Anda di halaman 1dari 10

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021

❒ 1

Permasalahan Stunting dan Pencegahannya

Auliatur Rohmah1, Cleonara Y. Dini, S. Gz, M.Sc RD2


Program Studi S1 Gizi, Universitas Negeri Surabaya, 60231, Indonesia
Program Studi S1 Gizi, Universitas Negeri Surabaya, 60231, Indonesia

Article Info ABSTRAK (10 PT)


Article history: Masalah anak pendek (stunting) adalah salah satu permasalahan gizi yang
menjadi fokus Pemerintah Indonesia, Stunting adalah status gizi yang
Received August 23, 2021 didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri
Revised Nov 20, 2021 penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang
Accepted Dec 11, 2021 batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek) dan <-3 SD (sangat
pendek). Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up
growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah
Kata Kunci: stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada
Stunting pertumbuhan baik motorik maupun mental. Melihat akan bahaya yang
Scaling Up Nutrition ditimbulkan akibat stunting, Pemerintah Indonesia berkomitmen menangani
Pencegahan Stunting dan menurunkan Prevalensi stunting yang dibahas melalui rapat terbatas
tentang Intervensi stunting yang di selenggarakan bersama ketua Tim
Nasional Percepatan Penaggulangan Kemiskinan pada tahun 2017, bahwa
pada rapat tersebut membahas tentang perlunya memperkuat koordinasi dan
memperluas cakupan program yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga
(K/L) terkait, untuk memperbaiki kualitas program guna menurunkan angka
stunting disetiap wilayah yang sudah masuk kedalam desa prioritas. Dan juga
untuk mengkaji kebijakan Fokus Gerakan perbaikan gizi ditujukan kepada
kelompok 1000 hari pertama kehidupan, pada tatanan global disebut Scaling
Up Nutrition (SUN).
.

Corresponding Author:
Cleonara Y. Dini, S. Gz, M.Sc RD,
Program Studi S1 Gizi,
Universitas Negeri Surabaya,
Email: auliatur.21048@mhs.unesa.ac.id

1. PENDAHULUAN
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam
standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-
Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi
mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up
growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan
hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan
catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai
pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat
badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan
baik (Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2017; Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita)

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


2

Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau sekitar 8,8 juta balita mengalami
masalah gizi di mana tinggi badannya di bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut berada di atas
ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi stunting balita Indonesia ini terbesar kedua di
kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%.Namun, berdasarkan Pantauan Status
Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari
9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama sebenarnya
merupakan usia emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0- 59 bulan pertama justru
mengalami masalah gizi. Guna menekan masalah gizi balita, pemerintah melakukan gerakan nasional
pencegahan stunting dan kerjasama kemitraan multi sektor. Tim Nasional Percepatan Penanggulanan
Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%
(Bhutta et al., 2010; UNICEF, 2017). Pada tahun 2018 Kemenkes RI kembali melakukan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes) tentang Prevalensi Stunting. Berdasarkan Penelitian tersebut angka stunting atau anak
tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8 (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018). Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut
umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z
(Z- score) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Untuk menangani kasus stunting
Masyarakat Desa baik tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pemerintah desa, lembaga desa,
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), karang taruna, kader posyandu, kader desa, bidan desa, guru
PAUD serta masyarakat yang peduli kesehatan dan pendidikan berperan aktif dalam memonitor seluruh
sasaran sunting pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

2. METODE
Metode yang digunakan adalah menggunakan studi literatur dari berbagai jurnal internasional maupun
nasional, metode ini berupaya untuk meringkas kondisi pemahaman terkini tentang suatu topik. Studi
literatur menyajikan ulang materi yang diterbitkan sebelumnya, dan melaporkan fakta atau analisis baru
dan tinjauan literatur memberikan ringkasan berupa publikasi terbaik dan paling relevan kemudian
membandingkan hasil yang disajikan dalam artikel.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN (10 PT)


3.1 Growth Faltering dan Catcth Up Growth
Metode yang digunakan adalah menggunakan studi literatur dari berbagai jurnal internasional maupun
nasional, metode ini berupaya untuk meringkas kondisi pemahaman terkini tentang suatu topik. Studi
literatur menyajikan ulang materi yang diterbitkan sebelumnya, dan melaporkan fakta atau analisis baru
dan tinjauan literatur memberikan ringkasan berupa publikasi terbaik dan paling relevan kemudian
membandingkan hasil yang disajikan dalam artikel.
Berdasarkan hasil artikel dan jurnal yang dikumpulkan stunting adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3
SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun, dan bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan
menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik
motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak
memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal (World Health
Organization, 2014). Pemerintah membuat langkah-langkah untuk mengurangi Prevalensi stunting yang
kian menjadi permasalahan gizi di Indonesia. Hal – hal ini menjadi suatu konsen khusus hingga dibahas
melalui rapat yang dipimpin langsung oleh ketua TP2NK pada tahun 2017 dan mengajak pemerintah dan
lembaga terkait untuk fokus dan melaksanakan intervensi – intervensi yang sudah dirapatkan guna
mengurangi kejadian stunting langkah tersebut diambil pemerintah agar diharapkan beban pemerintah
tentang kesehatan khususnya dibidang gizi angkanya akan menurun. Adapun persebaran stunting di
Indonesia menurut provinsi dari rentang tahun 2013 – 2018 adalah sebagai berikut:

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


3
Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021 ❒

Gambar 1. Proporsi persebaran stunting di Indonesia

3.2 Stunting Summit


Dalam rangka meningkatkan komitmen dan kapasitas daerah serta para pemangku kepentingan dalam
merencanakan dan melaksanakan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota,
Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan acara Stunting Summit yang mengusung tema “Bersama
Cegah Stunting” pada 28 Maret 2018, di Hotel Borobudur, Jakarta. Tema ini dipilih karena Kementerian
PPN/Bappenas berpandangan bahwa penanganan masalah stunting di Indonesia harus dilakukan dengan
pendekatan multi-sektor, yaitu melibatkan 17 Kementerian/Lembaga (K/L) teknis dan satu Kementerian
Koordinator, serta bekerjasama dengan para pemangku kepentingan pembangunan, antara lain
pemerintah daerah, dunia usaha, kelompok masyarakat madani, organisasi profesi dan akademisi, mitra
pembangunan, serta media massa. Dihadiri 34 gubernur seluruh Indonesia, 100 bupati/walikota lokasi
prioritas penurunan stunting, 33 bupati lokasi Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat
(PKGBM), serta 100 kepala desa, dengan jumlah keseluruhan peserta Stunting Summit sebanyak 1.000
orang (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2018). Stunting Summit merupakan
pertemuan nasional yang diselenggarakan untuk pertama kalinya di Indonesia dalam rangka mendorong
percepatan penurunan stunting di Indonesia. Stunting Summit menjadi momentum bagi pemerintah
Indonesia untuk mencanangkan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota prioritas,
dan memperluas lokasi intervensi secara bertahap. Diharapkan atas segala upaya pencegahan stunting
aka nada terus kemajuan untuk menurunnya angka tersebut dan dibarengi dengan adanya komitmen
serius antara pemerintah dan masyarakat untuk menuntaskan hal ini. Pemerintah Indonesia melalui
program Sustainable Development Goals (SDGs) dalam targetnya diharapkan pada tahun 2030
mengakhiri segala bentuk maltnutrisi, penurunan stunting dan wasting pada balita (Sustainable & Goals,
2016). Dan juga Indonesia yang telah bergabung dalam Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN)
Movements. Di Indonesia dikenal dengan Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000
HPK), Gerakan ini bertujuan mempercepat perbaikan gizi untuk memperbaiki kehidupan anak-anak
Indonesia di masa mendatang. Gerakan ini melibatkan berbagai sektor dan pemangku kebijakan untuk
bekerjasama menurunkan prevalensi stunting serta bentuk-bentuk kurang gizi lainnya di Indonesia
(MCA Indonesia, 2013).

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
4

4. KESIMPULAN (10 PT)


Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi
ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh pemerintah. Survei PSG diselenggarakan sebagai
monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun 2015, prevalensi balita
pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017. Diharapkan angka stunting
akan terus menurun dari waktu ke waktu, agar segala rancangan yang telah dibuat pemerintah menghasilkan
hasil yang baik. dengan menurunnya angka Prevalensi stunting artinya masyarakat dan pemerintah berhasil
melakukan intervensi yang telah dilaksanakan bersama.

UCAPAN TERIMA KASIH (10 PT)


Penulis mengucapkan terimakasih kepada Perpustakaan Universitas Negeri Surabaya yang telah
menyediakan e-resources dalam bentuk e-journal untuk penyusunan artikel ilmiah berbasis studi
kepustakaan (literature review) ini.

DAFTAR PUSTAKA (10 PT)

Bhutta, Z. A., Ahmed, T., Black, R. E., Cousens, S., Dewey, K., Giugliani, E., … Shekar, M. (2010). What
works? Interventions for maternal and child undernutrition and survival. The Lancet, 371(9610), 417–440.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(07)61693-6 Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi. (2017). Buku saku desa dalam penanganan stunting. Buku Saku Desa Dalam Penanganan
Stunting, 42. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Situasi Balita Pendek. ACM SIGAPL APL
Quote Quad, 29(2), 63–76. https://doi.org/10.1145/379277.312726 Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. (2017). Penilaian Status Gizi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Utama
Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. (2018).
Siaran Pers Stunting Summit : Komitmen Bersama Turunkan Prevalensi Stunting Di Indonesia. MCA
Indonesia. (2013). Stunting dan Masa Depan Indonesia. Millennium Challenge Account - Indonesia, 2010,
2–5. Retrieved from www.mca-indonesia.go.id Sustainable, T., & Goals, D. (2016). The sustainable
development goals report 2016. The Sustainable Development Goals Report 2016.
https://doi.org/10.29171/azu_acku_pamphlet_k3240_s878_2016 UNICEF. (2017). Prevalensi Stunting Balita
Indonesia Tertinggi Kedua di ASEAN, 1. World Health Organization. (2014). Childhood Stunting:
Challenges and opportunities. Report of a Promoting Healthy Growth and Preventing Childhood Stunting
colloquium. WHO Geneva, 34.

