Anda di halaman 1dari 34

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PRINSIP STRATIGRAFI


ACARA II : ANALISIS PROFIL

LAPORAN

OLEH
WA ODE MIFTAHUL HAYAT
D061191039

GOWA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan kebumian yang mempelajari

segala sesuatu mengenai planet bumi beserta isinya yang pernah ada. Merupakan

kelompok ilmu yang membahas tentang sifat-sifat dan bahan-bahan yang membentuk

bumi, struktur, proses-proses yang bekerja baik didalam maupun diatas permukaan

bumi, kedudukannya di alam semesta serta sejarah perkembangannya sejak bumi ini

lahir di alam semesta hingga sekarang. Geologi dapat digolongkan sebagai suatu ilmu

pengetahuan yang komplek, mempunyai pembahasan materi yang beraneka ragam

namun juga merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang menarik untuk

dipelajari. Ilmu ini mempelajari dari benda-benda sekecil atom hingga ukuran benua,

samudra, cekungan dan rangkaian pegunungan.

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta

distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan

sejarah Bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat

dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil

(biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita

pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

Pada praktikum kali ini, kita akan menentukan lingkungan pengendapan delta

dan genetic unit pada lingkungan pengendapan yang diteliti.


1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum analisa profil berdasarkan latar belakang yaiu

untuk mendapatkan gambaran mengenai lingkungan pengendapan dan mengenai

paleografi.

Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu :

1. Praktikan mampu untuk menentukan menentukan genetik unit.

2. Praktikan mampu untuk menentukan jenis lingkungan pengendapan.


BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Analisis Profil

Analisa Profil merupakan suatu cara yang digunakan untuk menentukan

lingkungan Pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran-gambaran paleografi dari

lingkungan pengendapan tersebut.Metode yang digunakan sebenarnya merupakan

metode stratigrafi asli yaitu dengan mengenali urutan-urutan vertikal dari suatu

sikuen. Analisa sikuen sangat penting dalam mengenali suatu lingkungan

pengendapan.Suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme pengendapan

tertentu pula.Karenanya urut-urutan secara vertikal ( dalam kondisi normal ) akan

mempunyai karakteristik tersendiri,dengan demikian suatu profil akan dapat diketahui

perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat diketahui

perkembangan cekungannya.

2.2 Falsafah Dasar Analisa Profil

Adapun falsafah dasr Analisa profil yaitu sebagai berikut :

1. Konsep daur ( Cyclus ) dan Irama ( Rhytme ) Konsep ini menyatakan bahwa

sedimentasi sering merupakan daur atau perulangan dari urutan yang sama.

Contohnya luncuran Turbidit,perpindahan dari jari-jari delta secara lateral.

Berbagai Daur atau Irama yang diketahui seperti :

a. Banding atau Interklast : ab ab ab

b. Cyclic atau Simetri : abcdcba,abcdcba


c. Pulsatoris atau Asimetri : abcd abcd

2. Hukum Walther

Menyatakan bahwa dalam sedimentasi urut-urutan fasies sediment vertical

mencerminkan urutan lateral. Ini disebabkan karena lingkungan-lingkungan

pengendapan yang dalam suatu waktu berada berdampingan oleh proses

progradasi terutama transgresi dan regresi dapat bertumpuk,dimana suatu

lingkungan pengendapan berada diatas yang lain.

3. Prinsip Hjulstrom

Prinsip ini memungkinkan lapisan-lapisan halus yang telah terendapkan tidak

dapat dierosi lagi oleh makin cepatnya arus,sehingga urut-urutan yang

menghalus dan mengkasar ke atas dapat terjadi. Analisa Profil dari suatu

stratigrafi batuan dapat dilakukan dengan menggunakan data Outcrop dan

data Well Log.

a. Data Outcrop

1) Mengenal urutan vertikal dari tua ke muda (sebaliknya).

2) Mengamati jenis alas perlapisan (Sharp, Kontak, Erosional,

Gradual Contact ).

3) Menggunakan ukuran butir untuk membuat pola atau paket

sedimen,serta tebal tipisnya lapisan yang berkembang.

4) Menentukan masing-masing unit genetic (CU, FU, TKU,TNU dan

AG) untuk menentukan paket siklus sedimen.


5) Mengenal struktur sediment yang berkembang pada suatu siklus

sedimen.

6) Mengenal jenis biota atau fosil yang dapat teramati langsung di

lapangan.

