Anda di halaman 1dari 15

bimbingandankonseling07.blogspot.

com

Behavior Therapy
38-48 minutes

PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DALAM KONSELING

A.     NAMA PENDEKATAN

Behavior Therapy

B.       SEJARAH PERKEMBANGAN

Tokoh-tokoh Behavior Therapy

1)      B.F. Skinner

BF Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan stabil. Skinner
sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia menerima gelar PhD di bidang
psikologi dari Harvard University pada tahun 1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah
mengajar di beberapa universitas. Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk
behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang
ahli eksperimen di laboratorium.

            Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya tindakan
tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan pandangannya pada sebab akibat
antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku yang dapat diamati. Pandangannya muncul
sebagai bentuk protes terhadap psikoanalitik yang berfokus pada pikiran dan motif-motif
yang tidak terlihat, sehingga ia merasa prihatin akan fokus yang terlalu kecil terhadap
lingkungan yang dapat diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya
dalam dirinya sendiri. Skinner percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang lebih baik. 

2)      Albert Bandura

Albert Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam anak di sebuah keluarga
keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia bersekolah di sekolah yang kekurangan guru
dan sumber daya. Hal ini yang menjadi asset awal Bandura dalam mempelajari keterampilan
memimpin diri, ia Memperoleh gelar PhD dalam psikologi klinis dari University of Iowa
pada tahun 1952, dan setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas di Universitas
Stanford.

Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling dan
memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang menjelaskan beragam bentuk
pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah Social Cognitive Theory, yang menyatakan
manusia dapat mengatur diri sendiri, dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur
lingkungan, dapat menciptakan dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah
laku sendiri. Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya dibentuk oleh kekuatan
lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang memotifasi.

Bandura berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan pemodelan psikologis
dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2) mekanisme agensi manusia, atau cara
orang mempengaruhi motivasi mereka sendiri dan perilaku melalui pilihan; ( 3) persepsi
masyarakat atas kemanjuran mereka untuk menjalankan pengaruh atas peristiwa yang
mempengaruhi hidup mereka, dan (4) bagaimana reaksi stres dan depres disebabkan. Bandura
telah menciptakan salah satu dari beberapa teori besar yang masih berkembang pada awal
abad ke-21.

Sejarah Perkembangan

Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di Amerika
Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis
yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku
yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.

                 Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan behavior terdiri dari tiga
trend utama, yaitu :

Gelombang 1  : Pada tahun 1960 Albert Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang
dikombinasikan pengkondisian klasik dan operan kondisioning sdengan pembelajaran
observasional. Bandura membuat kognisi fokus yang sah untuk terapi bahavior. Selama tahun
1960-an sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermunculan, dan mereka masih memiliki
dampak signifikan pada praktek terapi. Terapi behavior kontemporer muncul sebagai
kekuatan utama dalam psikologi selama 1970-an, dan itu memiliki dampak signifikan pada
pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan pekerjaan sosial. Teknik behavior yang
diperluas untuk memberikan solusi terhadap masalah bisnis, industri, dan membesarkan juga
anak. Dikenal sebagai "gelombang pertama" di lapangan behavior, teknik terapi behavior
dipandang sebagai pilihan perawatan untuk banyak  masalah psikologis.

Gelombang 2  : Tahun 1980-an yang ditandai dengan pencarian konsep dan metode baru
yang melampaui teori belajar tradisional. Terapis behavior melakukan evaluasi terhadap
metode yang mereka gunakan dan mempertimbangkan dampak dari praktek terapi pada klien
mereka dan masyarakat yang lebih luas. Meningkatnya perhatian diberikan kepada peran
emosi dalam perubahan terapi, serta peran faktor biologis dalam gangguan psikologis. Dua
perkembangan yang paling signifikan adalah (1) munculnya terus terapi kognitif behavior
sebagai kekuatan utama dan (2) penerapan teknik perilaku untuk pencegahan dan pengobatan
gangguan kesehatan terkait.

     Pada akhir 1990-an Asotiation Behavior and Cognitive Therapi (ABCT) menyatakan
keanggotaan dari sekitar 4.300. Gambaran saat ABCT adalah "sebuah organisasi keanggotaan
lebih dari 4.500 profesional kesehatan mental dan mahasiswa yang tertarik dalam terapi
bahavior berbasis empiris atau terapi behavior kognitif." Perubahan nama dan deskripsi
mengungkapkan pemikiran saat ini mengintegrasikan terapi perilaku dan kognitif. Terapi
kognitif dianggap sebagai “gelombang kedua” dari tradisi behavior.

Gelombang 3  : Pada awal 2000-an, "gelombang ketiga" dari tradisi perilaku muncul,
memperbesar ruang lingkup penelitian dan praktek. Perkembangan terbaru termasuk terapi
perilaku dialektis, kesadaran berbasis pengurangan stres, kesadaran berbasis terapi kognitif,
dan penerimaan dan terapi komitmen.

C.      HAKIKAT MANUSIA

Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk dan produsen (penghasil) dari
lingkungannya. Pandangan ini tidak tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia
adalah produk belaka dari pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki
potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior
berpandangan bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi
atas tingkahlakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat
belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi behavior bertujuan
untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka memiliki lebih banyak
pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku melemahkan yang membatasi pilihan,
orang lebih bebas untuk memilih dari kemungkinan yang tidak tersedia sebelumnya.

