Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN FRAKTUR

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 3

1. Ainun Jariah 11194561920075


2. Azna Yuliana 11194561920083
3. Devi Cahyana 11194561920078
4. Devi Oktapia 11194561920079
5. Hamidah 11194561920086
6. Muhammad Jamaludin 11194561920094
7. M.Wildan Rianda 11194561920090
8. Noor Hikmah 11194561920098
9. Sri Suryaningsih 11194561920109
10. Yahayu 11194561920113

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
A. Definisi.......................................................................................................4
B. Etiologi.......................................................................................................6
C. Patofisiologi................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................9
F. Komplikasi................................................................................................10
G. Penatalaksanaan.....................................................................................12
H. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................17
I. Stadium Penyembuhan Luka...................................................................17
BAB II TINJAUAN KASUS...........................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................22
I. Pengkajian................................................................................................22
A. Identitas...............................................................................................................22

B. Riwayat Kesehatan............................................................................................22

C. Pemeriksaan Fisik..............................................................................................22

D. Kebutuhan Fisik , Psikologis , Sosial Dan Spritual........................................23

E. Data Fokus..........................................................................................................23

G. Terapi Farmakologi............................................................................................24

H. Analisa Data........................................................................................................24

I. Intervensi.............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28

2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis


dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2011).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang


dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).  

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah


terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya, luasnya, dan
tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.

Klasifikasi

Jenis – jenis fraktur (Brunner dan Suddart, 2011)

1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan


cruris dst).
2.  Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit adalah patahan pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran

3
b. Fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b.  Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c.  Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:

1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan


lunak sekitarnya.

2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan


jaringan subkutan.

3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak


bagian dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang


nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata / kompleks ) merupakan fraktur


dengan luka pada kulit, menbran mukosa sampai kepatahan tulang
yang dibagi menjadi 3 grade :

4
1). Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2). Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3). Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.

B. Etiologi
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :

1. Trauma langsung/ direct trauma


Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.

C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya :
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2012).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat

5
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan
sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2011).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2015).

6
Patway

Menurut (Brunner & suddarth, 2015).

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)

7
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut (Brunner and Suddarth, 2012) :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang
di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas
yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan
ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma
dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

Menurut Santoso Herman (2014) manifestasi klinik dari fraktur adalah :


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

8
F. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat

9
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena
itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten
atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur –
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,  cacat diisi  oleh  jaringan  fibrosa.
Kadang-kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-

10
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

G. Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.


Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai
atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.

11
b. Pemasangan gips

Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang


patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips


adalah
1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.


Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

12
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency

2) Traksi mekanik, ada 2 macam :


a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5
kg.

b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :


1)   Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2)   Memperbaiki & mencegah deformitas
3)   Immobilisasi
4)   Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5)   Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya


tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan
khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

13
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
c. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk
fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan
terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup
kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak
mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir
selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary
nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta
kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi
cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu
setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan

14
dan risiko infeksi.Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang
tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk
fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan
panjang dan rotasi.

d. Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke
enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary
nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan
ini.

15
1. Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah
akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
2. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi yang lama
dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari
itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
a. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain :
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI,
untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

I. Stadium Penyembuhan Luka


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan


terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk
fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.

16
 

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler      


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.  

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal

17
dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu. 

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan 
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal. 

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh

18
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

Gambar 9.Fase Penyembuhan Tulang

19
BAB II
TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat diruang Bedah Orthopaedic


dengan keluhan nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki kanan.
Riwayat pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu. Hasil
pengkajian : tampak bengkak pada daerah pada kiri dan pada kaki kiri terdapat
luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang. Status neurovascular pada
kedua kaki : nadidistal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-). Tanda-tanda vital
didapatkan TD = 100/70 mmHg, nadi 100 x/mnt, RR: 22x/mnt, suhu: 38 ̊C.
Pemeriksaan lab : HB 10.2 gr/dl, HT 31%, eritrosit 3. 72, leukosit 11.000. Hasil x-
ray: fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan faktur cruris segmental
pada 1/3 media kanan. Terapi: ketorolac 2x1, ranitidine 2x1 dan cefazolin 2x1
gram IV. Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal traksi dan
pemasangan external fixation pada tibia.

Jelaskan etiologi dan patofisiologi penyakit diatas !


Analisis sampai menemukan diagnosa keperawattan dan rencana yang akan
ditegakkan !

