DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
2. SRI RAHMAWATI
3. RUSLI
4. A. WAHYUNI
5. AHMAD (14)
T.A 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemic HIV secara
nyata melalui perkerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran
HIV/AIDS melalui pengguna narkoba suntuk. Tahun 2002 HIV sudah
menyebar ke rumah tangga. Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di
Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya
melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan
terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV.
Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh
diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV.
Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus
diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi
seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan
dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai tentang
penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak
dan keluarganya. Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang
tidak aman, pemakaian narkoba injeksi dengan jumlah bergantian bersama
pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat
kesehatan yang tidak steril serta alat untuk menoreh kulit. Penyebab
terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah
pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%,
transfuse darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 70%. Penularan HIV ke
bayi dan anak bisA dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan
melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke
anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%)
berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang
bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah
0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala
AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% - 30% menjadi kurang
dari 2% (berkurang > 90%) kalau pakai obat antiretoviris (ARV) pada
Trismester terakhir kehamilan, selama persalinan, dan kelahiran dan bayi
diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui. Aturan/resiman
yang sangat efektif ini belum ada di Negara-negara sedang berkembang.
Menurut Depkes RI (2008), Prevention Mother to Child Transmission
(PMTCT) atau Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA),
merupakan program pemerintah untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS
dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Program tersebut mencegah terjadinya
penularan pada perempuan usia produktif, kehamilan dengan HIV positif,
penularan dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya. Prevalensi kasus AIDS
lebih besar karena merupakan kewajiban untuk melaporkan kasus kematian
karena AIDS, tetapi kasus HIV cenderung untuk tidak dilaporkan.
Kecenderungan tidak melaporkan ini secara tidak langsung menunjukkan
masih besarnya stigma terhadap HIV/AIDS di masyarakat. Seperti fenomena
gunung es, kasus HIV yang ada di masyarakat kemungkinan jauh lebih besar
daripada yang dilaporkan. Menurut WHO (2009), kecenderungan infeksi HIV
pada perempuan dan anak meningkat, sehingga diperlukan berbagai upaya
untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi antara lain dengan
program PMTCT. Program PMTCT dapat dilaksanakan pada perempuan usia
produktif, melibatkan para remaja pranikah dengan jalan menyebarkan
informasi tentang HIV/AIDS, meningkatkan kesadaran perempuan tentang
bagaimana cara menghindari penularan HIV/AIDS dan infeksi menular
seksual (IMS), menjelaskan manfaat dari konseling dan tes HIV/AIDS secara
sukarela, melibatkan kelompok yang beresiko, petugas lapangan, kader PKK,
dan bidan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Prevention Of Mother To Child Transmisson
(PMTCT) ?
2. Bagaimana tujuan, strategi dan sasaran program PMTCT ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk intervensi dari program PMTCT ?
4. Apa saja kebijakan pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi ?
5. Bagaimanakah jalinan kerjasama kegiatan PMTCT antara sarana
kesehatan dan organisasi masyarakat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Prevention Of Mother To Child
Transmisson (PMTCT)
2. Untuk mengetahui tujuan, strategi dan sasaran program PMTCT
3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk intervensi dari program PMTCT
4. Untuk mengtahui kebijakan pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
5. Untuk menetahui alur jalinan kerjasama kegiatan PMTCT antara sarana
kesehatan dan organisasi masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Bentuk-bentuk Intervensi PMTCT
Intervensi untuk Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Dengan
intervensi yang baik maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 25 –
45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut estimasi Depkes, setiap
tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia.
Berarti, jika tidak ada intervensi diperkirakan akan lahir sekitar 3.000 bayi
dengan HIV positif setiap tahunnya di Indonesia. Intervensi tersebut meliputi
4 konsep dasar,yaitu:
1. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif, berarti penularan
infeksi virus ke neonatus dan bayi terjadi trans plasenta dan intrapartum
(persalinan). Terdapat perbedaan variasi risiko penularan dari ibu ke bayi
selama Kehamilan dan Laktasi, tergantung sifat infeksi terhadap ibu yakni
Infeksi primer ( HSV/ Herpes Simpleks Virus, HIV1), Infeksi Sekunder/
Reaktivasi (HSV, CMV/ Cyto Megalo Virus), atau Infeksi Kronis
(Hepatitis B, HIV1, HTLV-I). Mengingat adanya kemungkinan transmisi
vertikal dan adanya kerentanan tubuh selama proses kehamilan, maka pada
dasarnya perempuan dengan HIV positif tidak dianjurkan untuk hamil.
Dengan alasan hak asasi manusia, perempuan Odha dapat memberikan
keputusan untuk hamil setelah melalui proses konseling, pengobatan dan
pemantauan. Pertimbangan untuk mengijinkan Odha hamil antara lain:
apabila daya tahan tubuh cukup baik (CD4 di atas 500), kadar virus (viral
load) minimal/ tidak terdeteksi (kurang dari 1.000 kopi/ml), dan
menggunakan ARV secara teratur.
2. Menurunkan viral load serendah-rendahnya, obat antiretroviral (ARV)
yang ada sampai saat ini baru berfungsi untuk menghambat multiplikasi
virus, belum menghilangkan secara total keberadaan virus dalam tubuh
Odha. Walaupun demikian, ARV merupakan pilihan utama dalam upaya
pengendalian penyakit guna menurunkan kadar virus.