D.      PERKEMBANGAN PERILAKU

1)   Struktur Kepribadian

Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku,
karena hanya perilakulah yagn dapat diuji dilaboratorium. Perilaku itu terbentuk melalui
suatu proses belajar dari lingkungannya. Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari
pengalaman belajarnya, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Oleh karena itu untuk
memahami kepribadian individu ialah dengan melihat perilakunya yang tampak. Perilaku
yang tampak itu dapat berupa perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) atau perilaku
maladaptif  (perilaku yang tidak sesuai).

2)   Pribadi Sehat dan Bermasalah

Berdasarkan pandangan behavioral tentang kepribadian maka pribadi sehat menurut


pandangan ini ialah perilaku atau kebiasaan-kebiasaan  negatif atau perilaku yang tidak tepat,
yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, perilaku bermasalah ini merupakan
hasil belajar yang salah. Perilaku ini disebut dengan perilaku maladaptif.  Sedangakan pribadi
sehat merupakan kebalikan dari pribadi bermasalah, yang disebut dengan perilaku adaptif.

E.       HAKIKAT KONSELING

Konseling  menurut pandangan behavioral ialah proses terapeutik dengan menggunakan


prosedur-prosedur sistematik untuk mengubah perilaku maladaptif (perilaku yang tidak
sesuai)  menjadi perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) melalui proses belajar perilaku baru.

F.       KONDISI PENGUBAHAN

1)   Tujuan

         Tujuan umum dari terapi behavior ialah untuk meningkatkan pilihan pribadi dan
untuk menciptakan kondisi baru untuk belajar; mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi
perilaku dan menemukan tindakan untuk mengatasi tingkah laku bermasalah.
        Tujuan dalam proses konseling

Tujuan memiliki tempat sentral dalam terapi Behavior. Behavior kontemporer menekankan


peran aktif klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka. Klien, dengan bantuan
terapis, mendefinisikan tujuan pengobatan khusus pada awal proses terapi. Tujuan terapi
harus jelas, konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien
mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan, keadaan yang diperlukan untuk
perubahan, sifat sub tujuan, dan rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini. Proses
penentuan tujuan terapi ini memerlukan negosiasi antara klien dan konselor yang
menghasilkan kontrak yang memandu jalannya terapi. Tujuan yang ditetapkan akan digunkan
sebagai tolak ukur untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan
jika telah mencapai tujuan.

Perilaku terapis dan klien mengubah tujuan selama proses terapi yang diperlukan. Meskipun
penilaian dan pengobatan terjadi bersama-sama, penilaian formal terjadi sebelum perawatan
untuk menentukan perilaku yang menjadi sasaran perubahan. Penilaian terus-menerus
sepanjang terapi menentukan sejauh mana mengidentifikasi tujuan yang terpenuhi. Hal ini
penting untuk menemukan cara untuk mengukur kemajuan menuju tujuan berdasarkan
validasi empiris.

2)        Sikap, peran, dan tugas Konselor

Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami apa
yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi, konselor
berperan sebagai guru atau mentor.

Praktisi behavior harus memiliki keterampilan, sensitivitas, dan kecerdasan klinis. Mereka
menggunakan beberapa teknik umum dengan pendekatan lain, seperti meringkas klarifikasi,
refleksi, dan pertanyaan terbuka. Namun, terapis behavior melakukan fungsi lain juga
(Miltenberger, 2008; Spiegler & Guevremont, 2003):

• Berdasarkan penilaian fungsional yang komprehensif, terapis merumuskan tujuan


pengobatan awal dan desain dan mengimplementasikan rencana perawatan untuk mencapai
tujuan tersebut.

• Para terapis menggunakan strategi behavior yang memiliki dukungan penelitian untuk
digunakan dengan jenis tertentu dari masalah. Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan
generalisasi dan pemeliharaan perubahan perilaku.

• Terapis mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan mengukur kemajuan menuju


tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang diberikan kepada klien pada awal
pengobatan dan dikumpulkan lagi secara periodik selama dan setelah perawatan untuk
menentukan apakah rencana strategi dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian
dilakukan dalam strategi yang digunakan.

• Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah
perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Klien belajar bagaimana mengidentifikasi
dan mengatasi kemunduran potensial. Penekanannya adalah pada membantu klien
mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi
perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.
3)   Sikap, peran, dan tugas Konseli

Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli memiliki
peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan kerjasama yang
baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli dalam proses terapi
ialah meliputi :

·      Memiliki motivasi untuk berubah

·      Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun
dalam kehidupan sehari-hari

·      Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah
yang aktif (seperti self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi
terapi.

·      Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.

4)        Situasi Hubungan

Bukti klinis dan penelitian menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks
orientasi perilaku, dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses perubahan
perilaku. Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun hubungan kerja
kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan masalah perilaku dan
memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi perubahan. Sebagian besar
praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor seperti kehangatan, empati, keaslian,
permisif, dan penerimaan diperlukan, tetapi tidak cukup, untuk perubahan perilaku terjadi.
Terapis behavior berasumsi bahwa klien membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku
khusus yang digunakan bukan karena hubungan dengan terapis.

