Anda di halaman 1dari 69

FISIOLOGI KARDIOVASKULER DAN ANESTESI

Pembimbing
dr. Mahendra, Sp.An

Penyusun
Giza Ainur Rahma 20190420090

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2021
FISIOLOGI KARDIOVASKULER DAN ANESTESI

Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah itu sendiri. Fungsinya
untuk menyediakan oksigen dan nutrisi jaringan dan mengeluarkannya sebagai produk
metabolisme. Jantung mengalirkan darah melalui dua sistem pembuluh darah yang tersusun
secara seri. Pada sirkulasi pulmonal, aliran darah melalui membran kapiler alveoler, membawa
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Pada sistem sirkulasi sistemik, oksigen darah akan
dipompa ke jaringan metabolik dan keluar sebagai produk metabolisme untuk dibawa keluar
melalui paru, ginjal dan hati.

Jantung

Meskipun secara anatomis jantung hanya sebuah organ, tapi secara fungsional jantung
dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kiri dan bagian kanan yang mana setiap bagian terdiri
dari sebuah atrium dan sebuah ventrikel. Atrium merupakan saluran dan pompa pertama ke
ventrikel, sementara ventrikel sendiri berfungsi sebagai pompa utama. Ventrikel kanan menerima
darah dari vena sistemik (yang miskin oksigen) dan memompanya ke sirkulasi pulmonal,
sementara ventrikel kiri menerima darah dari vena pulmonal (yang kaya oksigen) dan
memompanya ke sirkulasi sistemik. Katup-katup jantung mengalirkan darah secara langsung ke
tiap-tiap bagian jantung. Kerja dari pompa jantung adalah kesatuan kerja yang berlangsung
secara elektrik dan mekanik.

Jantung terdiri dari otot-otot stria yang secara khusus dilindungi oleh jaringan konektif
dan tulang. Otot-otot jantung dibagi menjadi atrium, ventrikel dan pacemaker serta sel-sel
konduktif. Rangsangan secara alamiah dari otot-otot jantung itu sendiri serta struktur yang unik
membuat jantung berfungsi sebagai pompa yang sangat efisien. Resistensi yang lambat terjadi
berturut-turut (antar disk) antara sel-sel otot jantung itu sendiri yang kemudian menjadi cepat dan
menghantarkan aktifitas listrik pada setiap bagian jantung. Aktifitas listrik jantung mulai
dihantarkan dari sebuah atrium ke atrium yang lain dan dari satu ventrikel ke ventrikel yang lain
melalui sebuah jalur konduksi spesifik. Tidak adanya hubungan langsung antara atrium dan
ventrikel kecuali melalui simpul Atrioventrikuler (AV) memperlambat konduksi dan membuat
kontraksi atrium lebih dahulu terjadi daripada ventrikel.
Potensial Aksi Jantung

Membran sel otot-otot jantung secara normal permeabel untuk K + tapi relatif
impermeabel untuk Na+. Sebuah membran mengandung Na+-K+ Adenosine Triphosphate (ATP)
yang mengandung K+ dengan konsentrasi di dalam sel lebih tinggi dan melakukan pertukaran
dengan Na+ yang lebih banyak berada di luar sel. Konsentrasi sodium dalam sel dijaga agar tetap
rendah, sedang konsentrasi potassium di dalam sel dijaga agar tetap tinggi dibandingkan pada
ruang ekstraseluler. Impermeabilitas relatif dari membran untuk kalsium juga dijaga agar tetap
tinggi diruang ekstrasel untuk ke sitoplasma. Perpindahan K + keluar sel dan penurunan
konsentrasinya dalam sel membuat keadaan dalam sel menjadi kurang positif. Sebuah potensial
aksi listrik terjadi melintasi membran, dimana keadaan dalam sel menjadi lebih negatif dibanding
keadaan di luar sel, karena keluarnya anion K +. Sehingga, potensial istirahat membran
menggambarkan keseimbangan antara dua ruang tersebut dimana perpindahan K+ menurunkan
konsentrasi K+ dalam sel dan aktifitas listrik yang negatif dari ruang intraseluler menjadi positif
hanya dengan ion potassium.

Potensial istirahat dari membran sel-sel ventrikel secara normal adalah -80 sampai dengan
-90 mV. Dibanding dengan jaringan yang lain (otot skelet dan saraf) ketika potensial
membran sel menjadi negatif dan menghasilkan nilai yang rendah, sebuah potensial aksi
yang lebih karakteristik (depolarisasi) terjadi. (Tabel 19-1 dan Gambar 19-1) Potensial aksi
yang segera terjadi pada membran sel otot-otot jantung menjadi + 20 mV.
Dibandingkan dengan potensial aksi pada serabut saraf, puncak dari potensial aksi pada
jantung diikuti oleh adanya fase plateau yang berlangsung sekitar 0,2-0,3 detik. Jika pada
potensial aksi otot skelet dan saraf ditandai oleh terbukanya fast sodium channel pada
membran sel, pada otot jantung ditandai tidak hanya oleh terbukanya fast sodium channel
(spike) saja tapi juga oleh pembukaan slow sodium channel (plateau).

Depolarisasi juga terjadi melalui penurunan yang cepat pada permeabilitas potassium.
Dengan mengembalikan permeabilitas potassium pada keadaan normal dan menutup sodium
serta kalsium channel maka hal tersebut dapat membuat keadaan potensial membran sel menjadi
normal kembali.

Tabel 19.1 Potensial Aksi Jantung

Fase Nama Peristiwa yang terjadi Perpindahan ion sel


0 Aktivasi Aktivasi cepat (pembukaan) Na+ Na+ masuk dan
channel menurunkan
permeabilitas
1 Awal Inaktivasi dari Na+ channel dan K+ keluar (IT0)
repolarisasi peningkatan permeabilitas dari
cepat K+
2 Plateau Aktivasi lambat pada Ca2+ Ca2+ masuk
channel
3 Akhir Inaktivasi dari Ca2+ channel dan K+ keluar
repolarisasi peningkatan permeabilitas K+
4 Potensial Permeabilitas menjadi normal K+ keluar, Na+ masuk ?
istirahat atau kembali (sel-sel atrium dan Ca2+ masuk
repolarisasi ventrikel). Keluarnya ion
diastolik intrinsik dari sodium secara
lambat atau mungkin juga Ca2+
kedalam sel sehingga terjadilah
depolarisasi spontan

Setelah depolarisasi, sel-sel secara tipikal menjadi refrakter sehingga normal kembali
lewat perangsangan depolarisasi sampai fase 4. Masa refrakter yang efektif adalah waktu
minimum diantara 2 impuls depolarisasi yang terjadi pada konduksi cepat otot-otot jantung,
periode ini secara umum tidak berhubungan dengan lamanya aksi potensial. Sebaliknya, masa
refrakter yang efektif pada konduksi lambat sel otot jantung dapat menyebabkan berakhirnya
durasi dari potensial aksi.
Gambar 19-1. Aksi potensial jantung. A: Karakteristik aksi potensial dari bagian yang berbeda
pada jantung B: Sel-sel pacemaker pada simpul SA dalam fase yang sama pada atrium dan
ventrikel dan tampak adanya penonjolan pada depolarisasi diastolik spontan. Lihat tabel 19-1.
Untuk penjelasan tentang fase-fase pada potensial aksi.
(Modified and reproduced, with permission, from Ganong WF: Review of Medical Physiology,
20th ed. McGraw-Hill, 2001.)

