Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

HEPATOMA

Oleh :

dr. Arsinta Ika Ismawari

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RS PETROKIMIA GRESIK DRIYOREJO

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Karsinoma hepatoselular atau hepatoma merupakan kanker hati primer

yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma

maligna,fibrosarkoma dan hemangiodetelioma. Di amerika serikat sekitar 80%-

90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor di

amerika serikat hanya sekitar 2 % dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di

afrika dan asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan

angka kejadian 100/100.ooo populasi. Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih

dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan sering

terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus

kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor resiko penting pada hepatoma,virus

penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C, bayi dan anak kecil yang terinfeksi

virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik

daripada dewasa yang terindeksi virus pertama kalinya.

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini

mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma

seringkali t ak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang

mendasarinya yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya

sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.
Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan,penurunan berat

badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.


BAB II

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 38 tahun

Alamat : Gresik

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Nyeri perut kanan atas .

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 hari sebelum

dirawat di rumah sakit. Nyeri juga dirasakan di ulu hati dan tembus sampai ke

belakang. Rasa penuh di perut sejak 4 hari sebelum dirawat di rumah sakit jika

diisi makanan atau minuman.Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, mual,

dan nafsu makan menurun. Tidak disertai panas, tidak disertai muntah,dan tidak

ada riwayat muntah darah. Pasien buang air kecil seperti air teh pekat. Buang air

besar kadang berwarna hitam kadang kuning.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat muntah darah disangkal


 Riwayat pengguna narkoba jarum suntik disangkal

 Riwayat perdarahan disangkal

 Riwayat hipertensi dan DM disangkal

 Riwayat sakit kuning disangkal

 Riwayat kontak dengan penderita penyakit kuning disangkal

 Riwayat Minum alkohol disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluarga sakit kuning disangkal

Riwayat sakit serupa disangkal

Riwayat Pengobatan:

Pasien belum pernah berobat

3.3 Status Pasien

Kesadaran : Composmentis

Keadaan umum : Sedang

Tensi : 143/89 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 360C

Pernafasan : 20 x/menit

Ikterus : + /+(sklera ikterik)

Oedema : -/-

Cyanotik : -/-

Anemia : -/-

3.4 Pemeriksaan Fisik


Kepala : Sklera ikterik

Refleks pupil +/+

Leher : Trakea berada di tengah-tengah

Tidak ada pembesaran KGB

Thorax : Paru-paru: I: Spider nevi (-)

P: Fremitus taktil paru dextra melemah

P: Redup di SIC 4 paru dextra

A: Suara nafas paru vesikular, Wheezing -/-, Ronki -/-

Jantung I: iktus kordis tidak terlihat

P: iktus kordis teraba

P: Batas atas jantung pada SIC 3 linea parasternalis sinistra

Batas kanan jantung pada SIC 5 linea sternalis

Batas kiri jantung pada SIC 5 linea midklavikula

A: BJ 1 dan 2 reguler, murmur – dan gallop –

Abdomen I: Perut buncit

Vena kolateral +

Caput meduse -

P: Nyeri tekan +

Hepar membesar 3 jari BAC, tepi tumpul, permukaan

tidak rata.

Lien membesar Sufnner 3 hicket 2

Undulasi +

P : Redup perut kuadaran kanan atas

A: Bising usus +
Extremitas : Akral hangat kering merah, odema pretibial +/+, White nail

-,eritema palmaris (-)

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Tgl 12-September-2017

Darah Lengkap

• Hematocrite: 37,1 %

• Hb 12,6 mg/dl

• LED 52/71

• Leukocytes : 12400

• Thrombocyte : 264.000

Kimia Klinik

Fungsi Ginjal

– Ureum : 67 mg/dl 10 - 50

– Kreatinin : 1,8 mg/dl 0,6 – 1,38

– Uric Acid : 4,93 mg/dl 3,34 - 7

Fungsi Hati

– Protein Total : 7,06 gr/dl 7,0 – 9,0

– Albumin : 2,7 ↓ gr/dl 3,5 - 5

– Bilirubin Total : 2,71↑ mg/dl 0,1 – 1,2

– Bilirubin Direct : 1,25↑ mg/dl 0,0 – 0,25

– SGOT : 436 ↑ U/l 0 - 38

– SGPT : 53↑ U/l 0 - 41

– HBsAg : Positif
Profil Lipid

- Total Protein : 7,2

- Kolesterol : 207

- HDl : 49,9

- LDL :143,5

- Trigiliserida : 173

Rontgen Thorax

- Cor : Tidak membesar kesan normal


- Pulmo : Hili normal,Corakan paru
normal,tampak perselubungan pada
paru dextra.
- Sinus Prenicostalis : tampak tumpul
pada paru dextra.
Kesan : Susp. Efusi Pleura Dextra

USG Abdomen Upper-Lower


- Hepar : Membesar ringan,intensitas achoparenchym meningkat

kasar,sudut tumpul dengan tepian yang irregular, VP/VH terdesak dengan

flow yang menurun, tak tampak dilatasi IHB, tampak multiple nodul di

lobus kanan kiri hepar.

- Gallbladder : Ukuran normal dinding tak menebal, tampak sludge dan

batu dengan ukuran 1,1 cm

- Pancreas : Ukuran normal,echoparencym normal, tak tampak

pelebaran pancreatic duct, tak tampak massa/cycsta/kalsifikasi.

- Lien : Membesar,echoparechym homogeny,tak tampak

massa/cyscta

- Ginjal Kanan : ukuran normal ,intensitas echocortex normal bats sinus

cortex tegas,tak tampak ectasis pelviccalyceal system,tak tampak

batu/cysta

- Ginjal Kiri : Ukuran normal,intensitas echocortex normal,batas sinus

cortex tegas,tak tampak ectasis pelpicalyceal system,tak tampak

batu/cycsta.

- Buli : Terisi cukup,dinding normal,tak tampak batu/massa/cloth

- Prostat : Ukuran normal,intensitas echoparencyhm

homogeny, kalsifikasi (-).

- Lain-lain : intensitas echo cairan bebas cavum abdomen.

1. Kesan: Sirosis Hepatis dengan degenerasi maligna

2. Splenomegali dengan asites minimal

3. Sludge GB disertai cholititiasis ukuran 1,1 cm


3.7 Diagnosis Kerja

Hepatoma

Sirosis Hepatis dengan degenerasi maligna

Hepatitis B

3.8 Differensial Diagnosis

 Abses Hepar

3.9 Penatalaksanaan

• IVFD RA 1000cc/24 hours

• Inj. Ranitidine 2x50mg

• Inj. Ketorolac 3x500 mg

• Inj. Ceftazidime 2x1 g

• Propanolol 2x20 mg p.o

• Hepamax 1x1 p.o

• Spironolakton 2x100 mg p.o


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Hepatoma ( Karsinoma hepatocelullar ) adalah kanker

yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma merupakan kanker hati

primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan

tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim

atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan

lainnya.

2.2 EPEDEMIOOGI

Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada

manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan

kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling sering

terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran

cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Di

Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer

adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat

hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya

di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling

sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.

Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di negara

berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika

Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi

tinggi hepatitis virus.1,4


Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di

wilayah yang endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta

banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah

dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian hepatoma 10-

20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di

wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah

dengan angka kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki

dan perempuan dapat sampai 8:1. 1

2.3 FAKTOR RESIKO

a. Infeksi Virus Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyebab tertinggi timbulnya kanker

hati di daerah yang tinggi prevalensinya seperti cina dan

Indonesia . penderita hepatitis B kronis dan pembawa hepatitis

B ( carrier ) memiliki resiko terkena kanker hati yang lebih

tinggi dari populasi normal. Hal ini dibuktikan pada penelitian

di Taiwan resiko untuk terkena kanker hati pada penderita

hepatitis B yang HbsAgnya positif meningkat lebih dari 100


(5).
kali dibandingkan populasi norma Golongan dengan resiko

tinggi ini tampaknya terbanyak mengenai penderita yang

tinggal di daerah endemic hepatitis B seperti Indonesia,dimana

penularan lebih banyak terjadi secara vertical ( dari Ibu ke

bayi ) dibandingkan penderita yang memperoleh secara

horizontal pada saat dewasa. Disamping dapat menimbulkan

kanker hati ( hepatoma ), hepatitis B kronis juga bisa dapat


mengakibatkan sirosis hati ( pengerasan organ hati ) akibat

reaksi peradangan berulang. Sebagai tambahan,pasien pasien

dengan virus hepatitis B yang berada pada resiko yang paling

tinggi untuk kanker hati adalah pasien degan sirosis, virus

hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. (4)

b. Infeksi Virus Hepatitis C

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga

melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam

meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya

hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat

dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.

c. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di

dunia dan melatar belakangi lebih dari 8-% kasus hepatoma.

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,

perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika,

dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu

keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi

hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi

ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko

kematian yang tinggi.

d. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang

diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang,


diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1

yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari

kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan

DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme

hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi

mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

e. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-

alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya

nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang

menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi

Hepatocelluler Carcinoma (HCC).

f. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan

steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM

dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like

growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor

promotif potensial untuk kanker

g. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan

mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk menderita

hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

h. Faktor risiko lain


Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko

hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain:

a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis

bilier primer

b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik,

defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson disease

c. Kontrasepsi oral

d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine,

insektisida organoklorin, asam tanik

2.4 PATOFISIOLOGI

Patogenesis karsinoma hepatoseluler belum jelas secara

keseluruhan,namun di duga terjadi melalui beberapa

tahapan,seperti yang digambarkan pada gambar.1

Inisiasi

HBV,HCV,aflatoksin dll

Promosi

Nekrosis,inflamasi,steroid anabolic
“ growth faktor”dsb

Progresi

Phenobarbital,Dilantin”Growth
Faktor’nekrosis dan regenrasi
lanjutan.
Expansi lokal
KHS ( Hepatoma )
2.5 GEJALA KLINIS

a. Fase dini umumnya asimtomatis

b. Fase Lanjut : tidak dikenali tanda patognomis/khas

keluhan dapat beruba penurunan berat badan,nyeri

abdomen, “fatigue”, anoreksia, mual, sebah, nafsu makan

menurun. Pada metastasis ke tulang penderita mengeluh

nyeri tulang.

c. Pemeriksaan Fisik

Ikterus, Hepatomegali berdungkul-dungkul,keras dan nyeri.

Ascites dan tanda-tanda patognomoni dari sirosis hati.

d. Pemeriksaan laboratorium

AFP > 400 ng/ml ( nilai diagnostic )

HBsAg (+),anti HCV (+)

Gangguan tes fungsi hati

2.6 KLASIFIKASI STADIUM KLINIS HEPATOMA PRIMER 3

 Ia : tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli

tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun

jauh : Child A
 Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter

gabungan 5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh:

Child A

 IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter

gabungan 10cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan

gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa

emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal

ataupun jauh; Child A

 IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter

gabungan 10cm, di separuh hati, atau tumor multiple

dengan gabungan ¿5cm, dikedua belahan hati kiri dan

kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe

peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor

dipercabangan vena portal, vena hepatika atau saluran

empedu dan atau Child B

 IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor

di pembuluh utamavena porta atau vena kava inferior,

metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu

daripadanya; Child A atau B

 IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli

tumor, metastasis; Child C.

Gambaran patologi anatomi dan histologinya :


Large hepatocellular carcinoma. Photomicrograph of a liver
demonstrating hepatocellular
carcinoma.

Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan

trabekular padat atau prosessus seperti jari tangan yang padat,

biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal.

Histologi : memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang

jernih tak berwarna, sering berbusa tau bervakuolisasi lipid dan


glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini

berhubungan dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta

mempunya prognosis yang bervariasi

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Ultrasonografi Abdomen ( USG )

Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging

diagnostic untuk memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat

mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan

dengan jaringan sekitarnya.10

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP,

pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan.

Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih

sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk

neoplasma hati berkisar antara 70-80%. 1

Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar

yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal

intra hepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim

hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi

disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik

akibat adanya nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah

menentukan hepatoma pada stadium awal di mana gambaran

struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. 9


2. CT- SCAN

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk

diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu

memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan

ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan

penentuan modalitas terapi

3. MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak

memakai kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan

struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga

cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan

hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivtas aneka

terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan

hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan

55%.3

Pemeriksaan Patologi Anatomi

1. Penanda Tumor

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang

disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh

saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah

0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien


hepatoma, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic atau

sangat sugestif hepatoma.1

2. Biopsi hati

Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil

dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT. karena tumor ini

cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi perkutan harus

dilakukan dengan hati-hati. pemeriksaan sitologi cairan asites

adalah selalu negatif untuk tumor. kadang-kadang laparoskopi

atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat digunakan.

pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang

mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk

hepatectomy parsial. 13

2.7 DIAGNOSIS BANDING

- Hemangioma

Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini

biasanya subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan

kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan

bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada

foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.12


Gambar.1 Hemangioma

- Abses hepar

Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya

sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai

cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di

dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin bertambah

tebal.9

Gambar 2. Abses hepar

- Tumor metastasis

Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi

setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor
primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau

lebih rendah daripada jaringan hati normal.8

Gambar 7.Metastasis pada hati dari kanker paru-paru

2.8 PENATALAKSANAAN

A. Terapi Operasi

1. Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya

mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi

hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi

karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat

menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini

adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau

multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat

mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. 1

2. Transplantasi Hati

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk

menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang

mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering


disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar

transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang

kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5

cm. 1

3. Terapi Operatif non Reseksi

Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat

dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non

reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik

atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui

keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi

tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi,

krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi

tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3

B. Terapi Lokal

1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai

dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam

tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor

mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara

selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan

nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat

membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.3

2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan


Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor

hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut.

Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai

direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3

3. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE)

merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma

stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi.

Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik,

setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik,

nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah

terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara

keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat

besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi

diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat

direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi

hepatoma, suksek terdapat residif, dll.3

4. Kemoterapi

Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas

kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU,

ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA,

kamtotesin, dll.3

5. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi

hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup

seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat

mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara

bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik,

kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus

metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal

dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk

radioterapi internal terhadap hepatoma.3

Bagan.1 alur penatalaksanaan hepatoma (HCC)

2.9 PROGNOSIS
Biasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas

stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil

(diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun

90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan

bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin

dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor

yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan

hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya

lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan

peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien

berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua.
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan Tn.M laki-laki usia 38 tahun Pada pasien ini, setelah

dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang kesimpulan

dari keadaan pasien ini adalah Hepatoma dimana ditemukan pemebesaran hati

dan disertai keluhan berupa nyeri perut kanan atas dialami telah sejak lama (tidak

diketahui waktu yang tepat), disertai di ulu hati dan tembus sampai ke belakang,

rasa penuh di perut , mengeluhkan badan terasa lemas, mual, dan nafsu makan

menurun. Tidak disertai panas, tidak disertai muntah,dan tidak ada riwayat

muntah darah. Pasien buang air kecil seperti air teh pekat. Buang air besar kadang

berwarna hitam kadang kuning. Pasien ini datang dengan keluhan utam nyeri

perut kanan atas nyeri perut kanan atas pada pasien ini bisa disebabkan

Pada kasus ini pasien juga didiagnosis dengan sirosis hepatis dengan

tanda-tanda hipertensi portal dan masih belum ditemukan tanda-tanda komplikasi

perdarahan varises esofagus dan ensepalopat. Diagnosis sirosis hepatis dengan

hipertensi portal ditegakan berdasarkan adanya acites, ikterik, vena

kolateral,splenomegali. Dari hasil pemeriksaan fungsi hati didapatkan

Protein Total: 7,0, Albumin : 2,7↓gr/dl3,5 – 5 , Globulin: 4,27, Bilirubin Total:

2,71↑, Bilirubin Direct: 1,25↑, SGOT 436 ↑ SGPT : 53↑, HBsAg : Positif. Pada

kasus ini pasien telah dilakukan pemeriksaan penunjang HbsAg dan telah

ditemukan HbsAg positif. Pasien juga mengidap hepatitis B yang baru diketahui

oleh pasien saat rawat inap di rumah sakit dan nilai SGOT ,SGPT serta bilirubin

total meningkat. Albumin rendah dan globulin meningkat.


Pada pasien ini menunjukan peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam

darah lebih tinggi dari bilirubin non konjugasi. Akumulasi bermakna bilirubin

terkonjugasi (> 20% total) menggambarkan penurunan ekresi oleh karena

kerusakan sel parengkim hepar atau penyakit saluran biliaris. Peningkatan

bilirubin terkonjugasi bisa terjadi pada obstruksi saluran bilier tetapi dari data

klinis pasien pada kasus ini lebih mungkin disebabkan oleh karena penurunan

ekresi karena kerusakan parengkim hepar (sirosis) di mana pada anamnesis dan

pemeriksaan fisik terdapat-nya tanda-tanda sirosis dan dari labo-ratorium tanda-

tanda gangguan faal hepar yaitu terdapat hipo albunemia, peninggian SGOT dan

SGPT.