G.      MEKANISME PENGUBAHAN

             1)     Tahap-tahap konseling

Tahap-tahap dalam konseling behavior terdiri atas empat tahap yaitu :

a. Asesmen

Hal-hal yang digali dalam asesmen meliputi analisis tingkah laku bermasalah yang dialami
konseli saat ini; analisis situasi yang di dalamnya masalah konseli terjadi; analisis
motivasional; analisis self-control; analisis hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-
sosial budaya.

b. Menentukan Tujuan

Tujuan memiliki tempat sentral dalam terapi Behavior, karena tujuan inilah yang akan
menghasilkan kontrak yang memandu jalannya terapi.  Tujuan yang ditetapkan akan
digunkan sebagai tolak ukur untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan
dihentikan jika telah mencapai tujuan.
Konselor dan konseli mnetapkan tujuan pada awal terapi. Tujuan terapi harus jelas, konkret,
dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien mendiskusikan perilaku
yang terkait dengan tujuan, keadaan yang diperlukan untuk perubahan, sifat tujuan, dan
rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini.

c. Mengimplementasikan Teknik

Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan konseli menentukan strategi
belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang
diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai
dengan masalah yang dialami oleh konseli.

d. Mengakhiri Konseling

                        Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal konseling
telah tercapai. Meskipun demikian, konseli tetap memiliki tugas, yaitu terus melaksanakan
perilaku baru yang diperolehnya selama proses konseling, di dalam kehidupannya sehari-hari.

             2)     Teknik-teknik konseling

Ø Applied Behavioral Analysis: Operant Conditioning

Tujuan dari operant conditioning ialah untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang
tidak diinginkan. Beberapa prinsip kunci operant conditioning: penguatan positif, penguatan
negatif, pemunahan, hukuman yang positif, dan hukuman negatif.

            Penguatan Positif dan Penguatan Negatif

Tujuan dari penguatan, baik positif maupun negatif, adalah untuk meningkatkan perilaku
target. Penguatan positif melibatkan penambahan sesuatu yang bernilai bagi individu (seperti
pujian, perhatian, uang makan, atau) sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu. Tujuan dari
program ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan,
penguatan positif sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang lebih
diinginkan, yang menggantikan perilaku yang tidak diinginkan. Penguatan negatif
melibatkan melarikan diri dari atau menghindari rangsangan permusuhan. Individu
termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan untuk menghindari kondisi yang
tidak menyenangkan.

Pemunahan

Mengacu pada penguatan pemotongan dari respon yang sebelumnya diperkuat. Dalam
pengaturan diterapkan, pemuunahan dapat digunakan untuk perilaku yang telah
dipertahankan oleh penguatan positif atau penguatan negatif.

Hukuman

Tujuan dari penguatan adalah untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan, namun tujuan


hukuman adalah untuk mengurangi perilaku tersebut. Dua jenis hukuman yang mungkin
terjadi sebagai akibat dari perilaku  yaitu hukuman positif dan hukuman negatif.
Hukuman positif digunakan untuk mengurangi frekuensi perilaku, contohnya seorang anak
yang sering keluar kelas diberi hukuman dengan melarangnya untuk tidak keluar kelas.
Sedangkan dalam hukuman negatif, rangsangan yang menyebabkan perilaku tersebut
dihilangkan, seperti memotong gaji karyawan yang sering tidak masuk kerja.

Skinner (1948) percaya bahwa hukuman memiliki nilai yang terbatas dalam mengubah
perilaku dan sering merupakan cara yang diinginkan untuk memodifikasi perilaku. Ia
menentang menggunakan kontrol permusuhan atau hukuman, dan dianjurkan menggantinya
dengan penguatan positif. Prinsip utama dalam pendekatan behavior yang diterapkan adalah
dengan menggunakan analisis permusuhan paling berarti mungkin untuk mengubah perilaku,
dan penguatan positif dikenal sebagai agen perubahan yang paling kuat. Skinner percaya
pada nilai menganalisis faktor lingkungan untuk kedua penyebab dan solusi untuk masalah
perilaku dan berpendapat bahwa manfaat terbesar bagi individu dan masyarakat terjadi
dengan menggunakan penguatan positif sistematis sebagai rute untuk mengontrol perilaku.

Ø  Relaksasi dan Metode Pelatihan Terkait

Relaksasi telah menjadi semakin populer sebagai metode mengajar orang untuk mengatasi
tekanan yang dihasilkan oleh kehidupan sehari-hari. Prosedur relaksasi sering digunakan
dalam kombinasi dengan sejumlah teknik behavior lainnya. Pelatihan relaksasi melibatkan
beberapa komponen yang biasanya membutuhkan dari 4 sampai 8 jam instruksi.

Prosedur relaksasi :

·           Klien diberi satu set instruksi yang mengajarkan mereka untuk bersantai. Mereka
membayangkan berada pada lingkungan yang santai dan tenang, sementara bergantian
berkontraksi dan relaksasi otot.

·           Bernapas dalam dan teratur

·           Pada saat yang sama klien belajar untuk mental "membiarkan pergi," mungkin
dengan berfokus pada pikiran  atau gambar yang menyenangkan.

·           Klien diperintahkan untuk benar-benar merasakan dan mengalami ketegangan itu


terbangun.