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021
❒ 1

Penguatan Literasi Digital Berbasis TIK: Optimalisasi


Pembelajaran Daring Ditengah Pandemi COVID-19

Dewi Indah Wilujeng1, Warju2


Program Studi D4 Tata Busana, Universitas Negeri Surabaya, 60231, Indonesia
Program Studi S1 Teknik Mesin, Universitas Negeri Surabaya, 60231, Indonesia

Article Info ABSTRAK


Article history: Pandemi COVID-19 telah menjadi penyebab terjadinya perubahan secara
masif terhadap proses pembelajaran. Pembelajaran yang sebelumnya
Received August 23, 2021 dilaksanakan secara tatap muka, saat ini berubah menjadi tatap maya
Revised Nov 20, 2021 (daring). Melihat perubahan tersebut tentunya diperlukan tindakan solutif
Accepted Dec 11, 2021 agar proses pembelajaran tetap dapat diselenggarakan secara optimum. Oleh
karena itu, tujuan besar dari penelitian studi literatur ini adalah menganalisis
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan
Kata Kunci: pembelajaran daring di tengah pandemi COVID-19 melalui penguatan
literasi digital berbasis TIK. Penelitian ini menggunakan metode studi
Pandemi COVID-19 kepustakaan. Kajian literatur dijadikan sebagai dasar dalam membangun
Literasi Digital konsep atau teori baru. Data yang digunakan berasal dari data sekunder
Pembelajaran Daring seperti artikel ilmiah yang dipublikasikan baik pada jurnal internasional
maupun jurnal nasional. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis
secara kualitatif dengan model Miles and Huberman. Berdasarkan hasil
analisis data, maka disimpulkan bahwa: (1) kemampuan literasi digital
merupakan salah satu hal yang wajib dimiliki baik oleh pendidik maupun
peserta didik sebagai upaya dalam mengoptimalkan proses pembelajaran
daring; (2) melalui kemampuan literasi digital seorang pendidik harus
mampu berinovasi dalam mengajar guna merangsang dan meningkatkan
motivasi peserta didik dalam belajar; dan (3) dengan memanfaatkan literasi
digital peserta didik lebih mudah untuk belajar dimana saja, kapan saja, dan
dilakukan secara berulang guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap
suatu kompetensi.
This is an open access article under the CC BY-SA license.

Corresponding Author:
Warju,
Program Studi S1 Teknik Mesin
Universitas Negeri Surabaya,
Email: warju@unesa.ac.id

1. PENDAHULUAN
Awal bulan Juli 2021, menandakan bahwa pandemi COVID-19 telah berlangsung selama satu tahun
lebih empat bulan. Namun, hingga saat ini jumlah kasus pasien yang terkonfirmasi positif masih masuk
dalam kategori sangat tinggi. Data WHO (2021) [1] menunjukkan bahwa hingga tanggal 13 Juli 2021
ditemukan adanya 372,970 kasus baru dari 223 negara diseluruh dunia. Jumlah kasus yang telah
terkonfirmasi positif COVID-19 sebesar 187,086,096, dimana 4,042,921 kasus berujung dengan kematian.
Khususnya di Indonesia, melalui laman Covid19.go.id (2021) [2] ditunjukkan bahwa sebanyak 2,615,529
pasien yang terkonfirmasi positif, 2,139,601 pasien sembuh, dan 68,219 pasien meninggal dunia. Belum
melandainya trend persebaran COVID-19 di Indonesia menunjukkan bahwa semua elemen masyarakat masih
harus berjuang agar segera terbebas dari situasi ini, bahkan sejak 3 Juli 2021 hingga saat ini Indonesia sedang
menerapkan upaya penekanan persebaran virus melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


