Oleh:
Nurul Khairina Iswan 1710312027
Preseptor :
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.KK(K), FINSD, FAADV
dr. Tutty Ariani, Sp.DV
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat panjanan ulang
dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau
mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang sebelumnya telah
tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat
atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.1
1.2. Epidemiologi
Sebanyak 2-5% dari populasi dipengaruhi, jauh lebih tinggi dalam beberapa
kelompok kerja. Prevalensi kontak alegi pada populasi umum adalah 26-40% pada
orang dewasa dan 21-36% anak-anak. Di Eropa dan sebagian besar didunia yang paling
sering mengakibatkan kontak alegi adalah nikel, thiomersal (Merthiolate) dan
wewangian. Sensitisasi terhadap nikel ditemukan pada orang dewasa 13-17%, remaja
10% dan 7-9% anak-anak. Perempuan biasanya lebih sering patch test dan memiliki
lebih banyak hasil positif daripada laki-laki. Perbedaan gender ini dapat disebabkan
oleh faktor-faktor sosial dan lingkungan, perempuan lebih mungkin untuk memiliki
kepekaan nikel karena peningkatan memakai perhiasan dan laki-laki lebih mungkin
untuk memiliki kepekaan kromat dari pajanan.2,3,4
Sejumlah penelitian telah meneliti prevalensi dan faktor risiko ekzema tangan
pada populasi umum. Sensitisasi kontak telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang bermakna. Di banyak bagian dunia, lebih dari 20% dari populasi orang dewasa
menderita alergi kontak. Profil dari sensitisasi dapat berbeda di setiap negara. Namun,
nikel sulfat adalah alergen yang paling banyak ditemukan. Patch test merupakan gold
standard untuk diagnosis DKA. Kualitas kontrol patch test adalah prasyarat dan sasaran
dari epidemiologi klinis dermatitis kontak. Publikasi berdasarkan data pasien yang
mengunjungi klinik dermatologi dan/atau unit Patch test tidak dapat digunakan secara
langsung untuk menurunkan kejadian populasi terkait atau perkiraan prevalensi.4
1.3 Etiologi
Dermatitis kontak alergi dapat disebabkan oleh sejumlah besar alergen yang
berada di dalam lingkup kerja atau dalam kehidupan pribadi. Reaksi alergi yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Seringkali alergen adalah
haptens seperti nikel, komponen obat lokal diterapkan atau kosmetik, atau beberapa
jenis bahan kimia yang ditambahkan ke pakaian dan sepatu. Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya : potensi sensitisasi allergen, dosis per
unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologi
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).5,6
1.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun
yang di perantarai oleh sel (cell-mediated immune response) atau reaksi imunologi tipe
IV, suatu hipersensitivitias tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase
sensitisasi dan fase elisitasi.6
Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-
2 dan mengeskspresi reseptor IL-2. Sitokin kemudian akan menstimulasi proliferasi sel
T spesifik, dan kemudian akan membentuk sel-T memori, fase ini berlangsung selama
2-3 minggu. Sensitasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal
dari alergen kontak, karena sinyal antigenik hapten cenderung menyebabkan toleransi
sedangkan sinyal iritan memicu sensitasi.6
Fase elisitasi: fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada
pajanan ulang alergen (hapten). Seperti pada pada fase sensitisasi, hapten akan
ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh
Human Leucocyte Antigen -DR kemudian diekspresikan di permukaan sel.
Selanjutnya, kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasikan kepada sel-T yang
terlah tersensitisasi (sel-T memori) baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga
terjadi proses aktifasi. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk
memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R, yang menyebabkan proliferasi dan
ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga mengeluarkan Interferon-γ yang
mengaktifkan keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR, adanya ICAM-1
memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang
mengekspresi molekul Lymphocyte function-associated antigen 1, sedangkan HLA-
DR memungkinan keratinosit berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga
memungkinkan presentasi antigen kepada sel tersebut. HLA-DE juga dapat merupakan
target sel T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit menghasilkan juga sejumlah sitokin
antara lain IL-1, IL-6, TNF-α dan Granulocyte macrophage colony-stimulating factor,
semuanya dapat mengaktivasi sel-T, IL-1 dapat menstimulasi keratinosit dan
eikosanoid yang menghasilkan sitokin dan sel mas, sel mas ini yang akan melepaskan
histamin dan berbagai jenis faktor kemotaktik yang menyebabkan dilatasi vaskular dan
meningkatkan permeabilitas sehingga komplemen dapat berdifusi masuk kedalam
dermis dan epidermis. Kejadian tersebut akan menimbulkan respon klinik DKA. Fase
ini berlansung antara 24-48 jam.6
7 = excited skin
Histopatologi13
Gambar 3. Histopatologi13
1.6 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan dari hasil anamnesis yang mendalam serta cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Pemeriksaan fisis sangat penting dengan melihat lokasi
dan pola kelainan kulit sering kalui dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup tenang dan bercahaya.6,7,9,10
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orna gdari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab munculnya dermatitis ini, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.Gejala klinis dapat
berupa eritema, vesikel, bula, nekrosis, kulit kering, skuama, hiperkeratosis,
likenifikasi, kulit kering, fisur.
2. Dermatitis Atopi
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, berhubungan dengan peningkatan kadar
Imunoglobulin-E dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Kelainan kulit penderita umumnya kering, kehilangan air lewat epidermis meningkat,
pruritus, papul, likenifikasi, eritema erosi, eksoriasi, eksudasi, dan krusta.
3. Dermatitis Numular
Lesi berbentuk uang logam (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing).
Penyebabnya stafilokokus dan mikrokokus.Kulit penderita dermatitis numulare
cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Gejala klinis: pruritus lesi berupa
vesikel dan papulovesikel, kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas
kesamping, membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa,
sedikit edematous, dan berbatas tegas.
4. Dermatitis Seboroik
Kelainan kulit dermatitis seboroik terdiri atas eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis yang ringan
hanyak mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai
bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dan skuama-skuama yang
halus dan kasar atau disebut ketombe (pitiriasis sika). Bentuk yang berat ditandai
dengan adanya bercak-bercak berskuamadan berminyak disertai eksudasi dan krusta
tebal.
5. Psoriasis
Effloresensi kulit pada pasien psoriasis terdiri atas bercak-bercak eritema yang
meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, besar
kelainan bervariasi : lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.
1.8 Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Dermatitis akut dalam bentuk apapun baik diobati dengan kompres lembab
aluminium asetat 5% kompres diterapkan 15 - 30 menit 2-4 kali sehari dan
kortikosteroid topikal potensi pertengahan atau tinggi. Dalam kasus yang parah,
diberikan kortikosteroid oral (sistemik), pemakaian dengan dosis 35-50 mg/hari,
tapering selama 7-10 hari diperlukan. Kasus lebih kronis dapat diobati dengan
kortikosteroid topikal potensi rendah, dan antihistamin sebagai anti pruritus.11,14
1.9 Prognosis
LAPORAN KASUS
Nama : Nn.FSA
Usia : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Pendidikan : Sarjana
Agama : Islam
No. Hp : 0811xxxxx09
3.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 28 Juni 2021, dengan:
Keluhan Utama:
Kulit gatal, merah, perih, dan berair di cuping telinga kiri sejak seminggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Keluhan ini pertama kali dirasakan sejak 2 Juni 2021. Awalnya timbul rasa
gatal disertai bercak kemerahan yang kemudian perih dan berair di cuping
telinga kiri. Kemudian pasien memberikan bio-oil namun tidak ada perbaikan.
• Pasien menggunakan anting berbahan dasar logam di telinga tersebut sejak 6
tahun yang lalu.
• Karena keluhan menetap, pasien kemudian melepaskan antingnya dan memakai
salep kortikosteroid dan keluhan membaik hingga menghilang.
• Setelah keluhan hilang, pasien mengenakan kembali antingnya dan keluhan
yang sama kembali muncul.
• Keluhan kulit gatal dan tampak merah kembali dirasakan, pasien menggaruk
kulitnya secara terus-menerus hingga mengeluarkan cairan bening yang
menyebabkan cuping telinga kiri pasien berair yang kemudian mengering dan
muncul sisik kasar berwarna putih kekuningan.
• Setelah mengalami keluhan yang sama untuk kedua kalinya seminggu yang
lalu, pasien tidak menggunakan anting kirinya lagi hingga saat ini.
• Pasien memiliki riwayat atopi: asma, rhinitis alergi, dan dermatitis alergi.
• Dermatitis alergi pada pasien biasa muncul apabila pasien sedang stress dan
banyak pikiran dengan lokasi tersering yaitu di punggung tangan dan lengan
bawah.
• Orangtua perempuan dengan riwayat atopi: asma dan dermatitis alergi.
• Orangtua laki-laki tidak ada riwayat atopi tetapi sebagian besar keluarga
orangtua laki-laki memiliki asma.
Riwayat Pengobatan:
Status Generalisata
Suhu : 36,7 °C
Distribusi : Terlokalisir
Susunan : Soliter
Batas : Tegas
Ukuran : Numular
Foto Pasien
28 Juni 2021:
7 hari sebelumnya, 21 Juni 2021:
Status Venereologikus : Tidak diperiksa
3.4 Resume
Pasien mengoleskan bio-oil ke bagian kulit yang sakit namun tidak ada
perbaikan. Karena keluhan tidak mebaik, pasien kemudian melepaskan antingnya dan
mengoleskan salep kortikosteroid dan keluhan membaik hingga hilang. Setelah
sembuh, pasien kembali mengenakan antingnya dan keluhan yang sama muncul
kembali satu minggu ini.
3.9 Tatalaksana
3.9.1 Umum
3.9.2 Khusus
3.10 Prognosis
dr. Nurul
Praktek Umum
SIP/Tahun: 9876/2020
Telpon: 14045
Praktek: Senin-Jum’at Pukul 17.00-selesai
________________________Jl. A. Yani No.1 Padang________________________
Padang, 28 Juni 2021
Pro : Nn.FSA
Umur : 21 Tahun
Alamat : Padang
BAB IV
DISKUSI
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada dermatitis kontak alergi yang
terjadi akibat panjanan ulang dengan bahan dari luar yang bersifat haptenik atau
antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa pada kulit seseorang yang
sebelumnya telah tersensitisasi. Reaksi alergik yang terjadi adalah reaksi
hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi Coombs dan Gell dengan
perantaraan sel limfosit T. Gejala berupa eritema, edema, papul, papulovesikel, krusta
dan apabila keadaan akut yang terus berlangsung maka dapat terbentuk bula dan
keluhan tersering adalah gatal.