20
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas
Identitas Pasien
Nama Pasien                  : Tn. H
Umur                               : 25 tahun
Jenis kelamin                  : Laki-laki

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki kanan.

2. Riwayat Penyakit sekarang


Pasien mengeluhkan nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki
kanan, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu. Hasil
pengkajian : tampak bengkak pada daerah pada kiri dan pada kaki kiri
terdapat luka robek pada tibia 6 cm, tampak tonjolan tulang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


-
4. Riwayat Penyakit Keluarga
-

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum    
Composmentis
E : 4, M:4, V :6

TTV : TD:110/70 mmHg RR: 22 x/mnt

N : 100 x/mnt T : 38 ºC

2. Kulit
Pada kaki pasien tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada
kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm.

21
3. Kepala dan Leher
4. Penglihatan Dan Mata
5. Penciuman Dan Hidung
6. Mulut Dan Gigi
7. Pendengaran Dan Telinga
8. Dada: paru & jantung
9. Abdomen
10. Genetalia dan reproduksi

D. Kebutuhan Fisik , Psikologis , Sosial Dan Spritual


1. Aktivitas dan latihan
2. Personal Hygine
3. Nutrisi
4. Eliminasi
5. Seksualitas
6. Psikososial
7. Spritual

E. Data Fokus
Ds :
 Pasien mengatakan nyeri hebat pada paha sbelah kiri dan kaki
kanan

DO :
- Pasien tampak ada bengkak pada daerah pada kiri dan pada kaki
kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan tulang pasien.
- Tampak status neurovascular pada kedua kaki : nadidistal fraktur
(+) parestesi dan paralisis (-).

F. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Laboratorium
- HB 10.2 gr/dl,
- HT 31%,

22
- Eritrosit 3. 72,
- Leukosit 11.000
b. Hasil x-ray:
- Fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan faktur cruris
segmental pada 1/3 media kanan.
- Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal traksi dan
pemasangan external fixation pada tibia.

G. Terapi Farmakologi
 Terapi: ketorolac 2x1, ranitidine 2x1 dan cefazolin 2x1 gram IV.

H. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
No

1 Ds : Cedera fisik Nyeri akut


1.  Pasien mengatakan nyeri
hebat pada paha sbelah
kiri dan kaki kanan

Do :

- Pasien tampak ada


bengkak pada daerah
pada kiri dan pada kaki kiri
terdapat luka robek pada
tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan
tulang pasien
- Hasil x-ray: Fraktur obliq
pada 1/3 bagian distal
femur kiri dan faktur cruris
segmental pada 1/3 media
kanan.
- Terapi: ketorolac 2x1,
ranitidine 2x1 dan
cefazolin 2x1 gram IV.

23
2 DS: Nyeri Hambatan mobilitas
 Pasien mengatakan nyeri fisik
hebat pada paha sbelah
kiri dan kaki kanan

Do :

- Pasien tampak ada


bengkak pada daerah
pada kiri dan pada kaki kiri
terdapat luka robek pada
tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan
tulang pasien.
- Tampak status
neurovascular pada kedua
kaki : nadidistal fraktur (+)
parestesi dan paralisis (-).

3 Ds : Risiko Infeksi

Do:
- Pasien tampak ada
bengkak pada daerah
pada kiri dan pada kaki kiri
terdapat luka robek pada
tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan
tulang pasien.
- Tampak status
neurovascular pada kedua
kaki : nadidistal fraktur (+)
parestesi dan paralisis (-).

Hasil x-ray:

24
- Fraktur obliq pada 1/3
bagian distal femur kiri
dan faktur cruris
segmental pada 1/3
media kanan.
- Direncanakan pada kaki
kanan dipasang skeletal
traksi dan pemasangan
external fixation pada
tibia.

Diagnosa Keperawatan :
1. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
2. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
3. Risiko Infeksi

25
I. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan

1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan  Pain Management


. agen cidera tindakan keperawatan
 Analgesic Administration
fisik selama 1 x 24 jam,
diharapkan nyeri teratasi
dengan kriteria hasil :

 Pain control

3. Hambatan Setelah dilakukan  Exercise therapy


mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulation
b.d nyeri selama 1 x 24 jam,
diharapkan hambatan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil :
 Mobility level

5 Resiko infeksi Setelah dilakukan  Infection Control


tindakan keperawatan  Infection protection
selama 1 x 24 jam,
diharapkan risiko infeksi
teratasi dengan kriteria
hasil :
Knowledge : infection
control

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.


EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2013. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau


di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 2011. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai