Anda di halaman 1dari 23

PERENCANAAN PEMBELAJARAN SEJARAH

(Analisis Perencanaan Pembelajaran Sejarah)

Dosen Pengampu: Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum.

Valensy Rachmedita, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Rizky Wahyudi 1913033021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Perencanaan Pembelajaran Sejarah ....................................................... 1

1.1.1 Referensi ......................................................................................................... 3

1.2 Landasan Filosofis Dan Edukatif Perencanaan Pembelajaran Sejarah ................... 4

1.2.1 Referensi ......................................................................................................... 6

1.3 Model Model Perencanaan Pembelajaran ............................................................... 7

1.3.1 Referensi ......................................................................................................... 9

1.4 Model Model Perencanaan Pembelajaran Sejarah .................................................. 10

1.4.1 Referensi ......................................................................................................... 11

1.5 Landasan Kurikulum Pembelajaran Sejarah............................................................ 12

1.5.1 Referensi ......................................................................................................... 14

1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kurikulum Sejarah ........................... 15

1.6.1 Referensi ......................................................................................................... 16

1.7 Pengembangan Perencanaan Pembelajaran Sejarah ................................................ 17

1.7.1 Referensi ........................................................................................................ 18

BAB II KESIMPULAN

2.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 20

iii
BAB I
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Perencanaan Pembelajaran Sejarah


Perencanaan pengajaran merupakan satu tahapan dalam proses pembelajaran.
Berusaha sedapat mungkin agar pengajarannya berhasil. Salah satu faktor yang bisa
membawa keberhasilan itu ialah bahwa sebelum masuk ke dalam kelas, tenaga
pendidik senantiasa membuat perencanaan pengajaran sebelumnya. Perencanaan
pengajaran merupakan suatu program bagaimana mengajarkan apaapa yang sudah
dirumuskan dalam kurikulum. Berdasarkan Kurikulum Tahun 2013, proses
pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan
dengan hasil belajar yang ingin dicapai adalah melahirkan peserta didik yang
prodiktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang terintegrasi (Agung, 2013: 13).
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara tenaga
pendidik dan peserta didik dan memanfaatkan segala potensi yang bersumber dari
dalam diri peserta didik itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar
yang dimiliki termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada diluar diri peserta
didik seperti lingkungan, sarana, san sumber belajar sebagai upaya untuk
mencapai tujuan belajar tertentu. Pembelajaran dalam konteks standar proses
pendidikan dapat diperhatikan melalui makna pembelajaran sebagai proses
berfikir, pembelajaran sebagai upaya memanfaatkan potensi otak dan
pembelajaran berlangsung sepanjang hayat. Pembelajaran adalah sebuah sistem.
Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur ysng
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Pada buku yang sama mengutip
pandangan Sudarajat : Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction yang
banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak
dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif- holistik yang menyiratkan adanya
interaksi dan komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik antara tenaga
pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Agung,
2013:14).

1
Perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi,
dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan
memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan
perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam
ppenyelesaian. Perencanaan di sini menekankan pada usaha menyeleksi dan
menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta usaha
untuk mencapainya. Apa wujud yang akan datang itu dan bagaimana usaha untuk
mencapainya merupakan perencanaan (Hamzah, 2007: 1). Abdul Majid dalam
bukunya, Perencanaan Pembelajaran menyebutkan, bahwa perencanaan berarti
menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu
pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu. Perencanaan mencakup
rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goal) dan tujuan khusus
(objektivitas) suatu oorganisasi atau lembaga penyelenggara pendidikan,
berdasarkan dukungan informasi yang lengkap (Majid, 2007:16).
Pada hakikatnya perencanaan pengajaran secara umum mempunyai fungsi pokok
yaitu dengan adanya perencanaan pengajaran, maka pelaksanaan pengajaran akan
menjadi baik dan efektif. Maksudnya adalah karena perencanaan atau persiapan
pengajaran tersebut, maka seorang tenaga pendidik akan dapat memeberikan
pengetahuan secara lebih terperinci dengan baik. Karena itu ia dapat menghadapi
situasi di kelas secara tegas dan mantap secara fleksibel. Tenaga pendidik harus
menempuh beberapa cara dan juga harus mempersiapkan beberapa alternatif dan
kemungkinan lain agar jika terjadi hambatan, proses pengajaran tidak ikut
terhambat pula (Qasim, 2016: 489).
Pendidikan sejarah merupakan Pendidikan yang sanggat penting untuk membentuk
peserta didik memiliki pemikiran tentang sejarah yang tinggi, maka dalam
pendidikan sejarah harus mengarah pada empat tujuan pendidikan sejarah itu
sendiri. Menurut Hamid Hasan dalam (Susanto, 2014: 35) menyatakan bahwa; (1)
Pendidikan sejarah memberikan materi pendidikan yang mendasar, mendalam dan
berdasarkan pengalaman bangsa di masa lalu untuk membangun kesadaran dan
pemahaman tentang diri dan bangsanya. (2) Materi pendidikan sejarah merupakan
materi pendidikan yang khas dalam membangun kemampuan berpikir logis, kritis,
analisis, dan kreatif yang sesuai dengan tantangan kehidupan yang dihadapi pada

2
masanya. (3) Pendidikan sejarah menyajikan materi dan contoh keteladanan,
kepemimpinan, kepeloporan, sikap dan tindakan manusia dalam kelompoknya yang
menyebabkan terjadinya perubahan perubahan dalam kehidupan manusia tersebut.
(4) Kehidupan manusia selalu terikat dengan masa lampau karena walaupun hasil
tindakan dalam menjawab tantangan bersifat final tetapi hasil dari tindakan tersebut
selalu memiliki pengaruh yang tidak berhenti hanya untuk masanya tetapi
berpengaruh terhadap masyarakat tadi dalam menjalankan kehidupan barunya, dan
oleh karena peristiwa sejarah menjadi “bank of examples” untuk digunakan dan di
sesuaikan sebagai tindakan dalam menghadapi tantangan kehidupan masa kini.
Apabila keempat poin di atas dapat terlaksana dengan baik maka terlaksanalah
tujuan dari pendidikan sejarah itu (Rulianto, 2018: 131).

1.1.1 Referensi
Agung, Leo., dan Wahyuni, Sri. 2013. Perencanaan Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
Hamzah, B. Uno. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rulianto, & Hartono, Febri. 2018. Pendidikan Sejarah Sebagai Penguat Pendidikan
Karakter. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial. Vol, 4. No, 2.
Susanto, Heri. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah, Isu, Gagasan Dan Strategi
Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Qasim, Muhammad. 2016. Perencanaan Pengajaran dalam Kegiatan Pembelajaran.
Jurnal Diskursus Islam. Vol. 4, No. 6.

3
1.2 Landasan Filosofis Dan Edukatif Perencanaan Pembelajaran Sejarah
A. Landasan Filosofis
Filosofi dapat diartikan sebagai upaya berpikir dalam tataran paling umum dengan
cara sistematik mengenai semua hal di alam semesta, atau mengenai semua realitas
yang ada. Upaya tersebut disebabkan oleh adanya rasa ingin tahu pada manusia.
Filosofi berperan membantu kita dalam mengetahui sisi normatif, moral, estetika,
dan melakukan kritik. Kita akan semakin terbantu untuk menguak berbagai sisi
tersebut manakala kita mampu mengenali keragaman tradisi berpikir secara
filosofis. Amstrong dalam Suprihatin (2007: 53) menyatakan bahwa ada beberapa
paradigma yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan, yaitu esensialisme,
progresivisme, perenialisme, rekonstruktivisme, dan eksistesialisme.
Perkembangan terbaru menunjukkan adanya paradigma postmodern yang turut
memiliki sumbangan terhadap dinamika dunia pendidikan. Adapun paradigma
paradigma tersebut yaitu:
1. Esensialisme ciri paradigma esensialis adalah pengalihan penerusan
warisan budaya leluhur kepada generasi berikutnya. Esensialis membawa
manusia ke dalam masyarakat (pembudayaan manusia). Bagi esensialis,
pendidikan adalah kendaraan untuk membawa manusia kedalam budaya
kehidupan.
2. Progresivisme Paham progresivisme juga disebut pragmatis. Progresivisme
berpandangan bahwa pendidikan adalah pelayanan terhadap kebutuhan
siswa/pembelajar. Kebutuhan dan minat pembelajar merupakan kepetingan
utama pendidikan. Kebutuhan dan minat pembelajar merupakan bahan
pertimbangan yang utama dalam memberikan layanan pendidikan.
Progresivisme juga berpendapat bahwa pendidikan adalah demokrasi dan
proses pendidikan berpusat kepada kepentingan si pembelajar itu sendiri.
3. Perennialisme Perenealisme meiliki pandangan bahwa pendidikan adalah
pendisiplinan pikiran, pengembangan nalar, serta
memberikan/menyampaikan kebenaran. Bagi perenealis kebenaran itu tidak
berubah dan tidak akan berakhir selamanya. Perenealis menyarankan
penekanan kurikulum berdasarkan akademik yang menekankan pada
logika, tata bahasa, retorika dan bahasa modern.