2

(PPKM) darurat. Melalui Instruksi Mendagri Nomor 18 Tahun 2021 [3], akses kegiatan masyarakat di luar
rumah yang dibatasi dibagi dalam dua sektor, yakni sektor esensial dan sektor kritikal. Sektor esensial terdiri
dari (1) keuangan dan perbankan; (2) pasar modal; (3) teknologi informasi dan komunikasi; (4) perhotelan
non penanganan karantina; dan (5) industri orientasi ekspor.
Sektor kritikal terdiri dari (1) kesehatan; (2) keamanan dan ketertiban masyarakat; (4) penanganan
bencana; (5) logistik, transportasi, dan distribusi kebutuhan pokok; (6) makanan dan minuman; (7) pupuk dan
petrokimia; (8) semen dan bahan bangunan; (9) objek vital nasional; (10) proyek strategis nasional; (11)
konstruksi; dan (12) utilitas dasar (listrik, air, dan pengelolaan sampah). Dari kedua sektor tersebut bidang
pendidikan tidak masuk baik pada sektor esensial maupun kritikal. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran daring yang merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 [4] akan
terus berlangsung hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan. Merespon hal tersebut, berbagai kegiatan
pelatihan dan pengenalan media pembelajaran daring telah banyak diselenggarakan baik oleh pemerintah
pusat, daerah, maupun secara personal oleh lembaga pendidikan. Hal tersebut tentunya bertujuan agar
pembelajaran daring dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Tidak cukup dari hal itu saja, konsep sekolah
dan kampus merdeka belajar yang telah dicanangkan secara perlahan juga diarahkan untuk mendukung
optimalisasi pembelajaran daring. Artinya, pengetahuan tidak hanya didapatkan dari hasil pembelajaran di
kelas saja, melainkan juga bisa didapatkan dari sumber belajar yang lainnya atau multi-resources.
Sejalan dengan konsep tersebut, Trilling and Fadel (2009) [5] dalam bukunya “21st Century Skills”
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran Abad-21 terdapat empat konsep yang dapat mengantar peserta didik
menuju cara belajar baru. Keempat konsep tersebut meliputi (1) pengetahuan untuk bekerja; (2) peralatan
berpikir; (3) gaya hidup digital; dan (4) belajar meneliti. Empat konsep tersebut cenderung mengarah pada
proses pembelajaran yang melibatkan perangkat digital dengan teknologi yang lebih maju. Selain itu,
kemampuan agar mampu bekerja secara kolaboratif berbasis pengetahuan juga ditekankan. Merujuk dari
konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, tentunya dapat kita ketahui bahwa pandemi COVID-19
harusnya bukan menjadi halangan dalam mengoptimalkan kemampuan digitalisasi peserta didik dalam hal ini
adalah literasi digital. Jika sebelumnya seluruh peran dan informasi pembelajaran dapat dilakukan di kelas
dengan pendidik sebagai sumber pengetahuan, saat ini telah berubah dimana baik peserta didik dan pendidik
dituntut agar mampu memanfaatkan informasi yang tersedia di dunia maya sebagai salah satu sumber utama
dalam pembelajaran.
Sejalan dengan asumsi tersebut, Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 2019 [6] merilis
data yang menunjukkan bahwa layanan internet di Indonesia digunakan oleh 64,8% atau sebanyak 171,17
juta orang dari total populasi masyarakat Indonesia. Dari data tersebut juga diketahui bahwa sebanyak 71%
peserta didik terdaftar sebagai pengguna aktif layanan internet. Melihat fakta dan data yang ditunjukkan,
maka seharusnya pelaksanaan pembelajaran daring bukanlah hal yang mustahil untuk diterapkan baik untuk
jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Namun nyatanya, pelaksanaan pembelajaran daring
hingga saat ini belum mampu memenuhi ekspektasi yang diharapkan. Terdapat berbagai macam
permasalahan dalam pelaksanaannya baik bagi peserta didik, pengajar, hingga orang tua. Al Hakim (2021)
[7] menemukan bahwa dari sudut pandang peserta didik pelaksanaan pembelajaran daring menjadi kurang
efektif karena tidak semua peserta didik memiliki fasilitas seperti smartphone atau laptop yang mampu
mendukung proses pembelajaran. Sementara itu, Nur Harizah Zain, Sayekti and Eryani (2021) [8]
mengungkapkan bahwa tidak adanya pemahaman teknologi untuk peserta didik membuat semangat belajar
mereka cenderung menurun, sehingga berdampak pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan.
Selanjutnya, Efriana (2021) [9] menjelaskan bahwa permasalahan ini tidak hanya dialami peserta
didik melainkan juga pendidik. Pendidik yang tidak mau belajar untuk meningkatkan kemampuan TIK-nya
sudah pasti akan sulit untuk mengajar secara daring. Proses pembelajaran cenderung mengarah pada
pemberian tugas secara terus menerus tanpa adanya interaksi antara pendidik dan peserta didik. Hal itu sudah
pasti akan berdampak pada menurunnya motivasi peserta didik dalam belajar. Sementara itu, Malelak, Taneo
dan Ufi (2021) [10] mengungkapkan bahwa kondisi tersebut akan semakin diperparah saat kedua orang tua
bekerja, dimana waktu yang diperlukan untuk mengawasi dan mendampingi peserta didik menjadi sangat
terbatas. Oleh karena itu, tujuan besar dari penelitian studi kepustakaan ini adalah menganalisis langkah-
langkah yang perlu dilakukan dalam mengoptimalisasi pelaksanaan pembelajaran daring di tengah pandemi
COVID-19 melalui penguatan literasi digital berbasis TIK.

