Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal


Bedah Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Annida Hasanah, S.Kep
11194692010059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Tuberculosis Paru


NAMA MAHASISWA : Annida Hasanah
NIM : 11194692010059

Banjarmasin, Januari 2021

Menyetujui,

Preseptor Klinik (PK) Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Murjani, Ns., M.Kep Rian Tasalim, S.Kep.,Ns., M.Kep


NIP. 197410111994021001 NIK. 1166032014066
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Tuberculosis Paru


NAMA MAHASISWA : Annida Hasanah
NIM : 11194692010059

Banjarmasin, Januari 2021

Menyetujui,

Preseptor Klinik (PK) Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (PA)

Murjani, Ns., M.Kep Rian Tasalim, S.Kep.,Ns., M.Kep


NIP. 197410111994021001 NIK. 1166032014066

Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

1. Anatomi Sistem Pernapasan


a. Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas
adalah sebagai saluran udara (air conduction) menuju saluran
pernapasan bagian bawah untuk pertukaran gas, melindungi
(protecting) saluran pernapasan bagian bawah dari benda asing,
dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning
filtration and humidification) dari udara yang dihirup hidung.
Saluran pernapasan bagian atas terdiri dari organ-organ
sebagai berikut:
1) Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat
kaya akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan
lapisan faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam rongga hidung.
2) Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada
tulang kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan
dengan nama tulang dimana organ itu berada. Organ ini terdiri
atas sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan
sinus maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk membantu
menghangatkan dan melembabkan udara, meringankan berat
tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan
ruang resonansi.
3) Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya esofagus, pada
ketinggian tulang rawan krikoid. Oleh karena itu, letak faring di
belakang laring (larynx-pharyngeal).
4) Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang
memisahkan faring dari columna vertebrata. Laring merentang
sampai bagian atas vertebrata servicals dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan
yang diikat/disatukan oleh ligamen dan membran.

b. Saluran pernapasan bagian bawah (lower airway)


Ditinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernapasan
terbagi menjadi dua komponen. Pertama,saluran udara kondusif
atau yang sering disebut sebagai percabangan dari
tracheobronkialis. Saluran ini terdiri atas trachea, bronchi dan
bronchioli.
Kedua, satuan respiratorius terminal (kadang disebut
dengan acini) yang merupakan saluran udara konduktif dengan
fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan
keluar dari satuan respiratorius terminal yang merupakan tempat
pertukaran gas yang sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan
bagian dari satuan respiratorius terminal.
1) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-
kira 9 cm. Organ ini merentang laring sampai kira-kira di
bagian atas vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun
atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang
rawan yang disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan
melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea. Selain itu,
trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
2) Bronkus dan Bronkheoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
tingkatan vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, yang disebut
bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum
akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus
atas dan bawah. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai
akhirnya menjadi bronkeolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkheoli terminalis memiliki garis tengah berukuran
kurang lebih 1 mm. Bronkeolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara bawah
sampai tingkat bronkeolus terminalis disebut saluran
penghantar udara karena berfungsi sebagai penghantar udara
ke tempat pertukaran gas.
3) Alveolus
Alveolus (tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari
bronkeolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah
kantong berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui
seluruh dinding inilah terjadi pertukaran gas. Setiap paru
mengandung sekitar 300 juta alveoli. Alveolus yang melapisi
rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-
pori kohn.
4) Paru-paru
Paru-paru merupakan tempat pertukaran gas. Paru kanan
dibagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius,
dan lobus inferior. Sedangkan paru kiri dibagi menjadi dua
lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
saccus alveolar, dan alveoli.
5) Thoraks, diafragma, dan pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung
dan pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas
12 iga costa. Pada bagian atas toraks di daerah leher,
terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi, yaitu
scaluneus dan sternocleidomastoideus.
Otot sclaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua
selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan
menstabilkan dinding dada. Otot sternocleidomastoideus
berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot parasternal,
trapezius, dan pektoralis juga merupakan otot inspirasi
tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di
antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot interkostal
eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke atas
dan ke depan, sehingga dapat meningkatkan diameter
anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan
relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme
pengaturan otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada
tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh
karena itu, jika terjadi kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini
dapat menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti
paru. Terdapat dua macam pleura yaitu pleura parietal yang
melapisi rongga toraks dan pleura viseral yang menutupi
setiap paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat
cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang
memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu
sama lain selama respirasi, sekaligus mencegah pemisahan
toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya
kolaps paru.
2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari
udara ke dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara
(ekspirasi), dapat dibagi menjadi dua tahapan (stadium), yaitu stadium
pertama dan stadium kedua. (Ardiansyah, 2012)
Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas kedalam dan ke luar paru-paru. Mekanisme ini
dimungkinkan karena ada selisih tekanan antar atmosfer dan alveolus,
akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua terdiri dari beberapa
aspek, yaitu:
a. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respires eksternal)
serta antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyusuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus
c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau
respirasi internal merupakan stadium akhir dari respirasi, di mana
oksigen dioksida untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk
sebagai sampah dari proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru.
d. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernafasan yang
mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler
yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm). Kekuatan mendorong untuk
pemindahan ini diperoleh dari selisih tekanan parsial antar darah dan
fase gas.
e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan
kapiler paru-paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara
dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan
kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary yang sudah sesuai
dengan orang normal pada posisi tegak dan keadaan istirahat, maka
ventilasi dan perfusi hampir seimbang, keculi pada apeks paru-paru.
B. Definisi TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius atau penyakit menular, yang
terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularakan
kebagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan
sinar ultraviolet (Brunner & Suddarth, 2013).
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang sebagian
besar disebabkan oleh bacteri mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui uara yang dihirup ke
dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfe, mealui
saluran pernapasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya (Notoatmojo, 2011).

C. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012) adalah sebagai
mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB
(mycobacterium tuberculosis humanis).
1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang
mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah mycobacterium,
salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah
type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan,
setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan
3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam
basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA)
4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil
Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis,
mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah
mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis.
5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20
menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24
jam.
6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam
beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan terbunuh
dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
7. Penularan melalui droplet pada saat batuk 3000 droplet dengan
kecepatan mencapai 80 km/jam, pada saat bersin droplet dikeluarkan
cenderung lebih banyak yaitu 40.000 droplet dengan kecepatan 321 km
per jam

D. Klasifikasi
1. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA Positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1
kali
3) Gambaran radiologik sesuai gambaran TB paru
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteriaa
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru
aktif
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif
c. Bekas TB Paru dengan kriteria :
1) Bakteriologi(mikroskopik dan biakan) negative
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru
3) Radiologimenunjukan gambaran lesi TB inaktif, menunjukan
serial foto yang tidak berubah
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung)
2. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh
lagi.
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Depkes RI, 2008).

E. Manifestasi Klinis
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yang artinya suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimtomatik (Muttaqin, 2012).
Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik :

1. Gejala Respiratorik, meliputi :


a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk- produk radang keluar. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum berwarna kuning
kehijauan) ini terjadi lebih dari 3 – 4 minggu. Keadaan yang
selanjutnya adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.
b. Batuk darah
Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
Gejala klinis Haemoptoe : Kita harus memastikan bahwa perdarahan
tersebut dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai
berikut :
c. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini
ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang
ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Namun kadang-
kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41ºC. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Demam merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore hari dan malam hari mirip dengan deman influenza, hilang
timbul.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering
ditemukan berupa : tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri
otot). Timbulnya gejala ini biasanya berangsur - angsur dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan (Andra, Yessie, 2013).
F. Patofisiologi
Dari individu yang rentan menghirup basil tuberkulosis dan menjadi
terinfeksi. Kemudian, Bakteri dipindahkan memlalui jalan napas ke alveoli,
tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil
juga dapat dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh akan berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (Neutrofil dan Makrofag) menelan banyak bakteri ; Limfosit spesifik-
Tuberkulosis melisis (Menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10
minggu setelah pemejanan.
Terdapat massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang
merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati,
dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas
diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini
disebut Turbekel Ghon. Bahan (Bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, Tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju kedalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit semakin menjauh .turbekel yang
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi
menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia
lebih lanjut, pembentukan turbekel, dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebaran nya dengan lambat
mengarah kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif (Brunner & Suddarth, 2013).
G. Pathway
H.
Mycrobacterium
I. Tuberculosis,