4
4. Rekonstruktivisme Paradigma ini berlawanan dengan esensialis. Paradigma
ini boleh dibilang sebagai anti kemapanan. Kalangan yang berparadigma
rekonstruktivisme memandang bahwa sekolah harus berdiri di barisan
terdepan untuk terciptanya perubahan sosial yang mendasar.
5. Eksistensialisme, dalam eksistensialisme tidak ada prinsip atau kebenaran
yang bisa diterapkan pada semua orang. Satu-satunya realitas yang menurut
pandangan ini dianggap objektif adalah bahwa pada akhirnya kita akan mati
sehingga kita hendaknya menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya.
Kunci paradigma eksistensialisme adalah kebebasan individu.
6. Postmodernisme Paradigma ini mengusulkan untuk melihat kenyataan
dengan berfokus pada individu dan masyarakat beserta pendekatan-
pendekatan unik mereka dalam memahami sesuatu. Postmodern justru
memperhatikan persoalan budaya secara lebih dalam. Postmodern memiliki
kesamaan dengan konstruktivisme dalam kerangka bahwa keduanya
memiliki pandangan yang terpusat pada individu, dengan berlandaskan pada
adanya perbedaan di antara individu yang akhirnya menimbulkan perbedaan
cara pandang dalam menyikapi sesuatu
(Suprihatin, 2007:48-59).

B. Landasan Edukatif
Proses pembelajaran hakikatnya adalah suatu proses mengatur, mengorganisir
lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan
mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap proses berikutnya
proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam memberikan
proses belajar tersebut. Dalam rangka untuk memenuhi dan menjangkau kebutuhan
anak didik diperlukan prinsip-prinsp interaksi edukatif. Prinsip-prinsip itu
diharapkan dapat menjadi terangkai dalam memecahkan masalah yang sedang
dihadapi dalam kegiatan interaksi edukatif. Anak didik aktif dan kreatif adalah anak
yang diharapkan dan semua penerapan prinsip tersebut.Dalam penerapannya tidak
boleh asal-asalan, tetapi harus mempertimbangkan akibat bagi anak didik.
Mengabaikan hal tersebut , berarti guru membuat masalah bagi dirinya, selain

5
pengajaran menjadi kurang kondusif, juga merugikan anak didik di lain
pihak.Adapun prinsipprinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pinsip Motivasi
2. Prinsip berangkat dari persepsi yang dimiliki
3. Prinsip yang mengarahkan pada titik pusat perhatian atau fokus tertentu
4. Prinsip Keterpaduan
5. Prinsip Pemecahan masalah yang dihadapi
6. Prinsip Mencari, menemukan dan mengembangkan sendiri
7. Prinsip belajar sambil bekerja
8. Pprinsip hubungan social
9. Prinsip perbedaan individu
(Ardayani, 2017: 192-193).

1.2.1 Referensi
Ardayani, Lili. 2017. Proses Pembelajaran Dalam Interaksi Edukatif. Jurnal Itqan.
Vol, 8. No, 2.
Suprihatin,Wara. 2007. Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. III, No. 1.