5. METODE
Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan. Kajian literatur dijadikan sebagai dasar
dalam membangun konsep atau teori baru [11]. Data yang digunakan berasal dari data sekunder seperti
artikel ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi (Scopus, DOAJ, Thomson Reuters,
Elsevier, dll) dan jurnal nasional terindeks Sinta (Science and Technology Index). Selain itu, Sebagian data

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


3
Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021 ❒

sekunder juga berasal dari buku baik berbahasa Indonesia atau asing dan sumber lain yang relevan dengan
topik penelitian [12]. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif dengan model Miles
and Huberman [13]. Analisis data melalui empat tahap meliputi pengumpulan data, reduksi data, verifikasi,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan [14].

6. HASIL DAN PEMBAHASAN


Saat ini, pembelajaran daring telah berkembang disemua sektor pendidikan mulai dari pendidikan
dasar hingga pendidikan tinggi yang menjanjikan adanya reformasi dan inovasi dalam implementasinya.
Berbagai dampak positif tentunya dirasakan oleh para pelaku di sektor pendidikan, dimana salah satu dampak
positif dari pembelajaran ini umumnya berhubungan dengan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan peserta
didik yang beragam [15]. Selain itu, tersedianya akses pembelajaran yang lebih fleksibel, dapat diakses kapan
saja, dan dimana saja tanpa harus datang ke sekolah juga menjadi salah satu alasan mengapa dalam kondisi
pandemi COVID-19 seperti saat ini pembelajaran daring secara masif dipopulerkan kepada masyarakat.
Pembelajaran daring sendiri dipilih dengan tujuan (1) meningkatkan ketersediaan pengalaman
belajar bagi peserta didik yang tidak dapat atau memilih untuk tidak menghadiri pembelajaran tatap muka;
(2) membuat dan menyebarluaskan konten pembelajaran secara mudah dan hemat biaya; dan (3)
memungkinkan pendidikan untuk dapat menangani lebih banyak peserta didik, sambil mempertahankan
kualitas hasil belajar yang setara dengan pembelajaran tatap muka [16]. Lebih lanjut, de Oliveira and
Machado (2015) [17] mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran daring memiliki keuntungan sendiri
bagi peserta didik dari wilayah geografis yang berbeda. Dengan demikian agar pembelajaran daring dapat
secara mudah diimplementasikan, penguatan literasi digital menjadi syarat mutlak yang harus dilakukan oleh
pendidik. Literasi digital secara garis besar mengacu pada keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan
keberhasilan penggunaan TIK, termasuk laptop, komputer desktop, smartphone, dan tablet. Seorang manusia
akan lebih mudah dalam menemukan informasi apabila memiliki pemahaman dasar tentang perangkat digital
dan aplikasi yang nantinya akan mereka gunakan untuk melakukan pencarian [18]. Kurangnya pengetahuan
tentang TIK tentunya akan menjadi penghalang dalam mengelola atau mengoperasikan berbagai alat TIK
salah satunya smartphone [19].
Dalam dunia pendidikan, pengetahuan dan pemahaman terkait digital literasi sangatlah dibutuhkan
baik untuk pendidik maupun peserta didik. Seluruh proses pembelajaran saat ini telah bertransformasi dalam
situasi yang menuntut pendidik dan peserta didik agar dapat dilaksanakan secara online. Dengan demikian,
jika salah satu diantara keduanya tidak memiliki pengetahuan dan kesepahaman yang sama, maka sudah jelas
pembelajaran tidak dapat terlaksana dengan baik. Hockly (2012) [20] dalam hal ini mengungkapkan bahwa
untuk melaksanakan pembelajaran daring secara optimal setidaknya seorang pendidik menguasai empat
keterampilan literasi digital. Keempat keterampilan tersebut meliputi: (1) literasi berbasis bahasa; (2) literasi
berbasis informasi; (3) literasi berbasis koneksi; dan (4) literasi berbasis desain ulang. Empat keterampilan
literasi digital yang dikemukakan oleh Hockly bertumpu pada keterampilan Abad 21 yang meliputi
keterampilan informasi, media, dan teknologi. Dengan demikian, dapat kita ketahui bersama bahwa
kemampuan literasi digital dalam situasi pandemi COVID-19 seperti saat ini merupakan hal yang sangat
penting untuk dimiliki para pelaku sektor pendidikan.
Berbagai platform pembelajaran dikembangkan untuk mendukung optimalisasi pembelajaran daring
bahkan beberapa diantaranya dapat diakses secara gratis. Beberapa platform tersebut meliputi Google
Classroom, Quizizz, Edmodo, rumah belajar, Bimbel Smart, dan lainnya [21]. Dari beberapa jenis platform
tersebut Google Classroom menjadi salah satu yang paling banyak digunakan mulai dari pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi. Google Classroom adalah platform gratis yang dikembangkan oleh Google untuk
semua jenjang pendidikan. Tujuannya tidak lain untuk membantu pendidik saat mengajar, mendistribusikan
bahan ajar, dan menilai tugas peserta didik secara online [22]. Google Classroom dirasa sangat sesuai untuk
diterapkan dalam pembelajaran daring khususnya dimasa pandemi COVID-19 seperti saat ini. Platform ini
memiliki beberapa fitur yang mendukung kebutuhan pendidik dalam mengajar, seperti classwork dan stream.
Pada fitur classwork, pendidik dapat membuat soal tes, pre-test, kuis, mengunggah bahan ajar, serta
melakukan refleksi. Kemudian pada fitur stream, pendidik dapat membuat pengumuman, mendiskusikan
gagasan, tugas, dan materi pembelajaran yang sedang dibahas. Dengan demikian peserta didik dapat
mempelajari materi secara seimbang, sehingga saat peserta didik mengikuti ujian mereka tidak kesulitan
dalam mengerjakan [23].
Keberhasilan penggunaan platform Google Classroom dapat diketahui berdasarkan beberapa
penelitian relevan. Hidayat, Prasetiyo, & Wantoro (2019) [24] menyimpulkan bahwa sebagian besar peserta
didik merasakan kemudahan dan peningkatan kualitas pembelajaran saat menggunakan Google Classroom.
Dalam hal ini meskipun terdapat beberapa catatan yang menunjukkan perlu adanya perbaikan dan evaluasi
lebih lanjut. Selain itu, Armando, Fonseca & Peralta (2019) [25] menemukan bahwa penggunaan platform

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
4

Google Classroom memberikan beberapa kemudahan baik untuk pendidik maupun peserta didik khususnya
saat mempelajari materi menulis. Peserta didik juga menyatakan bahwa mereka dapat mempraktekkan
kemampuan menulisnya baik untuk tujuan akademik maupun non-akademik dalam suasana belajar yang
menarik. Selain itu, peserta didik berpendapat bahwa penggunaan Google Classroom lebih memuaskan bila
dibandingkan dengan platform lainnya. Ramadhani, Umam, Abdurrahman, & Syazali (2019) [26] dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika peserta didik yang diajar menggunakan
model Flipped-Problem Based Learning berbasis Google Classroom LMS mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa peserta
didik kelas dua SMA merasa antusias, termotivasi dan bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran.
Selanjutnya Fitriningtiyas, Umamah, & Sumardi (2019) [27] menjelaskan bahwa Google Classroom mampu
menciptakan suasana belajar yang menarik karena media dikembangkan dengan informasi dalam bentuk
audio, video yang sesuai dengan aspek teknologi pedagogis. Dengan demikian kualitas pembelajaran sejarah
menjadi semakin baik.
Pelaksanaan pembelajaran daring tentunya tidak akan cukup apabila hanya dibatasi pada satu
varians pembelajaran saja. Pendidik juga bisa mengkolaborasikan penggunaan Google Classroom dengan
platform pendukung lainnya seperti Quizizz. Menurut Mei, Ju, & Adam (2018) [28], aplikasi Quizizz adalah
aplikasi pendidikan berbasis game yang menyajikan kegiatan belajar dalam bentuk kuis yang dirancang
seperti game. Dalam satu kuis, aktivitas game dapat diikuti oleh multi-pemain untuk membentuk kelas
interaktif. Dengan menggunakan Quizizz, siswa dapat mengerjakan kuis di kelas menggunakan
ponsel/smartphone mereka. Tidak seperti aplikasi pendidikan lainnya, Quizizz memiliki karakteristik
permainan seperti avatar, tema, meme, dan musik, yang menghibur dalam proses pembelajaran. Selain itu,
aplikasi kuis juga menyediakan hasil analisis butir soal sehingga guru dapat lebih akurat menentukan kualitas
setiap butir soal [29]. Iten & Petko (2016) [30] menyatakan bahwa belajar akan lebih menarik jika dapat
dirancang seperti bermain game. Melalui pendidikan berbasis game, siswa akan cenderung lebih serius dan
menikmati proses pembelajaran. Tingkat kesenangan dalam bermain secara positif mempengaruhi keseriusan
mereka dalam belajar. Ada juga korelasi antara kesenangan dan motivasi siswa untuk terus terlibat dalam
pendidikan berbasis game.
Cadieux Bolden, Hurt, & Richardson (2017) [31] menemukan bahwa siswa lebih fokus dan
memperhatikan kuis ketika menggunakan Quizizz daripada aplikasi pendidikan lainnya. Chaiyo & Nokham
(2017) [32] menemukan perbedaan dalam persepsi siswa tentang penggunaan berbagai aplikasi pendidikan.
Siswa merespons lebih positif ketika menggunakan Kahoot dan Quizizz daripada menggunakan Google
forms. Menguatkan beberapa hasil penelitian relevan, Hamilton-Hankins (2017) [33] memperkenalkan
Quizizz di kelas Seni Bahasa Inggris, yang hasilnya berdampak positif pada keterlibatan siswa. Kemudian
Aşıksoy and Sorakin (2018) [34] menemukan bahwa Quizizz juga memiliki efek positif pada peningkatan
hasil belajar dan mampu mengurangi tingkat kecemasan siswa ketika diterapkan dalam mata pelajaran Fisika.

