK.
2. Mengembangkan peran serta masyarakat dalarn meningkatkan fungsi
Posyandu serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam program-
program pembangunan masyarakat desa.
3. Meningkatkan fungsi dan peranan LKMD PKK dan mengutamakan
peranan kader pembangunan.
4. Melaksanakan pembentukan Posyandu di wilayah/ di daerah masing-
masing dari melaksanakan pelayanan paripurna sesuai petunjuk Depkes
dan BKKBN.
5. Undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 66 , dana sehat sebagai cara
penyelenggaraan dan pengelolaan pemeliharaan kesehatan secara
paripurna.
H. Kegiatan Posyandu
Beberapa kegiatan di Posyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan
Posyandu (Panca Krida Posyandu), antara lain:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
a) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta
bayi, anak balita dan anak prasekolah.
b) Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk
karena kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian
makanan tambahan vitamin dan mineral
c) Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasinya
d) Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan
program KIA.
2. Keluarga Berencana
a) Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan
perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena
melahirkan anak berkali-kali dan golongan ibu beresiko tinggi
b) Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya
3. Immunisasi
Imunisasi Tetanus Toksoid 2 kali pada ibu hamil. Pada bayi umur
0-11 bulan memperoleh imunisasi Hepatitis B 4 kali, BCG 1 kali, Polio 4
kali, DPT 3 kali dan campak 1 kali. Bayi 6-11 bulan memperoleh 1 kapsul
vitamin A warna biru (100.000 SI). Anak 12-59 bulan memperoleh kapsul
vitamin A warna merah (200.000 SI) setiap 6 bulan (Februari dan
Agustus).
4. Peningkatan gizi
a) Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.
b) Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori
cukup kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang
menyusui.
c) Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun.
5. Penanggulangan Diare
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh
kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu:
a. Kesehatan Ibu dan Anak
b. Keluarga Berencana
c. Immunisasi
d. Peningkatan gizi
e. Penanggulangan Diare
f. Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan
air limbah yang benar, pengolahan makanan dan minuman.
g. Penyediaan Obat essensial
Berdasarkan hal diatas adapun kegiatan pokok yang dilakukan
dalam pelaksanaan Posyandu yaitu :
a. KIA
b. KB
c. Imunisasi
d. Gizi.
e. Penanggulangan Diare
I. Alasan Pembentukan dan Pendirian Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti:
a. Pos penimbangan balita
b. Pos immunisasi
c. Pos keluarga berencana desa
d. Pos kesehatan
e. Pos lainnya yang dibentuk baru

Posyandu didirikan karena mempunyai beberapa alasan sebagai berikut:


a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatn khususnya dalam upaya
pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang
kesehatan dan keluarga berencana (Effendi, 1998).
J. Keberhasilan Posyandu
Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN.
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu.
K : Semua balita yang memiliki KMS.
D : Balita yang ditimbang.
N : Balita yang Berat Badannya naik.
K. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kedatangan Ibu di Posyandu
Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kedatangan Ibu di Posyandu
adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan ibu tentang manfaat posyandu.
b. Motivasi ibu untuk membawa anaknya ke posyandu
c. Pekerjaan ibu
d. Dukungan dan motivasi dari kader posyandu dan tokoh masyarakat
e. Sarana dan prasarana di posyandu
f. Jarak dari posyandu tersebut
L. Sistem Informasi Posyandu (SIP)
Sistem informasi Posyandu (SIP) adalah rangkaian kegiatan untuk
menghasilkan data dan informasi tentang pelayanan terhadap proses tumbuh
kembang anak dan pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak yang meliputi
cakupan program, pencapaian program, kontinuitas penimbangan, hasil
penimbangan dan partisipasi masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan secara
tepat guna dan tepat waktu bagi pengelola Posyandu. Oleh sebab itu Sistem
Informasi Posyandu (SIP) merupakan bagian penting dari pembinaan
Posyandu secara keseluruhan. Konkritnya, pembinaan akan lebih terarah
apabila di dasarkan pada informasi yang lengkap, akurat dan aktual. Dengan
kata lain pembinaan merupakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi
karena didasarkan pada informasi yang tepat, baik dalam lingkup terbatas
maupun lingkup yang lebih luas.
Adapun manfaat System Informasi Posyandu (SIP) yaitu sebagai bahan
kader Posyandu untuk memahami permasalahan sehingga dapat
mengembangkan kegiatan yang tepat dan disesuaikan dengan kebutuhan
sasaran dan sebagai bahan informasi yang tepat guna dan tepat waktu
mengenai pengelolaan posyandu, agar berbagai pihak yang berperan dalam
pengelolaan Posyandu dapat menggunakannya untuk membina posyandu demi
kepentingan masyarakat.
Macam-macam format System Informasi Posyandu (SIP) seperti:
a. Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan kematian ibu hamil,
melahirkan nifas. Berisi catatan dasar mengenai sasaran posyandu.
b. Registrasi bayi dan balita di wilayah kerja posyandu. Berisi catatan
pemberian tablet besi, vitamin A, pemberian oralit, tanggal imunisasi,
dan apabila bayi meninggal, maka perlu dicatat tanggal bayi meninggal
diwilayah kerja posyandu tersebut.
c. Register WUS dan PUS diwilayah kerja posyandu. Berisi daftar ibu
hamil, catatan umur kehamilan, pemberian tablet tambah darah,
imunisasi, pemeriksaan kehamilan, tanggal dan penolong kelahiran,
data bayi yang hidup dan meninggal, serta data ibu meninggalndi
wilayah kerja posyandu.
d. Register ibu hamil dan nifas di wilayah kerja posyandu. Berisi daftar
wanita dan suami istri usia produktif yang memiliki kemungkinan
mempunyai anak ( hamil ).
e. Data posyandu. Berisi catatn jumlah pengunjung (bayi, balita, WUS,
PUS, ibu hamil, menyusui, bayi lahir dan meninggal), jumlah petugas
yang hadir (kader posyandu, kader PKK, PKB/PLKB, paramedic dan
sebagainya).
f. Data hasil kegiatan posyandu. Berisi catatan jumlah ibu hamil yang
diperiksa dan mendapat tablet tambah darah, jumlah ibu menyusui,
peserta KB ulang yang dilayani, penimbangan balita, semua balita yang
mempunyai KMS, balita yang timbangannya naik dan di Bawah Garis
Merah (BGM), balita yang mendapatkan vitamin A, KMS yang
dikeluarkan (dibagikan), balita yang mendapat sirup besi, dan imunisasi
(DPT, Polio, campak, hepatitis B) serta balita yang menderita diare.
Mekanisme Operasional Sistem Informasi Posyandu (SIP) :
a. Penggung jawab Sistem Informasi Posyandu (SIP) adalah Pokjanal
Posyandu di Propinsi dan Dati II di tingkat kecamatan adalah Tim
Pembina LKMD/Kelurahan berkoordinasi dengan LKMD Seksi 10.
b. Pemerintah Desa bertanggung jawab atas tersediannya data dan
informasi Posyandu.
c. Pengumpul data dan informaosi adalah Tim Penggerak PKK dan
LKMD dengan menggunakan instrumen :
1) Catatan ibu hamil, kelahiran /kematian dan nifas oleh ketua kelompok
Dasa Wisma (kader PKK) .
2) Register bayi dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
3) Register anak balita dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
4) Register WUS- PUS alam wilayah ketiga Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
5) Register Ibu hamil dalam wilayah kerja Posyandu bulan Januari s/d
Desember.
6) Data pengunjung petugas Posyandu, kelahiran dan kematian bayi dan
kematian ibu hamil melahirkan dan nifas.
7) Data hasil kegiatan Posyandu.
M. Pembiayaan Posyandu
Adapun beberapa pembiayaan yang didapatkan untuk melakukan
posyandu didapatkan dari:
1. Sumber Daya Masyarakat
a. Iuran Pengguna Posyandu
b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat
c. Sumbangan dari perorangan atau kelompok masyarakat
d. Dana social keagamaa, misalnya zakat, infak dsb
2. Swasta/ Dunia Usaha
Misalnya dengan menjadikan Posyandu sebagai anak angkat
perusahaan dan bantuannya dapat berupa dana, prasarana atau tenaga
sukarelawan.
3. Hasil Usaha
Pengurus dan kader Posyandu dapat melakukan usaha dimana
hasilnya dapat disumbangkab untuk pengelolaan Posyandu, contohnya
Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan Taman Obat Keluarga (TOGA).
4. Pemerintah
Bantuannya berupa dana stimulant atau dalam bentuk sarana dan
prasarana Posyandu.
Kesimpulan
Melihat efesiensi pelayanan serta manfaat dari Posyandu, tentunya
upaya-upaya yang sudah berjalan harus ditingkatkan agar anggota masyarakat
dapat menolong diri dan keluarganya dalam bidang kesehatan juga yang lebih
penting dengan mengikuti kegiatan Posyandu secara teratur bagi yang
mempunyai balita. Dapatlah tercapai apa yang kita harapkan yaitu sumber daya
manusia yang berkemampuan dalam menghadapi kehidupan dimasa yang akan
datang. Namun kita tidak boleh menutup mata untuk memperhatikan para
kader yang sangat banyak pengorbanannya dalam mangelola Posyandu,
baginya tidak lupa perhatian kita padanya.
3. Rangkuman
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petugas
kesehatan dan keluarga. berencana yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis
untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu
manusia di masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia
4. Penugasan dan Umpan Balik
Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise
G. Kegiatan Belajar 10
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan lansia dengan kasus tertentu
2. Uraian Materi
Konsep Askep Lansia
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan
untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan
pertolongan kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di
rumah
/ lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh
perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota
keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan
sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan
asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok
lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain: Untuk lanjut usia yang
masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene:
kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk
kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti
tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi,
bervariai dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. Untuk lanjut usia yang
mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau
petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus
(lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan
kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain: Berkurangnya jaringan
lemak subkutan Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas Menurunnya
efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.
B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan
fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan
dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat
dibagi atas dua bagian yaitu: Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan
fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri. Klien lanjut usia
yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan
perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila
keberhasilan kurang mendapat perhatian. Disamping itu kemunduran kondisi
fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap
gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih
aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi,
kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat
tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara
pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun
tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada
dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif,
misalnya gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-
kejang, untuk itu perlu pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah
memperhatikan atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan
lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu
berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi
tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian,
mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi
terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu
kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada
beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan
menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering
dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu.
Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi
dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet
yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila
kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan,
tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien
lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus
dilakukan kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu
atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb.
Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada
keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan
dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri
dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil
bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah
obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb.
Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
2. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai
supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung
rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut
usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu
sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta
kasih sayang dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan..
Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi
yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia
dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa
keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang
dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama
dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-
gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan ,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan
untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan
dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka
puas dan bahagia.
3. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi
mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat
bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para
lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan
pagi, nonton film, atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa,
stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga
menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia,
hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan
kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan
komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara
langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di
Panti Werda.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit
atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering
kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam
factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit
dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup
ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga
perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di
tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa
bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan
seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran
seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan
hanya terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan
pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah
lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat
hidup klien lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
gangguan baik kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara
maksimal).
D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia
Keperawatan lanjut usia berfokus pada :
1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

3. Rangkuman
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan
untuk memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan
kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan
keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk
asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas
sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan
langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah
atau panti.

4. Penugasan dan Umpan Balik


Memberikan kasus pada mahasiswa terkait topik kopetensi yang ingin di capai pada
RPS dan Tema diatas.
Diskripsi tugas:
 Mahasiswa Belajar dengan menggali/mencari informasi (inquiry) serta
memanfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/ yang
dirancang oleh dosen
 Mahasiswa di bentuk menjadi 5 kelompok untuk menganalisis kasus yang di
rancang oleh dosen
 Hasil anaalisis di presentasikan di depan kelas
H. Kegiatan Belajar 11
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
a. Mahasiswa mampu memahami kesejahteraan lanjut usia
b. Mahasiswa mampu menjelaskan post power syndrome
2. Uraian Materi
Konsep Post Power Syndrome
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Pengertian Post Power Syndrome
Post Power Syndrome merupakan sekumpulan gejala yang muncul ketika
seseorang tidak lagi memduduki suatu posisi sosial yang biasanya satu jabatan
dalam institusi tertentu.
Kondisi Post syndrome terjadi bila seseorang mengalami pemutusan hubungan
kerja, sesudah masa jabatan berakhir, mengalami pensiun dini oleh berbagai sebab
atau usia kalendernya telah mencapai usia dimana orang bersangkutan harus
pensiun..
B. Pengaruh fungsi keluarga dalam postpower syndrome
Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post Power
Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan mengapa unit
keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada seseorang yang
menderita Post Power Syndrome..
1. Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau lebih
anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan mempengaruhi
anggota keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan.
2. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan
anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek
perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-
strategi hingga fase rehabilitasi.
3. Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang
mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap
anggota keluarga.
4. Dapat menemukan faktor – faktor resiko.
5. Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap
individu – individu dan berfungsinya mereka bila individu – individu
tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka.
6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi
individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan
disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.
C. Fase Penyesuaian Diri Pada Saat Pensiun
Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat tiga
fase proses pensiun:
1. Preretirement phase (fase pra pensiun)
Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dan near. Pada
remote phase, masa pensiun masih dipandang sebagai suatu masa yang
jauh. Biasanya fase ini dimulai pada saat orang tersebut pertama kali
mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika orang terebut mulai
mendekati masa pensiun. Sedangkan pada near phase, biasanya orang
mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki masa pensiun dan hal ini
membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Ada beberapa perusahaan yang
mulai memberikan program persiapan masa pensiun.
2. Retirement phase (fase pensiun)
Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, dan dimulai
dengan
tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya terjadi tidak
lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai dengan istilah
honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul ketika memasuki
fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari pekerjaan dan rutinitas.
Biasanya orang mulai mencari kegiatan pengganti lain seperti
mengembangkan hobi.
Kegiatan inipun tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan
situasi keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang.
Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya
tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan diri
dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan. Setelah fase
ini berakhir maka akan masuk pada fase kedua yakni disenchatment phase.
Pada fase ini pensiunan mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk
beberapa orang pada fase ini, ada rasa kehilangan baik itu kehilangan
kekuasaan, martabat, status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu.
Pensiunan yang terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase,
yaitu fase dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih
realistik mengenai alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas baru.
Setelah mencapai tahapan ini, para pensiunan akan masuk pada stability
phase yaitu fase dimana mereka mulai mengembangkan suatu set kriteria
mengenai pemilihan aktivitas, dimana mereka merasa dapat hidup tentram
dengan pilihannya.
3. End of retirement (fase pasca masa pensiun)
Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti
seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan
yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan peran
orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat bergantung.
D. Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome;
1. Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
2. Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena
kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh
orang lain.
3. Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada
kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap
orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-
galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.
4. Antara pria dan wanita, pria lebih rentan terhadap post power sindrome
karena pada wanita umumnya lebih menghargai relasi dari pada prestise,
prestise dan kekuasaan itu lebih dihargai oleh pria.
E. Beberapa Gejala Post Power Syndrome ;
1. Gejala fisik, misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya
dibandingkan waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban),
berkeriput, dan menjadipemurung, sakit-sakitan, tubuhnya menjadi lemah
2. Gejala emosi, misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga,
ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan
sebagainya.
3. Gejala perilaku, misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah
melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di
rumah atau di tempat yang lain.
F. Penyebab internal Post Power Syndrome
Turner & Helms (1983) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyebab faktor
internal bagi pekembangannya PPS pada diri seseorang yang kehilangan jabatan
yaitu:
1. Kehilangan harga diri karena dengan hilangnya jabatan seseorang merasa
kehilangan perasaan memiliki dan yang dimiliki, artinya dengan jabatan
seseorang akan merasa menjadi bagian penting dari institusi, sehingga juga
merasa dimiliki oleh institusi. Dengan jabatan pula seseorang merasa lebih
yakindiri karena diakui kemampuannya.
2. Kehilangan latar belakang kelompok eksklusif misalnya kelompok
manager, kelompok kepala seksi, dan lain-lain.
3. Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu. Jabatan
memberikan perasaan berarti yang menunjang peningkatan kepercayaan
diri seseorang.
4. Kehilangan orientasi kerja.
5. Kehilangan sebahagian sumber penghasilan yang terkait dengan jabatan
yang dipegang.
Penyebab internal tersebut tentu saja akan mengakibatkan
berkembangnya reaksi frustasi yang akan mengakibatkan mengembangkan
sekumpulan gejala psikososial yang antara lain ditandai oleh sensitif secara
emosional seperti cepat marah, cepat tersinggung, uring-uringan tanpa
sebab jelas, gelisah, dan diliputi kecemasan berlanjut.
Kemudian mendadak menjadi agresif dengan peningkatan intensitas
aktifitas yang tidak terkendali demi tercapainya pengakuan akan ekstitensi
diri dari lingkungan dimana orang tersebut berada. Kondisi psikis yang
sedemikian tegangnya akan berpengaruh terhadap ketegangan serta
gangguan fungsi syaraf otonom yang berpengaruh pada gangguan
fisiologis berupa ganggguan metabolisme tubuh, sehingga penyertaan
reaksi somatisasi berupa aneka keluhan fisik pun tidak terhindarkan.
Biasanya iklim relasi dalam keluarga pun menjadi terganggu karena
kecenderungan orang Post Power Syndrome menjadikan istri dan anak-
anak sebagai ajang pelampiasan kekuatan kekuasaan terdahulu terhadap
anak buah saat memangku jabatan. Orang ini akan menjadi otoriter,
dominan dan sulit diajak kompromi dalam relasi dengan anggota keluarga,
sehingga sering meluncur bentakan, makian, serta kemarahan tanpa
terkendai ditujukan kepada anggota keluarga.
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ericson mengenai
Perkembangan Psikososial Individu. Ia menggambarkan perkembangan
psikososial seseorang dalam delapan tahapan; infancy, early childhood,
play age, school age, adolescence, young adulthood, adulthood dan old age.
Dan pensiun adalah masa tua. Sebagaimana masa yang lain, masa ini bisa
menjadi masa yang menyenangkan atau sebaliknya menyedihkan
. Kekuatan di masa ini adalah wisdom (kebijaksanaan) yang oleh Erikson
digambarkan sebagai kondisi kaya akan pemahaman dan obyektif terhadap
kehidupan dalam menghadapi akhir dari kehidupan itu sendiri. Kondisi
seperti ini banyak berkaitan dengan kematangan emosi, dan dukungan
social yang meliputi dukungan keluarga, teman maupun lingkungan atau
lebih khusus lagi komunitas.
Dukungan sosial dapat menimbulkan pengaruh positif, seperti dapat
mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada
dalam tekanan. Dukungan sosial bagi individu yang akan memasuki masa
pensiun merupakan hal yang penting, karena individu tersebut merasa
dicintai, diperhatikan dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi masa
pensiun, masa pergantian peran.
Dengan demikian untuk mengatasi post power syndrome terdapat
beberapa tindakan preventif yang bisa dilakukan, yaitu :
1. Menyadari bahwa segala sesuatu tidak ada yang abadi. Pensiun
adalah proses yang mesti terjadi. Pensiun adalah salah satu fase
dalam perkembangan hidup, ia adalah siklus waktu yang
sejatinya adalah alih fungsi peran semata.
2. Menyadari bahwa kekuasaan, kepemilikan ada masanya. Ia tidak
bersifat permanen. Karenanya harus menyiapkan diri untuk
suatu ketika kuasa dan kepemilikan itu lepas dari diri kita dan
menjadi giliran generasi berikutnya.
3. Selalu berpikiran positif, selalu mengambil hikmah, bersyukur,
dan selalu mengikutsertakan Tuhan dalam setiap kehidupan
. Dengan berpikiran positif kita akan menarik energi positif ke
kehidupan kita sehingga menjadi tingkah laku yang positif.
4. Rencanakan pensiun beberapa bulan atau beberapa tahun
sebelumnya dengan pikiran yang jernih dan tenang.
5. Menjalin relasi untuk sebuah komunitas guna melakukan
aktivitas sosial yang menarik dan mulailah meniti karir di
kehidupan pasca-pensiun disertai optimisme bahwa hidup akan
menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya
6. Meningkatkan aktivitas yang dapat lebih mendekatkan diri pada
Tuhan. Berdoa, meditasi, dan lainnya yang akan membuat hidup
terasa lebih damai dan tenang.