6
1.3 Model Model Perencanaan Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada
peserta didik atau siswa. Upaya mengimplementasikan rencana pembelajaran yang
telah di susun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai
secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu
strategi pembelajaran menggunakan beberapa metode. Model-model pembelajaran
sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para
ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan berbagai prinsip atau teori
pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori
yang lain yang mendukung (khoerunisa, 2020: 3).
Joyce & Weil dalam Dindin (2016) mempelajari model model berdasarkan teori
belajar yang dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut
merupakan Pola Umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Adapun model pembelakaran yang dimaksud sebagai berikut:
1. Model Information Processing (Tahapan Pengolahan Informasi)
Information Processing adalah sebuah istilah kunci dalam psikologis kognitif yang
akhir-akhir ini semakin mendominasi sebagian besar upaya riset dan pembahasan
psikologis pendidikan. Information processing sebagai sebuah rumpun model-
model mengajar perlu dipelajari dan diterapkan sebaik-baiknya dalam proses
belajar mengajar agar ranah cipta siwa dapat berkembang dan berfungsi seoptimal
mungkin. Pengembangan ranah cipta dalam proses belajar mengajar dipandang
vital dan strategis, karena ranah kejiwaan yang paling dominan adalah ranah cipta
(kognitif). Penerapan Model Peningkatan Kapasitas Berpikir diarahkan pada

7
pengembangan-pengembangan sebagai berikut; (a) Daya cipta akal siswa, (b)
Berpikir kritis siswa, (c) Penilaian mandiri siswa dan juga pengembangan, (d)
Sosio-emosional siswa (perasaan kemasyarakatan) sebagai sudah satu fenomena
ranah rasa siwasiwa (khoerunisa, 2020: 7).
2. Model Personal (Pengembangan Pribadi)
Rumpunan model personal pada umumnya berorientasi pada pengembangan
pribadi siswa dengan lebih banyak memperhatikan kehidupan ranah rasa, terutama
fungsi emosionalnya.Siswa peserta didik juga dapat menyadari dirinya sendiri
sebagai seorang “pribadi” yang berkecakapan cukup untuk berintrekasi dengan
pihak luar sehingga menghasilkan pola hubungan interpersonal yang kondusif.
Model nondirektif
Di antara sekian banyak model yang termasuk kategori model nondirektif. Model
ini pada umunya dirancang secara sederhana untuk membantu mempermudah
proses belajar pada siswa secara umum, dalam arti tidak ditunjukan pada aktivitas
belajar materi tertentu. Teknik yang lazim digunakan untuk mengidentifikasikan
model nondirektif adalah teknik wawancara (khoerunisa, 2020: 7).
3. Model Social (Hubungan Bermasyarakat)
Model social adalah rumpun model mengajar yang menitikberatkan pada proses
interaksi antarindividu yang terjadi dalam kelompok individu tersebut. Sesuai
dengan penekanan atau peniktikberatnnya, aplikasi rumpun model sosial
diprioritaskna untuk mengembangkan kecakapan individu siswa dalam
berhubungan dengan orang lain atau masyarakat disekitarnya.
Model Role Playing (Bermain Peran)
Selaku calon guru atau guru professional, diharapkan kreatif dalam mencari
pendekatan-pendekatan mengajar yang lebih maju dalam memecahkan masalah
atau mengefisienkan proses belajar para siswanya. Pendekatan yang maju
maksudkannya, pendekatan yang selaras dengan kebutuhan kependidikan masa kini
yang sudah tentu berbeda dengan tuntunan masyarakat terhadap pendidikan pada
masa lampau (khoerunisa, 2020: 8).
4. Model Behavioral (Pengembangan Perilaku)
Rumpunan model mengajar perkembangan perilaku direkayasa atas dasar kerangka
teori perilaku yang dihubungkan dengan proses belajar dan mengajar. Aktivitas

8
mengajar, menurut teori ini harus ditujukan pada timbulnya perilaku bau atau
berubahanya perilaku siswa ke arah yang sejalan dengan harapan.
Rumpunan model mengajar behavioral banyak dilandasi oleh asumsi empiris
bahwa segenap perilaku siswa adalah fenomena yang dapat diobservasi, diukur, dan
dijabarkan dalam bentuk perilaku-perilaku khusus, perilaku-perilaku khusus inilah
yang menjadi tujuan belajar siswa.
Model mastery learning (belajar tuntas)
Model mengajar mastery learning, yang dalam istilah Benjamin Bloom disebut
learning for mastery itu pada dasarnya merupakan pendekatan mengajar yang
mengacu pada penetapan kriteria hasil belajar. Pengajaran dengan model mastery
learning dapat dilaksanakan, baik secara individual maupun secara individual,
meskipun relatif lebih sulit, guru dapat mengapalikasikannya dalam konteks
pengajaran kelas dengan memberi perlakuan-perlakuan khusus terhadap siswa
tertentu (khoerunisa, 2020: 8).

1.3.1 Referensi
Dindin, Jamaluddin. 2016. Metode Pendidikan Anak. Jurnal Saintech. Vol. 8, No.
4.
Khoerunisa, Putri., & Aqwal, Syifa Massyhuri. 2020. Analisis Model Model
Pembelajaran. Fondatia: Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 4, No. 1.

9
1.4 Model Model Perencanaan Pembelajaran Sejarah
Terdapat 5 model perencanaan pembelajaran yang dapat digunakan dalam
perencanaan pembelajaran sejarah yaitu:
1. Model pokok tentang proses pembelajaran menurut Glaser.
Pada model ini terdapat empat komponen penting. Untuk masing-masing
komponen itu, guru sebagai pengelola proses belajar harus mengambil keputusan.
Jadi dalam merencanakan suatu pembelajaran guru harus menentukan tujuan apa
yang harus dicapai oleh siswa pada akhir suatu pembelajaran (komponen A).
Sehubungan dengan situasi permulaan (komponen B) guru harus memutuskan
bagaimana situasi permulaan siswa, guru dan sekolah. Berkenaan dengan prosedur
instruksional © guru harus menentukan strategi apa yang akan dipakai agar
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Sehubungan dengan penilaian
performance (D) guru harus memutuskan cara dan alat yang tepat untuk
menentukan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Model J.E. Kemp.
Model Kemp ini merupakan model yang lebih luas. Perluasan terutama pada
“prosedur instruksional” Menurut model ini guru harus mengambil keputusan
dalam hal berikut :
a. Tujuan umum yang akan dicapai dari topik yang dipilih.
b. Tujuan khusus apa yang ingin dicapai.
c. Prosedur pembelajaran yang bagaimana yang paling sesuai untuk
mencapai tujuan.
d. Bagaimana mengetahui bahwa tujuan tercapai, bagaimana caranya
dan apa alatnya.
3. Model V. Gelder.
Pada model ini “karakteristik siswa” disebut “analisis situasi”. Sehubungan dengan
komponen ini guru tidak hanya mengambil keputusan tentang siswa yang akan
diajar, tetapi juga tentang kondisi yang ada di sekolah yang dapat menunjang
terjadinya proses belajar, dan tentang guru. Komponen kegiatan guru dan siswa
dipisahkan secara nyata. Selain dari pada itu komponen kegiatan guru, kegiatan
siswa, materi pelajaran, alat/bahan harus dibuat dalam matrik sehingga mudah
dibaca secara horizontal.

10
4. Model Dick dan Carey
Model pembelajaran Dick dan Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat
jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai
dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model
Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak teputus antara
langkah yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, sistem yang terdapat
pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan
ke urutan berikutnya.
5. Model Satuan Pelajaran.
Model Satuan Pelajaran ini, ada satu komponen utama yang tidak ada yaitu
komponen situasi permulaan atau “entering behavior”, sedangkan komponen-
komponen lainnya hampir sama dengan model yang terdahulu. Dalam penjabaran
model ini di sekolah terdapat variasi-variasi kecil, misalnya: ada guru yang
membuatnya dalam bentuk matrik, ada yang tidak. Selain daripada itu pada
komponen kegiatan belajar mengajar ada yang memisahkan antara kegiatan guru
dan kegiatan siswa, dan ada yang menggabungkan.
(Farida, 2019: 19).

1.4.1 Referensi
Farida Jaya. 2019. Perencanaan Pembelajaran. Bahan Ajar. Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan. UIN Sumatera Utara. Medan.

11
1.5 Landasan Kurikulum Pembelajaran Sejarah
A. Landasan Filosofis
Pengembangan kurikulum sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan holistik.
Mengacu pada pendapat tersebut, penyusun kurikulum turut mempertimbangkan
segi-segi filosofis dalam pengembangan kurikulum. Kesadaran untuk berfilosofi
sangat diperlukan ketika merencanakan pernyataan tujuan pendidikan. Dasar-dasar
filosofi penyusunan kurikulum juga harus selalu direview dalam jangka waktu
sesuai dengan masa perubahan kurikulum pada umumnya, yakni 5 tahunan atau 10
tahunan. Pedoman kurikulum yang baik salah satunya bahkan dicirikan dengan
adanya sketsa filosofi jadi tidak hanya berbicara mengenai tujuan umum, tujuan
khusus, pengalaman belajar, sumber belajar, dan bagaimana melakukan penilaian
(Suprihatin, 2007: 56).
Adapun landasan filosofis pengembangan kurikulum yang dapat digunakan antara
lain:
1. Progresivisme
Meliputi Isi pelajaran dan pengalaman dengan melibatkan siswa ke arah pemecahan
persoalan dan refleksi.
2. Perennialisme
Pelajaran di sekolah telah terlalu jauh menekankan pada percobaan ilmiah dan
teknologi. Hasilnya ada pengurangan tekanan pada pengertian mendalam tentang
kehidupan berkualitas yang selama ini sebenarnya terdapat dalam banyak literatur.
Pelajaran yang berfokus pada vokasi dan hal-hal lain yang kurang jelas berpengaruh
pada pengembangan akal seharusnya diabaikan saja.
3. Esensialisme
Menurut pandangan ini, kandungan ilmu seni dan kemanusiaan biasanya gagal
membekali manusia muda, sehingga ilmu jenis tersebut dianggap tidak penting.
Teknologi pembelajaran model baru yang diharapkan meningkatkan efisiensi
pengajaran seharusnya turut disertakan ke dalam pelajaran di sekolah.
4. Eksistensialisme
Aliran ini tidak memperkenankan adanya pemaksaan bagi semua siswa untuk
menggunakan kurikulum yang sama. Idealnya, siswa harus merasa bebas dalam

12
memilih apa yang akan dipelajari, selain itu mereka juga harus memiliki pengaruh
kuat pada tata sekolah.
5. Rekonstruktivisme
Program di sekolah seharusnya menyiapkan siswa untuk mempelajari
ketidakadilan sosial dalam rangka menumbuhkembangkan mereka sebagai
pembaharu sosial sehingga perannya nanti tidak hanya sebagai rakyat biasa
(Suprihatin, 2007: 57).
B. Landasan Psikologis.
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia dalam sekolah
berarti antara peserta didik dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan
orang-orang lainnya yang masingmasing memiliki perbedaan kondisi psikologis.
Perbedaan ini dikarenakan perbedaan tahap perkembangan baik dari latar belakang
sosial budaya, juga karena faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang
berasal dari psikologi perkembangan dan psikologi belajar yang meliputi kajian
tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik serta bagaimana peserta
didik belajar
C. Landasan sosiologis.
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal
dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Landasan
sosiologis menjadi sangat penting dalam pengembangan kurikulum karena setiap
anak semenjak dari dilahirkan sampai besar dan tua nanti tidak terlepas dari
lingkungan social masyarakat. Anak-anak mendapat pendidikan baik informal,
formal ataupun non formal dari dalam lingkungan masyarakat dan nantinya mereka
akan diarahkan untuk mampu terjun dalam kehidupan masyarakat yang beraneka
ragam.
D. Landasan teknologis.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi
terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan
isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta
penggunaan sistem evaluasi. Hal ini mengakibatkan secara tidak langsung
menuntut pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki

13
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini akan dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan

1.5.1 Referensi
Giri Rachmawati Fahmi. 2012. Muatan Sejarah Perempuan dalam Mata Pelajaran
Sejarah Tingkat Sekolah Menengah Atas Berdasarkan Kurikulum 1994, 2004,
2006. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Jakarta.