Tabel 19-2 Ion Channel Jantung

Voltage-gate

Na+

T Ca2+

L Ca2+

K+

Keluar sementara

Seimbang kembali

Seimbang kembali dengan lambat

Ligand-gate K+ channel

Aktivasi Ca2+

Aktivasi Na+

ATP-sensitif

Aktivasi acetylcholine

Aktivasi asam arakhidonat

ATP = Adenosine Triphosphate


Tabel 19-2 berisi tipe-tipe dari ion channel pada membran otot jantung. Beberapa
diantaranya diaktivasi dari tegangan listrik membran sel yang berubah-ubah, sementara yang
lainnya karena ligand. Voltase-gate dari Na Channel mempunyai pintu luar (m) yang membuka
pada -60 sampai dengan -70 mV dan pintu dalam yang menutup pada -30 mV. Tipe T (transient)
voltase-gate kalsium channel berada pada fase 0 depolarisasi. Selama fase plateau (fase 2),
masuknya kalsium terjadi melalui tipe L, voltase-gate kalsium channel. Tiga tipe utama dari K +
channel bertanggungjawab terhadap repolarisasi. Hasilnya adalah pertama keluarnya potassium,
kedua bertanggungjawab untuk reaktivasi pendek (IKr) dan ketiga memproduksi reaktivasi aktin
secara lambat sehingga menyebabkan potensial membran sel menjadi normal kembali.

Inisiasi Dan Konduksi Dari Impuls Jantung

Impuls jantung secara normal berasal dari simpul atrioventrikuler, sekelompok sel-sel
pacemaker yang berada pada sulkus terminalis, di sebelah posterior dari saluran yang
menghubungkan antara atrium kanan dan vena cava superior. Sel-sel ini mirip dengan lapisan
luar membran yang rendah sodium (dan mungkin juga kalsium). Masuknya sodium secara
lambat membuat keadaan menjadi lebih negatif, membran potensial istirahat (-50 s/d -60 mV)
mempunyai tiga konsekuensi penting ; inaktivasi konstan dari sodium channel dengan cepat,
pada aksi potensial dengan nilai ambang -40 mV secara primer dapat melintasi kalsium channel
dengan lambat dan terjadi depolarisasi spontan yang teratur. Selama siklus ini, pengeluaran
sodium dari membran sel secara progressif membuat keadaan menjadi negatif, ketika nilai
ambang potensial telah dapat dicapai, kalsium channel akan terbuka, permeabilitas potassium
menurun dan mulailah aksi potensial. Untuk mengembalikan permeabilitas potassium ke nilai
normal pada simpul SA adalah membuat keadaan menjadi seperti pada membran potensial
istirahat

Rangsangan menyeluruh pada simpul SA secara normal berlangsung dengan cepat


melintasi atrium dan menuju ke simpul AV. Serabut otot-otot atrium secara khusus berhubungan
dengan cepat ke atrium kiri dan simpul AV. Simpul AV, berlokasi pada dinding septum , dari
atrium kanan sebelah anterior menuju ke sinus koronaria yang terbuka dan berpindah ke septum
dari katup trikuspid, yang terdiri dari 3 area yang berhubungan ; regio atas (AN), regio tengah
(N) dan regio bawah (NH). Meskipun regio atas tidak mendapat aktifitas intrinsik secara spontan
(otomatisitas) tapi regio lain mendapatkannya. Normalnya, nilai terendah dari depolarisasi
spontan pada area simpul AV rata-rata 40-60 x/menit setelah kerja dari simpul SA untuk
mengontrol denyut jantung. Banyak faktor yang dapat menurunkan depolarisasi dari simpul SA
atau meningkatkan otomatisitas dari area AV setelah area SA yang berfungsi sebagai pacemaker
untuk jantung.

Impuls-impuls yang berasal dari simpul SA pada keadaan normal berlanjut ke simpul
AV setelah sekitar 0,04 detik kemudian berlanjut setelah 0,51 detik. Perlambatan ini
menghasilkan konduksi yang lambat pada serabut-serabut kecil dari otot jantung pada simpul AV
dimana hal ini bergantung pada terbukanya slow kalsium channel pada potensial aksi.
Sebaliknya, konduksi dari impuls diantara sel-sel pada atrium dan ventrikel secara primer akan
mengaktifkan atau menginaktifkan fast sodium channel. Serabut-serabut bawah dari simpul AV
bergabung membentuk berkas HIS. Kelompok khusus dari serabut-serabut ini melintasi sekat
antar ventrikel sebelum terbagi menjadi cabang kiri dan kanan membentuk kesatuan jaringan
kerja yang disebut serabut Purkinje yang akan mendepolarisasi kedua ventrikel. Sebaliknya pada
jaringan simpul AV, serabut HIS-Purkinje memiliki kecepatan konduksi yang cepat dari jantung,
menghasilkan depolarisasi simultan yang berdekatan dari endokardium pada kedua ventrikel
(secara normal sekitar 0,03 detik). Perjalanan impuls dari endokardium ke epikardium melalui
otot-otot ventrikel berlangsung 0,03 detik. Walaupun demikian, impuls yang berasal dari simpul
SA, normalnya kurang dari 0,2 detik untuk mendepolarisasi jantung.

Halothane, enflurane, dan isoflurane menekan otomatisitas dari simpul sinoatrial (SA).
Obat-obat tersebut juga memberikan pengaruh secara langsung pada simpul atrioventrikuler
(AV), memperpanjang masa konduksi dan masa refrakter. Kombinasi efek semacam ini dapat
menjelaskan sering terjadinya takikardia pada pemberian antikolinergik untuk pasien dengan
sinus bradikardia selama pemberian anestesi inhalasi dimana perjalanan impuls dari pacemakers
lebih banyak dipercepat pada simpul SA.
Efek elektrofisiologik komponen obat-obat anestesi volatile dari otot-otot ventrikel
bekerjasama secara otonom dengan kompleks. Keduanya baik antiaritmia maupun
antiaritmogenik dapat digambarkan. Bentuknya dapat mengarah pada penekanan secara
langsung dari masuknya ion Ca2+, setelah itu terjadi penekanan potensiasi dari katekolamin (lihat
bab VII). Efek aritmogenik dapat mengaktifkan reseptor  dan β-adrenergik. Obat-obat induksi
intravena memiliki efek elektrofisiologik yang terbatas dalam penggunaan dosisnya di klinik.
Opiat, khususnya fentanyl dan sufentanil, dapat menekan konduksi jantung, meningkatkan
konduksi pada simpul AV dan masa refrakter dengan memperpanjang lamanya aksi potensial
dari serabut purkinje.

Anestesi lokal mempunyai pengaruh elektrofisiologik yang penting pada jantung


terutama pada konsentrasi darah dan secara umum berhubungan dengan toksisitas sistemik. Pada
kasus lidocaine, efek elektrofisiologik pada konsentrasi rendah dalam darah dapat berfungsi
terapeutik (lihat bab 48). Pada konsentrasi tinggi, lidocaine dapat juga menekan simpul SA. Obat
anestesi lokal yang memiliki potensiasi terbesar - bupivacaine dan potensiasi yang terkecil –
etidocaine dan rapivacaine- memiliki efek yang terbesar pada jantung, khususnya pada serabut
purkinje dan otot-otot jantung. Bupivacaine yang terikat dalam darah dapat menginaktifkan
sodium channel dengan cepat dan disosiasinya akan menurun. Hal ini dapat memicu terjadinya
sinus bradikardia dan henti jantung pada simpul sinus seperti halnya pada aritmia ventrikel yang
berat.

Penghambat kalsium channel adalah komponen organik yang dapat memblok


masuknya kalsium melalui tipe L tapi tidak melalui tipe T channel. Penghambat dihydropyridine
seperti nifedipine secara sederhana dapat menutup channel, sementara obat-obat yang lain seperti
verapamil dan derivat yang lain, diltiazem secara khusus terikat pada channel dalam
menginaktifkan fase depolarisasi (penggunaannya tergantung blokade).