3. Rangkuman
Post Power Syndrome merupakan sekumpulan gejala yang muncul ketika seseorang
tidak lagi memduduki suatu posisi sosial yang biasanya satu jabatan dalam institusi
tertentu.
Kondisi Post syndrome terjadi bila seseorang mengalami pemutusan hubungan kerja,
sesudah masa jabatan berakhir, mengalami pensiun dini oleh berbagai sebab atau usia
kalendernya telah mencapai usia dimana orang bersangkutan harus pensiun..
4. Penugasan dan Umpan Balik
Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise

Tujuan Tugas: Mengidentifikasi Menjelaskan tentang Materi terkait


1.Uraian Tugas:
a. Obyek garapan: Makalah Ilmiah Judul pada TM yang dimaksud
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Membuat makalah tentang materi terkait pada masing-masing Materi yang
disebutkan
 Membuat PPT
 Presentasi Makalah
c.Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan: Makalah Ilmiah pada sistem
terkait
d. Metode Penulisan
Substansi
Halaman Judul
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
(1.1 Latar belakang, 1.2 Tujuan Penulisan)
Bab 2 Tinjauan Pustaka
(2.1 Dst…Berisikan Materi terkait)
Bab 3 Penutup
(3.1 Kesimpulan, 3.2 Saran)
Daftar Pustaka
I. Kegiatan Belajar 12
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar substance abuse
2. Uraian Materi
Konsep Substance Abuse
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Definisi NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004). NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan
NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi
(Kemenkes RI, 2010).
Pengertian Kambuh Kembali
Kambuh kembali yaitu wujud perilaku menyimpang atau manifestasi
ketidakmampuan individu menjalankan fungsinya dengan baik, yang berlangsung
secara progresif. Gejala-gejala itu meningkat dan akhirnya ia memakai NAPZA,
agar bebas dari tekanan (Martono, 2008). Sedangkan menurut Nasution (2004)
kambuh kembali adalah seseorang yang sudah sembuh dari penyalahgunaan
NAPZA yang kembali menggunakannya.
Pengguna napza terbagi dalam 3 tingkatan :
1. User yaitu seseorang yang menggunakan napza sesekali
2. Abuser yaitu seseorang yang menggunakan napza karena alasan tertentu.
3. Addict yaitu seseorang yang menggunakan napza atas dasar kebutuhan
artinya jika tidak di penuhi maka akan timbul efek secara fisik maupun
psikis.
1. Jenis-jenis Napza
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan)
yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai
narkotika tidak dapat lepas dari “cengkraman”-nya. Berdasarkan Undang-Undang
No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika
golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin
dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein
dan turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan
perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
gangguan jiwa (psyche).
Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin,
yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan juga tergolong NAPZA (Partodiharjo, 2008).
Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan :
1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung dari alam tanpa adanya
proses fermentasi
2. atau produksi mslnya : Ganja, Mescaline, Psilocybin, Kafein, Opium.
3. Semi Sintesis yaitu jenis zat/obat yang diproses sedemikian rupa melalui
proses fermentasi mslnya : Morfin, Heroin, Kodein, Crack.
4. Sintesis yaitu jenis zat yang dikembangkan untuk keperluan medis yang
juga untuk menghilangkan rasa sakit misal;nya : petidin, metadon,
dipipanon, dekstropropokasifen
Menurut efek yang di timbulkan di bagi dalam 3 golongan:
1. Depresan adalah zat atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas
fungsional tubuh. Jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan
tertitur atau tak sadarkan diri misalnya opioda, opium atau putau , morfin,
heroin, kodein opiat sintesis.
2. Stimulan adalah zat atau obat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan gairah kerja serta kesadaran misalnya : kafein, kokain,
nikotin amfetamin atau sabu-sabu.
3. Halusinogen zat atau obat yang menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan fikiran misalnya : Ganja, Jamur Masrum
Mescaline, psilocybin, LSD.

Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA
banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau
mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai, maka
NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi
untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini
menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga
menyebabkan kerusakan fisik ( Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus
dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
1. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisik.

5. Faktor Resiko dan Penyebab Penyalahgunaan Napza


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan
faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu,
kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh
terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya
berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara
pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.
Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim
UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran
orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus
menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat
istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri –
tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan
ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih
banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan
bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian
mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan
NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan
betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja
menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang
dilakukan oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman
kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap
coba-coba sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah
menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini
mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para
penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs
akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan
dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena
disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena
ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor
tertentu.
Kelompok yang beresiko
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau terlibat
dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal tersebut,
mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan rentan).
Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri
tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi
penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri
kelompok risiko tinggi.
Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. ANAK :
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA
antara lain :
a. Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
b. Anak yang sering sakit
c. Anak yang mudah kecewa
d. Anak yang mudah murung
e. Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
f. Anak yang agresif dan destruktif
g. Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
h. Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2. REMAJA :
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
a. Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan
mempunyai citra diri negatif
b. Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
c. Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
d. Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko
tinggi/bahaya
e. Remaja yang cenderung memberontak
f. Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
g. Remaja yang kurang taat beragama
h. Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
i. Remaja dengan motivasi belajar rendah
j. Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
k. Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan
psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri,
kurang bergaul dengan lawan jenis).
l. Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
m. Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
3. KELUARGA
a. Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
b. Orang tua kurang komunikatif dengan anak
c. Orang tua yang terlalu mengatur anak
d. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar
berprestasi diluar kemampuannya
e. Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
f. Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh
atau ayah menikah lagi
g. Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benarsalah
yang jelas
h. Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan
i. Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
Faktor – Faktor Penyebab Kambuh Kembali
Adapun yang menjadi faktor penyebab kambuh kembali pada penyalahguna
NAPZA adalah sebagai berikut (Nasution, 2004) :
a. Mantan penyalahguna NAPZA yang sudah pulih seringkali mengalami
euforia. Mereka cenderung mabuk dengan keberhasilannya, lalu menjadi
sombong dan serakah. Ia melupakan unsur-unsur penopang
keberhasilannya. Mabuk keberhasilan, ditambah dengan keserakahan
itulah yang membuatnya lengah dan kembali memakai NAPZA.
b. Stress. Mungkin mantan penyalahguna NAPZA banyak beban atau juga
sering menyalahkan dirinya sendiri. Semua itu membuatnya stress. Seperti
yang pernah dulu ia alami dan lakukan, setiap kali mengalami masalah, ia
lari ke NAPZA. Ia ingin lari dari kenyataan.
c. Kepribadian yang tidak tahan perubahan. Mantan penyalahguna NAPZA
yang tidak tahan perubahan potensial kambuh. Mereka ini termasuk yang
tidak disiplin. Hal-hal yang sebelumnya sudah berusaha keras ia lakukan
atau hindarkan, kembali lagi ia langgar.
d. Mereka yang demam obat. Yaitu mereka yang doyan makan obat. Setiap
kali sakit, ia akan memakan obat. Suatu saat nanti ia pasti akan
menjadikan NAPZA sebagai obatnya.
e. Kepribadian tanpa perlindungan. Maksudnya mereka yang sudah sembuh
tidak mendapat pengawasan dari keluarganya ataupun dari teman sebaya.
Mereka bisa dengan bebas kembali ke ‘habitatnya’.
f. Tidak adanya dukungan atau bimbingan dari keluarga. Hingga saat ini ada
kesalahan yang tak disadari yaitu mereka yang berobat lebih banyak
berorientasi pada pengobatan fisik, sementara kurang dukungan
penyembuhan yang berasal dari keluarga.
6. Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat
yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.