Suprihatin,Wara. 2007. Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum.


Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. III, No. 1.

14
1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kurikulum Sejarah

Secara akademis, kurikulum setidaknya mencakup empat komponen utama: 1)


Tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai. 2) Pengetahuan, ilmuilmu, data-data,
aktivitas-aktivitas dan pengalaman dari mana-mana. 3) Metode dan cara-cara
mengajar dan bimbingan yang diikuti murid-murid untuk mendorong mereka
kepada yang dikehendaki dan tujuan-tujuan yang dirancang. 4) Metode dan cara
penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai hasil proses pendidikan
yang dirancang dalam kurikulum (Langgulung, 2003:176). Kaitannya dengan
perubahan kurikulum suatu kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat
adanya perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum antara dua periode
tertentu, yang disebabkan oleh adanya usaha yang disengaja (Muhammedi, 2016:
50).

Menurut Soetopo dan Soemanto (1991: 40-41), ada sejumlah faktor yang dipandang
mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada berbagai Negara dewasa ini,
yaitu:

1. Bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia ini dari kekuasaan kaum


kolonialis. Dengan merdekanya Negara-negara tersebut, mereka menyadari
bahwa selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem pendidikan yang
sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional merdeka. Untuk itu, mereka
mulai merencanakan adanya perubahan yang cukup penting di dalam
kurikulum dan sistem pendidikan yang ada.
2. Perkembangan IPTEK yang pesat sekali. Di satu pihak, perkembangan
dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah
menghasilkan diketemukannya teori-teori yang lama. Di lain pihak,
perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi, komunikasi, dan lain-
lainnya menimbulkan diketemukannya teori dan cara-cara baru di dalam
proses belajar mengajar. Kedua perkembangan di atas, dengan sendirinya
mendorong timbulnya perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan
kurikulum.
3. Pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia dengan bertambahnya
penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang membutuhkan

15
pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang telah
digunakan selama ini dalam pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau
perlu diubah agar dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang
semakin besar.

1.6.1 Referensi

Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna


Baru.

Muhammedi. 2016. Perubahan Kurikulum Di Indonesia : Studi kritis Tentang


Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal. Jurnal Raudhah. Vol.
4, No. 1.

Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai


Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

16
1.7 Pengembangan Perencanaan Pembelajaran Sejarah
1. Konsep Dasar CBSA

Cara belajar siswa aktif merupakan suatu upaya pembaharuan pendidikan dalam
proses pembelajaran.CBSA mulai diterapkan pada tahun 1984.Pengembangan
CBSA saat itu Indonesia dalam keadaan Pertumbuhan pembangunan nasional dapat
dikatakan sangat pesat sehingga berdampak pada lahirnya ruang baru dalam
pembangunan-pembagunan di segala bidang baik bidang industri, maupun bidang-
bidang lainnya. Oleh karena itu dalam bidang pendidikan perlu adanya perubahan
kurikulum yang sesuai dengan apa yang masih berkembang pada masa itu. Menteri
pendidikan pada masa itu Dr. Daoed Joesoef melahirkan kebijakan sistem
pendidikan nasional yang memiliki beberapa unsur. Unsur yang dimaksudkan
semesta yakni mencakup semua unsur (logika, etika, estetika, keterampilan, nilai-
nilai moral dan spiritual), menyeluruh yakni mencakup pendidikan secara formal
maupun non formal, dan terpadu kesatuan dalam pendidikan yang tidak dapat di
pisahkan dalam sistem pendidikan nasional (Rizki, 2015: 15).