Droplet Hipertermi

Menetap Di udara

Terhirup Merangsang
hipotalamus
Menempel di jalan napas inflamasi sehingga suhu tubuh
meningkat
Iritasi pada pleura Terhirup bronkus
Menetap di jar paru

Peradangan pada pleura Iritasi pada bronkus Tumbuh & berkembang dalam
Cairan dalam pleura
Sitoplasma dan Makropag
Produksi sputum
Menekan paru-paru Merangsang pengeluaran
Mediator kimia (serotanin
Ekspansi paru Batuk
histamin, prostaglandin, Berubah Peradangan
menurun bradikinin. Peradangan
menjadi kelenjar getah
saluran getah
Bersihkan Jalan tuberkel bening
Sesak napas Merangsang ujung bening
Napas Tidak Efektif
saraf-saraf bebas Limpangitis
Granuloma
Pola Nafas Tidak Limpangitis regional
Efektif Implus Massa fibrosa lokal
Fokus Ghon
Ditransfer ke modula Spinalis Komplek
melalui Radik Dorsalis primer
Meluas
Thalamus Menghancurkan
Penyebaran jar sekitarnya
Kortek serebri hematogen limfogen
Nyeri Akut nekrosis
Persepsi nyeri Difusi O2
lembek
Asam lambung naik
Merangsang RAS perkejuan
Perasaan mual
Batuk terus
muntah
Pusat jaga aktif Kavitas2
Defisit Nutrisi
Pembuluh
Tidur terganggu darah pecah
hemaptoe
Gangguan Pola Tidur
Respon psikologis anemia

Hb menurun
Ansietas
Suplay O2 kejar
menurun
Intoleransi
Aktivitas kelelahan
H. Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada
TB paru adalah:
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik atau kematian karena gumpalan darah
yang mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas (sufokasi).
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothoraks (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal,
dan sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Cardio Pulmonary Insuffciency).

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer,dkk (2009) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada klien tuberculosis paru, yaitu:
1. Pemeriksaan Radiologis/ Foto Thorax
Pemeriksaan radiologi foto thorax merupakan cara praktis dalam
menemukan lesi tuberculosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya yang lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam
beberapa hal ia mempunyai keuntungan seperti pada tuberculosis anak-
anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal diatas diagnosis dapat
diperoleh melalui pemeriksaan foto thorax, karena pemeriksaan sputum
hampir selalu negatif (Amin & Bahar, 2014).
Gambaran radiologi pada tuberculosis paru yang dapat ditemukan
dengan pemeriksaan foto thorax, antara lain:
a. Tanda tuberculosis primer:
1) Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus ghon) dengan
pembesaran kelenjar hilus mediastinum (kompleks primer).
Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran
kalsifikasi.
2) Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris atau lebih
luas hingga seluruh lapangan paru.
Gambar konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri: tuberculosis aktif.

b. Tanda tuberculosis post primer atau tuberculosis reaktif:


1) Konsolidasi bercak terutama pada lobus superior atau daerah
apikal pada lobus inferior yang sering disertai kavitasi.
2) Efusi pleura, empiema, atau penebalan pleura.
3) Tuberkulosis milier yaitu nodul-nodul diskret berukuran 1-2 mm
yang dapat terdistribusi di seluruh lapangan paru akibat
penyebaran hematogen.
4) Limfadenopati mediastinum atau hilus, bukan gambaran
tuberculosis kecuali pada pasien AIDS.

Gambar Klasifikasi yang sudah lama sembuh pada fokus tuberkulosis.


Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat
dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru, fokus kalsifikasi,
tuberkuloma, granuloma terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi,
serta kalsifikasi pleura (Patel, 2007). Adanya banyangan atau lesi pada
foto thorax, bukan menunjukkan adanya aktivitas penyakit kecuali jika
suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non aktif,
sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kavitas,
schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua (Amin &
Bahar, 2014).

c. Tanda tuberculosis milier :


1) Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier
2) Lesi paru berupa gambaran retikulonodular difus bilateral di
belakang bayangan milier yang dapat dilihat pada foto toraks

Gambar Tuberculosis milier.

d. Tanda tuberculosis pada anak :


1) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto
toraks lateral).
2) Konsolidasi segmental/lobar

3) Efusi pleura
4) Milier
5) Atelektasis
6) Kavitas
7) Kalsifikasi dengan infiltrat
8) Tuberkuloma
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan harus memenuhi kualitas
yang baik. Deskripsi hasil foto toraks yang bersifat umum seperti,
bronkopneumonia dupleks, TB masih mungkin perlu disikapi
dengan hati-hati dalam arti harus disesuaikan dengan data klinis
dan penunjang lain. Kecuali gambaran khas seperti milier, deskripsi
radiologis saja tidak dapat dijadikan dasar utama diagnosis TB anak
(Kemenkes RI, 2013).

Gambar 2.4 Tuberculosis paru pada anak

Untuk kepentingan klinis maka lesi tuberkulosis paru dibedakan


menjadi dua kategori yang dinilai berdasarkan foto toraks:
a. Lesi minimal (minimal lesion)
Jika proses yang terjadi mengenai sebagian dari satu atau dua
paru, dengan luas yang tidak lebih dari volume paru yang terletak di
atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga II)
dan tidak dijumpai kaviti.

b. Lesi luas (far advanced lesion)


Jika proses lebih luas daripada lesi minimal di atas.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah
bronkografi yaitu alat untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila
pasien akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan radiologi thorax
yang lebih canggih adalah Computer Tomography Scanning (CT-Scan).
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
tranversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan ini tidak sebaik CT-Scan, tapi
dapat mengevaluasi proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dadadan perut. Sayatan bisa dibuat sagital, transversal dan
coronal (Amin & Bahar, 2014).
2. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces
dan jaringan biopsy.
b. Cara Pengumpulan dan Pengiriman Bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut- turut
atau dengan cara:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2) Dahak Pagi (keesokan harinya)
3) Sewaktu/spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)
c. Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
ialah :
1) Apabila didapatkan 2 kali positif, dan 1 kali negatif → dianggap
basil tahan asam (BTA) positif
2) Apabila didapatkan 1 kali positif, dan 2 kali negatif → BTA
diulangi 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, dan 2 kali negatif maka
dianggap BTA positif. Namun apabila 3 kali negatif maka
dianggap BTA negatif
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dapat dibedakan
menjadi TB paru BTA positif dan BTA negatif.
1) Yang dimaksud TB paru BTA positif adalah :
a) Apabila sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
b) Apabila hasil satu pemeriksaan spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan pemeriksaan radiologik
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c) Apabila hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan hasil biakan positif
2) Yang dimaksud TB paru BTA negatif adalah :
a) Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil
negatif, namun gambaran klinis dan radiologik menunjukkan
TB paru aktif, dan tatalaksana dengan antibiotik sprektum
luas tidak berespon
b) Apabila hasil pemeriksaan dahak 3 kali negatif, namun
biakan positif.

