Lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Sehingga di butuhkan tata kelola yang baik. 2. Kerangka Tata Kelola dan Akuntabilitas Modern untuk Pemegang Saham dan Para Pemangku Kepentingan Lainnya. 1. Ekspektasi Baru, Kerangka Kerja untuk Mengembalikan Kredibilitas Para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntanbilitas untuk Pemengang Saham atau Pemangku Kepentingan Berdasarkan realitas tekanan pemangku kepentingan dan keinginan untuk meraih dukungan pemangku kepentingan, perusahaan menyadari bahwa mereka bertanggung jawab secar strategis kepada para pemangku kepentingan dan mengatur diri mereka sendiri untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan peluang yang melekat dalam kerangka kerja akuntabilitas pemangku kepentingan. 3. Tata Kelola untuk Akuntabilitas Pemangku Kepentingan yang Luas Dalam proses tata kelola berorientasi pada akuntabilitas-pemangku kepentingan (Stakeholder-Accountability Oriented Governance Process (SAOG), Dewan Direksi harus mempertimbangkan semua kepentingan stakeholder. Dewan direksi harus berfokus pada pedomannya. 4. Mekanisme Pedoman, Budaya Etis dan dan Kode Etik Harus ada mekanisme pelaporan prilaku etis terkait dengan umpan balik, pengakuan dan sistem promosi. Hal tersebut merupakan bagian dari pengawasan yang diperlukan, manajemen risiko dan sistem perbaikan. 3. Ancaman Bagi Tata Kelola dan Akuntabilitas yang Baik Tiga ancaman yang signifikan meliputi: 1. Salah mengartikan tujuan dan kewajiban fidusia. Personel dapat salah memahami tujuan perusahaan adalah menjadi yang paling menguntungkan, sehingga mengambil tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek. 2. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengelola resiko etika Risiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan harapan stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan dan memperbaikinya adalah sangat penting untuk menghindari krisis atau kehilangan dukungan dari para pemangku kepentingan. 3. Konflik kepentingan Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian independen seseorang menjadi goyah, atau ada kemungkinan goyah dalam membuat keputusan terkait dengan kepentingan terbaik lainnya yang bergantung pada penilaian tersebut. Manajemen untuk Menghindari dan Meminimalkan Konsekuensi 1. Penghindaran 2. Pengungkapan atas para stakeholder yang megandalkan keputusan 3. Manajemen konflik atau stakeholder Teori Agensi, Etika dan Sears Pemegang saham berharap dan ingin para manajer dan pada gilirannya karyawan nonmanajerial akn berprilaku sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh perushaan. Tembok Cina/firewall Praktik ini menggunakan analogi untuk mencegah pengiriman informasi klien dari satu bagian dari organisasi yang lain. Firewall atau dinding tersebut tidak nyata dalam arti tiga dimensi, tetapi merujuk pada sekumpulan tindakan multidimensi. Ahli forensik dan Bukti Seorang ahli forensik atau ahli investigasi dapat dipanggil jika personel perusahaan yang ada akan memetik manfaat dari bantuan mereka. Para ahli ini akan menggunakan teknik yang sesuai dengan situasi yang akan diinvestiagsi. Teori GONE Tugas tergantung pada peran seseorang Tugas yang diambil adalah yang mendefinisikan sifat konflik kepentingan tersebut. 4. Elemen Kunci dari Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas a. Mengembangkan, Menerapkan, dan Mengelola Budaya Perusahaan Secara Etis Dibutuhkan pengembangan kode etik sehingga dapat menciptakan pemahaman yang tepat mengenai perilaku-perilaku etis, memperkuat perilaku-perilaku tersebut, dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasarinya melekat pada strategi dan operasi perusahaan. b. Kode Etik Perusahaan Kode etik menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etika bisnis terbaik dalam semua hal yang dilakukan atas nama perusahaan. Jika prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. c. Etika Kepemimpinan Jika para pemimpin senior atau junior hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut diperhatikan. 5. Kewajiban direksi dan pekerja Cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (monitoring). 6. Tolak Ukur Akuntabilitas Publik Direksi mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka di era baru dimana akan berhadapan dengan akuntabilitas para pemangku kepentingan yang efektif dan juga sistem tata kelola yang beretika, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tapi juga akan menghasilkan keuntungan kompetitif dari perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan para stakeholder lainnya yang tentunya menarik bagi pemegang saham. 7. Kesimpulan Jika para Direktur mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka untuk era baru akuntabilitas pemangku kepentingan melalui sistem, tata kelola etika yang efektif, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko tetapi akan menghasilkan keunggulan yang kompetitif di yang pastinya akan menarik bagi pemegang saham.