Mekanisme Kontraksi

Kontraksi dari sel-sel otot jantung adalah hasil interaksi dari dua overlapping protein
kontraktil yang kaku, aktin dan miosin. Protein-protein ini terikat pada posisinya masing-masing
dimana setiap sel berperan pada saat kontraksi maupun relaksasi. Sel-sel memendek terjadi
ketika dua protein berinteraksi secara penuh dan menutupi satu sama lain. (Gambar 19-2)
Interaksi ini secara normal dicegah oleh dua regulasi protein, troponin dan tropomiosin ; troponin
terdiri dari 3 subunit, tropinin I, troponin C dan troponin T. Troponin mempengaruhi kerja aktin
pada interval yang teratur, sedangkan tropomiosin mempengaruhi pusat dari struktur aktin.
Peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel (dari 10-7 menjadi 10-5 mol/L), meningkatkan
kontraksi ion kalsium yang terikat pada troponin C. Hasil perubahan yang sesuai dalam regulasi
protein ini mengeluarkan bagian aktif dari aktin yang menyertai interaksi dari jembatan miosin
(terjadi overlapping). Bagian aktif dari fungsi miosin sebagai magnesium yang bergantung pada
ATP-ase dimana aktifitasnya meningkat melalui peningkatan konsentrasi kalsium dalam sel.
Waktu terjadinya berlangsung secara berturut-turut dan terjadi pelepasan pada jembatan miosin
melalui bagian aktif pada aktin. Adenosin Triphosphate (ATP) digunakan selama waktu tersebut.
Relaksasi terjadi jika kalsium secara aktif dipompa kembali ke dalam Retikulum Sarkoplasma
melalui Ca2+-Mg2+ ATPase, hasilnya akan menurunkan konsentrasi kalsium dalam sel bersamaan
dengan kompleks Troponin-Tropomiosin untuk mencegah interaksi antara aktin dan miosin.

Rangkaian Eksitasi-Kontraksi

Sejumlah kalsium dapat memicu kontraksi dimana kalsium masuk ke dalam sel melalui
slow channel selama fase 2. Sejumlah kecil kalsium yang memasuki slow channel memicu
pelepasan kalsium dalam jumlah yang besar dari tempat penyimpanannya dalam sel (Calcium
dependent-calcium release) dalam sisterna Retikulum Sarkoplasma.

Aksi potensial dari depolarisasi sel-sel otot dari T system memperluas tubulus dari
membran sel yang melintang pada sel dalam perkiraan yang sempit. Untuk serat-serat otot,
melalui reseptor dihydropyridine (voltage-gated channel). Permulaan potensial aksi ini akan
meningkatkan Ca2+ pada keadaan dimana sejumlah besar kalsium masuk melalui reseptor
Tyanodine, sebuah kalsium channel yang tidak bergantung voltage, dalam retikulum
sarkoplasma. Kekuatan kontraksi ini secara langsung bergantung pada besarnya masukan awal
dari kalsium. Selama relaksasi, ketika slow channel menutup, sebuah membran yang terikat ATP
mengaktifkan masuknya kembali kalsium ke dalam Retikulum Sarkoplasma.
Gambar 19.2. Rangkaian eksitasi-kontraksi dan interaksi antara aktin dan myosin. A :
depolarisasi dari membran sel bersamaan dengan masuknya kalsium ke dalam sel dan
pelepasan kalsium dari penyimpanannya dalam Retikulum Sarkoplasma. B : Struktur
Kompleks Aktin-Miosin. C : Kalsium terikat troponin bersamaan dengan interaksi antara
aktin dan myosin (Modified and reproduced, from Katz AM, Smith VE : Horp Pract 1969,
and from Braunwald E : The Myocardium Failure and Infarction, HP Publishing, 1974)

Kalsium juga dikeluarkan dari ruang ekstraseluler melalui pertukaran kalsium intrasel ke
ekstrasel yang mengandung banyak sodium melalui enzim ATPase pada membran sel. Jadi,
relaksasi jantung juga bergantung pada ATP.

Kuantitas dari kalsium intrasel, transport dan hal-hal yang mempengaruhi perpindahan
ion kalsium, tekanan maksimum yang dihasilkan, jumlah yang dapat menghasilkan kontraksi dan
jumlah yang dapat menghasilkan relaksasi penting untuk diperhatikan. Stimulasi simpatis
meningkatkan sejumlah kontraksi melalui peningkatan konsentrasi kalsium pada peningkatan
konsentrasi di reseptor β-1 adrenergik dalam siklus adenosine Monophosphate (c AMP) dalam
sel (lihat bab 12) melalui kerja dari perangsangan G-protein (lihat bab 18). Peningkatan cAMP
dapat segera membuka kalsium channel. Terlebih lagi, agonis adrenergik meningkatkan relaksasi
melalui peningkatan kalsium yang dibawa melalui Retikulum sarkoplasma. Penghambat
phosphatesterase, seperti teofilin, amrinone, amilrinone, memproduksi efek yang serupa dengan
jalan mencegah menurunnya cAMP dalam sel. Digitalis meningkatkan konsentrasi kalsium
dalam sel dengan jalan menghambat ikatan membran dengan Na +-K+ ATPase ; hasilnya adalah
peningkatan kecil Na+ intrasel bersama dengan masuknya Ca2+ melalui mekanisme pertukaran
Na+-Ca2+. Glukagon meningkatkan kontraktilitas melalui peningkatan level cAMP dengan jalan
mengaktivasi reseptor spesifik noradrenergik. Sebaliknya, pelepasan dari Acetylcholine diikuti
oleh stimulasi vagal yang menekan kontraktilitas melalui peningkatan siklus guanosine
Monophosphate (cGMP) dan menghambat adenylcyclase ; efek ini dimediasi oleh penghambat
G-protein. Asidofil memblok slow calsium channel dan hal ini juga akan menurunkan
kontraktilitas jantung dengan jalan mengubah kinetik dari kalsium transeluler.

Hasil studi menduga bahwa seluruh anestesi volatile dapat menekan kontraktilitas jantung
dengan menekan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel selama depolarisasi (lebih sering terjadi pada
tipe T dan L pada kalsium channel), mempengaruhi pergerakan dari ion Ca 2+ , kemudian
membawanya ke Retikulum Sarkoplasma, juga dapat menekan sensitivitas dari protein kontraktil
ke kalsium.
Halothane dan enflurane menekan kontraktilitas lebih besar daripada isoflurane,
sevoflurane dan desflurane. Induksi anestesi menekan potensiasi jantung dalam keadaan
hipokalsemia ; menghambat β-1 adrenergik dan menghambat Ca channel. Dosis nitrous oksida
juga bergantung pada penurunan kontraktilitas karena adanya penurunan Ca 2+ intrasel pada saat
kontraksi. Mekanisme kontraksi yang diperoleh dari anestesi intravena secara langsung belum
dapat dibuktikan dengan baik. Cara kerjanya hampir mirip. Seluruh obat-obat induksi intravena
yang utama, seperti Ketamin secara langsung memberikan efek pada kontraktilitas. Obat-obat
anestesi lokal juga menurunkan kontraktilitas jantung melalui masuknya ion kalsium dan
pelepasan dosis biasa. Bupivacaine, tetracaine dan ropivacaine menyebabkan penekanan yang
besar terhadap lidocaine dan chloroprocaine.

Innervasi Jantung

Serabut saraf parasimpatis mempersarafi atrium dan jaringan konduksi. Acetylcholine


bekerja pada reseptor spesifik pada jantung yaitu Reseptor Muskarinik (M2) untuk memproduksi
efek kronotropik negatif, dromotropik dan inotropik. Sebaliknya, serat saraf simpatis berasal dari
chorda spinalis Thoracic (T1-T4) dan berjalan ke jantung melalui ganglia cervicalis (stellata)
kemudian berjalan kembali sebagai saraf-saraf jantung. Pelepasan norepinefrin menyebabkan
efek kronotropik positif, dromotropik dan inotropik secara primer melalui pengaktifan dari
reseptor β1-adrenergik. Reseptor β1-adrenergik berada pada jumlah yang stabil dan sebagian
besar ditemukan pada atrium, aktivasinya meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas.
Reseptor β1-adrenergik mempunyai efek kronotropik positif.