J. Penatalaksanaan Medis
1. Tujuan Pengobatan TB
Menyembuhkan Pasien dan memperbaiki produktivitas serta
kualitas hidup, Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau
dampak buruk selanjutnya, Mencegah terjadinya kekambuhan TB,
Menurunkan penularan TB, Mencegah terjadinya dan penularan TB
Resisten Obat
2. Prinsip Pengobatan TB
Obat Anti Tuberculosis (OAT) adalah Komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya
paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB,
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip: Pengobatan
diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi, Diberikan dalam dosis
yang tepat , Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh
PMO (Pengawas Menelan Obat) Sampai selesai pengobatan,
Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
3. Tahapan pengobatan TB
Tahapan Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap
awal dan lanjutan dengan maksud :
Tahap Awal (Intensif)Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah
resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan
tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 Minggu. Pada minggu ke 7 dilakukan pemeriksaan sputum BTA,
jika BTA (-) dilanjutkan pada tahap lanjutan dan selanjutnya lakukan
pemeriksaan ulang dahal sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan akhir
pengobatan). Apabila BTA (+) pada pasien baru mendapatkan
pengobatan dengan paduan OAT Kategori 1.
Tahap Lanjutan (Lanjutan) Pengobatan tahap lanjutan merupakan
tahap yang penting untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan. Dilanjutkan dalam pengobatan
selama 4 atau 7 bulan jumlah obat yang diberikan hanya 2 jenis obat
(rimfapisin dan isoniazid), pemeriksaan sputum dilakukan pada 1 bulan
sebelum fase lanjutan selesai.

4. Obat Anti Tuberculosis ( OAT )


Tabel OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidial Neuropati Perifer, Psikosis
Toksik, Gangguan Fungsi
Hati, Kejang
Rimfapisin (R) Bakterisidal Flu Syndrome, Gangguan
gastrointestinal, Urine
berwarna merah, Gangguan
fungsi hati, Trombositopeni,
demam, Skinrash, sesak
napas, Anemia Hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
Gangguan fungsi hati, Gout
Atritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan,
gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan
anafilaktik, Anemia,
Agranulositosis, Trombositopeni

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta


warna, neuritis perifer

Tabel Kisaran Dosis OAT Lini pertama bagi pasien dewasa


DOSIS

Harian 3 x / Minggu
OAT
Kisaran Dosis Maksimum Kisaran Maksimun/
(Mg/Kg BB) (Mg) Dosis Hari (Mg)
(Mg/Kg BB)

Isoniazid 5(4-6) 300 10 ( 8 – 12 ) 900

Rimfapisin 10 (8 – 12 ) 600 10 ( 8 – 12 ) 600

Pirazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -

Etambutol 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -

Streptomisin 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000

5. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


(Sesuai Rekomendasi WHO dan ISTC) Paduan OAT yang
digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia adalah: (Kategori 1) = 2 (HRZE) /4 (HR)3, (kategori 2) = 2
(HRZE)S(HRZE)/5(HR)3E3 (Kategori Anak) = 2 (HRZ)/4(HR) atau
2HRZA(S)/4-10HR.
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TN Resisten Obat
di Indonesia terdiri dari OAT Lini ke-2 Yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamid, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT
lini -1, Yaitu Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT Kategori 1 dan Kategori 2 disediakan dalam bentuk
paket Kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT ini terdiri dari
Kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid,
Rimfapisin, Pirazinamid, dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk
blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT-KDT sebelumnya.

6. Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Lini Kedua


(Kategori 1) = 2(HRZE)/4(HR)3. Paduan OAT ini diberikan untuk
pasien Baru, Pasien TB Paru terkonfirmasi bakteriologis, Pasien TB Paru
terdiagnosis klinis, Pasien TB Paru Ekstra Paru.