·           Klien kemudian diajarkan bagaimana untuk bersantai dengan semua otot sambil
membayangkan berbagai bagian tubuh, dengan penekanan pada otot-otot wajah. Otot-otot
lengan yang dibuat santai terlebih dulu, kemudian diikuti oleh kepala, leher dan bahu,
punggung, perut, dan dada, dan kemudian tungkai bawah.

Relaksasi menjadi respon baik dipelajari, yang dapat menjadi pola kebiasaan jika dilakukan
setiap hari selama sekitar 25 menit setiap hari.

Prosedur relaksasi telah diterapkan untuk berbagai masalah klinis, baik sebagai teknik
terpisah atau dalam hubungannya dengan metode terkait. Penggunaan yang paling umum
ialah dengan masalah yang berkaitan dengan stres dan kecemasan, yang sering diwujudkan
dalam gejala psikosomatik. Beberapa penyakit lain yang sangat membantu latihan relaksasi
termasuk asma, sakit kepala, hipertensi, insomnia, sindrom iritasi usus, dan gangguan panik
(Cormier et al., 2009).
Ø  Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis, yang didasarkan pada prinsip pengkondisian klasik, adalah prosedur
dasar behavior yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, salah satu pelopor terapi behavior.
Desensitisasi sistematis adalah prosedur terapi behavior yang memakan waktu, namun jelas
merupakan pengobatan yang efektif dan efisien dari kecemasan yang berhubungan dengan
gangguan, khususnya di bidang fobia spesifik, selain itu terapi ini juga dapat telah digunakan
untuk berbagai macam kondisi lainnya selain kecemasan seperti, kemarahan, serangan asma,
insomnia, mabuk perjalanan, mimpi buruk, dan tidur sambil berjalan.

Prosedur pelaksanaan :

·      Tahap pertama

Ø Wawancara awal sebelum menerapkan prosedur desensitisasi, untuk mengidentifikasi


informasi khusus tentang kecemasan dan untuk mengumpulkan informasi latar belakang yang
relevan tentang klien.

Wawancara ini, bisa berlangsung beberapa sesi, terapis memberikan pemahaman yang baik
tentang siapa klien. Terapis mempertanyakan klien tentang keadaan tertentu yang
menimbulkan ketakutan. Misalnya, dalam keadaan bagaimana yang membuat klien merasa
cemas? Jika klien cemas dalam situasi sosial, apakah kecemasan bervariasi dengan jumlah
orang yang hadir?

Ø Klien diminta untuk memulai proses self-monitoring yang terdiri dari mengamati dan
merekam situasi selama seminggu yang memperoleh respon kecemasan. Beberapa terapis
juga menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data tambahan tentang situasi yang
menyebabkan kecemasan.

·      Tahap kedua

Penggunaan teknik Desentisasi Sistematis, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Ø Latihan relaksasi

Terapis menggunakan suara, sangat tenang, lembut, dan menyenangkan untuk mengajarkan
relaksasi otot progresif. Klien diminta untuk membuat gambaran yang sebelumnya situasi
santai, seperti duduk di tepi danau atau berjalan di sebuah taman yang indah. Merupakan hal
yang penting bahwa klien mencapai kondisi ketenangan dan kedamaian. Klien diinstruksikan
untuk berlatih relaksasi baik sebagai bagian dari prosedur desensitisasi dan juga di luar sesi
setiap hari.

Ø Pengembangan hirarki kecemasan

Terapis membuat sebuah daftar peringkat dari situasi yang menimbulkan peningkatan derajat
kecemasan atau penghindaran. Hirarki ini diatur dalam urutan dari situasi terburuk klien bisa
membayangkan ke situasi yang membangkitkan sedikit kecemasan.

Ø Desentisasi yang tepat


Proses desensitisasi dimulai dengan klien mencapai relaksasi lengkap dengan mata tertutup.
Sebuah adegan netral disajikan, dan klien diminta untuk membayangkan hal itu. Jika klien
tetap santai, ia diminta untuk membayangkan sedikit kecemasan-- membangkitkan adegan
pada hirarki situasi yang telah dikembangkan. Terapis bergerak progresif atas hirarki sampai
klien menunjukkan bahwa ia sedang mengalami kecemasan, pada saat adegan diakhiri.
Relaksasi kemudian diinduksi lagi, dan adegan ini diperkenalkan kembali lagi sampai
kecemasan yang muncul menjadi berkurang terhadap adegan atau pengalaman itu.

Pengobatan berakhir ketika klien mampu tetap dalam keadaan rileks sambil membayangkan
adegan yang dulunya paling mengganggu dan menimbulkan kecemasan. Inti dari
desensitisasi sistematis diulang eksposur dalam imajinasi untuk membangkitkan situasi
kecemasan tanpa mengalami konsekuensi negatif.

Pekerjaan rumah dan tindak lanjut merupakan komponen penting dari kesuksesan
desensitisasi. Klien dapat berlatih teknik relaksasi setiap hari. Secara bertahap, mereka
mengekspos diri mereka untuk situasi kehidupansehari-hari sebagai cara lanjutan untuk
mengelola kecemasan mereka. Konseli akan aman jika menerapkan teknik-teknik ini ketika
situasi kecemasan itu bangkit lagi dalam kehidupan sehari-hari setelah seti terapi berakhir.