Sistem persarafan otonom memiliki sisi yang jelas karena simpatis kanan dan nervus
vagus kanan secara primer mempengaruhi simpul SA sementara simpatis kiri dan nervus vagus
mempengaruhi simpul AV. Refleks vagal sering terjadi karena onset dan resolusi yang sangat
cepat, sementara simpatis mempengaruhi secara umum karena onset lebih cepat dan disipasi
secara berangsur-angsur. Sinus aritmia adalah variasi siklik pada denyut jantung yang
berhubungan dengan pernafasan (meningkat selama inspirasi dan menurun selama ekspirasi)
berhubungan dengan perubahan secara siklik pada vagal.
Siklus Jantung

Siklus jantung didefenisikan sebagai hasil kesatuan kerja elektrik dan mekanik.
(gambar 19-3). Sistole mengacu kepada kontraksi, sedang diastole mengacu kepada relaksasi.
Pengisian terbesar pada masa diastolik terjadi secara pasif sebelum kontraksi atrium. Kontraksi
atrium secara normal hanya berperan 20-30 % pada pengisian ventrikel. Tiga gelombang secara
umum diidentifikasi sebagai gambaran pada tekanan atrium (gambar 19-3). Gelombang a
mengikuti systole atrium, gelombang c mengikuti kontraksi ventrikel dan dapat dikatakan
menyebabkan penonjolan katup AV ke dalam atrium. Gelombang v mengacu pada tekanan yang
dibuat oleh aliran balik vena sebelum katup AV membuka kembali. Penurunan x adalah
penurunan pada tekanan diantara gelombang c dan v dan dapat dikatakan mengisi atrium melalui
kontraksi ventrikel. Inkompetensi dari katup AV pada bagian lain dari jantung mengakhiri
penurunan x pada sisi tersebut,menghasilkan penonjolan gelombang CV.
Gambar 19.3. Siklus Normal Jantung. Catatan bahwa terjadi korespondensi antara kerja
elektrik dan mekanik. (Modified and reproduced, with permission, From Ganong WF ; Revie
of Medical Phsiology, McGraw-Hill, 2001).

Penurunan y mengikuti gelombang v dan tampak menurun pada tekanan atrium sebagai
pembukaan katup AV. Simpul AV, pada akhir tekanan aorta berbentuk insisura dan
menggambarkan aliran balik segera ke dalam ventrikel kiri sebelum katup aorta menutup.

Hal-Hal yang Menentukan Keadaan Ventrikel

Diskusi tentang fungsi ventrikel biasanya mengacu kepada ventrikel kiri, beberapa
konsep digunakan juga untuk ventrikel kanan. Meskipun ventrikel kiri dan kanan fungsinya
seringkali dibicarakan secara terpisah, namun keduanya tidak saling terpisah satu sama lain.
Bagaimanapun, faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistolik dan diastolik dapat dibedakan.
Fungsi sistolik meliputi ejeksi ventrikel, sementara fungsi diastolik berhubungan dengan
pengisian ventrikel.

Fungsi sistolik ventrikel berhubungan erat dengan curah jantung yang dapat
didefenisikan sebagai jumlah darah yang dipompakan oleh jantung per menit. Disamping fungsi
kedua ventrikel secara berurutan, keluaran ventrikel secara normal juga seimbang. Curah
jantung dapat digambarkan sebagai berikut :

Cardiac output = Stroke Volume x Heart Rate

Dimana SV adalah stroke volume atau isi sekuncup (volume yang dipompakan oleh
jantung pada saat kontraksi) dan HR adalah denyut jantung. Untuk mengkompensasi variasi ini
menurut ukuran tubuh kita, curah jantung digambarkan dengan total permukaan tubuh :

CI = CO
BSA

Dimana CI adalah Cardiac Indeks dan BSA adalah total dari permukaan tubuh. BSA
biasanya digunakan berdasarkan BB dan TB. (Gambar 19-4) Normal CI adalah 2,5-4,2
liter/menit/m2. Karena Cardiac Indeks (CI) yang normal mempunyai range yang luas, maka hal
ini secara relatif tidak sensitif untuk mengetahui ukuran ventrikel. Meski demikian kelainan pada
CI sebagian besar menggambarkan kelainan pada ventrikel.
Gambar 19-4. Nomogram untuk mengukur area permukaan tubuh pada dewasa (A) dan anak
(B)
(From the formula of Du Bois and Du Bois: Arch Intern Med 1916;17:863. Copyright 1916,
American Medical Association. Reprinted with permission.)

Ukuran yang akurat dapat digunakan jika respon dari curah jantung untuk latihan dapat
dievaluasi. Dalam kondisi seperti ini, jika terjadi gagal jantung, kita meningkatkan dan menjaga
saturasi oksigen. Penurunan dari saturasi oksigen divena-vena memberikan respon dengan
meningkatnya kebutuhan dimana hal ini biasanya menggambarkan perfusi jaringan yang tidak
adekuat. Jadi pada keadaan dimana terjadi hipoksia atau anemia, tekanan oksigen vena-vena
(saturasi oksigen) adalah pengukuran yang tepat untuk menggambarkan keadaan curah jantung
yang adekuat.

Denyut Jantung

Curah jantung secara umum berhubungan secara langsung dengan denyut jantung
(gambar 19-5). Denyut jantung adalah fungsi intrinsik dari sinyal AV (depolarisasi spontan),
dimodifikasi dari faktor otonom, humoral dan lokal. Nilai normal intrinsik dari simpul SA pada
orang dewasa muda adalah 90-100 kali/menit, tapi menurun seiring dengan pertambahan usia
mengikuti rumus :
Gambar 19-5. Hubungan antara denyut jantung dan Cardiac Indeks

(Reproduced, with permission, from Wetsel RC : Critical Care : State of the Art 1981.
Society of Critical Care Medicine, 1981)

Terjadinya aktifitas vagal memperlambat denyut jantung dengan jalan merangsang


reseptor kolinergik M2, sementara aktifitas simpatis meningkatkan denyut jantung utamanya
melalui aktivasi reseptor β-1 adrenergik dan reseptor β-2 adrenergik. (lihat diatas).

Isi Sekuncup

Isi Sekuncup secara normal ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu preload, afterload
dan kontraktilitas. Analisa ini analog dengan hasil observasi laboratorium pada preparat otot
skelet. Preload adalah panjang otot terutama pada saat kontraksi, sedangkan afterload adalah
tekanan yang berlawanan dengan otot yang seharusnya berkontraksi . Kontraktilitas adalah suatu
keadaan intrinsik pada otot yang berhubungan dengan kemampuan untuk berkontraksi tapi tidak
bergantung pada keduanya baik preload maupun afterload. Sejak diketahui bahwa jantung terdiri
dari tiga dimensi dengan banyak ruang untuk pompa, keduanya baik bentuk geometrik ventrikel
dan disfungsi ventrikel juga dapat mempengaruhi isi sekuncup (tabel 19-3).
Tabel 19-3. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi Isi Sekuncup Jantung

Preload

Afterload

Kontraktilitas

Abnormalitas pergerakan membran

Disfungsi Katup

Preload

Preload adalah volume akhir diastolik, dimana secara umum bergantung pada pengisian
ventrikel. Hubungan antara curah jantung dan volume akhir diastolik ventrikel kiri dikenal
dengan Hukum Starling pada Jantung (gambar 19-6). Sebagai catatan bahwa denyut jantung
adalah konstan, maka curah jantung secara langsung langsung proporsinya berhubungan dengan
preload, dibawah volume akhir diastolik dimana jangkauannya terlalu luas. Sementara itu, curah
jantung tidak mengalami perubahan-atau mungkin malah mengalami penurunan. Pemanjangan
yang berlebihan dari ventrikel yang lain menyebabkan dilatasi berlebihan dan inkompetensi dari
katup-katup AV.
Gambar 19-6. Hukum Starling Pada Jantung

Hal-Hal yang Berhubungan Dengan Pengisian Ventrikel

Pengisian ventrikel dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor (tabel 19-4)


dimana faktor yang paling penting adalah aliran balik vena. Karena sebagian besar faktor-faktor
lain yang mempengaruhi aliran balik vena besarnya konstan, maka tekanan vena adalah faktor
yang paling utama. Peningkatan aktifitas metabolik mempengaruhi tekanan vena, jadi aliran
balik vena meningkatkan sebagian volume dari kapasitansi vena yang menurun. Perubahan dari
volume darah dan aliran balik vena penting karena dalam operasi maupun setelah operasi terjadi
perubahan dalam pengisian ventrikel dan curah jantung. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan pengisian ventrikel dan curah jantung secara normal dapat menjamin gradient
pada vena-vena kecil untuk memberikan aliran darah balik ke jantung yang mempengaruhi
pengisian jantung. Beberapa faktor yang mengalami perubahan termasuk didalamnya adalah
tekanan intrathorakal, postur (perubahan posisi selama operasi) dan tekanan pericardial (pada
penyakit-penyakit perikardial).