EFEK DAN GEJALA KLINIS GANGGUAN di setiap Jenis Pengunaan


NAPZA
1. AMFETAMIN
a. Efek Fisik dan Psikologis
Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin.
Metamfetamin diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai
dampak yang lebih buruk. Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas
menunjukkan gejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan
pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada
pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama.
b. Efek fisik dan psikologis jangka panjang :
1) berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan
2) gangguan makan, anpreksia atau defisiensi gizi
3) kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis
4) daerah injeksi: bengkak, skar, abses
5) kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel
amfetamin pada pembuluh darah yang kecll.
6) disfungsi seksual
7) gejala kardiovaskuler
8) delirium.paranoia, ansietas akut, halusinasi. Amphetamines induced
psychosis akan berkurang bila penggunaan Napza dihentikan ,
bersamaan dengan diberikan medikasi jangka pendak.
9) depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya
gangguan makan pada protracted withdrawal.
10) penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.
c. Gejala Intoksikasi:
1) Agitasi
2) Kehilangan berat badan
3) Takikardia
4) Dehidrasi
5) Hipertermi
6) Imunitas rendah
7) Paranoia
8) Delusi
9) Halusinasi
10) Kehilangan rasa lelah
11) Tidak dapat tidur
12) Kejang
13) Gigi gemerutuk.rahang atas dan bawah beradu
14) Stroke
15) Gangguan kardiovaskular
16) Kematian
d. Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:
1) Agresif/ perkelahian
2) Penggunaan alkohol
3) Berani mengambil risiko
4) Kecelakaan
5) Sex tidak aman
6) Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya
7) Penggunaan obat-obatan lain
8) Problem hubungan dengan orang lain
e. Gejala withdrawal:
1) Depresi
2) Tidak dapat beristirahat
3) Craving
4) Ide bunuh diri
5) Penggunaan obat-obatan
6) Masalah pekerjaan
7) Pikiran-pikiran yang bizzare
8) Mood yang datar
9) Ketergantungan
10) Fungsi sosial yang buruk
2. KANABIS
a. Komplikasi fisik dan
psikososial Efek akut
Seperti umumnya dengan napza , efek dari kanabis tergantung dengan dosis
yang digunakan.individunya dan kondisi saat itu. Beberapa hal di bawah ini di
anggap sebagai efek positif bagi pengguna.yaitu :
1) perasaan tenang (relaksasi)
2) euforia
3) disinhibisi
4) peningkatan persepsi penglihatan dan pendengaran
5) nafsu makan meningkat
6) persepsi waktu yang salah
7) sulit untuk konsentrasi
Sedangkan efek akut negatif adalah:
1) ansietas dan panik
2) paranoia
3) halusinasi pendengaran dan penglihatan
4) gangguan koordinasi
5) kehilangan memori jangka pendek
6) takikardia dan aritmia supraventrikuler
Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal, Gejala yang umum terj$di
pada kondisi putus kanabis adalah :
1) ansietas, tidak dapat beristirahat dan mudah tersinggung
2) anoreksia
3) tidur terganggu dan sering mengalami mimpi buruk
4) gangguan gastrointestinal
5) keringat malam hari
6) tremor
Gejala-gejala yang terjadi biasanya ringan dan berakhir setelah satu atau dua
minggu. Pasien dengan putus kanabis hanya memerlukan manajemen gejala
jangka pendek.
3. OPIODA
a. Efek Opioda

b. Simpton putus opioid dengan kerangka waktu


4. BENZODIAZEPIN
Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.
a. Efek jangka pendek
 mengantuk, letargi, kelelahan
 gerakan yang tidak terkoordinasi, penurunan reaksi terhadap waktu
dan ataksia
 penurunan fungsi kognisi dan memori (terutama amnesia
anterograde)
 kebingungan
 kelemahan otot atau hipotoni
 depresi
 nistagmus, vertigo
 disarthria, bicara cadel/tidak jelas
 pandangan kabur, mulut kering
 sakit kepala
 euforia paradoksal, rasa girang, tidak dapat beristirahat, hipomania
dan perilaku inhibisi yang ekstrim (terutama pengguna dosis tinggi
dapat merasa tidak dapat dilukai, kebai terhadap serangan atau
pukulan dan merasa dirinya tidak dapat dilihat orang sekitarnya)
 efek potensiasi dengan napza depresah susunan syaraf pusat
lainnya, misal alkohol dan opioid yang dapat meningkatkan risiko
penekanan pernapasan
b. Efek jangka panjang
Mirip dengan efek jangka pendek, ditambah dengan :
 toleransi terhadap efek sedatif/hipnotik dan psikomotor
 emosi yang "tumpul" (ketidakmampuan merasa bahagia atau duka
sehubungan dengan hambatan terhadap emosi)
 siklus menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara
 ketergantungan (dapat terjadi setelah 3 sampai 6 bulan dalam dosis
terapi)
c. Gejala Putus Benzodiazepin :
Umumnya mencakup:
 Insomnia
 Ansietas
 Irritable
 tidak dapat beristirahat
 agitasi
 depresi
 tremor
 dizziness
Jarang terjadi, tapi perlu penanganan serius :
 kejang (kejang hampir menyerupai pengguna alkohol dosis tinggi)
 delirium
Gejala lain
mencakup:
 kedutan otot dan nyeri
 anoreksia, mual
 kelelahan
 tinnitus
 hiperakusis, fotofobia, gangguan persepsi
 depersonalisasi, derealisasi
 pandangan kabur
5. ALKOHOL
a. Intoksikasi Alkohol Akut
Intoksikasi dapat dikenali dengan gejala-gejala :
 ataksia dan bicara cadel/tak jelas
 emosi labil dan disinhibisi
 napas berbau alkohol
 mood yang bervariasi
b. Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :
 paralisis pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan
 obstructive sleep apnoea
 aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml
c. Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi:
 penurunan kesadaran, stupor atau koma
 perubahan status mental
 kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah
d. Gejala putus alkohol:
Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir: Gejala
putus alkohol ringan :
 Tremor
 Khawatir dan agitasi
 Berkeringat
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Takikardia
 Hipertensi
 Gangguan tidur
 Suhu tubuh meningkat
Gejala putus alkohol berat:
 Muntah
 agitasi berat
 disorientasi
 kebingungan
 paranoia
 hiperventilasi
 delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi gawat darurat pada putus
alkohol yang tidak ditangani .muncul 3-4 hari setelah berhenti minum
alkohol. DTs mencakup gejala agitasi, restlessness, tremor kasar,
disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berkeringat dan
demam tinggi, halusinasi lihat dan paranoia.
6. KOKAIN
a. Efek yang diharapkan :
 euforia
 banyak bicara
 bertambahnya percaya diri
 energi
 berkurang keinginan untuk tidur
b. Efek akut pada dosis rendah :
 anastesi lokal
 dilatasi pupil
 vasokonstriksi
 peningkatan pernapasan
 peningkatan denyutjantung
 peningkatan tekanan darah
 peningkatan suhu tubuh
c. Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):
 stereotipik, perilaku repetitif
 ansietas/ agitasi berat/ panik
 agresif
 kedutan otot/tremor/hilang koordinasi
 peningkatan refleks
 gagal napas
 peningkatan tekanan darah yang bermakna
 nyeri dada/angina
 edema paru
 gagal ginjal akut
 konvulsi
 penglihatan kabur
 stroke akut
 kebingungan/delirium
 halusinasi, lebih sering halusinasi dengar
 dizziness
 kekakuan otot
 lemah, nadi cepat
 aritmia jantung
 iskemi miokardial dan infark
 berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal bisa mencapai 41°C)
 sakit kepala
 nyeri perut/mual/muntah
d. Efek pada penggunaan kronis :
 insomnia
 depresi
 agresif atau liar
 kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan
 kedutan otot
 ansietas
 psikosis - waham curiga, halusinasi
 hilang libido dan/atau impotensi
 peningkatan refleks
 peningkatan denyut nadi
e. Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain)
 mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan kelelahan
 insomnia atau hipersomnia
 agitasi psikomotor atau retardasi
 craving
 peningkatan nafsu makan
 mimpi buruk
 gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
 gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu
7. VOLATILE SUBSTANCE (SENYAWA YANG MUDAH MENGUAP)
a. Efek pada penggunaan akut
 mata merah dan berair
 bersin dan batuk
 nafas berbau napza kimia
 lem, solven, bekas cat tertinggal pada baju, jari tangan, hidung, atau mulut
 intoksikasi terlihat jelas/ perilaku menyimpang/ berani mengambil risiko
 kebingungan
 koordinasi yang lemah
 mengeluarkan keringat yang berlebihan
 ada tanda-tanda tidak biasa/rash,
 iritasi kulit di sekitar mulut dan hidung
 sekresi nasal yang berlebihan,
 secara langsung menghirup
b. Efek yang diharapkan :
 euforia
 rasa girang
 rasa melambung
 rasa tidak dapat dilukai/disakiti
 disinhibisi
c. Efek jangka pendek/efek negatif:
 mengantuk
 gejala mirip flu
 mual dan muntah
 sakit kepala
 diare, nyeri abdominal
 pernapasan tidak nyaman
 perdarahan hidung dan tenggorokan
 perilaku berisiko.
d. Efek pada dosis tinggi:
 berbicara tidak jelas
 koordinasi motorik lemah
 disorientasi, kebingungan
 tremor
 sakit kepala
 delusi
 gangguan penglihatan atau halusinasi
 perilaku yang tidak dapat diprediksi
- ataksia
- stupor
- final stages ( kejang, koma cardiopulmonary arrest, kematian ).
e. Gejala Overdosis
Dosis tinggi dapat menyebabkan pasien mengalami:
 konvulsi, koma
 Gangguan pernafasan
 Aritmia jantung
Gangguan atau kematian dapat terjadi karena:
 perilaku yang berisiko (tenggelam, jatuh, dll)
 sufokasi
 aspirasi muntahan
 terbakar, ledakan
 keracunan, kegagalan organ tubuh (pengguna kronis)
 Laryngeal Spasm (Butane) Respiratory Arrest
 keracunan logam (bensin/solar)
f. Gejala putus zat:
Permulaan dan lamanya: tidak diklasifikasikan dalam DSM IV tapi sifat dari
gejala putus yang memungkinkan dapat terjadi pada 24-48 jam sesudah
penggunaan berakhir Gejalanya:
 gangguan tidur
 tremor
 mudah tersinggung dan depresi
 mual
 diaforesis
 ilusi hilang dengan cepat
7. Pemeriksaan Diagnostik
Penampilan pasien,sikap wawancara,gejolak emosi dan lain-lain perlu
diobservasi. Petugas harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan
pertolongan kegawat darurat atau tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda dan
gejala yang ada.
1. Fisik
a. Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada
tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
b. Pemeriksaan fisik terutama ditijikan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
c. Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil,cara jalan,
sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries gigi,
aritmia jantung, edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.
2. Psikiatrik
a. derajat kesadaran
b. daya nilay realitas
c. gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi labil,
sedih, depresi, euforia)
d. gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
e. gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif gangguan pola
tidur, sikap manipulatif dan lain-lain)
3. Penunjang
a. Analisa Urin
o Bertujuan untuk mendeeteksi adanya NAPZA dalam tubuh
(benzodiazepin, barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis)
o Pengambilan urine hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian
zat terakhir dan pastikan urine tersebut urine pasien
b. Penunjang lain
Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan
- Laboratirium rutin darah,urin
- EKG, EEG
- Foto toraks
- Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi
Psikologik, Evaluasi Sosial)
8. Terapi dan Rehabilitasi
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung
jawab profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika
medis, karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat
didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting dalam
keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik adalah
keterampilan membuat diagnosis.
Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter)
mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA
melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi emergency,
dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat Darurat yang
berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :
Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom putus NALZA
d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan
diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi medik.
Berbagai bentuk Terapi dan Rehabilitasi :
1. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-
BIOLOGI) TERAPI TERHADAP KEADAAN
INTOKSIKASI
1. Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3
menit sampai 2-3 kali
2. Intoksikasi kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30
mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
3. Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25
mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60
menit. Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
4. Intoksikasi alkohol
Mandi air dingin bergantian air hangat, Minum kopi kental, Aktivitas fisik
(sit-up,push-up), Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
5. Intoksikasi sedatif-hipnotif
(Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip): Melonggarkan
pakaian,Membarsihkan lender pada saluran napas,Bila oksigen dan infus
garam fisiologis.
TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
1. Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
- Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan
dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
- Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
- Hilangkan obstruksi pada saluran napas
- Bila perlu berikan oksigen
2. Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
- Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin
0.1-0.2 cc I.M
- Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi)
karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium
bikarbonas
3. Pasang infus dan berikan cairan
(misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah (10-12 tetes
permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan cairan.
Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda
kemungkinan dehidrasi.
4. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau trauma yang membahayakan
5. Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam
10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang
belum teratasi.
6. Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
2. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani
Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai
menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan
NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi.
Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
- Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
- Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
- Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
- Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan
baik;
- Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
- Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :
a. Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap
opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang
sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat
(Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan
rindu itu. Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek
euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan
psikoterapi untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum memutuskan
pemberian antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam dosis tunggal 50 mg
sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu tes
fungsi hati secara berkala.
b. Program Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan
heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi
medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih
berupa uji coba di RSKO
c. Program yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi psikologik
(kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok, psikoterapi individu,
desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial yang bertujuan
mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa, serta
meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal Berbagai
variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi.
Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.
- Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan
mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
- Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
- Supportive Expressive Psychotherapy
- Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara
individual
d. Therapeutic Community
Berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam
sutu tempet. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi
syarat sebagai konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih keterampilan
mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-
hari, sehingga dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti
(craving) dan mencegah relap. Dalam komonitas ini semua ikut aktif dalam
proses terapi. Ciri perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas menyatakan
perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota
bertanggung jawab terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif
dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
e. Program yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga
mereka dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk
mampu bekerja.
f. Program yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara
melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.
g. Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error
untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA
h. Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan
berbagai modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan
dapat dopertanggungj jawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi
lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga
dalam prana dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan
spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah
dikembangkan hampir diseluruh dunia.

3. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)


Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna
NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk
memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi
yang baik mempunyai program pasca rawat ini.

4. NARCOTICS ANONYMOUS (NA)


NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling
berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan
masalah dan saling menolong untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika).
Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA adalah keinginan untuk
berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak
politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan
seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja atau
terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan
beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).
6. Perspektif teori ketergantungan
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang
ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien
biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf
coba-coba.
Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman
sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara
untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya
individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan
frustasi.
Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai
digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan
perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan,
dan pekerjaan.
Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang
biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan
jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan
kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan
toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan
dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

7. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka,
individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu,
kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia
dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat
diatasi dengan baik.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak
menggunakan NAPZA lagi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan
rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan
terhadap penyalahguna
NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang
dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya,
detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.
Pencegahan Kekambuhan Kembali
Pencegahan kekambuhan kembali adalah suatu metode yang sistematik bagi
penyalahguna yang sedang pulih, untuk mengenal dan mengelola munculnya
kembali perilaku adiktif. Tujuan program pencegahan kekambuhan kembali,
meliputi :
a. Mengembangkan keterampilan untuk mengatasi situasi risiko tinggi,
b. Mengidentifikasi tanda-tanda peringatan munculnya kekambuhan,
c. Mengubah gaya hidup penyalahguna NAPZA menjadi gaya hidup sehat, dan
d. Meningkatkan kegiatan-kegiatan yang produktif.
Pencegahan kekambuhan harus menjadi bagian dari upaya pemulihan.
Penyalahguna NAPZA yang telah pulih harus diajarkan keterampilan untuk
mengatasi masalah. Adapun kegiatan pencegahan kekambuhan antara lain :
1. Pemulihan fisik
a) Perawatan aspek medik dan kesehatan
b) Kebiasaan makan yang sehat
c) Latihan relaksasi
d) Tidur teratur
e) Kegiatan rekreasi
2. Pemulihan psikologis dan perilaku
a) Membangun citra diri
b) Mengembangkan nilai-nilai, seperti kejujuran
c) Mengikuti kegiatan yang teratur dan terencana
d) Bekerja tepat waktu
e) Mengambil tanggung jawab dan mengelolanya
3. Pemulihan sosial
a) Menyediakan waktu dengan keluarga dan teman-teman
b) Pergi bersama anggota keluarga
c) Makan bersama anggota keluarga
d) Mengambil peran tertentu
4. Pemulihan rohani : Meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.
Penyalahguna NAPZA yang telah selesai mengikuti terapi atau rehabilitasi
harus tetap mengikuti program pemulihan dan mengerjakan latihan atau tugas
yang diberikan setiap hari selama sisa hidupnya. Jika tidak, dapat terjadi
kekambuhan. Ada perjanjian antara penyalahguna NAPZA dan tempat terapi
atau rehabilitasi setelah selesai terapi, agar ia mengikuti program rawat lanjut.
Ia harus secara teratur menghadiri pertemuan kelompok pendukung, beroleh
dukungan dan berpartisipasi aktif. Ia harus dilatih cara mengatasi rasa rindu
dan mencegah kekambuhan. Orang tua pun harus memahami masalah itu dan
turut membantu anak mengidentifikasi gejala kekambuhan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan penyalahguna NAPZA yang
sedang pulih agar tidak kambuh :
a. Mengelola perasaannya secara sehat
Cara : membiarkan perasaan itu muncul, menarik napas panjang beberapa kali,
mencurahkan perasaan, mengecek perasaannya dengan kenyataan, tidak
mempersalahkan orang lain atau keadaan, menuliskan perasaannya, tidak
mengasihani diri sendiri, mengubah cara pandang, melakukan sesuatu yang
positif dan menyenangkan.

3. Rangkuman
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,
meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi
fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). NAPZA adalah zat
yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 96
mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada
seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat
atau NAPZA lain yang dikonsumsi
4. Penugasan dan Umpan Balik
Tujuan Tugas: Mengidentifikasi Menjelaskan tentang Materi
terkait 1.Uraian Tugas:
a. Obyek garapan: Makalah Ilmiah Judul pada TM yang dimaksud
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Membuat makalah tentang materi terkait pada masing-masing Materi yang
disebutkan
 Membuat PPT
 Presentasi Makalah
c.Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan: Makalah Ilmiah pada sistem
terkait
d. Metode Penulisan
Substansi
Halaman Judul
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
(1.1 Latar belakang, 1.2 Tujuan Penulisan)
Bab 2 Tinjauan Pustaka
(2.1 Dst…Berisikan Materi terkait)
Bab 3 Penutup
(3.1 Kesimpulan, 3.2 Saran)
Daftar Pustaka

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 97


J. Kegiatan Belajar 13
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar sistem rujukan pelayanan gerontologi
2. Uraian Materi
Konsep Sistem Rujukan
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. Pengertian Sistem Rujukan
Sistem rujukan adalah suatu jaringan pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
masalah yang timbul, baik vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani)
maupun horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya) secara rasional
kepada yang lebih mampu.
Sistem rujukan adalah system yang dikelola secara strategis, proaktif,
pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan
berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat
kesehatan ibu dan bayi melalui peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada. (Depkes RI, 2006).
Sistem rujukan merupakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas
kasus atau masalah penyakit kandungan yang timbul baik secara vertikal maupun
horizontal (Mochtar, 1998).
B. Macam- Macam Sistem Rujukan
1. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan
rujukan eksternal.
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit
pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas
(puskesmas pembantu) ke puskesmas induk
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam
jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan
ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah
sakit umum daerah).
2. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik
dan rujukan Kesehatan.
a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk
pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi,
diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.
b. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan
dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah
kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (pos Unit Kesehatan Kerja).
C. Sistem Rujukan Kasus Ginekologi
1. Stabilisasi klien
a. Pengertian Stabilisasi
Proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap
stabil selama pertolongan pertama.
b. Prinsip Stabilisasi
1) Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungan
dengan keadaan yang dialami
2) Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil
3) Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai
tidak berubah
4) Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.
5) Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk lagi
Dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang akan dirujuk,
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu :
a. Stabilisasi penderita
b. Pemberian oksigen
c. Pemberian cairan infus intravena dan transfusi darah
d. Pemberian obat-obatan (antibiotik, analgetika, tetanus toksoid)
Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya dengan cepat dan tepat sangat
penting (esensial) dalam menyelamatkan kasus gawat darurat, tidak peduli
jenjang atau tingkat pelayanan kesehatan itu. Kemampuan tempat pelayanan
kesehatan untuk dengan segera memperoleh transportasi bagi pasien untuk
dirujuk ke jenjang yang lebih tinggi amat menentukan keselamatan kehidupan
kasus yang gawat. Tata cara untuk memperoleh transportasi yang cepat bagi
kasus gawat darurat harus ada di setiap tingkat pelayanan kesehatan. Untuk ini
dibutuhkan koordinasi dengan sumber-sumber dalam masyarakat seperti
kepolisisn, militer, institusi pemerintah, dians pertanian, dinas kesehatan, dan
sebagainya. Apabila dimungkinkan dalam perjalanan merujuk, harus diberitahi
institusi yang dituju bahwa pasien sedang dalam perjalanan ke situ.
Unsur-unsur pokok dalam stabilisasi penderita untuk dirujuk:
a. Penanganan pernafasan dan pembebasan jalan nafas
b. Kontrol perdarahan
c. Pemberian cairan infus intravena
d. Kontrol nyeri (mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Penanganan untuk stabilisasi pasien dapat disebut juga TINDAKAN ABCD
(AIRWAY, BLOOD, CIRCULATION, DRUGS). Prinsip umum dalam
merujuk kasus adalah pasien harus didampingi oleh tenaga yang terlatih,
sehingga cairan intravena dan oksigen dapat terus diberikan. Apabila pasien
tidak dapat didampingi oleh tenaga yang terlatih, maka pendamping harus
diberi petunjuk bagaimana menangani cairan intravena dlam perjalanan. Dalam
perjalanan ke tempat rujukan , pasien harus dijaga agar tetap dalam kondisi
hangat dan kakinya harus dala posisi yang lebih tingi, khusunya pada kasus
syok hipovolemi. Gunakanlah selimut dan jangan memakai sumebr panas yang
lan oleh karena mungkin kulit pasien bisa terbakar.
2. Persiapan Adminstrasi
Ringkasan kasus yang harus disertakan pada saat merujuk meliputi :
a. Riwayat penyakit,
b. Penilaian kondisi pasien yang dibuat saat kasus diterima leh perujuk
c. Tindakan/pengbatan yang telah diberikan
d. Keterangan yang lain yang perlu dan yang ditemukan berkaitan dengan
kondisi pasien pada saat pasien masih dalam penanganan perujuk.
Surat ini disampaikan pada petugas penerima dan ditandatangani oleh
petugas yang merujuk. Surat ini harus berisi identifikasi mengenai Klien.
Cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-
obatan yang diterima klien tersebut. Sertakan juga kartu klien atau status yang
dipakai untuk membuat keputusan klinik.
3. Rangkuman
Sistem rujukan adalah suatu jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan
terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul,
baik vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani) maupun horizontal (antar unit-
unit yang setingkat kemampuannya) secara rasional kepada yang lebih mampu.
Sistem rujukan adalah system yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan
koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama
ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi
manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi melalui
peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dan neonatal di wilayah
mereka berada.
4. Penugasan dan Umpan Balik
Tujuan Tugas: Mengidentifikasi Menjelaskan tentang Materi
terkait 1.Uraian Tugas:
a. Obyek garapan: Makalah Ilmiah Judul pada TM yang dimaksud
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Membuat makalah tentang materi terkait pada masing-masing Materi yang
disebutkan
 Membuat PPT
 Presentasi Makalah
c.Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan/dikerjakan: Makalah Ilmiah pada sistem
terkait
d. Metode Penulisan
Substansi
Halaman Judul
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
(1.1 Latar belakang, 1.2 Tujuan Penulisan)
Bab 2 Tinjauan Pustaka
(2.1 Dst…Berisikan Materi terkait)
Bab 3 Penutup
(3.1 Kesimpulan, 3.2 Saran)
Daftar Pustaka
K. Kegiatan Belajar 14
1. Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan nursing social worker keperawatan gerontik
2. Uraian Materi
Konsep Sosial Worker
Dosen: Endang Yuswatiningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes
A. KESEJAHTERAAN SOSIAL
1. Sebagai Suatu Sistem Pelayanan Sosial
Walter A Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan bahwa
kesejahteraan sosial adalah : “ Sistem yang terorginasasi dari usaha-usaha
sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu
maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang
memuaskan, serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka
secara penuh, serta untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat. Di dalam undang-undang
nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial
yang memaparkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial, materi maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan
bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya.
2. Sebagai Suatu Disiplin Keilmuan
Konsep kesejahteraan sosial dipandang sebagai sebuah bidang kajian keilmuan
yang ditujukan untuk mengkaji, mengantisipasi keadaan dan perubahan
kehidupan sosial, serta merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan
situasi kehidupan sosial yang kondusif bagi upaya warga masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya sendiri. Sudut kajian yang
membedakan bidang kesejahteraan sosial dari bidang-bidang keilmuan lainnya
terletak pada konsep sosial, yang pengertian dasarnya adalah hubungan (
interaksi ) antar manusia.
3. Sebagai Suatu Keadaan Hidup
Kesejahteraan Sosial mengacu kepada “ keadaan antar hubngan manusia yang
baik artinya yang kondusif bagi manusia untuk melakukan upaya guna
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 102
memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.” Dari definisi tersebut dapat
dijelaskan beberapa hal sebagai berikut :
a. Konsep “ baik “ dalam antar hubungan manusia diukur dari standar
nilai-nilai sosial dan norma-norma yang melandasi tatanan kehidupan
bermasyarakat dan perilaku warga masyarakat itu sendiri.
b. Konsep manusia, ditujukan baik kepada individu-individu maupun
unit-unit sosial.
c. Bersifat kondusif, artinya bahwa hubungan sosial tersebut berwujud
dalam tatanan atau ketertiban sosial yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap waraga masyarakat untuk berusaha
mencapai kesejahteraan hidupnya.
d. Memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri, artinya setiap warga
masyarakat dimungkinkan untuk melakukan upaya dengan
kemampuannya sendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya sendiri, tanpa ketergantungan kepada pemberian dan
manusia lain, jadi bukan setiap warga masyarakat hidup sendiri-sendiri,
melainkan hidup dalam keadaan saling membantu upaya warga
masyarakatnya sesuai dengan posisi dan peran masing-masing di dalam
masyarakat.
4. Sebagai Suatu Tatanan atau Ketertiban Sosial
a. Kesejahteraan Sosial dipandang sebagai suatu tatanan masyarakat.
b. Tatanan masyarakat tersebut bersifat kondusif bagi setiap warga negara
untuk melakukan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka.
c. Adanya interaksi yang tidak terpisahkan dan saling mendukung diantara
setiap individu warga masyarakat dengan masyrakatnya.
d. Landasan nilai bagi tatanan masyarakat adalah nilai-nilai dasar sosial
budaya masyarakat itu sendiri.
B. SUMBER-SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kehidupan manusia memiliki beragam kebutuhan yang mesti di penuhi agar
manusia dapat hidup fungsional kehidupan yang memuaskan. Biasanya beberapa
kebutuhan tersebut bisa dipehuni malaui sumber-sumber personal atau dalam
keluarga dan jaringan pertemanan. Tetapi ketika sumber-sumber tersebut tidak
sesuai (tidak terpenuhi) kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhib melalui

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 103


mekanisme kemasyarakatan. System kesejahteraan social adalah mekanisme
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
1. Kebutuhan sumber-sumber
Dalam masyarakat kontemporer mekanisme yang di gunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dapat dikategorikan sebagai berikut:
Personal: diri sendiri keluarga teman kolega kerja.
Informal: penolongan alami dalam.masyarakat kelompok kemandirian
(selfhelp groups) klub dan kelompok lainya yan berungsi secara informal.
Institusional: sekolah rumah sakit dan organisasi formal lainya.
Kemasyarakatan: pelayanan dnbadan dan lembaga-lembaga yang
disiapkan untuk memenuhi kebutuhan khusus masyarakat tertentu.
Umumnya orang pertama kali berupaya memenuhi kebutuhannya
dalam system personal dan jika hal tersebut tidak memungkinkan bergerak
ke system informal institusional dan akhirnya system kemasyarakatan
(society).
2. Rentang sumber
Suatu rentang pelayanan dan sumber yang banyak adalah dibutuhkan
bagieseorang atau keluarga untuk memperoleh level keberfungsian social
yang optimal dalam masyarakat Indonesia. Perubahan kebutuhan-
kebutuhan khusus dari waktu ke waktu dari suatu masyarakat ke
masyarakat lainya tergantung pada luasnya rentang lingkupnya. Rentang
kebutuhan terdiri dari:
a. Economic: wilayah kebutuhan ini termasuk pelatihan kerja konseling
karier dan pencarian pekerjaan , konseling masalah-masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan, pelatihan dalam mengelola keuangan dan
perencanaan pension, serta informasi mengenai dimana dan bagaimana
memperoleh bantuan keuangan.
b. Parenting: wilayah ini terdiri dari konseling orang tua dan anak-anak;
pelayanan dukungan bagi orang tua anak-anak dengan kebutuhan
khusus atau bagi orang tua yang tidak mampu untuk melakukan peran
orang tua secara mandiri; pelayanan pendidikan di fokuskan pada peran
orang tua; dan perawatan pengganti anak (day care atau faster
care) bagi anak-anak yang membutuhkan secara paruh waktu atau
penuh waktu diluar seting perawatan keluarga.
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 104
c. Marital Relationship. Wilayah ini terdiri dari konseling pranikah,
konseling pernikahan dan pelayanan bagi pasangan yang akan bercerai.
d. Interpersonal and community relationship. Wilayah ini terdari sumber-
sumber yang memungkinkan orang berpartisipasi secara bermakna di
dalam kegiatan kelompok; pelayanan-pelayanan untuk membantu para
pendatang baru menjadi bagian bersama dengan masyarakat ; aktivitas-
aktivitas yang menyediakan peluang atau kesempatan dalam kegiatan
religious, politik budaya, dan kependidikan; serta aktivitas-aktifitas
social bagi anak-anak dan remaja.
e. Physically and mentally disabled person. Wilayah ini terdiri dari
pelayanan-pelayanan pendukung, sarana latihan, transportasi, rumah
khusu dan pelayanan perawatan dan kesehatan khusus.
f. Schools, hospital and institution. Pelayanan-pelayanan dalam institusi
tersebut memungkinkan individu-individu memanfaatkan secara
maksimal lembaga, fasilitasnya dan personilnya.
g. Community organization. Hal tersebut merupakan pelayanan-pelayanan
tidak langsung terhadap badan-badan, seperti halnya penggalangan
dana, mengkoordinasikan keberadaan pelayanan, memodifikasi
pelayanan-pelayanan yang tidak merespon secara efektif terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang menjadi tanggung jawabnya, serta
mengembangkan pelayanan-pelayanan baru jika diperlukan.
h. Other services. Hal ini terdiri dari pelayanan-pelayanan informasi dan
rujukan yang menghubungkan orang dengan beragam sumber yang
lebih luas, pelayanan-pelayanan dukungan, pelayanan-pelayanan
pemecahan masalah untuk menghadapi masalah pribadi dan
lingkungan, pelayanan-pelayanan krisis (segera), dan konseling serta
terapi bagi orang yang mengalami keberfungsian social.
C. FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL
Sebagai profesi pemberian bantuan,maka makna dari pekerjaan social bukanlah
sebagai kegiatan amal melainkan sebuah disiplin dan pendekatan
professional.dalam garis besar ada empat peran profesi pekerjaan social yaitu :
1. Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
Pekerja social mengidentifikasi kliennya bagaimana hambatan-hambatan yang
terjadi dalam menghadapi hidupya.
2. Menggali dan menghubungkan sumber-sumber disekitar klien. Dalam hal
iniseorang pekerja social harus membantu,mengembangkan,meningkatkan dan
mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pelayanan social
bagi klien.
3. Meningkatkan jaringan pelayanan social. Untuk menjamin bahwa system
kesejahteraan social berjalan secara manusisawi.
4. Mengoptimalkan keadilan social melalui pengembangan kebijakann social.
Dalalm menjalankan peran ini,pekerjan social mengidentifikasi isu-isu social
dan implikasinya bagi kehidupan masyarakat.
D. PROFESI PEKERJAAN SOSIAL
Profesi pekerjaan social adalah upaya pemberian bantuan kepada orang untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan fungsi social,
mengadakan interaksi dan berhubungan dengan orang lain. Profesi pekerjaan
social mempunyai tujuan, fungsi, serta kegiatan – kegiatan yang kadang – kadang
tumpah tindih dengan profesi – profesi lainnya.
1. Pekerja Sosial – Sosiolog
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa “ sosiologi menyelidiki persoalan –
persoalan umum dalam masyarakat, dengan maksud untuk menemukan dan
menafsirkan kenyataan – kenyataan kehidupan kemasyarakatan, sedangkan
usaha – usaha perbaikannya merupakan bagian dari pekerjaan social (sosial
work)” (Soerjono Soekanto, Sosiologi: suatu pengantar, Ul-press, Jakarta,
1981)
2. Pekerja Sosial – Psikolog
La Piere dan fransworth menyatakan bahwa “ psikolog secara holistik
menaruh minat pada sifat – sifat manusia secara individual dan berusaha
untuk menemukan proses – proses yang terkandung di dalam
penyesuaiannya dengan lingkungannya, unsur – unsur penggerak dan
proses – proses belajar, dan sebagainya “ (Richard T. La Piere and Paul R.
Fransworth, Sosial Psykology, dalam Skidmore and Thackeray,
Introduction to Sosial Work, 1964, hlm. 14).
3. Pekerja Sosial – Dokter / Paramedik
Pekerjaan social sebagai sebuah profesi pemberian bantuan, salah satu
bidang kajiannya adalah dalam hal kesehatan (Pekerjaan Sosial Medis ).
Fokus Pekerjaan Sosial Medis adalah faktor – faktor sosial yang dapat
membantu penyembuhan klien(pasien) atau masalah – masalah sosial yang
menyebabkan orang – orang menjadi sakit atau yang menghambat
seseorang menggunakan perawatan yang diberikan kepadanya. Tujuan dari
bantuan tersebut adalah untuk membantu orang – orang yang sakit dalam
mengembangkan kemampuannya sendiri dalam menggunakan perawatan
medis, tidak hanya dalam proses penyembuhan saja, tetapi juga dalam
proses pencegahan terhadap penyakit dan dalam mempertahankan serta
meningkatkan cara – cara hidup yang sehat.
4. Pekerja Sosial – Psikiater
Seorang Psikiater dan seorang pekerja social seringkali harus bersama –
sama menjadi anggota suatu tim professional, dan keduanya memberikan
sumbangan yang berbeda sesuai dengan bidang keahlian masing – masing,
sehingga menghasilkan sesuatu kegiatan professional secara terkoordinasi.
Pekerjaan Sosial dalam kaitannya dengan bidang – bidang disiplin lain,
kiranya perlu selalu diingat bahwa pekerja social adalah suatu profesi, dan
salah satu karakteristik profesi adalah adanya suatu kerangka pengetahuan
yang mendasari prakteknya. Maka pekerja social melaksanakan praktik
profesionalnya, yang seringkali dilakukan melalui kerja sama, bahkan
tumpang tindih dengan praktik – praktik profesi – profesi lain.
E. KARAKTERISTIK PEKERJAAN SOSIAL
1. Pekerjaan Sosial
Secara sederhana pekerjaan sosial dapat didefinisikan sebagai suatu
“Bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk ,elaksanakan berbagai
upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam melaksanakan fungsi-
fungsi sosialnya, melalui proses interaksi agar orang dapat menyesuaikan diri
dengan situasi kehidupannya secara memuaskan.
Satu hal perlu digarisbawahi bahwa bidang garapan praktik Pekerjaan
Sosial adalah aspek sosial dari kehidupan manusia. Pekerja sosial secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai “Orang yang memiliki kewenangan
keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial”. Dapat
diketahui pula bahwa kekhasan keahlian Pekerja Sosial adalah pemahaman
dan ketrampilan dalam memanipulasi perilaku manusia sebagai makhluk
sosial.

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 107


Dalam persoalan Pekerjaan Sosial sebagai profesi, banyak faktor yang
menyebabkan orang belum mau menjadikan Pekerjaan Sosial sebagai
profesinya. Pertama, bonafiditas, sebagian besar masih menganggap bahwa
Pekerja Sosial kurang bergengsi daripada pekerjaan lain. Kedua, alasan
benefit, Solary yang didapat sebagi Pekerja Sosial tidaklah besar, itupun
tergantung lembaga sosial tersebut. Ketiga, soal masa depan, dianggap tidak
jelas sangat tergantung dengan kontinuitas lembaga itu sendiri.
Secara garis besar Pekerjaan Sosial dapat dipandang sebagai :
a. Seni dalam praktik, karena dalam praktiknya pekerjaan sosial
memerlukan keterampilan-keterampilan yang tinggi guna memahami
orang-orang lain dan dalam membantu mereka agar memilikin
kemampuan untuk menolong diri mereka sendiri.
b. Sebagai suatu ilmu, memiliki metode-metode pemecahan masalah dan
dilakukan secara objektif dalam memahami fakta-fakta.
c. Sebagai profesi, karena dewasa ini telah memiliki dan memenuhi
syarat-syarat suatu profesi.
2. Kerangka Profesi Pekerjaan Sosial
1. Kriteria Profesi
Dengan mengetahui kriteria profesi kita dapat mengukur
sejauh mana suatu bidang keahlian dapat dikatakan sebagai profesi. Kta
dapat mengetahui kedudukan suatu profesi serta mengetahui
kekurangan maupun permasalahn yang dihadapi oleh profesi tersebut.
a. Kerangka Pengetahuan, Nilai dan Pengetahuan Pekerjaan Sosial
2. Kerangka Pengetahuan (Body of knowladge)
Pekerjaan Sosial dalam memberikan pelayanan harus menggunakan
pengetahuan ilmiah yang sudah teruji kebenarannya. Pengetahuan
pada umumnya dihasilkan dari Research atau praktik yang sudah teruji
kebenarannya.
3. Kerangka Nilai (Body of Value)
Sumber nilai Pekerjaan Sosial dapat dikelomokkan menjadi 4
kelompok, yaitu :
4. Nilai Masyarakat (Societal Values), praktik pekerjaan sosial harus
selaras dengan nilai-nilai masyarakat, karena profesi ini mendapatkan
misi untuk melaksanakan sebagian fungsi-fungsi masyarakat.
MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 108
a. Kode Etik. Tuntunan baik yang ditunjukkan oleh anggota
profesi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tujuan dan
fungsi kode etik adalah :
b. Melindungi reputasi profesi.
c. Meningkatkan kompetensi dan kesadaran tanggungjawab bagi
para anggota dalam melaksanakan praktik.
d. Melindungi masyarakat dari praktik yang tidak kompeten.
e. Agency Purpose, pekerja sosial harus mengikuti aturan-aturan
dimana pekerja tersebut bekerja.
f. Teori, setiap teori dari suatu profesi mempunyai nilai. Nilai
teori dari pekerjaan sosial dapat dikelompokkan sebagai nilai
tentang konsepsi orang, nilai tentang masyarakat, nilai yang
berkaitan dengan interaksi antarorang.
5. Kerangka Keterampilan (Body of skill)
Penerapan suatu teori atau knowledgemembutuhkan skills, sehigga
setiap profesi menuntut skills. Skills merupakan perpaduan
antara Body of knowledge dan Body of value. Keterampilan merupakan
komponen penting dalam dalam referensi Pekerjaan Sosial. Naomi I
Brill, menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan dalam Pekerjaan
Sosial meliputi :
1. Differential diagnosis
Adalah keterampilan atau kemampuan Pekerja Sosial untuk
memahami keunikan klien, masalah dan situasi sosial.
2. Timing
Pekerja Sosial harus mempunyai keterampilan untuk merencanakan
dan menggunakan waktu secara tepat. Timing mengacu pada dua
hal yaitu the personal tempo dan tide in affair of men
3. Partiolization
Pekerja Sosial harus mempunyai keterampilan untuk memisah-
misahkan, yaitu mengelompokkan, mengklasifikasikan,
merealisasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan masalah,
termasuk didalamnya kemampuan menentukan prioritas utama
tentang kebutuhan klien.
4. Focus
Pekerja Sosial harus mampu memfokuskan salah satu dimensi
sebagaipoint of entery. Hal ini berkaitan dengan dengan
kemampuan Pekerja Sosial dalam bekerja sama dengan klien untuk
mengkonsentrasikan kegiatannya terhadap aspek-aspek yang
berpengaruh terhadap permasalahan dan situasi klien.
5. Establishing partnership
Kemampuan ini menunjukan kemampuan Pekerja Sosial dalam
mengajak klien maupun orang-orang atau sistem sosial yang terkait
dalam usaha pemecahan sosial.