Tablet Dosis Paduan OAT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR) 3


Tahap Intensif tiap Hari Tahap Lanjutan 3 Kali
Selama 56 Hari RHZE Seminggu Selama 16
Berat Badan (150/75/400/275) Minggu RH (150/150)

30 – 37 Kg 2 Tablet 4KDT 2 Tablet 2KDT

38 – 54 Kg 3 Tablet 4KDT 3 Tablet 2KDT

55 – 70 Kg 4 Tablet 4KDT 4 Tablet 2KDT

≥ 71 Kg 5 Tablet 4KDT 5 Tablet 2KDT

Tablet Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3


Dosis Per Hari/Kali Jumlah
Lama Hari/K
Tahap Pengobata ali
Pengobatan n Menela
n Obat
Tablet Kaplet Tablet Tablet
Isonia Rimfapi Pirazina Etambu
zid 300 sin 450 mid 500 tol 250
Mgr Mgr Mgr Mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

(Kategori 2) = 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3(E3). Paduan OAT ini


diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang) : Pasien kambuh, pasien gagal pengobatan dengan
paduan OAT Kategori 1 sebelumnya. Pasien yang diobati kembali setelah
putus berobat (lost to follow up).

Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Tahap Lanjutan 3
Tahap Intensif tiap Hari RHZE Kali Seminggu RH
(150/75/400/275) + S (150/150) + E(400)
Berat Badan

Selama 28
Selama 56 Hari Selama 20 Minggu
Hari

2 Tab 4KDT + 500 Mg 2 Tab 2KDT + 2 Tab


30 – 37 Kg 2 Tab 4KDT
Streptomisin Inj. Etambutol

3 Tab 4KDT + 750 Mg 3 Tab 2KDT + 3 Tab


38 – 54 Kg 3 Tab 4KDT
Streptomisin Inj. Etambutol

4 Tab 4KDT + 1000 4 Tab 2KDT + 4 Tab


56 – 70 Kg 4 Tab 4KDT
Mg Streptomisin Inj. Etambutol

5 Tab 4KDT + 1000 5 Tab 4KDT 5 Tab 2KDT + 5 Tab


≥ 71 Kg
Mg Streptomisin Inj. (> do Maks) Etambutol
Tabel Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HREZE/5H3R3E3
Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto Jumla
Pengobatan Pengo Isonia Rimfa Pirazin Tab Tab misin h
b atan z id p isin a mid 250 400 injeksi Hari/K
300 450 500 Mgr Mgr ali
Mgr Mgr Mgr Menel
an
Obat

Tahap Awal 2 Bulan 1 1 3 3 - 56


0,75
(Dosis 1 Bulan 1 1 3 3 - 28
Gr
Harian)
Tahap
Lanjutan 5 2 1 - 1 2 - 60
(Dosis 3x Bulan
Seminggu)