7. KESIMPULAN
Dari hasil studi kepustakaan, dapat ditarik beberapa simpulan bahwa: (1) kemampuan literasi digital
merupakan salah satu hal yang wajib dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta didik sebagai upaya dalam
mengoptimalkan proses pembelajaran daring; (2) melalui kemampuan literasi digital seorang pendidik harus
mampu berinovasi dalam mengajar guna merangsang dan meningkatkan motivasi peserta didik dalam
belajar; dan (3) dengan memanfaatkan literasi digital peserta didik lebih mudah untuk belajar dimana saja,
kapan saja, dan dilakukan secara berulang guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu
kompetensi.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimakasih kepada Perpustakaan Universitas Negeri Surabaya yang telah
menyediakan e-resources dalam bentuk e-journal untuk penyusunan artikel ilmiah berbasis studi
kepustakaan (literature review) ini.

DAFTAR PUSTAKA
[1] WHO, “Coronavirus (COVID-19) Dashboard,” 2021. https://covid19.who.int/ (accessed Jul. 14, 2021).
[2] Covid19.go.id, “Data Sebaran Covid-19 di Indonesia,” 2021. https://covid19.go.id/ (accessed Jul. 14, 2021).
[3] Menteri Dalam Negeri, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019
Di Wilayah Jawa dan Bali. Indonesia: Kementerian Dalam Negeri, 2021.
[4] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka
Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID- 19). Indonesia: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2020, pp. 1–2.
[5] B. Trilling and C. Fadel, 21st century skills: learning for life in our times, 1st ed. San Francisco: Jossey-Bass,
2009.