Sebagai sebuah profesi kemanusiaan, Pekerjaan Sosial memiliki seperangkat


ilmu pengetahuan (body of knowledge), keterampilan (body of skills), dan
nilai (body of values) yang diperolehnya melalui pendidikan formal dan
pengalaman profesional.
Dalam garis besar, ada empat peran Profesi Pekerjaan Sosial dalam hal ini,
yaitu :
a. Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.
b. Menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia di sekitar
klien.
c. Meningkatkan jaringan pelayanan sosial.
d. Mengoptimalkan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial.

4. Siapakah Pekerja Sosial itu?


Jika Pekerjaan Sosial menunjuk pada sebuah profesi, maka Pekerja
Sosial(Social Worker) menunjuk pada orang yang menyandang profesi tersebut.
Secara sederhana, Pekerja Sosial didefinisikan sebagai “orang yang memiliki
kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial”.
Pekerjaan Sosial bukan hanya ahli dalam menangani penyandang masalah
sosial, melainkan juga ahli dalam penataan masyarakat sebagai sebuah sistem
sosial. Sesuai dengan karakter profesi Pekerjaan Sosial yang telah dikemukakan
terdahulu yaitu profesi yang sangat sarat nilai, maka penataan masyarakat (social
engineering) berarti menata dan mengarahkan perkembangan masyarakat dengan
dilandasi nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu sendiri, sehingga terbentuk
masyarakat yang berakar pada budaya masyarakat itu sendiri. Khinduka &
Coughin (dalam the Encyclopedia of Social Work, 1978:638) menyatakan, bahwa
: “Komitmen terhadap perubahan institusional merupakan karakteristik khusus
lainnya dari Pekerjaan Sosial”. Tampak pada pernyataan tersebut bahwa garapan
Pekerja Sosial bukan hanya penyandang masalah sosial melalui pelayanan
langsung, melainkan juga institusi sosial yang tidak hanya mencakup wilayah
lokal, melainkan dapat pula berskala nasional maupun regional. Maka, secara garis
besar, posisi-peran yang dapat disandang Pekerja Sosial dalam skala wilayah
tersebut, antara lain :
a. Perencana sosial (social planner)
b. Peneliti (researcer)
c. Pendidik (educatior)
d. Penyembuh (therapist)

Pekerja Sosial sebagai penyandang sosial harus memiliki kualifikasi sebagai


berikut :
a. Memahami, menguasai, dan menghayati serta menjadi figur pemegang
nilai-nilai sosio- kultural dan filsafat masyarakat.
b. Menguasau sebanyak dan sebaik mungkin sebagai perspektif teoritis
tentang manusia, khususnya sebagai makhluk sosial, lebih khusus lagi
perilaku interaktif manusia beserta wadah kelembagaannya dalam
keanekaragaman bentuk beserta perubahan-perubahannya.
c. Menguasai dan secara kreatif menciptakan berbagai metode pelaksanaan
tugas profesionalnya.
d. Memiliki mental wirausaha, yang mencakup :
1) Kepekaan terhadap perkembangan masyarakat beserta kebutuhan-
kebutuhan sosial yang menjadi konsekuensi perkembangan tersebut.
2) Keberanian untuk memprakarsai tindakan dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat akan pelayanan sosial institusional.
3) Kemandirian dalam berpikir dan bersikap serta kemampuan
merumuskan dan mengungkapkan pandangan dan mewujudkannya
dalam tindakan nyata.
4) Kreativitas dalam upaya untuk menemukan dan mengembangkan ide-
ide baru dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Dengan melihat kesimpangsiuran mengenai siapa sebenarnya yang dikatakan
sebagai Pekerja Sosial, dan bagaimana penggolongannya, maka apabila kita
mengacu pada National Assiciation of Social Workers (NASW),Pekerja Sosial
dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Pekerja Sosial Tingkat Profesional Dasar (Basic Proffesional)
Tingkatan ini mensyaratkan kualifikasi pendidikan dari tingkat
diploma/bachelor dari keilmuan Pekerjaan Sosial, yang mendasarkan pada konsep-
konsep, teori, dan pengetahuan tentang manusia dalam interaksi sosialnya serta
secara inisiatif melatih Pekerja Sosial agar dapat menggunakan dirinya sendiri (use
of self) dalam relasinya dengan klien.
2. Pekerja Sosial Tingkat Spesialis
Pada tingkat ini kualifikasi pendidikan Pekerja Sosial yang disyaratkan adalah
Tingkat Magister atau Master di bidang keilmuan Pekerjaan Sosial. Pada tingkat
ini, Pekerja Sosial dituntut mampu menguasai dan dapat mendemonstrasikan
sekurang-kurangnya satu teknik terapi, selain itu juga harus dituntut pula untuk
menguasai pengetahuan tentang penelitian, administrasi, metode perencanaan, dan
masalah sosial.
3. Pekerja Sosial Tingkat Independen (Mandiri)
Merupakan Pekerja Sosial setingkt Master yang telah memiliki pengalaman
praktik sekurang-kurangnya selama dua tahun dibawah supervisi provesional serta
pengalaman praktik yang didasarkan pada pelatihan khusus.
4. Pekerja Sosial Tingkat Ahli (Advance)
Kualifikasi pendidikan Pekerja Sosial yang disyaratkan adalah tingkat
Doktor/PH.D. Pada tingkatan ini, penerapan keilmuan Pekerjaan Sosial lebih
bersifat “advance” karena praktik Pekerjaan Sosial menuntut tanggung jawab
organisasi dan sosial yang sangat tinggi dalam rangka pengembangan profesi,
analisis, penelitian, serta implementasi kebijakan. (Mach, M.W., Quam, J.K., and
Seidl, F.W., 1986)

3. Rangkuman
Konsep kesejahteraan sosial dipandang sebagai sebuah bidang kajian keilmuan yang
ditujukan untuk mengkaji, mengantisipasi keadaan dan perubahan kehidupan sosial,
serta merumuskan alternatif tindakan guna menciptakan situasi kehidupan sosial yang
kondusif bagi upaya warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidupnya sendiri. Sudut kajian yang membedakan bidang kesejahteraan sosial dari
bidang-bidang keilmuan lainnya terletak pada konsep sosial, yang pengertian dasarnya
adalah hubungan ( interaksi ) antar manusia.
4. Penugasan dan Umpan Balik
Obyek Garapan:
Resume Pembelajaran masing-masing pertemuan
Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan:
 Mahasiswa membuat resume perkuliahan pada saat fasilitator (dosen) memberi
materi kuliah
 15 menit sebelum waktu pembelajaran selesai mahasiswa diwajibkan 2
pertanyaaan multiple Choise

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | BAB 2 113


DAFTAR PUSTAKA

1. American Nurses Association (ANA) 1986, Standard of Home Care Nursing Practise,
Washington, DC : Author.
2. Bailon, S.G dan A.S Maglaya 1987, Family Health Nursing : the Proses, Philippiness :
UP College on Nursing Diliman.
3. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan 2006, Panduan Pelayanan Keperawatan
Kesehatan Di Rumah, Depkes RI : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
4. Effendi, Ferry dan Makhfudli 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
5. Effendy, Nasrul 1998, Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2, Jakarta
: EGC.
6. FIK UI 2000, Kumpulan Makalah Pelatihan Asuhan Keperawatan Keluarga di Jakarta
tanggal 7 – 10 Nopember 2000. Tidak dipublikasikan.
7. Friedman, M.M 1998, Family Nursing : Research, Theory and Practise. (4th ed),
Coonecticut : Appleton-Century-Cropts.
8. Friedman, M 1998, Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Edisi 3, Jakarta : EGC.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 908 tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Keperawatan Keluarga.
10. Murwani, Arita 2007, Asuhan Keperawatan Keluarga : Konsep dan Aplikasi Kasus,
Yogyakarta : Mitra Cendekia Press.
11. Reynata, V 2003, Kekerasan Dalam Rumah Tangga. http://www.fh.iu diakses pada
tanggal 12 November 2011.
12. Sumijatun, dkk 2005, Konsep Dasar Keperawatan Komunitas, Jakarta : EGC.
13. Suprajitno 2004, Asuhan keperawatan keluarga : aplikasi dalam praktik, Jakarta : EGC.
14. Swanson, J.M dan A. Nies Mary 1997, Community Health Nursing Promoting the Health
og Aggregates. Edisi 2. Philadelpia : W. B Saunders Company.
15. Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga
16. Meiner S.E. 2015, Gerontologic Nursing
17. Touhy, T., Jett, K. 2016, Ebersole & Hess‟ Toward Healthy Aging
18. Meredit Kazer, Leslie Neil Boylen. 2014, Case Study in Gerontological Nursing
19. Kristen L Mauk, 2013. Gerontological nursing:Competency of Care

MODUL PEMBELAJARAN KEPERAWATAN GERONTIK | DAFTAR 114


PUSTAKA
20. Kristen L Mauk, 2009. Gerontological nursing:Competency of Care

Anda mungkin juga menyukai