Ø Dalam Paparan Vivo dan Pembanjiran (Flooding)

Terapi pemaparan dirancang untuk mengobati ketakutan dan respon emosi negatif dengan
memperkenalkannya klien, dalam kondisi dikendalikan secara hati-hati, dengan situasi yang
berkontribusi terhadap masalah tersebut. Pemaparan adalah proses penting dalam mengobati
berbagai masalah yang terkait dengan rasa takut dan kecemasan.

Dalam Pemaparan VIVO

Pada terapi ini klien tidak disuruh untuk membayangkan situasi yang ditakutinya atau yang
membangkitkan kecemasannya, tetapi klien dihadapkan langsung pada situasi itu. Terapis
dan klien membuat hirarki kecemasan untuk melihat tingkat kecemasan yang dialami klien.
Setelah pembuatan hirarki ini klien dihadapkan pada pemaparan penyebab itu. Klien dapat
menghentikan pemaparan jika ia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi.

Seperti halnya dengan desensitisasi sistematis, klien belajar tanggapan bersaing melibatkan
relaksasi otot. Dalam beberapa kasus terapis dapat menemani klien saat mereka menghadapi
situasi ditakuti. Sebagai contoh, terapis bisa pergi dengan klien dalam lift jika mereka
memiliki fobia menggunakan lift.

Flooding (pembanjiran)

Dalam vivo flooding terdiri dari paparan intens dan berkepanjangan terhadap rancangan
kecemasan yang sebenarnya. Umumnya, klien yang sangat ketakutkan cenderung mengekang
kecemasan mereka melalui penggunaan perilaku maladaptif. Dalam flooding, klien dilarang
untuk berkecimpung dalam respon mereka yang biasa maladaptive ketika dalam situasi
kecemasan. Vivo flooding cenderung mengurangi kecemasan dengan cepat. Teknik ini
didasarkan pada prinsip-prinsip dan mengikuti prosedur yang sama namun paparan terjadi
dalam imajinasi klien bukan di kehidupan sehari-hari. Paparan terhadap peristiwa traumatis
yang sebenarnya seperti kecelakaan pesawat, pemerkosaan, kebakaran, banjir,  sering tidak
mungkin dilakukan karena alasan etis dan praktis. Banjir imaginal dapat menciptakan
kembali keadaan trauma dengan cara yang tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi
klien.

Flooding sering digunakan dalam pengobatan perilaku kecemasan yang berhubungan dengan
gangguan, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, dan
agoraphobia. Kontak yang terlalu lama dan intens dapat menjadi cara yang efektif dan efisien
untuk mengurangi kecemasan klien. Penelitian menunjukkan bahwa terapi paparan dapat
mengurangi derajat rasa takut dan kecemasan (Tryon, 2005).

Ø  Eye Movement Desensitisasi dan Reprocessing (EMDR)

EMDR adalah suatu bentuk terapi pemaparan yang melibatkan banjir imaginal,
restrukturisasi kognitif, dan penggunaan yang cepat, gerakan mata berirama dan stimulasi
bilateral lainnya untuk mengobati klien yang mengalami stres traumatik. Dirancang untuk
membantu klien dalam berurusan dengan gangguan stres pasca trauma, (EMDR telah
diterapkan pada berbagai populasi termasuk anak-anak, pasangan, korban pelecehan seksual,
veteran perang, korban kejahatan, korban perkosaan, korban kecelakaan, dan individu yang
berhubungan dengan kecemasan, panik , depresi, kesedihan, kecanduan, dan fobia).

Penggunaan etis prosedur menuntut pelatihan dan supervisi klinis. Terapis tidak harus
menggunakan prosedur ini kecuali mereka menerima pelatihan yang tepat dan pengawasan
dari instruktur EMDR resmi. Ada beberapa kontroversi apakah gerakan mata sendiri dapat
membuat perubahan, atau penerapan teknik kognitif dipasangkan dengan gerakan mata
bertindak sebagai agen perubahan. Dukungan empiris untuk EMDR telah dicampur, yang
membuatnya sulit untuk menarik kesimpulan tegas tentang keberhasilan atau kegagalan dari
intervensi ini.

Ø  Keterampilan Sosial Pelatihan

Pelatihan keterampilan sosial adalah kategori yang luas yang berhubungan dengan
kemampuan individu, untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain dalam berbagai
situasi sosial dan digunakan untuk memperbaiki kekurangan/ masalah ketidakmampuan
dalam pribadinya. Keterampilan sosial melibatkan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain dengan cara yang baik, tepat dan efektif bagi individu yang mengalami masalah
psikososial. Pelatihan keterampilan social meliputi psikoedukasi, pemodelan, penguatan,
latihan perilaku, bermain peran, dan umpan balik serta latihan manajeman kemarahan.

Pelatihan Asertif

Salah satu bentuk khusus dari pelatihan keterampilan sosial yang populer adalah mengajar
orang bagaimana untuk bersikap tegas dalam berbagai situasi sosial. Pelatihan Asertif ini
berguna bagi mereka yang : (1) yang memiliki kesulitan mengekspresikan kemarahan atau
iritasi, (2) yang mengalami kesulitan mengatakan tidak, (3) yang terlalu sopan dan
memungkinkan orang lain untuk mengambil keuntungan dari mereka, (4) yang sulit untuk
mengekspresikan kasih sayang dan tanggapan positif lainnya, (5) yang merasa mereka tidak
memiliki hak untuk mengungkapkan pikiran mereka, kepercayaan, dan perasaan, atau (6)
yang memiliki fobia sosial.

