DI SUSUN OLEH :
Kelompok 3
FAKULTAS KESEHATAN
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
A. Definisi.......................................................................................................4
B. Etiologi.......................................................................................................6
C. Patofisiologi................................................................................................6
D. Manifestasi Klinis.......................................................................................9
F. Komplikasi................................................................................................10
G. Penatalaksanaan.....................................................................................12
H. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................17
I. Stadium Penyembuhan Luka...................................................................17
BAB II TINJAUAN KASUS...........................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................22
I. Pengkajian................................................................................................22
A. Identitas...............................................................................................................22
B. Riwayat Kesehatan............................................................................................22
C. Pemeriksaan Fisik..............................................................................................22
E. Data Fokus..........................................................................................................23
G. Terapi Farmakologi............................................................................................24
H. Analisa Data........................................................................................................24
I. Intervensi.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).
Klasifikasi
3
b. Fraktur inkomplit adalah patahan hanya terjadi sebagian dari tengah
tulang.
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
4
1). Grade I dengan luka bersih ( 1 cm Panjangnya )
2). Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
3). Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak. Yang ekstensif.
B. Etiologi
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
C. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya :
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2012).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
5
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan
sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati (Carpenito, 2011).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2015).
6
Patway
Fraktur
Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan
Resiko syok
(hipovolemik)
7
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut (Brunner and Suddarth, 2012) :
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang
di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas
yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan
ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma
dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
8
F. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang
lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat
9
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat
kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena
itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten
atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur –
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
10
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
G. Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
11
b. Pemasangan gips
a. Penarikan (traksi) :
12
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan
tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang
yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency
b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
13
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati
diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik
berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
c. Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk
fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan
terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup
kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak
mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir
selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary
nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta
kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat dimobilisasi
cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu
setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan
14
dan risiko infeksi.Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang
tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk
fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling
baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan
panjang dan rotasi.
d. Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke
enam, cast brace dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary
nail yang tidak memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan
ini.
15
1. Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah
akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu
dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
2. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi yang lama
dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari
itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
a. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain :
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI,
untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
16
17
dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
18
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
19
BAB II
TINJAUAN KASUS
20
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas
Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. H
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada paha sebelah kiri dan kaki kanan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Composmentis
E : 4, M:4, V :6
N : 100 x/mnt T : 38 ºC
2. Kulit
Pada kaki pasien tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada
kaki kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm.
21
3. Kepala dan Leher
4. Penglihatan Dan Mata
5. Penciuman Dan Hidung
6. Mulut Dan Gigi
7. Pendengaran Dan Telinga
8. Dada: paru & jantung
9. Abdomen
10. Genetalia dan reproduksi
E. Data Fokus
Ds :
Pasien mengatakan nyeri hebat pada paha sbelah kiri dan kaki
kanan
DO :
- Pasien tampak ada bengkak pada daerah pada kiri dan pada kaki
kiri terdapat luka robek pada tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan tulang pasien.
- Tampak status neurovascular pada kedua kaki : nadidistal fraktur
(+) parestesi dan paralisis (-).
F. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Laboratorium
- HB 10.2 gr/dl,
- HT 31%,
22
- Eritrosit 3. 72,
- Leukosit 11.000
b. Hasil x-ray:
- Fraktur obliq pada 1/3 bagian distal femur kiri dan faktur cruris
segmental pada 1/3 media kanan.
- Direncanakan pada kaki kanan dipasang skeletal traksi dan
pemasangan external fixation pada tibia.
G. Terapi Farmakologi
Terapi: ketorolac 2x1, ranitidine 2x1 dan cefazolin 2x1 gram IV.
H. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
No
Do :
23
2 DS: Nyeri Hambatan mobilitas
Pasien mengatakan nyeri fisik
hebat pada paha sbelah
kiri dan kaki kanan
Do :
3 Ds : Risiko Infeksi
Do:
- Pasien tampak ada
bengkak pada daerah
pada kiri dan pada kaki kiri
terdapat luka robek pada
tibia 6 cm,
- Tampak ada tonjolan
tulang pasien.
- Tampak status
neurovascular pada kedua
kaki : nadidistal fraktur (+)
parestesi dan paralisis (-).
Hasil x-ray:
24
- Fraktur obliq pada 1/3
bagian distal femur kiri
dan faktur cruris
segmental pada 1/3
media kanan.
- Direncanakan pada kaki
kanan dipasang skeletal
traksi dan pemasangan
external fixation pada
tibia.
Diagnosa Keperawatan :
1. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri
2. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
3. Risiko Infeksi
25
I. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Pain control
26
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, LJ. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
27