2. Konsep dasar KBK

Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) mendenifikasikan bahwa kurikulum


berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kopetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompentensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah.kurikulum ini berorientasi pada : (1) hasil dan dampak yang diharapkan
mucul pada diri peserta didik melalui serangkaiaan pengalaman belajar yang
bermakna, dan (2) Keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan
kebutuhannya. Kurikulum berbasis kompetensis memuat standart kompetensi pada
dasar pada setiap matapelajaran.Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai
dalam mempelajari suatu mata pelajaraan.Cakupan standar penampilan
(performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabran dari standar
kompetensi adalah pengetahuan,keterampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar

17
kompetensi. Materi pokok atau pembelajaran,yaitu pokok suatu bahan kajian yang
dapat berupa bidang ajar, isi, proses,kterampilan, serta konteks keilmuan suatu mata
pelajaran. Indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuankemampuan yang
lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar
(Rizki, 2015: 22).

3. Konsep KTSP

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan


dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1 ayat 15)
dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan.Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Rizki, 2015: 23).

1.7.1 Referensi
Rizki Puji Lestari. 2015. Perkembangan Kurikulum Mata Pelajaran Sejarah Di
SMA Pada Masa Berlakunya CBSA Hingga KTSP Di Kabupaten Pemalang.
Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

18
BAB II
KESIMPULAN
2.1 Kesimpulan
Perencanaan pengajaran merupakan satu tahapan dalam proses pembelajaran.
Berusaha sedapat mungkin agar pengajarannya berhasil. Salah satu faktor yang bisa
membawa keberhasilan itu ialah bahwa sebelum masuk ke dalam kelas, tenaga
pendidik senantiasa membuat perencanaan pengajaran sebelumnya. Perencanaan
pengajaran merupakan suatu program bagaimana mengajarkan apaapa yang sudah
dirumuskan dalam kurikulum. Perencanaan Pembelajaran menyebutkan, bahwa
perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau
pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.
Perencanaan mencakup rangkaian kegiatan untuk menentukan tujuan umum (goal)
dan tujuan khusus (objektivitas) suatu oorganisasi atau lembaga penyelenggara
pendidikan, berdasarkan dukungan informasi yang lengkap. Upaya
mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah di susun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan
suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi pembelajaran menggunakan beberapa
metode. Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori yang lain yang mendukung.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Agung, Leo., dan Wahyuni, Sri. 2013. Perencanaan Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.
Hamzah, B. Uno. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Langgulung, Hasan. 2003. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru.
Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Soetopo dan Soemanto. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai
Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto, Heri. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah, Isu, Gagasan Dan Strategi
Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Presindo.

Sumber Jurnal:
Ardayani, Lili. 2017. Proses Pembelajaran Dalam Interaksi Edukatif. Jurnal Itqan.
Vol. 4, No. 2.
Dindin, Jamaluddin. 2016. Metode Pendidikan Anak. Jurnal Saintech. Vol. 8, No.
4.
Khoerunisa, Putri., & Aqwal, Syifa Massyhuri. 2020. Analisis Model Model
Pembelajaran. Fondatia: Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 4, No. 1.
Muhammedi. 2016. Perubahan Kurikulum Di Indonesia : Studi kritis Tentang
Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal. Jurnal
Raudhah. Vol. 4, No. 1.
Rulianto, & Hartono, Febri. 2018. Pendidikan Sejarah Sebagai Penguat Pendidikan
Karakter. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial. Vol, 4. No, 2.
Suprihatin,Wara. 2007. Filosofi Sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. 3, No. 1.
Qasim, Muhammad. 2016. Perencanaan Pengajaran dalam Kegiatan Pembelajaran.
Jurnal Diskursus Islam. Vol. 4, No. 6.

20
Sumber lain:
Giri Rachmawati Fahmi. 2012. Muatan Sejarah Perempuan dalam Mata Pelajaran
Sejarah Tingkat Sekolah Menengah Atas Berdasarkan Kurikulum 1994,
2004, 2006. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Jakarta.
Farida Jaya. 2019. Perencanaan Pembelajaran. Bahan Ajar. Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan. UIN Sumatera Utara. Medan.R
Rizki Puji Lestari. 2015. Perkembangan Kurikulum Mata Pelajaran Sejarah Di
SMA Pada Masa Berlakunya CBSA Hingga KTSP Di Kabupaten Pemalang.
Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.

21

Anda mungkin juga menyukai