Asumsi dasar yang mendasari pernyataan adalah bahwa setiap orang memiliki hak (bukan
kewajiban) untuk mengekspresikan diri. Salah satu tujuan dari pelatihan asertif adalah untuk
meningkatkan perilaku yang disengaja sehingga mereka dapat membuat pilihan apakah akan
bersikap tegas dalam situasi tertentu. Adalah penting bahwa klien menggantikan
keterampilan sosial maladaptif dengan keterampilan baru. Tujuan lain adalah mengajar orang
untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang mencerminkan kepekaan terhadap
perasaan dan hak orang lain. Sikap tegas pelatihan didasarkan pada prinsip-prinsip teori
belajar sosial dan menggabungkan banyak metode pelatihan ketrampilan sosial. Umumnya,
terapis mengajarkan dan mencontohkan perilku yang ingin didapatkan klien. Perilaku ini
dipraktekkan di ruang terapi dan kemudian dibawa ke dalam kehidupan sehari-hari.
Kebanyakan program pelatihan asertif berfokus pada pernyataan diri klien yang negatif,
keyakinan mengalahkan diri sendiri, dan pemikiran yang salah.

Pelatihan asertif sering dilakukan dalam kelompok. Ketika menggunakan metode kelompok,
pemodelan dan instruksi disajikan kepada seluruh kelompok, dan anggota berlatih
keterampilan perilaku dalam situasi bermain peran. Setelah latihan, anggota diberi umpan
balik yang terdiri dari memperkuat aspek yang benar dari perilaku dan petunjuk tentang cara
untuk meningkatkan perilaku. Setiap anggota terlibat dalam latihan lebih lanjut dari perilaku
asertif sampai keterampilan yang dilaksanakan memadai dalam berbagai situasi simulasi
(Miltenberger, 2008).

Ø  Self-Modifikasi Program dan Self-Directed Behavior

Keuntungan teknik modifikasi diri (atau manajemen diri) adalah pengobatan dapat diperlus
publik dengan cara yang tidak dapat dilakukan dengan pendekatan tradisional untuk terapi.
Keuntungan lain adalah bahwa biaya yang minimal. Karena klien memiliki peran langsung
dalam pengobatan mereka sendiri, teknik ditujukan pada perubahan diri untuk meningkatkan
keterlibatan dan komitmen terhadap pengobatan mereka.

Strategi self-modification meliputi pemantauan diri, self-reward, self-kontrak, kontrol


stimulus, dan self-sebagai-model. Asumsi dasar dari penilaian modifikasi diri dan intervensi
adalah bahwa perubahan dapat dibawa dengan mengajar orang untuk menggunakan
keterampilan koping dalam situasi bermasalah. Generalisasi dan pemeliharaan hasil yang
ditingkatkan dengan mendorong klien untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakan
strategi ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam program self-modification klien membuat
keputusan mengenai perilaku tertentu yang ingin dikontrol atau diubah mereka. Klien sering
menemukan bahwa alasan utama mereka tidak mencapai tujuan mereka adalah kurangnya
keterampilan tertentu atau harapan yang tidak realistis dari perubahan.

Langkah dasar:

1. Memilih tujuan. Tujuan harus ditetapkan satu per satu waktu, dan mereka harus terukur,
dapat dicapai, positif, dan signifikan bagi orang. Tujuan yang ingin dicapai haruslah realistis.

2. Menerjemahkan tujuan ke perilaku target. Mengidentifikasi perilaku yang ditargetkan


untuk perubahan. Setelah target untuk perubahan dipilih, hambatan diantisipasi dan
memikirkan cara-cara untuk mereka bernegosiasi.

3. Self-monitoring. Secara sengaja dan sistematis mengamati perilaku klien sendiri,


dan membuat catatan perilaku, merekam perilaku bersama dengan komentar tentang situasi
yg relevan dan konsekuensinya.
4. Bekerja diluar rencana untuk perubahan. Merencanakan program tindakan untuk
membawa perubahan yang sebenarnya. Berbagai rencana untuk tujuan yang sama dapat
dirancang, yang masing-masing dapat menjadi efektif. Beberapa jenis  sistem penguatan diri
diperlukan dalam rencana ini karena penguatan merupakan hal terpenting dalam terapi
perilaku modern. Penguatan diri adalah strategi sementara yang digunakan sampai perilaku
baru telah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ambil langkah-langkah untuk
memastikan bahwa keuntungan yang dibuat akan dipertahankan.

5. Mengevaluasi rencana tindakan. Evaluasi rencana terhadap perubahan untuk menentukan


apakah tujuan sedang dicapai, dan menyesuaikan dan merevisi rencana sebagai cara lain
untuk mencapai tujuan yang dipelajari. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan dan bukan
kejadian satu kali, dan perubahan diri adalah praktek seumur hidup.