Tabel 19-4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Preload ventrikel

Aliran balik Vena

Volume Darah

Distribusi dari aliran darah

Posisi Tubuh

Tekanan intratorakal

Tekanan Perikardial

Irama Vena

Ritme (Kontraksi atrium)

Denyut Jantung

Hal-hal yang paling penting terutama yang berperan pada preload ventrikel kanan
adalah aliran balik vena. Pada keadaan dimana aliran berkurang pada paru adalah
disfungsi ventrikel kanan, aliran balik vena juga adalah faktor utama yang berperan pada
preload ventrikel. Secara normal, volume akhir diastolik yang dihasilkan dari kedua ventrikel
hampir sama.

Baik denyut jantung maupun irama jantung dapat mempengaruhi preload ventrikel.
Peningkatan denyut jantung berhubungan dengan jumlah terbesar penurunan pada diastole atau
sistole. Pengisian ventrikel disini secara progresif mengalami penurunan pada peningkatan
denyut jantung ( lebih dari 120 kali/menit pada orang dewasa). Menurunnya pengisian ventrikel
(atrial fibrillasi), tidak efektifnya kontraksi atrium (atrial flutter), lamanya kontraksi jantung
(aritmia lambat atau irama konduksi) dapat juga menurunkan pengisian ventrikel sebanyak 20-30
%. Karena peranan atrium pada pengisian ventrikel adalah penting untuk menjaga tekanan
diastolik ventrikel tetap rendah, pasien dengan komplians ventrikel yang menurun lebih banyak
dipengaruhi oleh kehilangan waktu sistole yang normal.

Fungsi Diastolik dan Komplians Ventrikel

Volume akhir diastolik ventrikel sulit didefenisikan secara klinis. Beberapa alat dua
dimensi Transesophageal Echocardiography (TEE), Radionucleotide imaging dan contrast
ventriculography hanya dapat mengukur taksiran dari volume. Left Ventriculer end-diastolic
pressure (LVEDP) atau tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dapat digunakan untuk
pengukuran volume dan tekanan ventrikel (komplians ventrikel) yang konstan. Sayangnya,
komplians ventrikel secara normal tidak berbentuk garis lurus (nonlinear) (gambar 19-7).
Walaupun demikian, karena peningkatan fungsi diastolik menurunkan komplians ventrikel,
LVEDP yang sama menggambarkan penurunan preload. Beberapa faktor telah diketahui
mempengaruhi fungsi diastolik ventrikel dan komplians. Sehingga, pengukuran LVEDP (seperti
pada tekanan kapiler pulmonal) mengembalikan sebagian besar jumlah dari preload ventrikel
(lihat bab 6). Tekanan vena sentral juga dapat digunakan sebagai indeks dari preload ventrikel
kanan sebagaimana halnya preload ventrikel kiri pada sebagian besar individu yang normal.
Gambar 19-7. Komplians Ventrikel normal dan abnormal

Faktor-faktor yang mempengaruhi komplians ventrikel dapat dibagi berdasarkan


hubungannya dengan relaksasi (komplians awal diastolik) dan kekakuan pasif dari
ventrikel (komplians lambat diastolik).Hyperthrophy, iskemia dan penurunan komplians
awal yang tidak sinkron, hipertrofi dan fibrosis menurunkan komplians lambat. Faktor-
faktor ekstrinsik (seperti penyakit-penyakit perikardial, pemanjangan yang berlebihan dari
ventrikel kontralateral, meningkatkan jalan nafas atau tekanan pleura, tumor dan kompressi
bedah) dapat meurunkan komplians ventrikel. Karena secara normal dinding ventrikel kanan
lebih tipis, maka komplians dari ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel kiri.

Afterload

Afterload untuk jantung yang intak pada keadaan biasa diseimbangkan oleh tekanan
pada dinding ventrikel selama sistole. Tekanan pada dinding ventrikel dapat didefenisikan
sebagai tekanan dari ventrikel yang didapat melalui penurunan kavitas. Jika ventrikel
digambarkan menurut hukum laplace :

Sirkumferensial stress = P x R
2xH

Dimana P adalah tekanan dalam ventrikel, R adalah jari-jari ventrikel dan H adalah
tebal dinding ventrikel. Meskipun normalnya ventrikel biasanya berbentuk ellips, hubungan ini
masih sering digunakan. Peningkatan jari-jari ventrikel, peningkatan tekanan pada dinding
ventrikel dapat meningkatkan tekanan ventrikel. Jadi, penebalan dinding ventrikel menurunkan
tekanan pada dinding ventrikel

Tekanan sistolik dalam ventrikel bergantung pada sejumlah kontraksi ventrikel ;


viskoelastisitas dari aorta, cabang-cabang proksimal dan darah (viskositas dan densitas) serta
Systemic Vascular Resistance (SVR). Faktor arteriole adalah penentu utama pada SVR. Karena
viskoelastisitas aorta secara umum adalah konstan pada beberapa pasien, afterload dari ventrikel
biasanya diketahui secara klinis dengan SVR, yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

SVR = 80 x MAP – CVP

CO

Dimana MAP adalah tekanan arteri rata-rata dalam milimeter merkuri, CVP adalah
tekanan vena sentral dalam milimeter merkuri dan CO adalah curah jantung dalam liter per
menit. Normal SVR adalah 900 – 1500 dynes.detik.cm-5. Tekanan darah systole dapat digunakan
sebagai taksiran dari overload ventrikel kiri pada keadaan perubahan secara kronik dalam
ukuran, bentuk atau penebalan dinding ventrikel atau perubahan secara akut pada resistensi
vaskuler sistemik. Beberapa ahli klinik menggunakan CI. CO dihitung dalam Indeks Resistensi
Vaskuler Sistemik (SVRI), jadi SVRI = SVR x BSA.
Afterload ventrikel kanan sebagian besar bergantung pada resistensi pada pulmonum
digambarkan dengan persamaan :

PVR = 80 x PAP –LAP

CO

Dimana PAP adalah tekanan rata-rata arteri pulmonal dan LAP adalah tekanan atrium
kiri. Dalam prakteknya, PCWP biasanya digunakan untuk memperkirakan LAP (lihat bab 20).
Normal PVR adalah 50-150 dyne.sec.cm-5.

Curah jantung berhubungan dengan afterload (gambar 19-7). Ventrikel kanan lebih
sensitif mengalami perubahan pada keadaan afterload dibanding ventrikel kiri karena bentuk
dindingnya lebih tipis.

Curah jantung pada pasien dengan gagal ventrikel kanan atau kiri sensitif terhadap
peningkatan curah jantung secara akut pada afterload. (Gambar 19-8) Hal tersebut secara khusus
terlihat dari penurunan tekanan pada myocardium (sering terjadi pada pemberian anestesi).
Gambar 19-8. Hubungan antara curah jantung dan afterload. A : Efek dari peningkatan
afterload pada Cardiac Index. B : Sebagai catatan bahwa disfungsi miocard dapat
menyebabkan peningkatan yang lebih sensitif pada afterload.
Kontraktilitas

Kontraktilitas jantung (efek inotropik) adalah aktifitas intrinsik myocardium pada


keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada preload atau afterload). Kontraktilitas
berhubungan dengan pemendekan dari sejumlah otot-otot jantung dan hal tersebut bergantung
pada konsentrasi kalsium dalam sel selama sistole. Peningkatan dari denyut jantung dapat
meningkatkan kontraktilitas pada beberapa kondisi, karena adanya peningkatan dari kalsium
intrasel.

Kontraktilitas dapat berubah dengan adanya faktor humoral, neural dan farmakologik.
Aktifitas saraf-saraf simpatis secara normal memiliki efek yang sangat penting pada
kontraktilitas. Serat saraf simpatis mempersarafi otot-otot atrium dalam ventrikel seperti simpai
jaringan. Sebagai tambahan pada keadaan kronotropik positif, pengeluaran norepinefrin
meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-1. Reseptor-reseptor adrenergik bukan
hanya didapatkan pada myocardium tapi terdapat juga sejumlah kecil pengaruh inotropik positif
atau pengaruh efek kronotropik. Obat-obat simpatomimetik dan sekresi epinefrin serta glandula
adrenal cara kerjanya serupa yaitu untuk meningkatkan kontraktilitas melalui aktivasi reseptor β-
1.

Kontraktilitas jantung dapat ditekan pada keadaan anoksia, asidosis berkurangnya


katekolamin dari tempat penyimpanan dari reseptor di jantung dan hilangnya fungsi dari massa
otot yang menyebabkan terjadinya iskemia atau infark. Obat-obat anestesi dan obat-obat
antibiotik kebanyakan berefek inotropik negatif (misalnya, dapat meningkatkan kontraktilitas)

Abnormalitas Dinding Jantung

Abnormalitas regional dari dinding jantung dapat menyebabkan kegagalan jantung


(lihat analogi preparat jantung yang normal dan otot skelet). Abnormalitas ini terjadi oleh karena
adanya iskemia, jaringan parut, hipertrofi, atau perubahan konduksi). Jika kavum ventrikel tidak
mengalami pengerutan secara simetris atau tidak terisi secara penuh, ventrikel yang kosong
kemudian mengalami kerusakan. Hipokinesia (menurunnya kontraksi), akinesia (gagal
berkontraksi) dan dyskinesis (penonjolan paradoks) selama keadaan sistole mencerminkan
peningkatan derajat dari kontraksi yang abnormal. Meskipun kontraktilitas dapat normal pada
beberapa area, area abnormal lain dari ventrikel dapat mengalami kerusakan pada keadaan
kosong dan menurunkan volume sekuncup. Beratnya kerusakan ini bergantung pada ukuran dan
jumlah area yang berkontraksi secara abnormal.

Disfungsi Katup

Disfungsi katup pada jantung yang terdiri dari empat katup dan dapat disebabkan oleh
stenosis, regurgitasi (inkompetensi), atau keduanya. Stenosis dari katup AV (trikuspid atau
mitral) menurunkan volume sekuncup secara primer melalui penurunan preload ventrikel,
sementara stenosis dari semilunar (pulmonal atau aorta) menurunkan volume melalui
peningkatan afterload ventrikel (lihat bab 20). Sebaliknya, regurgitasi katup-katup jantung dapat
menurunkan volume sekuncup tanpa perubahan pada preload, afterload atau kontraktilitas dan
tanpa kerusakan pada dinding jantung . Volume sekuncup yang efektif diturunkan oleh volume
regurgitasi pada setiap kontraksi . Ketika katup atrioventrikuler menjadi inkompeten, bagian
penting dari volume akhir diastolik ventrikel dapat mengalir kembali ke dalam atrium selama
sistole. Serupa dengan itu, ketika katup semilunar mengalami inkompetensi, bagian dari volume
akhir diastolik mengalir kembali ke dalam ventrikel selama diastole.

Penilaian Fungsi Ventrikel

Kurva Fungsi Ventrikel

Penilaian Fungsi Ventrikel untuk melihat curah jantung atau isi sekuncup dibanding
preload dalam penggunaannya untuk mengevaluasi keadaan patologik dan memahami terapi
obat-obatan. Kurva fungsi ventrikel kanan dan kiri ditunjukkan pada gambar 19-9.
Gambar 19-9. Kurva fungsi dari ventrikel kanan dan kiri

Diagram volume-tekanan ventrikel lebih banyak digunakan karena dissosiasi


kontraktilitas dari preload dan afterload. Dua titik yang diidentifikasi pada diagram ; titik akhir
sistolik (End sistolik point/ESP) dan titik akhir diastolik (EDP).(gambar 19-10) Bentuk ini
mencerminkan fungsi sistole sedang yang lainnya lebih mencerminkan fungsi diastole. Untuk
beberapa keadaan yang diberikan kontraktilitas, setelah ESP berada pada garis yang sama,
contohnya, hubungan antara End-Sistole Volume dan End Sistolic pressure adalah konstan.
Gambar 19-10. Diagram Tekanan-Volume Ventrikel. A : Kontraksi tunggal ventrikel. Sebagai
catatan bahwa isi sekuncup menggambarkan perubahan volume pada axis x (perbedaan antara
volume sistolik akhir dan volume diastolik akhir). Dapat juga kita lihat bahwa area external yang
dibatasi bekerja pada ventrikel. B : Peningkatan preload dengan kontraktilitas dan afterload yang
konstan. C : Peningkatan afterload dengan preload dan kontraktilitas yang konstan. D :
Peningkatan kontraktilitas dengan preload dan afterload yang konstan. ESP = end sistolic point.
EDP = End diastolic point.
Penilaian Fungsi Diastolik

Perubahan pada tekanan ventrikel selama sistole (dP/dt) didefenisikan sebagai derivat
pertama dari kurva tekanan ventrikel dan seringkali digunakan sebagai pengukuran untuk
kontraktilitas. Kontraktilitas secara langsung proportional untuk dP/dt, tapi pengukuran yang
akurat dan nilai ini dibuktikan dengan kateter ventrikel yang mempunyai nilai akurasi tinggi.
Meskipun nilai tekana arteri menyimpang dari puncak pembuluh darah, nilai awal dari
munculnya tekanan (kemiringan) dapat diguanakan sebagai perkiraan kasar ; lebih proportional
dari kateter pada cabang-cabang arteri, maka kita mendapatkan ekstrapolasi yang akurat.
Penggunaan dari dP/dt juga terbatas karena dipengaruhi oleh preload, afterload dan curah
jantung. Variasi faktor-faktor koreksi dapat digunakan untuk kesuksesan yang terbatas.

Fraksi Ejeksi

Fraksi ejeksi ventrikel, fraksi dari volume akhir diastolik ventrikel banyak digunakan di
klinik untuk mengetahui fungsi sistolik.
EF dapat dihitung dengan rumus berikut :

EF = EDV-ESV

EDV

Dimana EDV adalah volume diastolik ventrikel kiri dan ESV adalah volume akhir
sistolik. EF yang normal diperkirakan 0,67 ± 0,08. Pengukuran ini dapat dibuat pada saat
preoperatif dari kateterisasi jantung, studi radionukleotide atau transthoracic (TEE). Kateter
arteri pulmonal dengan pengukuran cepat berupa respon suhu disertai pengukuran EF ventrikel
kanan. Sayangnya, peningkatan resistensi arteri pulmonal, menurunkan EF pada ventrikel kanan,
dapat mencerminkan afteload daripada kontraktilitas.

Penilaian Fungsi Diastolik


Fungsi diastolik ventrikel kiri dapat diukur secara klinis dengan menggunakan
ekokardiografi Doppler melalui transthoracic atau transesophageal. Kecepatan aliran diukur
melalui katup mitral selama diastole. Pola-pola ini menggambarkan disfungsi secara umum
berdasarkan pada waktu relaksasi sistemik, rasio dari puncak akhir diastolik (E) ke puncak akhir
sistolik (A) dan lamanya waktu dari E (DTE) (gambar 19-11).

Gambar 19-11. Elektrokardiografi Doppler dari aliran diastolik melalui katup mitral. A-D (dari
kiri ke kanan) menggambarkan peningkatan disfungsi diastolik berat.

Sirkulasi Sistemik

Pembuluh darah dibagi secara fungsional ke dalam arteri, arteriole, kapiler dan vena.
Arteri merupakan saluran yang memiliki tekanan yang tinggi yang menyuplai berbagai macam
organ. Arteriole adalah pembuluh darah yang kecil yang secara langsung mengontrol aliran
darah melalui Capillary bed. Kapiler adalah pembuluh darah yang berdinding tipis tempat
terjadinya pertukaran nutrisi untuk darah dan jaringan (lihat bab 28). Vena mengembalikan darah
dari Capillary bed kembali ke jantung.
Aliran darah dari berbagai komponen dari sistem sirkulasi ditunjukkan pada Tabel
19-5. Sebagai catatan bahwa sebagian besar volume darah berada dalam sistem sirkulasi sistemik
secara spesifik dalam arteri-arteri sistemik. Perubahan vena sistemik disertai perubahan fungs
ventrikel sebagai reservoir darah. Berdasarkan kehilangan darah atau cairan secara spesifik,
sistem simpatis dalam vena menurunakan kaliber dari pembuluh darah ini yang membuat darah
terdesak ke bagian lain dari sistem pembuluh darah. Dengan demikian, dilatasi vena disertai
pembuluh darah ini meningkatkan volume darah. Sistem simpatis pada pembuluh darah vena
merupakan faktor yang penting dalam menentukan aliran balik ke jantung. Kehilangan volume
ini pada induksi anestesi sering terjadi yang meneyebabkan terjadinya hipotensi.

Tabel 19-5. Distribusi normal dari volume darah

Faktor-faktor yang multipel mempengarhi aliran darah pada sistem pembuluh darah.
Hal ini meliputi mekanisme lokal dan metabolik, faktor derivat endothel, sistem saraf otonom
dan sirkulasi hormonal.

Autoregulasi

Sebagian besar jaringan meregulasi aliran darahnya sendiri (autoregulasi). Arteriole


secara umum berdilatasi dalam responnya menurunkan tekanan perfusi atau meningkatkan
tekanan dan menurunkan kebutuhan jaringan. Fenomena ini mirip dengan respon intrinsik pada
otot-otot polos yang dapat memanjang dan akumulasi dari vasodilator metabolik oleh produk-
produknya. Selanjutnya K+,H+, CO2, adenosine dan laktat masuk.

Faktor Derivat Endothel

Endotel vaskuler adalah metabolit aktif yang merupakan kolaborasi atau modifikasi
substansi yang secara langsung atau tidak langsung memainkan peranan utama dalam
mengontrol aliran dan tekanan pembuluh darah. Hal ini meliputi vasodilator (misalnya nitric
oxyde, prostacycline (PGI2), vasokonstriksi (misalnya endothelin, Thromboxan A2), anti
koagulan (misalnya thrombomodulin, protein C), fibrinolitik (tissue plasminogen aktivator) dan
faktor-faktor yang menghambat aggregasi platelet (nitricoxyde dan PGI2). Nitric oxide disintesis
dari arginin melalui sintesis nitric oxyde. Substansi ini memiliki sejumlah fungsi (lihat bab 13).
Pada sistem sirkulasi, hal ini memiliki vasodilator yang poten mengeluarkan sekret secara teratur
pada ikatan guanilate cyclase, peningkatan level cGMP dan memproduksi vasodilator.
Vasokonstriksi derivat endothel, endothel yang dikeluarkan bertanggung jawab pada pengeluaran
thrombin dan epinefrin.

Kontrol Otonom dari Pembuluh Darah Sistemik

Meskipun sistem simpatis dan parasimpatis merupakan faktor yang paling berpengaruh
pada sistem sirkulais, kontrol otonom pada pembuluh darah secara primer dipengaruhi oleh
simpatis. Aliran simpatis pada sirkulasi ini keluar dari chorda simpatis pada thoraks dan pada
dua segmen pertama dari vertebra lumbal. Serat-serat ini mencapai pembuluh darah melalui saraf
otonom yang spesifik atau melalui perjalanan sepanjang saraf spinal. Serat saraf simpatis
mempersarafi seluruh bagian dari pembuluh darah kecuali kapiler. Fungsi prinsipnya adalah
meregulasi pembuluh darah. Variasi dari irama pembuluh darah arteri melayani regulasi tekanan
darah atau distribusi aliran darah ke berbagai macam jaringan sementara variasi dari pembuluh
vena meningkatkan aliran balik ke jantung.
Pembuluh darah mempunyai efek vasokonstriksi simpatis dan vasodilator, tapi
bentuknya secara fisiologis penting pada sebagian besar jaringan. Simpatis memicu terjadinya
vasokonstriksi (melalui reseptor 1-adrenergik) yang bisa poten pada otot-otot skelet, ginjal, usus
dan kurang aktif pada otak dan jantung. Serat vasodilator yang sangat penting adalah otot-otot
skelet yang memediasi peningkatan aliran darah (melalui reseptor β 1-adrenergik) dalam respon
pada saat latihan. Depresi pada pembuluh darah (vasovagal) syncope, dapat terjadi jika terjadi
tekanan emosional yang berhubungan dengan peningkatan aktifitas simpatis, yang dihasilkan
dari aktivasi refleks baik dari vagal dan serat vasodilator simpatis.

Simpatis dan sistem otonom mempengaruhi jantung dengan jalan mengontrol pusat
vasomotor pada formatio retikularis dari medulla dan pons bagian bawah. Area vasokonstriktor
dan vasodilator dapat dimodifikasi. Vasokonstriktor dimediasi dari area dibawah pons dan diatas
medulla. Sel-sel adrenergik pada area ini difokuskan pada kolumna intermediate. (lihat bab 18).
Hal ini juga bertanggungjawab terhadap sekresi adrenal dari katekolamin yang akan
meningkatkan automatisitas jantung dan kontraksi. Area vasodilator, yang berlokasi pada bagian
atas medulla, juga adrenergik tapi berfungsi sebagai saraf penghambat yang berada diatas area
vasokonstriktor. Kelaurnya vasomotor dimodifikasi dari impuls melalui sistem saraf pusat, dan
area lainnya dari batang otak. Area dipostlateral medulla menerima input dari vagal dan nervus
glossopharingeus dan memainkan peranan penting dalam memediasi berbagai macam refleks
sirkulasi. Sistem simpatis secara normal menjaga beberapa vasokonstriksi pembuluh darah. Hal
ini akan hilang jika terjadi pada simpatektomi yang sering menyebabkan terjadinya hipotensi
perioperatif.