7) Mendeskripsi litologi untuk mengetahui komponen batuan

(komponen fasies),gunakan klasifikasi penamaan batuan yang

sesua.

8) Untuk mengetahui genesa batuan sediment,terlebih dahulu

mengenali sifat campuran sedimennya. Apakah gamping/karbonat.

9) Penggunaan dalam lingkungan pengendapan,penggunaan untuk

biostratigrafi,sikuen stratigrafi dan sebagainya.

10) Dalam melakukan analisa diusahakan menyertakan gambar dan

symbol-simbol yang mudah dimengerti.

b. Data Well Log

1) Membedakan pola kurva/tipe log untuk menentukan litologi (GR

atau SP).

2) Membedakan bentuk karakter log halus (Smooth) dan kasar

(Serrate).

3) Menggunakan pola log untuk menentukan unit genetic atau paket

siklus sedimen.

4) Mengenali pola umum yang berkembang pada setiap lingkungan

pengendapan.
5) sebelum membuat korelasi sedapat mungkin setiap profil telah

selesai dianalisa.

6) Sebelum membuat korelasi sedapat mungkin setiap profil log

mempergunakan tanda yang dapat memberikan informasi

mengenai unit/paket/paket sedimen.

7) Menggunakan model untuk mengetahui perkembangan cekungan.

Apakah Transgresi atau Regresi.

2.3 Cara Analisis Profil

Log adalah suatu garfil kedalaman (bisa juga waktu) dari suatu set data yang

menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan didalam sebuah

sumur. Dipandang dari segi waktu. Log dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu

Log lapangan, Log Transmisi dan Log hasil proses.

Jenis-jenis log, parameter yang diukur serta kegunaannya dalam ilmu geologi

1. Log SP (Spontaneous Potential)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda

dipermukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor

yang bergerak naik turun,skala Log SP adalah Multivolt. Dari kurva log SP ini

dapat diinterpretasikan jenis litologi atau suatu lapisan yang permeable dan

serpih (Shale) yang impermeable. Litologi serpih ditunjukkan oleh

kenampakan kurva yang yang terdefleksi kekanan sedangkan litologi

permeable (batupasir) terdefleksi kekiri.


2. Log Resistivity

Log Resistivity adalah log yang digunakan untuk menginterpretasi larutan

didalam suatu formasi.Juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

batubara (tingkat resistensi tinggi),lapisan tipis batugamping dalam serpih

(tingkat resistensi tinggi) dan bentonik (tingkat resistensi rendah). Batuan-

batuan porous yang jenuh memiliki tingkat resistivitas yang tinggi, sehingga

log ini dapat digunakan dalam pemisahan serpih dari batupasir dan karbonat

yang porous.

3. Log Gamma- Ray (GR)

Prinsip log Gamma – Ray adalah suatu rekaman tingkat radioaktifitas alami

yang terjadi karena 3 unsur : Uranium (U),Thorium (Th) dan Potassium (K)

yang ada pada batuan. Ketiga elemen tersebut umum dijumpai pada mineral-

mineral lempung dan beberapa evaporit. Ada tiga hal utama yang dapat

diinterpretasi dari log GR ini,yaitu :

1) Kenampakan kurva log yang diakibatkan oleh proses diagenetik.

2) Lempung-lempung aktif dalam pori batuan,serpih yang banyak

mengandung Illit (unsur K tinggi) lebih bersifat radioaktif daripada

yang mengandung Montmorilonit atau Klorit.

3) Batupasir arkose (K-feldspar tinggi) lebih bersifat radioaktif daripada

yang tidak mengandung feldspar.

4. Log Kapiler
Digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan gelombang bunyi dalam

batuan.Kecepatan ini tergantung dari litologi yang dilewati, jumlah ruang pori

batuan yang saling berhubungan dan jenis batuan dalam pori.

5. Log Porositas

Jenis log yang dapat mengindikasikan besarnya tingkat porositas batuan

adalah Log Densitas dan Log Neutron. Log Densitas digunakan untuk

mengidentifikasi beberapa jenis litologi yang mengandung Anhidrit, Halit dan

batuan Karbonat yang tidak porous. Sedangkan log Neutron untuk mengukur

konsentrasi Hidrogen (pada air dan minyak) dalam batuan. Porositas batuan

diperhitungkan berdasarkan minyak atau air yang mengisi ruang pori

batuan.Udara atau air terikat dalam mineral-mineral lempung memberikan

nilai anomaly yang rendah.