Masalah perilaku yang telah berhasil diatasi dengan penggunaan teknik ini meliputi serangan
panik, membantu anak untuk mengatasi rasa takut terhadap gelap, meningkatkan
produktivitas kreatif, mengelola kecemasan dalam situasi sosial, mendorong berbicara di
depan kelas, pengendalian merokok, dan berurusan dengan depresi

Ø  Multimodal Terapi: Terapi Perilaku Klinis

Multimodal terapi bersifat komprehensif, sistematis, pendekatan holistik untuk terapi perilaku
yang dikembangkan oleh Arnold Lazarus. Hal ini didasarkan pada pembelajaran sosial dan
teori kognitif dan menerapkan teknik perilaku yang berbeda untuk berbagai masalah.
Pendekatan ini berfungsi sebagai penghubung utama antara beberapa prinsip perilaku dan
pendekatan perilaku kognitif yang telah menggantikan terapi behavior tradisional. Asumsi
yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa karena individu yang terganggu oleh berbagai
masalah spesifik maka dibutuhkan banyak strategi untuk menghasilkan perubahan. Dalam
prosesnya terapis multimodal terus-menerus menyesuaikan prosedur mereka untuk mencapai
tujuan klien.

Terapis Multimodal cenderung sangat aktif selama sesi terapis, berfungsi sebagai pelatih,
pendidik, konsultan, dan model peran. Mereka memberikan informasi, instruksi, dan umpan
balik serta model perilaku asertif. Mereka menawarkan kritik konstruktif dan saran,
memberikan penguatan positif, dan tepat mengungkapkan diri.

I.D DASAR

 Esensi dari pendekatan multimodal Lazarus adalah premis bahwa kompleksitas kepribadian
manusia dapat dibagi menjadi tujuh wilayah utama dari fungsinya, yang meliputi : B =
perilaku, A = tanggapan afektif, S = sensasi, I = gambar, C = kognisi;    I = hubungan
interpersonal, dan D = obat, fungsi biologis, gizi, dan olahraga. Terapi multimodal dimulai
dengan penilaian yang komprehensif dari tujuh modalitas fungsi manusia dan interaksi di
antara mereka.

Sebuah premis utama dari terapi multimodal adalah luas yang sering lebih penting
dibandingkan mendalam. Tanggapan lebih mengatasi klien belajar dalam terapi, yang kurang
adalah kemungkinan untuk kambuh. Terapis mengidentifikasi satu masalah tertentu dari
setiap aspek dari kerangka I.D DASAR sebagai target untuk mengubah dan mengajarkan
klien berbagai teknik yang dapat mereka gunakan untuk memerangi pemikiran yang salah,
belajar untuk rileks dalam situasi stres, dan untuk memperoleh keterampilan interpersonal
yang efektif. Klien kemudian dapat menerapkan keterampilan ini untuk berbagai masalah
dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Ø  Mindfulness dan Penerimaan Berbasis Cognitive Therapy (Mindfulness and


Acceptance-Based Cognitive Behavior Therapy)

Terapi ini melibatkan kesadaran terhadap rangsangan eksternal dan internal pada pengalaman
sekarang, dan melibatkan sikap yang untuk terbuka dalam menerima pengalaman tersebut
dan bukan menilainya.

Empat pendekatan utama dalam perkembangan tradisi behavior terbaru meliputi (1) dialektis
behavior therapy (2) pengurangan stres mindfulnessbased (3) kesadaran berbasis terapi
kognitif (4) penerimaan dan terapi komitmen

Dialektis Behavior Therapy (DBT)

Dikembangkan untuk membantu klien mengatur, menerima serta mengubah emosi dan
perilaku yang berhubungan dengan depresi.  Terapi ini melibatkan penerimaan atas situasi
klien. Situasi emosional klien yang mengganggu tidak didistorsi, tidak dinilai, tidak
dievaluasi dan tidak berusaha untuk dipertahankan atau untuk disingkirkan. DBT
menggunakan teknik behavior, termasuk bentuk terapi paparan dimana klien belajar untuk
mentoleransi emosi yang menyakitkan tanpa memberlakukan perilaku merugikan diri sendiri.

Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)  

Keterampilan yang diajarkan dalam program MBSR termasuk meditasi duduk dan yoga
sadar, yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran. Program ini mencakup meditasi body
scan yang membantu klien untuk mengamati semua sensasi dalam tubuh mereka. Sikap
kesadaran dianjurkan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari termasuk berdiri, berjalan,
dan makan. Mereka yang terlibat dalam program ini didorong untuk mempraktekkan meditasi
kesadaran formal selama 45 menit setiap hari. Program MBSR dirancang untuk mengajarkan
peserta berhubungan dengan sumber eksternal dan internal stres dengan cara yang
konstruktif. Program ini bertujuan untuk mengajarkan orang bagaimana untuk hidup lebih
lengkap di masa sekarang daripada merenungkan tentang masa lalu atau menjadi terlalu
khawatir tentang masa depan.

Terapi Penerimaan Dan Komitmen (Acceptance And Commitment Therapy (ACT))

Pendekatan ini melibatkan sepenuhnya penerimaan pengalaman sekarang dan penuh


kesadaran untuk melepaskan hambatan. Penerimaan dalam pendekatan ini adalah tidak
sekedar mentoleransi, melainkan tidak menghakimi serta aktif merangkul pengalaman saat
ini. Berbeda dengan pendekatan Kognitif Behavior Therapy, di mana kognisi ditantang atau
diperdebatkan, di ACT kognisi yang diterima. Klien belajar bagaimana menerima pikiran dan
perasaan mereka yang mungkin dicoba untuk ditolak. Pandangan ini mengatakan bahwa
pikiran maladptif diperkuat dengan cara ditentang daripada dikurangi. Tujuan dari ACT
adalah untuk memungkinkan fleksibilitas psikologis meningkat.