K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk,
batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan
demam. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai
reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan produksi radang,
dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen
(menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama
tiga minggu atau lebih.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan yang sering muncul antara lain: Demam: subfebris, febris
(40- 41oC) hilang timbul. Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi
radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan atuk purulent
(menghasilkan sputum).
Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru- paru. Keringat pada malam hari. Nyeri dada: jarang
ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung
terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit
nampak bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas.
Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya
penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya penderita TB Paru dahulunya pernah mengalami
penyakit yang yang berhubungan dengan penyakit TB seperti ISPA,
efusi pleura, atau pernah mengalami TB sebelumnya dan kambuh.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang
menular atau penyakit menurun yang ada di dalam keluarga
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum Biasanya KU sedang atau buruk. TD Normal
( kadang rendah karena kurang istirahat). Nadi Pada umumnya
nadi pasien meningkat. Pernafasan Biasanya nafas pasien
meningkat (normal : 16-20x/i). Suhu Biasanya kenaikan suhu
ringan pada malam hari, Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur.
Seiring kali tidak ada demam .
2) Kepala Inspeksi Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak
sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran
trakea.
3) Pemeriksaan Thorak Inpeksi Kadang terlihat retraksi interkosta
dan tarikan dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat
inspirasi. Palpasi Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah.
Perkusi Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak. Auskultasi
Biasanya terdapat bronki.
4) Pemeriksaan Abdomen Inspeksi biasanya tampak simetris.
Palpasi biasanya tidak ada pembesaran hepar. Perkusi biasanya
terdapat suara tympani. Auskultasi biasanya bising usus pasien
tidak terdengar.
5) Ekremitas atas Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin,
tampak pucat, tidak ada edema. Ekremitas bawah Biasanya
CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema.
g. Aktifitas/Istirahat
1) gejalanya kelelahan umum, kelemahan. Napas pendek karena
kerja, kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari,
menggigil atau berkeringat dan mimpi buruk. Tandanya yaitu :
takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan
sesak.
2) Integritas ego gejalanya yaitu : adanya faktor stres lama, masalah
keuangan, rumah, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tandanya yaitu : menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan
ansietas, ketakutan
3) Makanan/cairan gejalanya yaitu : kehilangan nafsu makan, tak
dapat mencerna dan penurunan berat badan. Tandanya yaitu :
turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang
lemak subkutan.
4) Nyeri/keamanan gejalanya yaitu : nyeri dada meningkat karena
batuk berulang. Tandanya yaitu: berhati-hati pada area yang
sakit, perilaku distraksi dan gelisah.
5) Pernapasan gejalanya : batuk, produktif atau tidak produktif ,
napas pendek dan Tuberkulosis /terpajan pada individu terinfeksi.
Tandanya yaitu :peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru dan pleura), pengembangan
pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan
penurunan premitus (cairan pleural atau penebalan pleural),
bunyi napas :menurun/ tidak ada secara bilateral atau unilateral
(efusi pleura/pneumotoraks), bunyi napas : tubuler atau bisikan
pektoral diatas lesi luas.
6) Interaksi Sosial Gejala yaitu : perasaan isolasi / penolakan karena
penyakit menular. Tandanya yaitu:denial. Penyuluhan dan
Pembelajaran gejalanya yaitu: riwayat keluarga TB,
ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk, gagal untuk
membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis: keengganan
untuk makan
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemah
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI


1. Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif (D.0001) (L.01001) (I.01006)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan
selama 1 x 24 batuk
diharapkan bersihan jalan 2. Monitor adanya retensi
napas klien meningkat sputum
dengan kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala
1. Produksi sputum infeksi saluran napas
menurun
2. Mengi menurun Terapeutik
3. Wheezing menurun 1. Atur posisi semi fowler
4. Dispnea menurun atau fowler
5. Batuk efektif 2. Pasang perlak dan
meningkat bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada tempat
sputum

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
2. Anjurkan traik napas
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir dibulatkan
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke 3

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
ekspektoran, mukolitik, dan
OAT
Fisioterapi Dada (I.01004)
Observasi
1. Identifikasi indikasi
dilakukan fisioterapi dada
2. Identifikasi kontraindikasi
fisioterapi dada
3. Monitor status pernapasan
4. Periksa segmen paru yang
mengandung sekresi
berlebihan
5. Monitor jumlah dan
karakter sputum

Terapeutik
1. Posisikan pasien sesuai
dengan area paru yang
mengalami penumpukan
sputum
2. Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan
posisi
3. Lakukan perkusi dengan
posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5
menit
4. Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersamaan ekspirasi
melalui mulut
5. Lakukan fisioterapi dada
6. Lakukan penghisapan
lendir untuk mengeluarkan
sekret
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
2. Anjurkan batuk segera
setelah prosedur selesai
2. Pola Napas Tidak Pola Napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas
Efektif (D.0005) Setelah dilakukan (I.01011)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 1. Monitor pola napas
diharapkan pola napas 2. Monitor bunyi napas
klien membaik dengan
kriteria hasil : Terapeutik
1. Dispnea menurun 1. Pertahankan jalan napas
2. Penggunaan otot paten
bantu napas menurun 2. Posisikan semi fowler atau
3. Pemanjangan fase fowler
ekspirasi menurun 3. Berikan minum hangat
4. Frekuensi napas 4. Berikan oksigen
membaik
5. Kedalaman napas Edukasi
membaik Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
3. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia
Setelah dilakukan (I.15506)
tindakan keperawatan Observasi
1. Identifikasi penyebab
selama 1 x 24
hipertermia
diharapkan
2. Monitor suhu tubuh
teromoregulasi klien
3. Monitor komplikasi akibat
membaik dengan kriteria
hipertermia
hasil :
1. Kulit merah menurun
Terapeutik
2. Pucat menurun
1. Longgarkan atau lepas
3. Suhu tubuh membaik
pakaian
4. Suhu kulit membaik
2. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
3. Berikan cairan oral
4. Lakukan pendinginan
eksternal
5. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
6. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit intravena, jika perlu

4. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
selama 1 x 24 karakteristrik, durasi,
diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualiats dan
klien menurun dengan intensitas nyeri
kriteria hasil : 2. Identitas skala nyeri
1. Kemampuan 3. Identifikasi faktor yang
menuntaskan aktivitas memperberat nyeri
meningkat
2. Keluhan nyeri Terapeutik
menurun 1. Berikan tehnik non
3. Meringis menurun farmakologis dalam
4. Gelisah menurun menangani nyeri
5. Kesulitan tidur 2. Kontrol lingkungan yang
menurun memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
2. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
5. Gangguan Pola Tidur Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
(D.0055) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi pola aktivitas
selama 1 x 24 dan tidur
diharapkan pola tidur klien 2. Identifikasi faktor
membaik dengan kriteria pengganggu tidur
hasil : 3. Identifikasi makanan dan
1. Keluhan sulit tidur minuman yang
menurun mengganggu tidur
2. Keluhan sering terjaga
menurun Terapeutik
3. Keluhan tidak puas 1. Modifikasi lingkungan
tidur menurun 2. Batasi waktu tidur siang
4. Keluhan pola tidur 3. Fasilitasi menghilangkan
berubah menurun stres sebelum tidur
5. Kemampuan 4. Tetapkan jadwal rutin
beraktivitas meningkat 5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
6. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan (I.03119)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi dapat membaik 2. Identifikasi makanan yang
dengan kriteria hasil : disukasi
1. Porsi makan yang 3. Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat
2. Berat badan membaik Terapeutik
3. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan
4. Membrane mukosa 2. Sajikan makanan secara
membaik
menarik dengan suhu yang
sesuai
3. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein

Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika
mampu

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan
7. Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) (L.05047) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan
tindakan keperawatan 1 x fungsi tubuh yang
24 jam diharapkan mengakibatkan masalah
toleransi aktivitas dapat 2. Monitor kelelahan fisik dan
meningkat dengan kriteria emosional
hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
2. Saturasi oksigen melakukan aktivitas
meningkat
3. Kemudahan dalam Terapeutik
melakukan aktivitas 1. Sediakan lingkungan
sehari- hari meningkat nyaman dan rendah
4. Keluhan lelah stimulus
menurun 2. Lakukan rentang gerak
5. Perasaan lemah pasif atau aktif
menurun 3. Berikan aktivitas distraksi
6. Tekanan darah yang menenangkan
membaik 4. Fasilitasi duduk di sisi
7. Frekuensi napas tempat tidur
membaik
8. Warna kulit membaik Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas scera bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
8. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(L.09093) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat
tindakan keperawatan 1 x ansietas berubah
24 jam diharapkan tingkat 2. Identifikasi kemampuan
ansietas menurun dengan mengambil keputusan
kriteria hasil: 3. Monitor tanda- tanda
1. Verbalisasi ansietas
kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir Terapeutik
akibat kondisi yang 1. Ciptakan suasana
dihadapi menurun terapeutik untuk
3. Perilaku gelisah menumbuhkan
menurun kepercayaan
4. Perilaku tegang 2. Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan
5. Keluhan pusing 3. Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas
6. Pucat menurun 4. Dengarkan dengan penuh
7. Pola tidur membaik perhatian
5. Gunakan pendekatan
tenang dan meyakinkan

Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
4. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
6. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Andra, S. W., & Yessie, M. P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta: Nuha Medika
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: Diva Pres
Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 4-6
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67
Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK UI
press.pp78-88
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Wahid Abd, Suprapto Imam. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai