Karina Erlianti
Shinta Destiawan
Andika Wiratama
Nurul Fitri R
Arini Milati
Egie Andianty
Telah disediakan tabung yang berisi antibiotik + media 400 µg/ml, diambil 4 ml dimasukan pada
tabung A ( pengenceran 400 µg/ml tidak ada media) dan tabung B – tabung E sudah diberi media
2 ml.
↓
Dari tabung A dilakukan pengenceran.
↓
Diambil 2 ml dari tabung A ke tabung B. Begitu seterusnya sampai tabung E.
Ditabung E diambil 2 ml lalu dibuang.
↓
Selanjutnya disiapkan dan diambil 2 tabung untuk kontrol. Tabung kontrol (+) diberi media dan
bakteri 100 µl. Sedangkan tabung kontrol (-) diberi media saja.
Cara kerja yang dimodul Teknik Mikrodilusi sama dengan percobaan yang dilakukan.
Cara kerja sesuai Modul :
a. Teknik dilusi cair
Hari Pertama
Disiapkan 7 buah tabung reaksi ( 2 tabung untuk kontrol dan 5 tabung untuk perlakuan )
↓
Dilakukan pengenceran larutan streptomisin/penisilin dengan menggunakan media TSB/NB
sebagai pengencer.
↓
Dibuat seri pengenceran 400 µg / ml, 200 µg / ml, 100 µg/ ml, 50 µg/ ml, dan 25 µg/ ml dengan
volume akhir dalam tabung 2 ml.
↓
Di inkulasikan setiap tabung (kecuali kontrol 1) dengan menggunakan 0,1 ml biakan E.coli (24
jam , 108 CFU/ml) diinkubasi selama 24 jam.
Hari kedua
Diamati tabung yang menunjukan pertumbuhan yang dikocok. Apabila tabung keruh (+)
menunjukan pertumbuhan dan apabila tabung jernih (-) tidak terjadi pertumbuhan
↓
Dilaporkan dihasil dalam bentuk tabel
↓
Dipindahkan satu mata ose biakan dari tabung jernih kedalam media TSB dan media TSA yang
baru. Dinkubasi pada suhu 37 derajat C selama 24 jam
Hari Ketiga
Diamati tabung ynag menunjukan pertumbuhan dengan di kocok. Apabila tabung keruh (+)
menunjukan pertumbuhan dan tabung jernih (-) tidak ada pertumbuhan .
↓
Dilaporkan hasilnya dalam bentuk tabel .
↓
Ditentukan konsentrasi bahan kimia yang bersifat bakteriostatik atau bakterisidal.
Rumus = x 100 %
E. Data dan Hasil Perhitungan
Data Tabel
= 322.85 %
Prosentase kematian sel bakteri perlakuan B = x 100 %
= 174.28%
Prosentase kematian sel bakteri perlakuan C = x 100 %
= 122.85 %
Prosentase kematian sel bakteri perlakuan D = x 100 %
= 351.43 %
Prosentase kematian sel bakteri perlakuan E = x 100 %
= 411.43 %
Keterangan:
Perlakuan A = Pengenceran 400 µg/ml
Perlakuan B = Pengenceran 200 µg/ml
Perlakuan C = Pengenceran 100 µg/ml
Perlakuan D = Pengenceran 50 µg/ml
Perlakuan E = Pengenceran 25 µg/ml
F. Pembahasan
Tujuan praktikum ini adalah praktikan dapat melakukan penetuan MIC dan MBC suatu
antimikrobia menggunakan teknik dilusi dan mikrodilusi. MIC (Minimum Inhibitory
Cincentration) adalah konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan MBC (Minimum Bakteriofag Concentration) adalah
konsentrasi terendah dari antimikrobia yang dapat berfungsi untuk membunuh mikroorganisme.
Parameter antara MIC dan MBC berbeda, untuk MIC parameternya yaitu adanya kekeruhan
namun tidak terlalu pekat sedangkan untuk MBC parameternya yaitu kejerinhan yang
menyekuruh. Terdapat pula istilah bakteriostatik dan bakteriosidal. Bakteriostatik adalah
senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakteriosidal adalah
senyawa kimia yang dapat membunuh bakteri. Praktikum ini digunakan kontrol positif (+) serta
kontrol (-). Kontrol positif berisi media dan bakteri yang bertujuan untuk mengamati
pertumbuhan bakteri. Untuk kontrol negatif hanya berisi media yang digunakan sebagai
pembanding tingkat parameter kejernihan.
