SC
Disusun oleh :
Nama : Anjaly Iskandar
NPM :
2. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang
baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC
klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas
SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang- kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah
uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm.
Kelebihan :
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
3) Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
a) Sayatan memanjang (longitudinal)
b) Sayatan melintang (tranversal)
c) Sayatan huruf T atau T Insisian (Padila, 2015).
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami
dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan peran ini semakin
meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si
ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya
selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan
sebagainya. Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab
baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang
dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah
yang bisa diramalkan.
Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang
tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan
bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan. Periode berikutnya adalah
proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini
menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).
b. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu
diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka
dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa
pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya
berlangsung selama kira-kira empat minggu. Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk
bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-
ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam
menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode
berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses
pengasuhan anak. Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan
orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera
diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai
dengan harapan tersebut.
Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-
kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.
5. Pathway
Lokhea
Pengeluaran ASI
menurun
Ketidakefektifan
emberian ASI
6. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intavena
harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah
yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 – 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri
pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48
jam atau lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik, cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan 3) Obat-obatan lain
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti .
g. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompresi, biasanya mengurangi rasa nyeri (Padila, 2015).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien (meliputi: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku, alamat, no cm, tanggal masuk, tanggal pengkajian, dan sumber informasi).
b) Keluhan Utama dan Alasan Dirawat Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut
bergerak, dan perawatan masa nifas.
c) Riwayat Kehamilan
Riwayat Ginekologi
c. Jenis Kontrasepsi : kontrasepsi yang digunakan jenis suntik atau pil
C. DAFTAR PUSTAKA
Gulardi &Wiknjosastro. (2010). Asuhan Kebidanan pada Pasien Nifas. Jakarta : Media Nugraha