Selain penerimaan, komitmen untuk bertindak sangat penting. Komitmen melibatkan


membuat keputusan secara sadar tentang apa yang penting dalam hidup dan apa yang
bersedia dilakukan agar hidupnya dihargai. ACT memanfaatkan pekerjaan rumah dan latihan
perilaku sebagai cara untuk menciptakan pola-pola yang lebih besar dari tindakan efektif
yang akan membantu klien hidup dengan nilai-nilai mereka. Sebagai contoh, salah satu
bentuk pekerjaan rumah yang diberikan kepada klien yaitu meminta mereka untuk
menuliskan tujuan hidup atau hal-hal yang mereka nilai dalam berbagai aspek kehidupan
mereka. Fokus dari ACT adalah memungkinkan pengalaman untuk datang dan pergi sambil
mengejar kehidupan yang bermakna.

H.  HASIL – HASIL PENELITIAN

1)      Conditioned Reflex/ Pengkondisian Klasik (Pavlov)

Penelitian ini menggunakan anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan pada ruang kedap
suara. Dihadapan anjing, diletakkan meja untuk meletakkan tempat makanan yang mudah
dijangkau anjing. Pada leher dipasang alat pada kelenjar ludahnya yang dihubungkan dengan
selang sehingga saat air liur yang keluar dapat ditampung dan diukur dengan menggunakan
gelas ukuran.

            Proses kondisioning pada penelitian ini adalah stimulasi yang digunakan bunyi bel,
dan makanan. Pada percobaan pertama, tahapannya adalah Conditioning Stimulus (CS)
berupa bunyi bel, Unconditioning Stimulus (US) adalah makanan, Unconditioning
Response (UR) adalah air liur. Ketika percobaan pertama, bel dibunyikan dan tidak
menghasilkan air liur, makanan menghasilkan air liur. Kemudian pada percobaan kedua
proses  kondisioning, CS berupa bel diikuti pemberian US berupa makanan dengan diulang
sebanyak 10 sampai 20 kali. Setelah terbentuk asosiasi antaraCS dan US. Ketika CS bel
dibunyikan tanpa US yaitu makanan, diikuti CR yaitu keluar air liur.

            Pada penelitian ini jarak waktu pemberian CS dan US serta penghentian pemberian
US mengakibatkan terjadi proses penghapusan yaitu ketika CS dan US telah membentuk CR,
proses ini disebut tahap akusisi. Bila jarak waktu antara CS dan US selama 18 detik maka
terjadi penurunan CR, seperti saat percobaan ke satu. Kehadiran CS tanpa diikuti US secara
terus menerus akan melemahkan CR. Hal ini disebut dengan penghapusan. Akan tetapi
setelah fase laten, bila proses ini diulang dengan jarak waktu 1 atau 2 detik antara CS1 dan
US2, maka akan kembali CR. Dengan demikian CS+US=CR. Dalam hal ini US memperkuat
munculnya CR, maka US berfungsi sebagai positive reinforcement. Pavlov menemukan
bahwa fase penurunan bersifat temporer, karena pada saat setelah periode istirahat selama 30
menit. Pemberian CS langsung diikuti munculnya CR. Peristiwa ini disebut spontaneous
recovery. Penerapan proses kondisioning telah berhasil dilakukan pada anjing, monyet dan
manusia.

2)      Operant Conditioning (B. F. Skinner)

Penelitian ini menggunakan media burung merpati yang dimasukkan ke dalam kotak yang
kedapsuara. Salah satu sisi dinding kotak terdapat bintik yang akan mengeluarkan cahaya
merah setiap dipatuk, dan diikuti oleh keluarnya makanan. Merpati dilatih untuk mematuk
dari lubang makanan. Pada percobaan ini, merpati berdiri di dekat bintik cahaya (dan lubang
makanan) dan diberi makanan. Merpati berdiri dekat bintik cahaya dan menegakkan kepala,
kemudian keluar makanan. Selanjutnya, merpati menatap bintik cahaya, dan keluar makanan.
Kemudian, mematuk bintik cahaya dan keluar makanan. Merpati jadi sering mematuk bintik
cahaya karena akan mendapat hadiah (reinforcement) berupa makanan. Percobaan ini
mengajar merpati untuk memiliki tingkah laku baru, yaitu mematuk bintik cahaya merah
untuk mendapat makanan. Pembentukan tingkah laku (shaping) dengan teknik ini disebut
pendekatan berangsur (successive approximation).

I.     KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

1)   Kelebihan

·      Pembuatan tujuan  terapi antara konselor dan konseli di awal  konseli dan itu dijadikan
acuan keberhasilan proses terapi

·      Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui

·      Waktu konseling relatif singkat

·      Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan
teknik

2)      Kelemahan

·      Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan

·      Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi

·      Tidak memberikan wawasan

·      Mengobati gejala dan bukan penyebab

·      Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor

J.    SUMBER RUJUKAN

Corey G. (2009). Theory and Practice of   Counseling and Psychotherapy (8th ed.). Belmont,
CA: Brooks/Cole. 

Anda mungkin juga menyukai