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair(broth dilution) dan dilusi padat
(solid dilution). Metode dilusi cair mengukur kadar hambat minimum (KHM/MIC) dan kadar
bunuh bakteri(KBM/MBC). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen
antimikrobia pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen
antimikrobia pada kadar terkecil yang terlihat jenis tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji
ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutmya dikultur
ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi
selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai
KHM. Sedangkan metode dilusi padat atau solid dilution test, metode ini serupa dengan metode
dilusi cair namuun menggunakan metode padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
Pertama-tama yang dilakukan pada praktikum yaitu membuat media. Media yang
digunakan untuk uji potensi antimikrobia terhadap bakteri yaitu menggunakan media nutrient
agar. Kemudian dilarutkan dalam aquades lalu dilakukan pemanasan yang bertujuan agar media
nutrient agar terlarut sempurna. Kemudian disiapkan 7 tabung reaksi yang terdiri dari 2 tabung
reaksi yang digunakan sebagai kontrol. Sedangkan 5 tabung lainnya digunakan untuk
pengenceran atau perlakuan. Setelah dilakukan pengenceran 400µg/ml, 200µg/ml, 100µg/ml,
50µg/ml, 25µg/ml. Kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC.
Setelah disterilisasi semua tabung reaksi ditambahkan bakteri atau di inolulasi menggunakan
biakan bakteri S. aureus sebanyak 20 µL kecuali tabung kontrol positif. Proses inokulasi
dilakukan di dalam LAF. Prinsip LAF adalah menyaring udara yang masuk ke dalam daerah
kerja melalui filter sehingga udara yang masuk ke daerah kerja bebaas mikroorganisme dan
partikel asing diudara. Setelah itu semua tabung kemudian di inkubasi selama 24 jam dengan
suhu 37oC.
Pada hari kedua diamati tabung yang menunjukan pertumbuhan dengan cara dikocok.
Apabila tabung terlihat keruh (+) menandakan bahwa telah terjadi pertumbuhan bakteri di dalam
tabung dan apabila tabung terlihat jernih (-) menandakan tidak terjadinya pertumbuhan bakteri
atau telah terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri oleh antibiotik yang ditambahkan. Pada
keadaan ini disebut MIC (Minimum inhibitory concentration) atau konsentrasi terendah bahan
antimicrobial yang mengahambat pertumbuhan. Dari hasil percobaan didapatkan tabung A, B, C
berwarna bening yang menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung tersebut.
Hal ini menandakan antibiotic pada kadar 400, 200, dan 100 µg/ml mampu menghambat
pertumbuhan bakteri. Sedangkan pada tabung D dan E berwarna keruh yang menunjukkan
terjadi pertumbuhan bakteri di dalam tabung tersebut. Hal ini menandakan bahwa antibiotic pada
kadar 50 dan 25 µg/ml tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dari data tersebut
didapatkan MIC antibiotik adalah 100 µg/ml.
Selanjutnya dilakukan percobaan uji potensi antimicrobial menggunakan teknik
mikrodilusi menggunakan mikroplate steril dengan teknik pembacaan intensitas warna
menggunakan metode Enzyme Linked Immun Sorbent Assay (ELISA) pada panjang gelombang
550 nm. ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan pada bidang immunologi
untuk mendeteksi kehadiran antibody atau antigen dalam suatu sampel. Dalam bahasa sederhana,
sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian antibody
spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan dengan antigennya.
Antibodi ini berikatan dengan suatu enzim dan pada tahap terakhir, ditambahkan substansi yang
dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dideteksi. Dengan metode ELISA dapat
diketahui nilai absorbansinya. Dari percobaan ini didapatkan nilai absorbansi kontrol positif
0,099; kontrol negatif 0,134; perlakuan A 0,212; perlakuan B 0,160; perlakuan C 0,142;
perlakuan D 0,222; perlakuan E 0,243.Hasil percobaan yang didapat tidak sesuai dengan teori
yang ada, dimana seharusnya semakin kecil konsentrasi, semakin kecil pula nilai absorbansi
larutan uji maka semakin banyak juga bakteri yang tumbuh (hidup).
G. Kesimpulan
MIC dan MBC ditentukan dari hasil kadar absorbansinya dimana kadar mencapai 90 %
atau lebih maka antibiotik memiliki MIC yang baik, apabila <90 % antibiotik MIC nya tidak
baik. Semakin kecil MIC maka zona hambat antibiotiknya kecil.