6. Log Caliper

Jenis log ini merekam data besarnya diameter lubang bor dan daya tahan log-

log lainnya.

7. Log Dip Meter

Log jenis ini digunakan untuk mengukur kemiringan struktur dan analisa

stratigrafi. Untuk analisa suatu profil dapat menggunakan kurva log, dimana

terbagi atas 2 yaitu :

1) Log untuk penentuan lingkungan pengendapan.


2) Log untuk menentukan litologi yang ada pada urutan batuan. Log untuk

penentuan lingkungan pengendapan terbagi atas lima bentuk (seperti

gambar dibawah),yaitu :

- Bentuk Cylindrical yang dipakai untuk lingkungan eolian,graded

fluvial,carbonate shelf,reef,sub marine,canyon dll.

- Bentuk shapped yang digunakan untuk lingkungan

fluvial,pointbar,tidal point bar,deep sea chanel dan beberapa pada

transgresi shelf sand.

- Bentuk funnel shapped digunakan untuk lingkungan distribusi mouth

bar, klastik strand plain, barrier island, shallow marine sheet.

sandstone, carbonate shoaling upward sequence, submarine fun

lobe.

- Bentuk symmetrical yang digunakan untuk lingkungan sandy offshore

bar, transgressive shelf sens, CU dan FU unit.

- Bentuk irregular yang digunakan untuk lingkungan pengendapan

fluviatil floodplain, carbonate slope/clastic slope/canyon fill.

2.4 Lingkungan Pengendapan

2.4.1 Lingkungan Pengendapan Delta

Delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi

fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta menunjukkan daerah di

belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan
dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah didominasi oleh pengaruh laut,

terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material

sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut

bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai

dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap material sedimen dari sungai

mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut,

terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada setiap sistem yang

ada. 

2.4.2 Morfologi Delta

Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga, yaitu :

1. Delta Plain

Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari

channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari

delta dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan daripada endapan

laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material

sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara. Pada kondisi

iklim yang cenderung kering (semi-arid), sedimen yang terbentuk didominasi

oleh lempung dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel

pensuplai material sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk

suatu percabangan. Gerusan-gerusan tersebut biasanya mencapai kedalaman

5-10 meter dan menggerus sampai pada sedimen delta front. Sedimen pada
channel tersebut disebut sandy channel dan membentuk distributary channel

yang dicirikan oleh batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi

menjadi :

1) Upper Delta Plain

Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara

umum terdiri dari :

- Endapan distributary channel

Endapan distributary channel terdiri dari endapan braided dan

meandering, levee dan endapan point bar. Endapan distributary

channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar

urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas.

Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding,

ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-lensa lempung.

Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel nya.

Sedangkan levee alami berasosiasi dengan distributary channel

sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan interdistributary

channel. Sedimen pada bagian ini berupa pasir halus dan rombakan

material organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan

material selama terjadi banjir.

- Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain

Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat

diantara distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan


arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi

sedimen lambat. Pada interdistributary channel dan flood plain area

terbentuk suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang

sangat dominan. Struktur sedimennya adalah laminasi yang sejajar

dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan

kadang hadir sebagai pengaruh gelombang.

2) Lower Delta Plain

Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara

sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark sampai batas kehadiran yang

dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini endapannya meliputi

endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay,

tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary

yang ditinggalkan.

2. Delta Front

Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen

secara tetap dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang

pantai dan aksi gelombang. Delta front terbentuk pada lingkungan laut

dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary channel.

Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk

endapan bar yang berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel

tersebut. Pada penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan

distribusi butiran mengkasar ke atas dalam skala yang besar dan menunjukkan
perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau

prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang didominasi

batupasir. Endapan tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik.

Diantara bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung

lanauan atau lempung pasiran dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut.

Menurut Coleman (1969) dan Fisher (1969) dalam Galloway (1990),

lingkungan pengendapan delta front dapat dibagi menjadi beberapa

sublingkungan dengan karakteristik asosiasi fasies yang berbeda, yaitu :

1) Subaqueous Levees

Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang berasosiasi

dengan active channel mouth bar. Fasies ini sulit diidentifikasi dan

dibedakan dengan fasies lainnya pada endapan delta masa lampau.

2) Channel

Channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan

fasies dan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai

adalah cross bedding, ripple cross stratification, scoure and fill.

3) Distributary Mouth Bar

Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling

tinggi dalam sistem pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas

pasir yang diendapkan melalui proses fluvial. Strukur sedimen yang dapat

dijumpai antara lain : current ripple, cross bedding dan massive graded

bedding.
4) Distal Bar

Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya

ersusun atas pasir halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara

lain : laminasi, perlapisan silang siur tipe through.

3. Prodelta

Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan

normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan

kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir

bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa

pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari

akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke

atas memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih

batupasir dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan

bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan laut. Struktur sedimen

bioturbasi bermacam-macam sesuai dengan ukuran sedimen dan kecepatan

sedimennya. Struktur deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini,

sedangkan struktur sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai.

Prodelta ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf),

tetapi pada prodelta ini sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh

proses endapan laut yang tegas.


Gambar 2.1 Lingkungan Pengendapan Delta
BAB III
METODE DAN TAHAPAN PRAKTIKUM

3.1 Metode Praktikum

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu metode deskriptif,

mana dilakukan dengan mnganalisis data-data pada problemset.

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan pelaksanaan praktikum yaitu:

1. Tahap Pendahuluan

Sebelum dilakukannya praktikum, paraktikan diwajibkan untuk mengikuti

asistensi umum dan asistensi acara. Asistensi umum adalah kegiatan awal

sebelum praktikum yang dilakukan pada awal acara setiap praktikum. Pada

asistensi ini, asisten menyampaikan tata tertib praktikum, bobot penilaian dan

lainnya. Sedangkan untuk asistensi acara adalah kegiatan yang dilakukan

sebelum praktikum dilaksanakan, dimana asisten menjelaskan tentang materi

yang akan dipraktikumkan baik secara teori maupun dengan praktik dan juga

memberikan tugas pendahuluan sebagai penunjang praktikum.

2. Tahap Praktikum

Pada tahap ini, praktikan diwajibkan mengumpulkan tugas pendahuluan

sebagai syarat untuk bisa mengikuti praktikum. Selanjutnya praktikan

melakukan praktikum dengan menganalisa data-data pada problemset dimana


data-data yang dianalisa yaitu ukuran butir dan tingkat ketebalan tiap-tiap

litologi serta struktur-struktur sedimen yang ditemukan pada tiap-tiap satuan

litologi.

3. Analisis Data

Tahap analisis data yaitu berupa pengolahan data-data yang telah didapatkan

pada tahap praktikum. Ditahap ini kita akan menentukan genetik unit dan

lingkungan pengendapan pada setiap sekuan yang terdapat pada problemset

yang didapatkan pada tahap praktikum.

4. Pembuatan Laporan

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari praktikum dimana data-data yang

telah didapatkan dan dianalisis dibuat dalam bentuk laporan yang dapat

memudahkan kita untuk mengetahui proses-proses apa yang terjadi selama

pengendapan berlangsung.
Tabel 3.1 Flowchart Tahapan Praktikum

Tahap
Pendahuluan

Tahap
Praktikum

Analisis
Data

Pembuatan
Laporan

1.1 Alat dan Bahan

1.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan selama dilaksanaknnya praktikum kali ini yaitu

sebagai berikut:

1. Pensil warna

2. Penggaris 30 cm

3. ATK

4. Gunting/Cutter

5. Double tip
1.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan selama dilaksanakannya praktikum kali ini

yaitu sebagai berikut:

1. Problem set

2. Kertas LKP

3. Kertas HVS
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Genetik Unit 1 (Batupasir Sedang dan Batupasir Halus)

Pada genetik unit pertama ini disusun oleh litologi yaitu batupasir sedang dan

batupasir halus. Satuan genetic pada unit ini ialah Coarsening Upward dan

Thickening Upward.

Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasrkan atas ukuran

butirnya yang relatif sedang. Berdasarkan ukuran butrinya relatif sedang maka dapat

diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari sungai dengan energi

pengendapan yang relatif tinggi hingga sedang yang ditandai dengan adanya

penebalan lapisan atau Thickening Upward. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Delta Front.

