Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TI NJAUAN PUSTAKA

Pada bab dua akan menjelaskan mengenai teori-teori yang digunakan sebagai
landasan untuk menganalisis masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pada
bagian ini, penulis akan memaparkan mengenai definisi, pembahasan, manfaat mempelajari
perilaku organisasi serta kaitanya dengan penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, dipaparkan
mengenai definisi, manfaat, factor yang mempengaruhi serta dimensi dari stress kerja dan
turnover intention untuk membantu memperdalam penelitian yang dilakukan. Sebagai
referensi, peneliti menyajikan penelitian terdahulu yang diambil dari beberapa negara yang
mengangkat topik terkait. Pada bagian akhir bab ini, akan dipaparkan mengenai kerangka
pemikiran serta hipotesis penelitian.

1. Tinjauan Pustaka
2.1.1 Perilaku Organisasi
1. Definisi Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi merupakan sebuah dasar penting yang perlu dipelajari sebagai
landasan untuk mengatur sebuah organisasi. Menurut Sunyoto dan Burhanudin (2011)
Perilaku Organisasional atau Organizational Behavior merupakan sebuah bidang studi yang
mempelajari pengaruh individu, kelompok serta struktur terhadap perilaku dalam sebuah
organisasi. Tujuan menerapkan bidang ini adalah agar organisasi menjadi lebih efektif.
Menurut Robbins dan Judge (2011) perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang
menyelidiki dampak individu, kelompok, serta struktur terhadap perilaku dalam organisasi.
Tujuan dari penerapan bidang studi ini ialah untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
Menurut Wijaya (2017) perilaku organisasi merupakan suatu disiplin ilmu berkaitan
dengan perilaku tingkat individu serta tingkat kelompok yang terdapat dalam suatu
organisasi dan berdampak terhadap kinerja baik itu kinerja individual, kelompok maupun
organisasi. Menurut Tewal et.al (2017) perilaku organisasi merupakan salah satu bidang
studi yang menyelidiki dampak perilaku individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku
didalam suatu organisasi. Tujuan dari penerapan pengetahuan ini adalah untuk
meningkatkan efektifitas organisasi.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa perilaku organisasi atau Organizational Behavior merupakan sebuah
studi ilmu yang mempelajari mengenai perilaku pada tiga tingkat yakni tingkat individu,
tingkat kelompok maupun tingkat organisasi beserta dampaknya yang memiliki kaitan
dengan kinerja maupun performansi organisasi. Tujuan dari mempelajari serta menerapkan
bidang studi perilaku organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas suatu organisasi.
2. Pembahasan dalam Perilaku Organisasi
Terdapat beberapa versi pembahasan dalam Perilaku Organisasi menurut beberapa
sumber. Sunyoto dan Burhanudin (2011) membagi topik pembahasan Perilaku Organisasi
kedalam sepuluh topik bahasan meliputi perilaku individu, perilaku kelompok, pengambilan
keputusan, komunikasi, kepemimpinan, kekuasaan dan politik, konfilk dalam organisasi,
desain dan struktur organisasi, budaya organisasi serta perubahan dan pengembangan
organisasi. Robbins dan Judge (2011) membaginya kedalam 17 kelompok meliputi
perbedaan dalam organisasi, sikap dan kepuasan kerja, emosi dan suasana hati, kepribadian
dan nilai, persepsi dan pengambilan keputusan individu, konsep motivasi, motivasi: dari
konsep ke pengaplikasian, dasar perilaku kelompok, memahami tim kerja, komunikasi,
kepemimpinan, kekuatan dan politik, konflik dan negosiasi, dasar struktur organisasi,
budaya organisasi, kebijakan dan praktik sumber daya manusia, perubahan organisasi dan
mengelola stress.
Wijaya (2017) membaginya kedalam sebelas topik meliputi kepribadian dan emosi,
persepsi dan pengambilan keputusan individu, dasar-dasar perilaku kelompok dan
memahami kelompok/ tim kerja, komunikasi, kemampuan kepemimpinan, kekuasaan dan
politik, konflik dan negosiasi, nilai, sikap dan kepuasan kerja, dasar-dasar struktur
organisasi, rancangan kerja dan teknologi, perubahan dan perkembangan organisasi, stress
dan hubungannya dengan pekerjaan. Sedangkan Tewal et.al (2017) membagi topik
pembahasannya kedalam sebelas topik meliputi budaya organisasi, karakteristik biografi
dan perilaku organisasi, kepribadian dan pembelajaran, sikap dan persepsi, motivasi kerja,
stres kerja, kelompok dan tim, komunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan serta
desain organisasi.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, dapat diketahui bahwa terdapat
beberapa topik bahasan dalam perilaku organisasi. Robbins daan Judge (2011) memaparkan
bahasan tersebut secara lengkap dan rinci, meliputi perbedaan dalam organisasi, sikap dan
kepuasan kerja, emosi dan suasana hati, kepribadian dan nilai, persepsi dan pengambilan
keputusan individu, konsep motivasi, motivasi: dari konsep ke pengaplikasian, dasar
perilaku kelompok, memahami tim kerja, komunikasi, kepemimpinan, kekuatan dan politik,
konflik dan negosiasi, dasar struktur organisasi, budaya organisasi, kebijakan dan praktik
sumber daya manusia, perubahan organisasi dan mengelola stress.
3. Manfaat Perilaku Organisasi
Wijaya (2017) mengemukakan terdapat beberapa manfaat dalam memahami
perilaku organisasi diantaranya berkaitan dengan pengembangan gaya kepemimpinan,
pemilihan strategi dalam mengatasi persoalan, seleksi pekerjaan yang tepat serta
peningkatan kinerja dan sebagainya. Ditambah lagi, apabila sumber daya manusia
diperhatikan, maka mereka akan memperikan kontribusi yang lebih tinggi. Robbins dan
Judge (2011) mengemukakan bahwa tujuan atau manfaat dari menerapkan bidang studi
perilaku organisasi adalah untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Pendapat serupa
dikemukakan oleh Tewal et.al (2017) bahwa tujuan penerapann bidang studi ini untuk
meningkatkan efekivitas organisasi
Berdasarkan uraian pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa terdapat banyak manfaat yang didapatkan dalam mempelajari dan
menerapkan bidang studi perilaku organisasi, berkaitan dengan pengembangan gaya
kepemimpinan, pemilihan dalam mengatasi persoalan, seleksi pekerjaan, peningkatan
kinerja, dan sebagainya. Seperti yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2011) dan
Tewal et.al (2017) manfaat dan tujuan utama dari penerapan bidang studi ini adalah untuk
meningkatkan efektivitas organisasi
4. Perkembangan Perilaku Organisasi saat ini
5. Hubungan Perilaku Organisasi dengan Penelitian
Dalam penelitian ini perilaku organisasi dijadikan sebagai dasar ilmu secara general.
Peilaku organisasi merupakan bidang studi yang mempelajari mengenai perilaku pada tiga
tingkat yakni tingkat individu, tingkat kelompok maupun tingkat organisasi beserta
dampaknya yang memiliki kaitan dengan kinerja maupun performansi organisasi untuk
tujuan efektifitas organisasi. Didalam topik pembahasan perilaku organisasi terdapat pokok
bahasan yang dibahas dalam penelitian ini yakni stress kerja. Stress kerja penting untuk
ditangani agar tidak berdampak pada kinerja karyawan yang berujung pada menurunnya
kinerja organisasi. Berdasarkan uraian tersebut, perilaku organisasi merupakan bidang ilmu
yang digunakan oleh peneliti sebagai dasar dan acuan untuk penelitian ini.
2.1.2 Stress
2.1.2.1. Definisi Stress
Menurut Sunyoto dan Burhanudin (2011) Stress berkaitan dengan tuntutan/ demand
dan sumber daya/resource yang merupakan kondisi dinamis dimana seseorang dihadapkan pada
suatu peluang, tuntutan, sumber daya yang terkait dengan keinginan orang tersebut serta
hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Menurut Wijaya (2017) stress merupakan suatu
kondisi atau perasaan ketika seseorang merasakan bahwa tuntutan-tuntutan yang diarahkan
kepada dirinya lebih besar dibandingkan dengan sumber daya mampu dikerahkan orang
tersebut. Disisi lain, Robbins dan Judge (2011) stress merupakan kondisi dinamis dimana
individu dihadapkan pada peluang, permintaan, atau sumber daya yang berkaitan dengan
keinginan individu namun hasilnya dianggap tidak pasti. Menurut Tewal et.al (2017) stress
merupakan suatu respon penyesuaian yang dimediasi oleh perbedaan-perbedaan individual dan
merupakan konsekuensi dari tindakan maupun peristiwa yang menempatkan seseorang pada
keadaan khusus.
Berdasarkan uraian para ahli mengenai stress diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa stress
merupakan kondisi atau perasaan dinamis yang dialami oleh individu ketika mereka dihadapkan
dengan tuntutan-tuntutan, peluang serta permintaan yang melebihi kapasitas sumber daya yang
mereka miliki sehinggat terjadi kesenjangan/ gap antara dua hal tersebut. Stress juga dapat
dikatakan sebagai respon penyesuaian yang dimediasi oleh sikap individual yang berbeda-beda.
2.1.2.2. Stress Kerja
Menurut Sunyoto dan Burhanudin (2011) hubungan antara stress dengan kinerja
karyawan digambarkan dengan kurva berbentuk U terbalik (Inverted U). Pada tingkat stress
yang rendah, kinerja karyawan rendah. Menurut Wijaya (2017) stress kerja merupakan sumber
atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan
perilaku. Lingkungan kerja berpotensi sebagai stressor kerja yang dapat menimbulkan stress
kerja. Menurut Tewal et.al (2017) Stress kerja dapat berdampak positif dan negative. Stress
kerja berdampak postif terhadap organisasi jika stress kerja menjadi motivator dan sebagai
rangsangan untuk bekerja keras. Sedangkan stress kerja dapat berdampak negative apabila
menimbulkan dampak seperti menurunnya tingkat produktivitas, masalah kepuasan kerja, serta
meningkatnya ketidakhadiran.
Berdasarkan uraian para ahli mengenai stress kerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
stress kerja merupakan reaksi yang dikeluarkan individu terhadap tekanan-tekanan, tuntutan,
serta peluang yang ada ditempat kerja. Reaksi tersebut dapat berupa reaksi fisiologis,
psikologis dan perilaku. Stress kerja dapat berdampak positif dan negative. Stress kerja
berdampak positif apabila menjadi motivator maupun rangsangan untuk bekerja keras. Disisi
lain, stress kerja dapat berdampak negative apabila menyebabkan turunnya tingkat
produktivitas, masalah kepuasan kerja, serta meningkatnya ketidakhadiran.
2.1.2.3. Faktor Penyebab Stress Kerja
Sunyoto dan Burhanudin (2011) membagi factor-faktor penyebab stress kerja
kedalam dua kelompok yakni factor internal dan factor eksternal. Factor internal meliputi
kepribadian, kemampuan serta nilai budaya. Sedangkan factor eksternal meliputi factor yang
berasal dari organisasi/pekerjaan dan non organisasi/diluar pekerjaan. Tewal et.al (2017)
membagi factor penyebab stress atau stressor kedalam dua kelompok yakni penyebab stress
dari individu dan penyebab stress pada kelompok dan organisasi. Penyebab stress dari individu