Gambar.1 Patofisiologi hepatoma

Pada pasien ini mempunyai beberapa faktor resiko yang meningkatkan

terjadinya hepatoma yaitu hepatitis B dan sirosis hepatis. Karsinoma juga dapat

berasal dari jaringan ikat hati seperti misalnya fibrosarkoma hati. Secara

makroskopis karsinoma hati dapat dijumpai dalam bentuk (i) masif yang biasanya
di lobus kanan, berbatas tegas, dapat disertai nodul-nodul kecil di sekitar masa

tumor dan bisa dengan atau tanpa sirosis; (ii) noduler, dengan nodul di seluruh

hati, (iii) difus, seluruh hati terisi sel tumor. Secara mikroskopis, sel-sel tumor

biasanya lebih kecil dari sel hati yang normal,berbentuk poligonal dengan

sitoplasma granuler. Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah

didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks

kejadian cedera kronik (chronic injury) dari sel hati, peradangan dan

meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit.Respons regeneratif yang terjadi

dan adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh

mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. HBV

atau HCV mungkin ikut terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini.

Misalnya, infeksi persisten dengan virus menimbulkan inflamasi,meningkatkan

perubahan sel, dan menyebabkan sirosis. Sirosis selalu didahului oleh beberapa

perubahan patologis yang reversibel, termasuk steatosis dan inflamasi; baru

kemudian timbul suatu fibrosis yang ireversibel dan regenerasi nodul. Lesi

noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif dan displastik atau neoplastik. (5)

Nodul regeneratif merupakan parenkim hepatik yang membesar sebagai respons

terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa fibrosis.

Faktor resiko terjadinya Hepatocellular Carcinoma


Common Unusual
Cirrhosis from any cause Primary biliary cirrhosis
Hepatitis B or C chronic infection Hemochromatosis
Ethanol chronic consumption a1 Antitrypsin deficiency
Nonalcoholic steatohepatitis (NASH) Glycogen storage diseases
Aflatoxin B1 or other mycotoxins Citrullinemia
Porphyria cutanea tarda
Hereditary tyrosinemia
Wilson's disease
Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan serial USG hasilnya

menyimpulakan adanya Sirosis Hepatis dengan degenerasi maligna. USG dapat

menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato selular.

Diagnosis pasti suatu keganasan hati dilakukan dengan biopsi hati. Biopsi

dilakukan terhadap massa yang terlihat pada ultrasonografi.


Bagan.1 penatalaksanaan Hepatoma

Untuk menilai status klinis pada pasien menggunakan skor child – pugh .

penatalaksanaan pada pasien ini kemungkinan masuk dalam child pugh A, namun

pada pasien hepatoma dengan sirosis hepatis memerlukan parameter yang

digunakan yaitu system skor child – pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar

bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja.

BAB V

KESIMPULAN

Hepatoceluler carcinoma (HCC) atau hepatoma adalah suatu tumor ganas

primer pada hati yang paling sering ditemukan. Faktor risiko hcc adalah infeksi

hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, obat-obat terlarang dan

sirosis. Gejala klinis HCC adalah sakit perut pada bagian kanan atas, rasa penuh,

bengkak di perut kanan, nafsu makan berkurang dan rasa lemas. Diagnosis HCC

ditegakkan dapat ditegakkan menurut criteria Barcelona EASL conference, PPHI

(Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia). Stadium HCC dapat ditentukan dengan

sistem Okuda dan TNM. Pemeriksaan HCC terdiri dari laboratorium, biopsi,

radiologi imaging berupa USG, CT Scan, MRI, dan PET. Pengobatan HCC

meliputi tindakan bedah hati digabung dengan tindakan radiologi, tindakan non

bedah hati dan transplantasi hati.


DAFTAR PUSTAKA

1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.
Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC
3. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi
2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses
dari http:// www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma
Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html
5. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
6. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular
(Hepatoma). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15615/1/mkn-jun2006-
%20%286%29.pdf
7. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,
Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari
http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
8. Sherlock, Sheila. 1990. Penyakit Hati Dan Sistem Saluran Empedu. Jakarta:
Widya medika
9. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrison’s 15 th
editon.

Anda mungkin juga menyukai