4.2 Genetik Unit 2 (Batulempung dan Batulanau)

Pada genetik unit kedua ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan

batulanau. Satuan genetik pada unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasrkan atas ukuran

butirnya yang relatif lempung. Berdasarkan ukuran butrinya relatif lempung maka

dapat diinterpretasikan bahwa Pro Delta yang merupakan lanjutan dari Delta Front

dengan perubahan litologi batupasir ke endapan batulempung dan dimana daerah ini

hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung, untuk pengendapan yang relatif

tinggi yang ditandai dengan adanya penipisan lapisan atau Thinning Upward.
Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada Batulempung. Sehingga genetik unit

ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.3 Genetik Unit 3 (Batubara dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ketiga ini disusun oleh litologi yaitu batubara dan batupasir

sedang. Satuan genetik pada unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasarkan atas ukuran

butirnya yang relatif sedang hingga lempung. Berdasarkan tempat bentukannya

batubara yang mana 90% batubara terbentuk dilingkungan yang rawa-yata yang

berdekatan dengan pantai. Di fasies yang berkembang di linkungan delta plain

terdapat endapan channel yang dicirikan oleh adanya batupasir. Sehingga genetik unit

ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Upper Delta

Plain.

4.4 Genetik Unit 4 (Batubara dan Batulempung)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batubara dan batulempung

sedangm. Satuan genetik pada unit ini ialah Agradasi dan Thinning Upward.

Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasarkan atas ukuran

butirnya yang relatif sedang hingga lempung. Berdasarkan tempat bentukannya

batubara yang mana 90% batubara terbentuk dilingkungan yang rawa-yata yang

berdekatan dengan pantai. Di fasies yang berkembang di linkungan delta plain

terdapat endapan flood plain yang dicirikan oleh adanya batulempung. Sehingga
genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Upper Delta Plain.

4.5 Genetik Unit 5 (Batugamping dan Batupasir Halus)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batugamping dan batupasir

halus. Satuan genetik pada unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning Upward.

Penentuan lingkungan pengendapan pada unit ini didasarkan atas ukuran

butirnya yang relatif sedang hingga halus. Berdasarkan ukuran butrinya relatif sedang

hingga halus maka dapat diinterpretasikan bahwa suplai sedimennya berasal dari

sungai dengan energi pengendapan yang relatif tinggi. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.6 Genetik Unit 6 (Batulempung dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai

pula struktur sedimen laminasi pada Batupasir halus. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Lower Delta Plain.

4.7 Genetik Unit 7 (Batubara dan Serpih)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batubara dan serpih. Satuan

genetik pada unit ini ialah Agradasi dan Thinning Upward.


Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasarkan atas ukuran

butirnya yang relatif lempung. Berdasarkan tempat bentukannya batubara yang mana

90% batubara terbentuk dilingkungan yang rawa-rawa yang berdekatan dengan

pantai. Di fasies yang berkembang di linkungan delta plain terdapat endapan flood

plain yang dicirikan oleh adanya batulempung. Berdasarkan ukuran butir serpih yang

lempung, terdapat pada endapan flood plain. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Upper Delta Plain.

4.8 Genetik Unit 8 (Batupasir Sedang dan Batupasir Halus)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir sedang dan

batupasir halus. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning

Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Delta Front.

4.9 Genetik Unit 9 (Batupasir Kasar dan Batugamping)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke


atas. Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada Batugamping. Sehingga genetik

unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.10 Genetik Unit 10 (Batulanau dan Batulempung)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Pro Delta.

4.11 Genetik Unit 11 (Batupasir Halus dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir halus dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke atas. Sehingga

genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Delta Front.

4.12 Gentik Unit 12 (Batugamping dan Batulempung)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batugamping dan

batulempung. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning

Upward.
Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada Batulanau. Sehingga genetik unit ini

dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.13 Genetik Unit 13 (Batulanau dan Batupasir Kasar)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulanau dan batupasir kasar.

Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Sehingga

genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Upper Delta Plain.

4.14 Genetik Unit 14 (Batupasir dengan sisipan Batubara dan Serpih)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir dengan sisipan

batubara dan serpih. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan

Thickening Upward.

Adapun lingkungan pengendapan dari genetik unit ini yaitu Upper Delta

Plain. Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Upper Delta Plain.


4.15 Genetik Unit 15 (Batupasir Kasar dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir kasar dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Delta Front.

4.16 Genetik Unit 16 (Batupasir Sedang dan Batulanau)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir sedang dan

batulanau. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Dijumpai pula struktur sedimen +-bedding pada Batupasir sedang. Sehingga

genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Upper Delta Plain.

4.17 Genetik Unit 17 (Batulempung dan Batugamping)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan

batugamping. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Sehingga


genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Pro Delta.

4.18 Genetik Unit 18 (Batupasir Halus dan Batubara)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir halus dan batubara.

Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Upper Delta Plain.