meliputi konflik peran, beban kerja berlebihan dan ambiguitas peran. Sedangkan penyebab
stress pada kelompok dan organisasi meliputi kurangnya kohesivitas kelompok, budaya
organisasi, kurangnya kesempatan karier serta perilaku politik level atas organisasi.
Menurut Wijaya (2017) factor pemicu stress dibagi kedalam tiga kelompok yakni factor
lingkungan kerja, kondisi lingkungan pada umumnya serta factor diri pribadi. Factor
lingkungan kerja meliputi beban kerja berlebihan, desakan waktu, pengawasan kurang baik,
iklim yang kurang menjamin keamanan, kurangnya umpan balik dari hasil kerja, kurang
jelasnya pemberian wewenang, serta perselisihan antar pribadi dan kelompok. Selanjutnya
factor kondisi lingkungan pada umunya meliputi lingkungan fisik (alam), lingkungan
social/budaya, dan sebagainya. Terakhir factor diri pribadi menjelaskan mengenai reaksi
individu terhadap stress tersebut.
Berdasarkan uraian para ahli mengenai penyebab stress diatas, terdapat beragam factor
yang menyebabkan stress kerja. Umunya, factor yang menyebabkan stress kerja berasal dari
factor internal atau factor individu, dan factor eksternal atau factor organisasi/kelompok.
Factor internal atau factor yang berasal dari individu meliputi meliputi konflik peran, beban
kerja berlebihan dan ambiguitas peran. Sedangkan factor eksternal atau factor yang berasal dari
organisasi/kelompok meliputi kurangnya kohesivitas kelompok, budaya organisasi, kurangnya
kesempatan karier serta perilaku politik level atas organisasi.
2.1.2.4. Dimensi atau Alat Ukur Stress Kerja
Beberapa ahli mengemukakan mengenai dimensi/ indicator dari stress kerja. Menurut
Robbins dan Judge (2017) terdapat tiga dimensi dan indicator dari stress kerja meliputi stress
lingkungan, stress organisasi dan stress individu. Dimensi lingkungan meliputi ketidakpastian
ekonomi, ketidakpastian teknologi, serta ketidakpastian politik. Sedangkan, dimensi organisasi
berkaitan dengan tuntutan peran, tuntutan peran serta tuntutan pribadi. Disisi lain, dimensi
individu berkaitan dengan kehidupan pribadi dari masing-masing karyawan meliputi masalah
keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian karyawan.
Menurut Michael et.al (2011) dimensi dalam stress kerja terbagi menjadi tiga yakni beban
kerja, konflik peran serta ambiguitas peran. Beban kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-
tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan waktu dan ketersediaan sumber daya. Sedangaka
konflik peran dapat didefinisikan sebagai terdapat dua atau lebih tekanan secara simultan yang
menyebabkan seseorang kesulitan untuk memenuhi salah satu tuntutan yang diberikan.
Sedangkan ambiguitas peran merupakan ketidakjelasan peran dan tugas-tugas yang harus di
kerjakan oleh seorang karyawan. Robbins dan Judge (2013) menyebutkan bahwa tolak ukur
stress kerja terdiri dari Role ambiguity/ ketidakjelasan peran, Role Confilct/ konflik peran, Role
Overload, dan Interpersonal demand.
Berdasarkan uraian diatas, para ahli telah mengemukakan mengenai dimensi atau alat ukur
stress kerja. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi atau alat ukur stress kerja yang
dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) yang terdiri dari Role ambiguity atau
ketidakjelasan peran, Role Conflict atau konflik peran, Role Overload atau pekerjaan yang
terlalu banyak serta Interpersonal Demand. Alasan peneliti memilih dimensi atau alat ukur
yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) adalah dimensi ini lebih tepat dengan
keadaan stress kerja yang sering dihadapi di Indonesia.

2.1.3 Turnover Intention


2.1.3.1 Definisi Turnover Intention
Terdapat beberapa definisi mengenai Turnover Intention menurut para ahli. Menurut
Mobley (2011) Turnover Intention merupakan hasil evaluasi individu tentang kelanjutan
hubungannya dengan perusahaan tempat ia bekerja tetapi belum ada wujud tindakan nyata.
Disisi lain, menurut Robbins dan Judge (2015) Turnover Intention merupakan kecenderungan
seseorang untuk meninggalkan perusahaan baik secara sukarela maupun terpaksa
dikarenakan pekerjaan saat ini kurang menarik atau terdapat alternative pekerjaan lain.
Menurut Mathins dan Jackson (2011) Turnover Intention merupakan suatu proses dimana
karyawan-karyawan memilih untuk meninggalkan suatu organisasi dan harus digantikan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas mengenai Turnover Intention, maka dapat
disimpulkan bahwa turnover intention atau intensi untuk keluar dari pekerjaan merupakan
kecenderungan atau keinginan suatu karyawan untuk meninggalkan pekerjaan mereka saat ini
untuk berpindah ke pekerjaan lain baik secara sukarela maupun terpaksa yang disebabkan
oleh berbagai factor. Beberapa factor diantaranya adalah kurang menariknya pekerjaan
mereka saat ini atau terdapat alternative pekerjaan lain.
2.1.3.2 Faktor yang mempengaruhi Turnover Intention
Beberapa sumber menyebutkan bahwa terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
Turnover Intention. Mobley (2011) menyebutkan bahwa factor yang mempengaruhi
seseorang untuk berpindah pekerjaaan adalah factor keorganisasian dan factor individual.
Factor keorganisasian meliputi besar kecilnya organisasi, besar kecilnya unit kerja,
penggajian, bobot pekerja dan gaya penyeliaan. Sedangkan factor individual meliputi
kepuasan terhadap pekerjaan, kepuasan terhadap pekerjaaan secara menyeluruh, pembayaran,
promosi, bobot pekerjaan, kerabat-kerabat kerja, penyeliaan, keterikatan terhadap organisasi,
harapan untuk dapat menemukan pekerjaan lain, niat untuk pergi atau tinggal, tekanan jiwa,
dan lingkungan kerja.
Menurut Zhang (2016) factor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention terdiri
dari factor lingkungan kerja dan factor individual. Factor lingkungan kerja meliputi budaya
dan system perusahaan, benefit dan prospek perusahaan, gaji dan pembayaran, promosi
jabatan, relasi antar rekan kerja, keterlibatan karyawan dan keadilan organisasi. Factor
individual meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, tahun kerja,
kemampuan individu serta tanggung jawab. Menurut Yanita dan Masdupi (2014) factor-
faktor yang mempengaruhi Turnover Intention diantaranya adalah lingkungan kerja,
komitmen organisasi dari karyawan, kepercayaan terhadap organisasi dan Job insecurity.
Berdasarkan uraian diatas mengenai factor-faktor yang mempengaruhi turnover
intention menurut pendapat beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
factor yang mempengaruhi turnover Intention yakni factor individual dan factor lingkungan
kerja atau keorganisasian. Factor individual meliputi kepuasan terhadap pekerjaan, kepuasan
terhadap pekerjaaan secara menyeluruh, pembayaran, promosi, bobot pekerjaan, kerabat-
kerabat kerja, penyeliaan, keterikatan terhadap organisasi, harapan untuk dapat menemukan
pekerjaan lain, niat untuk pergi atau tinggal, tekanan jiwa, dan lingkungan kerja. Sedangkan
factor lingkungan kerja atau keorganisasian meliputi besar kecilnya organisasi, besar kecilnya
unit kerja, penggajian, bobot pekerja, gaya penyeliaan budaya, system perusahaan, benefit
dan prospek perusahaan, gaji pembayaran, promosi jabatan, relasi antar rekan kerja,
keterlibatan karyawan dan keadilan organisasi.

2.1.3.4 Dimensi Turnover Intention


Beberapa ahli mengemukakan dimensi/ indicator Turnover Intention. Menurut
Mobley (2011) terdapat tiga indicator untuk mengukur Turnover Intention yakni pikiran-
pikiran untuk berhenti (thoughts of quitting), keinginan untuk meninggalkan (intention to quit),
dan keinginan untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for another job). Menurut
Dipboye (2018) indicator pengukuran Turnover intention meliputi Thinking of Quitting,
Intention to search for alternatives, intention to quit. Sedangkan menurut Dharma 2013
indikator dari turnover intention meliputi pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari
lowongan, adanya keinginan untuk meninggalkan organisasi dalam beberapa bulan mendatang
Berdasarkan uraian mengenai beberapa dimensi dari Turnover Intention yang
dikemukakan para ahli diatas, peneliti memilih dimensi yang dikemukakan oleh Mobley
(2011) yakni pikiran-pikiran untuk berhenti (thoughts of quitting), keinginan untuk
meninggalkan (intention to quit), dan keinginan untuk mencari pekerjaan lain (intention to
search for another job). Alasan peneliti memilih dimensi tersebut adalah pendapat dari Mobley
(2011) telah terinci dan lengkap serta mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan kerancuan
dalam segi pemahaman.

2.1.4 Hubungan Stress Kerja terhadap Turnover Intention


Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah dibahas pada poin-poin sebelumnya,
Stress kerja memiliki pengaruh signifikan positif terhadap Turnover Intention. Signifikansi
positif menunjukkan hubungan searah antara stress kerja dengan Turnover Intention. Hal ini
berarti, ketika stress kerja dikelola dengan baik (stress kerja rendah) maka tingkat Turnover
Intention karyawan akan rendah pula. Dalam hal ini, peneliti menyajikan beberapa hasil
penelitian yang dilakukan dari berbagai negara dan industri mengenai pengaruh stress kerja
terhadap Turnover Intention sebagai dasar untuk menguatkan pernyataan tersebut. Meskipun
memiliki hasil r yang beragam, penelitian-penelitian dibawah ini menunjukkan hasil
signifikan positif. Tabel 2.1 menunjukkan ringkasan hasil penelitian dari berbagai negara dan
industri.
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu mengenai Hubungan Stress Kerja dengan
Turnover Intention

Penulis Tahun Negara Sampel Industri R


Prasetio dan 2018 Indonesia 117 Perkebunan 0.571
Sa’adah
Arshadi dan 2013 Iran 286 Migas 0.4528
Damiri
Sewwandi 2016 Sri Lanka 90 Fashion 0.375
dan Perere
Raza et.al 2017 Pakistan 100 Perbankan 0.562
Mosadeghard 2013 Iran 296 Kesehatan 0.22
Javed et.al 2014 Pakistan 0.8

Merujuk pada tabel diatas, penelitian yang dilakukan oleh prasetio dan sa’adah (2018)
menunjukkan hasil korelasi signifikansi positif antara stress kerja terhadap turnover intention.
Penelitian kedua yang di lakukan oleh Mosadeghard (2013) menunjukkan hasil korelasi
signifikansi positif antara stress kerja terhadap turnover intention. Selanjutnya Javed et.al
(2014) melakukan penelitian dan menunjukkan hasil korelasi signifikan positif antara stress
kerja
dengan turnover intention. Disisi lain, dalam penelitiannya Arshadi dan Damiri (2013)
menghasilkan korelasi signifikan positif antara stress kerja terhadap turnover intention.
Penelitian yang dilakukan Sewwandi dan Perere (2016) juga menunjukkan hasil korelasi
positif antara stress kerja dengan turnover intention. Penelitian Raza et.al (2017) juga
menunjukkan hasil korelasi signifikan positif antara stress kerja dengan turnover intention.
Bedasarkan uraian diatas mengenai hubungan stress kerja dengan turnover intention,
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara stress kerja terhadap turnover
intention. Hal tersebut berarti, ketika organisasi atau manajemen mengelola dan meminimalkan
stress dengan baik maka tingkat turnover intention karyawan akan rendah. Hal tersebut
diperkuat dengan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dari
berbagai negara dan dari berbagai industry yang menunjukkan bahwa korelasi antara stress
kerja dengan turnover intention adalah signifikan positif.
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai penelitian-penelitian terdahulu yang
diperoleh peneliti yang bersumber dari berbagai literature dan negara yang berkaitan dengan
dua variabel yang diteliti yakni stress kerja sebagai variabel (X) dan turnover intention
sebagai variabel (Y). Penyajian penelitian terdahulu digunakan oleh peneliti sebagai sumber
referensi untuk membandingkan penelitian yang sedang diteliti dengan penelitian terdahulu.
Penelitian terdahulu disajikan dalam bentuk tabel yang berisi nama peneliti judul, publikasi
dan tahun, tujuan penelitian, metode, hasil, persamaan serta perbedaan dengan penelitian
yang diangkat. Tabel 2.2 merupakan tabel yang berisi penelitan-penelitian yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti di berbagai negara.