3. Meminimalkan paparan janin/bayi terhadap darah dan cairan tubuh ibu
positif HIV persalinan secarea berencana sebelum saat persalinan tiba
merupakan pilihan pada ODHA. Pada saat persalinan pervaginam, bayi
terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Bayi mungkin juga terinfeksi
karena menelan darah atau lendir jalan lahir tersebut (secara tidak sengaja
pada saat resusitasi). Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa
seksio sesarea akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi
sebesar 50-66% . Apabila seksio sesarea tidak bisa dilaksanakan, maka
dianjurkan untuk tidak melakukan tindakan invasif yang memungkinkan
perlukaan pada bayi (pemakaian elektrode pada kepala janin, ekstraksi
forseps, ekstraksi vakum) dan perlukaan pada ibu (episiotomi). Telah
dicatat adanya penularan melalui ASI pada infeksi CMV, HIV1 dan
HTLV-I. Sedangkan untuk virus lain, jarang dijumpai transmisi melalui
ASI. HIV teridentifikasi ada dalamkolustrum dan ASI, menyebabkan
infeksi kronis yang serius pada bayi dan anak . Oleh karenanya ibu hamil
HIV positif perlu mendapat konseling sehubungan dengan keputusannya
untuk menggunakan susu formula ataupun ASI eksklusif. Untuk
mengurangi risiko penularan, ibu HIV positif bisa memberikan susu
formula kepada bayinya. Pemberian susu formula harus memenuhi 5
persyaratan, yaitu AFASS dari WHO (Acceptable = mudah
diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga
terjangkau, Sustainable = berkelanjutan, Safe = aman penggunaannya).
Pada daerah tertentu dimana pemberian susu formula tidak memenuhi
persyaratan AFASS maka ibu HIV positif dianjurkan untuk
memberikan ASI eksklusif hingga maksimal 3 bulan, atau lebih pendek
jika susu formula memenuhi persyaratan AFASS sebelum 3 bulan tersebut.
Setelah usai pemberian ASI eksklusif, bayi hanya diberikan susu formula
dan menghentikan pemberian ASI. Sangat tidak dianjurkan pemberian
makanan campuran (mixed feeding), yaitu ASI bersamaan dengan susu
formula/ PASI lainnya. Mukosa usus bayi pasca pemberian susu formula/
PASI akan mengalami proses inflamasi. Apabila pada mukosa yang
inflamasi tersebut diberikan ASI yang mengandung HIV maka akan
memberikan kesempatan untuk transmisi melalui mukosa usus. Risiko
penularan HIV melalui pemberian ASI akan bertambah jika terdapat
permasalahan pada payudara (mastitis, abses, lecet/luka putting susu).
Oleh karenanya diperlukan konseling kepada ibu tentang cara menyusui
yang baik.
4. Mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif, melalui pemeriksaan
ANC secara teratur dilakukan pemantauan kehamilan dan keadaan janin.
Roboransia diberikan untuk suplemen peningkatan kebutuhan
mikronutrien. Pola hidup sehat antara lain: cukup nutrisi, cukup istirahat,
cukup olah raga, tidak merokok, tidak minum alkohol juga perlu
diterapkan. Penggunaan kondom tetap diwajibkan untuk menghindari
kemungkinan superinfeksi bila pasangan juga Odha, atau mencegah
penularan bila pasangan bukan ODHA.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Depkes RI (2008), Prevention Mother to Child Transmission
(PMTCT) atau Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA),
merupakan program pemerintah untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS
dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Menurut WHO (2009), kecenderungan
infeksi HIV pada perempuan dan anak meningkat, sehingga diperlukan
berbagai upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi antara
lain dengan program PMTCT. Program PMTCT dapat dilaksanakan pada
perempuan usia produktif, melibatkan para remaja pranikah dengan jalan
menyebarkan informasi tentang HIV/AIDS, meningkatkan kesadaran
perempuan tentang bagaimana cara menghindari penularan HIV/AIDS dan
infeksi menular seksual (IMS), menjelaskan manfaat dari konseling dan tes
HIV/AIDS secara sukarela, melibatkan kelompok yang beresiko, petugas
lapangan, kader PKK, dan bidan.
Untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan
dengan menggunakan empat prong, yaitu: Prong 1: Pencegahan Penularan
HIV pada Perempuan Usia Reproduksi, Prong 2: Pencegahan Kehamilan
yang Tidak Direncanakan pada Perempuan HIV Positif, Prong 3: Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu Hamil HIV Positif ke Bayi, Prong 4: Pemberian
Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu HIV Positif Beserta
Bayi dan Keluarganya.
B. Saran
Kita harus benar-benar mengerti dan memahami mengenai pentingnya
program PMTCT untuk mencegah peningkatan penularan HIV baik dari ibu
yang positif HIV kepada bayi yang sedang dikandungnya dan memberikan
pendidikan konseling serta informasi kepada para remaja, ibu hamil dan
semua kalangan masyarakat tentang bahaya dan penularan HIV untuk
menekan peningkatan penularan kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Modul Pelatihan. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (Prevention Mother
to Child Transmission; Philippe, M. 2009.