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021


5
Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021 ❒

[6] APJII, “Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2018,” 2019.
https://www.apjii.or.id/content/read/39/410/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-
2018 (accessed Oct. 21, 2019).
[7] M. F. Al Hakim, “Peran guru dan orang tua: Tantangan dan solusi dalam pembelajaran daring pada masa
pandemi COVID-19,” Riwayat Educ. J. Hist. Humanit., vol. 1, no. 1, pp. 23–32, 2021, [Online]. Available:
http://jurnal.unsyiah.ac.id/riwayat/.
[8] Nur Harizah Zain, I. C. Sayekti, and R. Eryani, “Problematika Pembelajaran Daring pada Peserta Didik di
Sekolah Dasar,” J. basicedu, vol. 5, no. 2, pp. 1840–1846, 2021.
[9] L. Efriana, “Problems of Online Learning during Covid-19 Pandemic in EFL Classroom and the Solution,” J.
English Lang. Teach. Lit., vol. 2, no. 1, pp. 38–47, 2021.
[10] E. O. Malelak, J. Taneo, and D. T. Ufi, “Problems of Online Learning During the Covid-19 Pandemic in
Generation Z,” Paedagoria J. Kaji. …, vol. 6356, pp. 115–121, 2021, [Online]. Available:
http://journal.ummat.ac.id/index.php/paedagoria/article/view/4044.
[11] H. Snyder, “Literature review as a research methodology: An overview and guidelines,” J. Bus. Res., vol. 104,
pp. 333–339, Nov. 2019, doi: 10.1016/j.jbusres.2019.07.039.
[12] S. Sugiatno and N. Husna, “Isu-Isu Kosakata Matematis dalam Pembelajaran Matematika,” J. Kependidikan J.
Has. Penelit. dan Kaji. Kepustakaan di Bid. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran, vol. 6, no. 1, p. 58,
Mar. 2020, doi: 10.33394/jk.v6i1.2281.
[13] M. B. Miles and M. a Huberman, “Qualitative data analysis: An expanded sourcebook,” Evaluation and
Program Planning, vol. 19, no. 1. pp. 106–107, 1994, doi: 10.1016/0149-7189(96)88232-2.
[14] F. Y. Hermanto, S. Sutirman, B. Hidayati, and M. Sholikah, “The need of practical teaching in vocational high
school of Automation and Office Management Program,” J. Pendidik. Vokasi, vol. 9, no. 3, pp. 238–248, Dec.
2019, doi: 10.21831/jpv.v9i3.26734.
[15] A. Lee and S. Tettegah, “Identifying and Tracking Emotional and Cognitive Mathematical Processes of Middle
School Students in an Online Discussion Group,” in Emotions, Technology, and Learning, Elsevier, 2016, pp.
135–153.
[16] B. Means and J. Roschelle, “An Overview of Technology and Learning,” in International Encyclopedia of
Education, Elsevier, 2010, pp. 1–10.
[17] A. S. de Oliveira and A. L. Machado, “Distance Education and Online Dialogues: Between Themes and
Identities,” Creat. Educ., vol. 06, no. 13, pp. 1429–1434, 2015, doi: 10.4236/ce.2015.613143.
[18] R. W. Berkowsky and S. J. Czaja, “Challenges associated with online health information seeking among older
adults,” in Aging, Technology and Health, Elsevier, 2018, pp. 31–48.
[19] B. B. Neves, F. Amaro, and J. R. S. Fonseca, “Coming of (Old) Age in the Digital Age: ICT Usage and Non-
Usage among Older Adults,” Sociol. Res. Online, vol. 18, no. 2, pp. 22–35, May 2013, doi: 10.5153/sro.2998.
[20] N. Hockly, “Digital literacies,” ELT J., vol. 66, no. 1, pp. 108–112, Jan. 2012, doi: 10.1093/elt/ccr077.
[21] S. R. Ariyanto, A. S. Ardiyanta, S. Soeryanto, W. Warju, R. S. Hidayatullah, and Y. Dianastiti, “PELATIHAN
PEMBELAJARAN DARING SEBAGAI LANGKAH PERSIAPAN GURU SMK DALAM
MELAKSANAKAN LEARNING FROM HOME DI MASA PANDEMI COVID-19,” J. Pemberdaya. Publ.
Has. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 4, no. 3, p. 311, Dec. 2020, doi: 10.12928/jp.v4i3.2263.
[22] Wikipedia, “Google Classroom,” 2019. https://en.wikipedia.org/w/index.php?
title=Google_Classroom&oldid=923511049 (accessed Nov. 04, 2019).
[23] A. Izenstark and K. L. Leahy, “Google classroom for librarians: features and opportunities,” Libr. Hi Tech News,
vol. 32, no. 9, pp. 1–3, Nov. 2015, doi: 10.1108/LHTN-05-2015-0039.
[24] M. L. Hidayat, W. H. Prasetiyo, and J. Wantoro, “Pre-Service Student Teachers’ Perception of Using Google
Classroom in A Blended Course,” Humanit. Soc. Sci. Rev., vol. 7, no. 2, pp. 363–368, May 2019, doi:
10.18510/hssr.2019.7242.
[25] K. A. Brand Fonseca et al., “Google Classroom: An Effective Virtual Platform to Teach Writing in an EFL
Composition Course,” Int. J. English Lang. Teach., vol. 6, no. 1, p. 27, Jan. 2019, doi: 10.5430/ijelt.v6n1p27.
[26] R. Ramadhani, R. Umam, A. Abdurrahman, and M. Syazali, “The Effect of Flipped-Problem Based Learning
Model Integrated With LMS-Google Classroom for Senior High School Students,” J. Educ. Gift. Young Sci.,
vol. 7, no. 2, pp. 137–158, Jun. 2019, doi: 10.17478/jegys.548350.
[27] D. A. Fitriningtiyas’, N. Umamah, and Sumardi, “Google classroom: as a media of learning history,” IOP Conf.
Ser. Earth Environ. Sci., vol. 243, p. 012156, Apr. 2019, doi: 10.1088/1755-1315/243/1/012156.
[28] S. Y. Mei, S. Y. Ju, Z. Adam, S. Yan mei, S. Yan Ju, and Z. Adam, “Implementing Quizizz as Game Based
Learning in the Arabic Classroom,” Eur. J. Soc. Sci. Educ. Res., vol. 12, no. 1, p. 208, Mar. 2018, doi:
10.26417/ejser.v12i1.p208-212.
[29] W. Warju, S. R. Ariyanto, S. Soeryanto, and R. A. Trisna, “Analisis Kualitas Butir Soal Tipe Hots pada
Kompetensi Sistem Rem di Sekolah Menengah Kejuruan,” J. Pendidik. Teknol. dan Kejuru., vol. 17, no. 1, p.
95, Jan. 2020, doi: 10.23887/jptk-undiksha.v17i1.22914.
[30] N. Iten and D. Petko, “Learning with serious games: Is fun playing the game a predictor of learning success?,”
Br. J. Educ. Technol., vol. 47, no. 1, pp. 151–163, Jan. 2016, doi: 10.1111/bjet.12226.
[31] D. Cadieux Bolden, J. Hurt, and M. K. Richardson, “Implementing Digital Tools to Support Student
Questioning Abilities: A Collaborative Action Research Report,” I.E. Inq. Educ., vol. 9, no. 1, 2017.
[32] Y. Chaiyo and R. Nokham, “The effect of Kahoot, Quizizz and Google Forms on the student’s perception in the
classrooms response system,” in 2017 International Conference on Digital Arts, Media and Technology

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
6

(ICDAMT), 2017, pp. 178–182, doi: 10.1109/ICDAMT.2017.7904957.
[33] O. J. Hamilton-Hankins, “The impact of technology integration on the engagement levels of ten second grade
students in an english language arts classroom,” University of South Carolina, 2017.
[34] G. Aşıksoy and Y. Sorakin, “the Effects of Clicker-Aided Flipped Classroom Model on Learning Achievement,
Physics Anxiety and Students’Perceptions,” Int. Online J. Educ. Teach., vol. 5, no. 2, pp. 334–346, 2018.

Artikel Ilmiah PKKMB Universitas Negeri Surabaya 2021

Anda mungkin juga menyukai