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu Pengaruh Stress Kerja terhadap Turnover


Intention

No Nama Peneliti; Tujuan Penelitian Metode Hasil Persa


Judul;
Publikasi;
Tahun
1. Samrotu Sa’adah Meneliti pengaruh stress a) Kuantitatif Hasil penelitian a) Mengg
dan Arif Partono kerja terhadap turnover b) Regresi menunjukkan kuesion
Prasetio; intention pada karyawan di Linier bahwa stres kerja metode
Pengaruh Stress PT Internusa Sejahtera berpengaruh pengum
Kerja terhadap Merauke , Papua signifikan positif b) Terdap
Turnover terhadap turnover variabe
Intention pada intention pada kerja
karyawan PT karyawan PT Turnov
Internusa Jaya Internusa Jaya
Sejahtera Sejahtera
Merauke; Jurnal
Riset
Manajemen
Bisnis; 2018
2. Sewwandi, Mengidentifikasi dampak a) Kuantitatif Hasil Penelitian a) Men
D.V.S dan stress kerja pada Turnover b) Regresi mengungkapnkan kues
Perere, G.D.N; Intention pada operator Linier bahwa terdapat meto
The Impact Job mesin di perusahaan signifikansi peng
Stress on pakaian terkenal di Sri positif antara datan
Turnover Lanka. stress kerja b) Terd
Intention: A dengan turnover varia
Study of intention pada stres
Reputed Apparel operator mesin di deng
Firm in Sri perusahaan Inten
Lanka; pakaian terkenal
Department of di Sri Lanka.
Human Resource
Management,
University of
Jayewardenepura
3. Ali Mohammad a) Untuk menentukan a) Kuantitatif Hasil penelitian a) M
Mosadeghard; tingkat stress kerja b) Regresi Linier menunjukkan k
Occupational perawat yang ada di bahwa stress u
Stress and Isfahan, Iran. kerja p
Turnover b) Mengidentifikasikan berpengaruh d
Intention: factor-faktor yang positif terhadap b) T
Implication for mempengaruhi Turnover v
Nursing stress kerja perawat. Intention s
Management; c) Menguji hubungan perawat. d
2013 antara stress kerja T
dan Turnover I
Intention perawat.
4. Shoaib Raza, Tujuan penelitian ini adalah a) Kuantitatif Hasil penelitian a) Meto
Muhammad untuk menguji factor-faktor b) Regresi Linier menunjukkan peng
Azeem, Asad (kepuasan gaji, stress kerja, bahwa stress meng
Afzal Humayon, dan pengawasan yang kerja kues
Noor UI Ain kasar) yang mempengaruhi berpengaruh
Ansari; The Turnover Intention pada positif terhadap
Impact of Pay karyawan bank. Turnover
Satisfaction, Job Intention
Stress , and karyawan bank.
Abusive
Supervision on
Turnover
Intention among
Banking
Employees:
Sarhad Journal
of Management
Sciences; 2017
5. Muhammad Penelitian ini bertujuan a) Kuantitatif Hasil penelitian a) Men
Javed, untuk mengetahui dampak b) Regresi menunjukkan kues
Muhammad konflik peran, stress kerja, Linier bahwa stress meto
Arsalan Khan, dan masalah yang terkait kerja peng
Muhammad dengan kehidupan kerja berpengaruh
Yasir, Suhaib terhadap turnover positif terhadap
Aamir, Kamran intention. Turnover
Ahmed; Effect Intention
Role Conflict, karyawan bank.
Work Life
Balance and Job
Stress on
Turnover
Intention:
Evidence from
Pakistan; Journal
of Basic and
Applied
Scientific
Research; 2014
6. Nasrin Arshadi Tujuan dari penelitian ini a) Kuantitatif Hasil penelitian a) Men
dan Hojat untuk mengetahui b) Regresi menunjukkan kues
Damiri; The hubungan stress kerja Linier bahwa stress meto
Relationship of dengan Turnover Intention kerja peng
Job Stress with dan job performance berpengaruh
Turnover dengan peran moderasi positif terhadap
Intention and OBSE (organization based Turnover
Job self-esteem) Intention pada
Performance: Iranian National
Moderating Role Drilling
of OBSE; Company
Procedia Social (INDC).
and Behavioral
Sciences; 2013

