Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

EFUSI PLEURA

Oleh :

dr. Arsinta Ika Ismawari

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT PETROKIMIA GRESIK DRIYOREJO

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernafasan. Penyakit ini bukan

merupakan suatu disease tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang

dapat mengancam jiwa penderita (WHO).

Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi

problema utama di Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

Hal ini disebabkan karena factor lingkungamn di Indonesia penyakit efusi pleura

dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadic tetapi lebih

sering bersifat epindemik di suatu daerah.

Berdasarkan data dari medical record di RS. Prerjan Dr.Wahidin

Sudirohusodo Makassar dari tanggal 11-13 juli 2004 jumlah klien yang dirawat

inap sebanyak 264 orang. Dan pada saat pengkajian tanggal 11 juli 2004

didapatkan penderita efusi pleura di perawatan interna sebanyak 5 orang.

Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah

tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus

atau tumpul pada daerah. Ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di

negana-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-

negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi

2
tuberkulosis. Pemeriksaan histologi pada cairan pleura yang mengalami efusi

menunjukkan 50-75% kasus merupakan pleuritis tuberkolusa.

Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB

setelah India dan Cina. Pada tahun 1998, diperkirakan kasus TB di Indonesia

mencapai 591.000 kasus dan perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia

adalah 266.000. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei

kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab

kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan

0,24%.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. T

Umur : 43 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Greik

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Jawa

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak nafas yang dikeluhkan pasien sudah dialami sejak 1 bulan yang lalu, Sesak

yang dirasakan bertambah parah setelah beraktivitas dan bila batuk. Keluhan lain

yang menyertai adalah batuk. Batuk yg dirasakan sejak 1 bulan yg lalu. pasien

mengaku batuk mengeluarkan dahak dan tidak ada bercak darah. Pasien juga

mengeluh nyeri pada dada.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat hipertensi (-)

- Riwayat sakit gula (-)

4
- Riwayat asma (-)

- Riwayat alergi obat/makanan (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)

- Riwayat asma (-)

- Riwayat penyakit jantung (-)

- Riwayat sakit gula (-)

- Riwayat alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Sosial :

- Riwayat merokok (-)

- Riwayat minum alkohol (-)

- Riwayat olah raga (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak Lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan

cukup.

2. Tanda Vital

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 89 x / menit

Pernafasan : 24 x /menit

Suhu : 36 oC

5
3. Kulit

Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi (-), petechie (-), spider

naevi (-).

4. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-),keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-),

papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah / bells palsy (-).

5. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea (+/+),

warna kelopak (coklat), arkus senilis (-/-), radang (-/-).

6. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)

7. Mulut

Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi

(-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-), gusi berdarah (-).

8. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga

dalam batas normal.

9. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).

10. Leher

JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran

kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

6
11. Thoraks

Normochest, simetris, pernapasan abdominothoracalis, retraksi (-), spider naevi

(-), sela iga melebar (-).

Cor : (Dalam batas normal)

Inspeksi : ictus cordis invisible

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra

(batas jantung terkesan normal)

Auskultasi: Bunyi jantung I–II tunggal, regular, bising (-), murmur

(-), gallop (-).

Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan paru kiri

Palpasi : fremitus paru kanan sama dengan paru kiri

Perkusi : sonor/redup

Auskultasi : suara dasar vesikuler menurun

Ronchi : -/ -

Wheezing : -/-

12. Abdomen

- Inspeksi : flat

- Palpasi : Soepel (-), Nyeri tekan (-).

7
- Perkusi : tympani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

13. Ektremitas

palmar eritema (-/-)

hangat

Oedem- / -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah lengkap (23 Januari 2012)

• Hb : 13,9 g/dL

• Lekosit : 7400 /cm3

• Trombosit : 406.000 /cm3

• LED : 71/96 mm/jam

• Hematokrit : 41,6

• Diff.Count 1/0/66/22/11

• SGOT : 32 U/L

• SGPT : 21 U/L

2. Hasil pemeriksaan patologi klinik (tanggal 24-01-2012)

Analisis eksudat/transudat

Total protein: 6,8 g/dl

Glukosa: 72 mg/dl

LDH: 465 U/L

Sel:

Jumlah: 7.200 /cmm

8
Poli: 52 %

Mono: 48 %

3. Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 16 Mei 2018 :

· Gambaran pulmo : tak Nampak fibroinfiltrat di paru kanan, kiri tertutup

perselubungan homogen.

Sinus phrenicocostalis kanan tajam, tulang dan soft tissue tak Nampak kelainan

Pl.efusi massif kiri

· Gambaran cor : besar & bentuk sulit dievaluasi, terdorong ke hemitorax ke

kanan

· Kesimpulan : pl. efusi massif kiri, adanya mass blm dpt disingkarkan

Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 23 Januari 2012 :

9
Gambaran pulmo : tampak fibroinfiltrat paracardial kiri

Sinus phrenicocostalis kanan tajam, kiri tumpul, tulang dan soft tissue tak

Nampak kelainan

· Gambaran cor : besar & bentuk normal

· Kesimpulan : Efusi pleura kiri

KP

E. DIAGNOSIS

• Efusi pleura + susp TB

F. PENATALAKSANAAN

1. Non Medika mentosa

a. Tirah baring

b. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien

dan penatalaksanaannya.

10
2. Medikamentosa

- Inf RL 21 tpm

- Inj Ketorolac 3x500 mg

- Inj Ceftriaxon 2x1 g

- Konsul Sp. P

11
BAB III

PEMBAHASAN PENYAKIT

A. Definisi

Efusi pleura

Efusi pleura adalah kumpulan cairan di dalam rongga pleura. Penyebab

dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karena

infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma, dan lain-lain.

B. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara

cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleuran

dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini

terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial

submesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat

melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh

peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus atau

nanah, sehingga terjadi empiema atau piotoraks. Bila proses ini mengenai

pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hematotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura

parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering

12
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis

lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain

bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindro, nefrotik,

dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis

konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi apabila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesptelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam

rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena

mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.

Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus),

jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru,

proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang

sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.

C. gejala klinis

- sesak nafas merupakan gejala utama, kadang-kadang disertai perasaan tidak

enak di dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat dideteksi dengan

pemeriksaan klinis, tetapi dapat dideteksi dengan radiografi.

- kadang-kadang disertai nyeri pleuritik atau batuk non produktif, tetapi efusi

pleura lebih sering merupakan penyulit pneumoni.

D. Pemeriksaan fisik

- pada inspeksi: gerak nafas tertinggal pada sisi efusi, sela iga nampak melebar

dan menonjol

13
- pada perkusi: suara ketok terdengar redup sesuai dengan luas efusi, dapat

membentuk garis Elly’s d’amoiciere, tanda-tanda pendorongan mediastinum, sela

iga melebar.

- pada palpasi: fremitus raba menurun.

- pada auskultasi: suara nafas menurun atau menghilang. Suara bronkial dan

egofoni sering dijumpai tepat di atas efusi.

E. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan

fisis yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan

analisa cairan pleura.

Foto toraks (X Ray)

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk

bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada

bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat

udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru

sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam

pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada

dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena

terperangkap atau terlokalosasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah

paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini

dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinar tembus

sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan

udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu

14
juga dengan bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai

bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk

jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran

perubahan efusi tersebut menjadi nyata.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru

(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi

parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat

dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi

jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali.

Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat

adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini

sulit dibedakan dengan tumor paru.

Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah

terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping

itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura

yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor, adanya densitas

parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya

cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penuntun

waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi.

Pemeriksaan CT scan atau dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas

cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan

adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak terjadi banyak dilakukan karena

biayanya masih mahal.

15
Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun terapeutikm pelaksanaannya sebagainya dilakukan pada

pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga

garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali

aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema

paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.

Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya

tekanan intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah

melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.

Komplikasi lain torakosintesis adalah pneumotoraks (ini yang paling

sering udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh

darah interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi.

Dapat juga terjadi laserasi pleura visceralis, tapi biasanya ini akan sembuh

sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara

dari alveoli ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah

emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien

dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher,

sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Menegakkan

diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:

Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan. Bila

agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya

kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini

16
menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses

karena amuba.

Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Perbedaan biokimia efusi pleura

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi < 3 >3

(g/dl)
Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam

serum
Kadar LDH dalam efusi < 200 >200

(LU)
Kadar LDH dalam efusi < 0,6 >0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1.016 >1,016

Rivalta Negatif Positif


Di samping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksa juga

cairan pleura:

- kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,

artritis reumatoid dan neoplasma.

- kada amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis

adenokarsinoma.

Transudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu

adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya

cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.

17
Biasanya hal ini terdapat pada: 1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik,

2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner 3). Menurunnya tekanan koloid

osmotik dalam pleura, 4). Menurunnya tekanan intra pleura.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1). Gagal jantung kiri

(terbanyak), 2). Sindroma nefrotik, 3). Obstruksi vena cava superior, 4). Asites

pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui

saluran getah bening), 5). Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium), 6). Efek

tindakan dialisis peritoneal, 7). Ex vacuo effusion, karena pada pneumotoraks,

tekanan intra pleura menhadi sub-atmosfir sehingga terdapat pembentukan dan

penumpukan transudat.

Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi

dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran

adalah karena adanya peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau

neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari

saluran getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosa) akan menyababkan

peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.

Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik

penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel

tertentu.

- sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut

- sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa

atau limfoma maligna

18
- sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru.

Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit

- sel mesotel maligna: pada mesotelioma

- sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid

- Sel L.E: pada lupus ertitematosus sistemik

- sel maligna: pada paru atau metastase.

Bakteriologi

Biasanya cairam pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi

yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau abnaerob. Jenis

kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: pneumokokus, E.coli,

klebsiela, pseudomona, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap

kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20-30%.

Biopsi pleura

Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor

pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan

beberapa biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks,

penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosa

Analisa terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang

tidak dapat menegakkan diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang

kembali sampai diagnosis menjadi jelas. Efusi yang menetap dalam waktu empat

19
minggu dan kondisi pasien tetap stabil, siklus pemeriksaan sebaiknya diulang

kembali.

Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan

seperti: 1). Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum dalam

paru, abses paru dan dilakukan beberapa biopsi, 2). Scanning isotop, pada kasus-

kasus dengan emboli paru, 3). Torakoskopi (fiber-optic pleuroscopy), pada kasus-

kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura.

Cara: dilakukan sedikit insisi pada dinding dada (dengan risiko kecil

terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan memakai penghisap dan

udara dimasukkan supaya bisamelihat kedua pleura.

Di eropa terdapat kurang lebih 20 % kasus efusi pleura yang tak dapat

terdiagnosis bahkan juga setelah penyelidikan yang intensif. Kasus ini dianggap

sebagai neoplasma atau penyakit kolagen pada negara-negara dengan populasi

tuberkulosis yang tinggi, efusi pleura yang tetap tidak terdiagnosis (terutama pada

anak-anak dan dewasa muda) dianggap sebagai pleuritis tuberkulosis dan diberi

terapi dengan obat anti tuberkulosis.

F. Pengobatan efusi pleura

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikelurakan dengan memakai pipa

intubasi melalui sela iga. Bila cairan punya kental sehingga sulit keluar atau bila

empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat

dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (betadine).

Pengobatan secara sitemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila

tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

20
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (ada efusi

pleura maligna). Dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis

dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai)

bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 Fluorourasil.

G. prosedur pleurodesis

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke

luar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan

500 mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20 cc garam

fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc garam

fisiologis. Kunci selang selama g jam dan selama itu pasien doubah-ubah

posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan kesaluran rongga pleura.

Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali

dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika

dipakai zat korinebakterium oarvum, masukkan selang 7 mg yang dilarutkan

dalam 20 cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut diatas.

Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa

nyeri pleuritik atau demam.

H. Pleuritis Tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan

bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis

paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui saluran getah bening. Sebab

lain dapat juga dari robeknya perkejuan ke arah saluran getah bening yang menuju

rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit Pott). Dapat

21
juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang

biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500-

2000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel PMN, tapi kemudian sel

limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah

karena reaksi hipersensitifitas terhadap tuberkuloprotein, pada dinding pleura

dapat ditemukaan adanya granuloma.

Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan

efusi (biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana

frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian

besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan

adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura.

Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (rifampisin, INH,

pirazinamid/etambutol/streptomisin) memakan waktu 6-12 bulam. Dosis dan cara

pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini

menyebabkan cairan efusi cdapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkannya

eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umunya cairan diresolusi

dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara

sistematik. (prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan

secara perlahan).

I. diagnosis banding Efusi pleura

- konsolidasi paru karena pneumonia

- neoplasma paru dengan kolaps paru

- fibrosis paru

J. penyulit

22
- Empiema

K. prognosis

Prognosis tergantung pada penyakit dasar. Biasanya sembuh setelah diberi

pengobatan adekuat terhadap penyakit dasar.

23
BAB IV

KESIMPULAN

Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

diagnosis dari penderita adalah Efusi pleura.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Chesnutt MS, Prendergast TJ.2003, In: Current medical diagnosis &

treatment 2003. Editors; Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. 42th,

Ed. New York; McGraw-Hill, 216-311.

2. Ilmu Penyakit Dalam , FK UI : 2005.

3. Light RW. 2001. Clinical manifestations amd useful tests. In: Pleural

diseases. 4th. Ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins, 42-86.

4. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusions: Nonmalignant and malignant. In:

Fishman”s Manual of pulmonary diseases and disorders. 3th ed. Editors:

Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, et al. McGraw-Hill Companies, 487-

506.

25

Anda mungkin juga menyukai