4.19 Genetik Unit 19 (Batupasir Kasar dan Batulanau)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir kasar dan batulanau.

Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Upper Delta Plain.

4.20 Genetik Unit 20 (Batulempung dan Batugamping)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan

batugamping. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.
Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai

pula struktur sedimen bioturbasi pada Batulempung. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.21 Genetik Unit 21 (Batulempung dan Batupasir Halus)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulempung dan batupasir

halus. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai

pula struktur sedimen laminasi pada Batupasir halus. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Lower Delta Plain.

4.22 Genetik Unit 22 (Batubara dan Serpih)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batubara dan serpih. Satuan

genetik pada unit ini ialah Agradasi dan Thinning Upward.

Penentuan linkungan pengendapan pada unit ini didasarkan atas ukuran

butirnya yang relatif lempung. Berdasarkan tempat bentukannya batubara yang mana

90% batubara terbentuk dilingkungan yang rawa-rawa yang berdekatan dengan

pantai. Di fasies yang berkembang di linkungan delta plain terdapat endapan flood

plain yang dicirikan oleh adanya batulempung. Berdasarkan ukuran butir serpih yang
lempung, terdapat pada endapan flood plain. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Upper Delta Plain.

4.23 Genetik Unit 23 (Batupasir Sedang dan Batupasir dengan sisipan

Batubara)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir dengan sisipan

batubara dan serpih. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning

Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Upper Delta Plain.

4.24 Genetik Unit 24 (Batupasir Kasar dan Batugamping)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir kasar dan

batugamping. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning

Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada batugamping. Sehingga genetik unit

ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.


4.25 Genetik Unit 25 (Batulanau dan Batulempung)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulanau dan batulempung.

Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas.

Sehingga genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan

pengendapan Pro Delta.

4.26 Genetik Unit 26 (Batupasir Halus dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir halus dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai

pula struktur sedimen laminasi pada batupasir sedang. Sehingga genetik unit ini dapat

diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Delta Front.

4.27 Genetik Unit 27 (Batugamping dan Batulempung)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batugamping dan

batulempung. Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening

Upward.
Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada batulempung. Sehingga genetik

unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan Pro Delta.

4.28 Genetik Unit 28 (Batulanau dan Batupasir Sedang)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batulanau dan batupasir

sedang. Satuan genetik unit ini ialah Finning Upward dan Thinning Upward.

Genetik unit Finning Upward dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus

ke atas dan Thinning Upward dikarenakan ketebalannya menipis ke atas. Sehingga

genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Upper Delta Plain.

4.29 Genetik Unit 29 (Batupasir Halus dan Serpih)

Pada genetik unit ini disusun oleh litologi yaitu batupasir halus dan serpih.

Satuan genetik unit ini ialah Coarsening Upward dan Thickening Upward.

Genetik unit Coarsening Upward dikarenakan ukuran butirnya yang

mengkasar ke atas dan Thickening Upward dikarenakan ketebalannya menebal ke

atas. Dijumpai pula struktur sedimen cross bedding pada batupasir halus. Sehingga

genetik unit ini dapat diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan pengendapan

Delta Front.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari laporan ini yaitu sebagai berikut:

1. Adapun genetik unit dari praktikum yang dilakukan yaitu, genetik unit 1 CU

dan TKU, genetik unit 2 FU dan TNU, genetik unit 3 FU dan TNU, genetik

unit 4 AG dan TNU, genetik unit 5 CU dan TNU, genetik unit 6 FU dan TNU,

genetik unit 7 AG dan TNU, genetik unit 8 CU dan TNU, genetik unit 9 CU

dan TKU, genetik unit 10 CU dan TNU, genetik unit 11 FU dan TKU, genetik

unit 12 CU dan TNU, genetik unit 13 FU dan TNU, genetik unit 14 CU dan

TKU, genetik unit 15 CU dan TNU, genetik unit 16 CU dan TKU, genetik

unit 17 FU dan TNU, genetik unit 18 CU dan TKU, genetik unit 19 CU dan

TKU, genetik unit 20 FU dan TNU, genetik unit 21 FU dan TNU, genetik unit

22 AG dan TKU, genetik unit 23 CU dan TNU, genetik unit 24 CU dan TNU,

genetik unit 25 CU dan TNU, genetik unit 26 FU dan TKU, genetik unit 27

CU dan TKU, genetik unit 28 FU dan TNU, dan genetik unit 29 CU dan

TKU.

2.

Anda mungkin juga menyukai