2. Kerangka Pemikiran
Salah satu asset penting yang ada di organisasi adalah Sumber Daya Manusia
(SDM). Pengelolaan SDM yang baik dapat meningkatkan efektivitas organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam mengelola
organisasi adalah dengan cara mengelola stress kerja. Berdasarkan pemaparan dari
penelitian terdahulu serta berbagai teori yang digunakan dalam penelitian, menunjukan
bahwa terdapat pengaruh antara stress kerja dengan Turnover Intention. Sejalan dengan
penelitian terdahulu, penelitian ini memiliki tujuan yakni melihat hubungan antara dua
variabel yang terdiri dari variabel independen (X) yaitu stress kerja dan variabel terikat (Y)
yaitu Turnover Intention.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi atau alat ukur stress kerja yang
dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) yang terdiri dari Role ambiguity atau
ketidakjelasan peran, Role Conflict atau konflik peran, Role Overload atau pekerjaan yang
terlalu banyak serta Interpersonal Demand. Alasan peneliti memilih dimensi atau alat ukur
yang dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2013) adalah dimensi ini lebih tepat dengan
keadaan stress kerja yang sering dihadapi di Indonesia. Sedangakan untuk variabel
Turnover Intention, dimensi atau alat ukur yang digunakan oleh peneliti adalah dimensi
yang dikemukakan oleh Mobley (2011) yang terdiri dari pikiran-pikiran untuk berhenti
(thoughts of quitting), keinginan untuk meninggalkan (intention to quit), dan keinginan
untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for another job). Alasan peneliti memilih
dimensi tersebut adalah pendapat dari Mobley (2011) telah terinci dan lengkap serta mudah
dipahami sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam segi pemahaman serta lebih cocok
untuk keadaan yang dihadapi di Indonesia. Gambar 2.1 menunjukkan kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian ini.

Stress Kerja (X) Turnover Intention (Y)


1. Role Ambiguity 1. Thoughts of quitting
2. Role Conflict 2. Intention to quit
3. Intention to search for
3. Role Overload another job
4. Interpersonal Demand

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2021.
3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran yang telah
disajikan dan dibahas oleh peneliti, maka peneliti mengambil dugaan sementara atau
hipotesis sebagai berikut: “Stress kerja berpengaruh signifikan positif terhadap
Turnover Intention karyawan PT Mekar Abadi Sentosa”. Hal ini menunjukkan
bahwa ketika manajemen atau organisasi mengelola stress kerja karyawan dengan baik
maka intensi karyawan untuk keluar atau berhenti dari pekerjaan mereka saat ini akan
menurun. Hal ini menjadikan organisasi lebih efektif sehingga memudahkan dalam
pencapaian tujuan organisasi.

Anda mungkin juga menyukai