Tekanan Darah Arteri

Aliran darah sistemik adalah pulsatil pada arteri-arteri besar karena aktifitas siklik
jantung. Hal ini akan meningkatkan kapiler seistemik, aliran yang kontinyu (laminar). Rata-rata
tekanan pada arteri besar, normal adalah 95 mmHg, dapat jatuh hampir mendekati nol pada vena
sistemik besar yang akan mengalirkan darah kembali ke jantung. Tekanan akan drop, mendekati
50 %, melalui arteriole-arteriole yang dihitung pada sebagian besar SVR.
MAP adalah pengukuran yang dihasilkan dari SVR x CO. Hubungan ini berdasarkan
analogi dari hukum ohm yang diaplikasikan pada sirkulasi :

MAP-CVP  SVR x CO

Karena CVP secara normal lebih kecil dibandingkan dengan MAP, bentuknya biasanya
tidak akurat. Dari hubungan ini, terjadinya hipotensi adalah hasil dari penurunan SVR, CO atau
kedua-duanya. Dalam menjaga tekanan arteri, harus diturunkan salah satunya sebagai
kompensasi melalui peningkatan yang lain. MAP dapat diukur sebagai integrasi rata-rata dari
gelombang tekanan arteri. Sebagai alternatif, MAP dapat dihitung berdasarkan rumus berikut :

MAP = tekanan diastolic + tekanan nadi


3

Dimana tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan distolik.
Tekanan nadi arteri secara langsung berhubungan dengan isi sekuncup tapi berlawanan secara
proporsional dengan komplians dari percabangan artery. Dengan demikian, penurunan tekanan
nadi dapat juga mengacu pada penurunan volume sekuncup, peningkatan SVR atau keduanya.

Transmisi gelombang arteri dari arteri besar ke arteri kecil di perifer lebih cepat
daripada kecepatan aliran darah, perjalanan gelombang tersebut berkisar 15 x kecepatan darah
pada aorta. Bagaimanpun, gambaran dari gelombang tekanan nadi yang dipancarkan pada
dinding arteri yang luas sebelum gelombang pulsa secara lengkap mengecil pada arteri-arteri
kecil (lihat bab 6).
Kontrol dari tekanan darah arteri

Tekanan darah arteri diregulasi berturut-turut dari immediate, intermediate dan


pengaturan jangka panjang yang ditingkatkan oleh kompleks neural, humoral dan mekanisme
renal.

Kontrol immediate

Tekanan darah dikontrol dari menit ke menit secara primer berfungsi pada refleks SSO.
Perubahan pada tekanan darah dirasakan secara sentral (pada area hipothalamus dan batang otak)
dan secara perifer oleh sensor khusus (baroreseptor). Penurunan pada tekanan darah arterial
meningkat pada aktifitas simpatis, meningkatkan sekresi adrenal atau epinefrin dan menekan
aktifitas vagal. Hasil dari vasokonstriksi sistemik, peningkatan denyut jantung dan
meningkatkan kontraktilitas jantung adalah peningkatan tekanan darah. Sebaliknya
hipotensi menurunkan aktifitas simpatis dan meningkatkan aktifitas vagal.

Baroreseptor yang berlokasi pada bifurcatio dari arteri karotid dan arcus aorta.
Peningkatan tekanan darah meningkatkan rangsangan baroreseptor, menghambat vasokonstriksi
sistemik dan menurunkan aktifitas vagal. Baroreseptor karotis mengirim sinyal afferent ke pusat
sirkulasi dibatang otak melalui nervus Hering (cabang dari nervus glossopharingeal) sementara
sinyal afferent baroreseptor aorta berjalan sepanjang nervus vagus. Dari dua sensor perifer,
baroreseptor karotis secara fisiologis lebih penting dan secara primer bertanggungjawab untuk
meminimalkan tekanan darah yang dapat menyebabkan kejadian akut, seperti perubahan posisi.
Sensitifitas baroreseptor karotis terhadap MAP sangat efektif diantara tekanan 80 mmHg dan 160
mmHg. Adapatasi perubahan tekanan darah yang akut terjadi ± 1-2 hari dan menjadi tidak
efektif untuk kontrol tekanan darah jangka panjang. Seluruh anestesi volatile menurunkan respon
baroreseptor yang normal, tapi isoflurane dan desflurane memiliki efek yang kecil. Reseptor
kardiopulmonal yang berlokasi di atrium, ventrikel kiri dan sirkulasi pulmonal dapat
menyebabkan efek yang serupa.
Kontrol Intermediate

Pada waktu yang singkat, penurunan tekanan arteri bersama dengan peningkatan
simpatis dapat mengaktifkan sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (lihat bab 31), peningkatan
sekresi Arginin Vasopressin (AVP) dan peningkatan normal perubahan aliran kapiler. Baik
Angiotensin II dan AVP adalah vasokonstriktor arteri yang poten. Aliran intermediate ini
meningkatkan SVR. Berlawanan dengan formasi angiotensin II, yang sering ditandai dengan
hipotensi adalah bukti bahwa cukupnya sekresi AVP adalah menghasilkan keadaan
vasokonstriksi. Angiotensin mengkonstriksi arteriole melalui reseptor AT 1. AVP memediasi
vasokonstriksi melalui reseptor V1 dan menghasilkan antidiuretik reseptor V2.

Perubahan pada tekanan darah arteri dapat juga meningkatkan pertukaran cairan
dijaringan melalui efek sekunder pada tekanan kapiler. Hipertensi meningkatkan pergerakan
cairan interstitiel dari intravaskular, sedang hipotensi meningkatkan reabsorpsi cairan interstitiel.
Perubahan kompensatory dalam volume intravaskular dapat menyebabkan penurunan fluktuasi
pada tekanan darah. Secara khusus pada keadaan tidak adekuatnya fungsi ginjal (lihat berikut
ini).

Kontrol Jangka Panjang

Efek dari mekaniisme renal yang lambat mejadi cepat dalam beberapa jam dari adanya
perubahan pada tekanan arteri. Hasilnya, ginjal meningkatkan total sodium tubuh dan
keseimbangan cairan, dimana hal tersebut dapat mengembalikan tekanan darah menjadi normal.
Hipotensi menghasilkan retensi sodium (dan air), sedang hipertensi secara umum meningkatkan
ekskresi sodium pada individu yang normal (lihat bab 28).

Anatomi dan Fisiologi dari Sirkulasi Koroner

Anatomi
Suplai darah otot-otot jantung diperleh dari arteri koroner kiri dan kanan. (gambar 19-
12). Darah mengalir dari pembuluh darah epicardial ke endocardial. Setelah perfusi myocard,
darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronaria dan vena anterior jantung. Sejumlah kecil
aliran darah yang kembali secara langsung masuk ke dalam ruang-ruang jantung melalui vena
Thebessy

Arteri koroner kanan (RCA) secara normal menyuplai arteri kanan, sebagian besar
ventrikel kanan dan dalam jumla bervariasi pada ventrikel kiri (dinding inferior). Pada 85 %
penduduk, RCA ke arteri descent posterior (PDA), yang mensuplai septum interventrikuler
sedang pada 15 % orang-orang, PDA adalah cabang dari arteri koroner kiri dimana sirkulasi di
kiri lebih dominan.
Gambar 19-12. Anatomi dari arteri koroner pada pasien dengan sirkulasi pulmonal
yang dominan A : Posisi anterior oblique kanan B : Posisi anterior oblique kiri.

Arteri koroner kiri secara normal mensuplai atrium kiri dan sebagian besar septum
interventrikuler dari ventrikel kiri (septum anterior dan dinding lateral). Setelah perjalanan
pendek dari bifurcatio arteri koroner utama kiri ke dalam arteri descent anterior kiri (LAD) dan
arteri sirkumfleksi (CX) ; bentuk ini menyuplai septum dan dinding anterior. Pada sirkulasi
diminan kri, CX sepanjang AV dan berlanjut kembali sebagai PDA untuk mensuplai juga
sebagian besar septum posterior dari dinding anterior.

Arteri menyuplai simpul AV yang dapat berasal dari RCA ( 60 % dari individu atau
yang lainnya (sisanya 40 %). Simpul AV biasanya melalui RCA (85 %-90 %, atau sering tidak
ada, dari derivat PDA dan LAD. Dinding anterior dari katup mitral juga memiliki daerah yang
ganda yang memberikan suplai melalui cabang diagonal dari LAD dan berasal dari cabang CX.
Sebaliknya, postkapiler dari katup mitral biasanya disuplai dari PDA sangat banyak memiliki
disfungsi iskemik daerah-daerah yang berharga.
Hal-Hal yang Menentukan Perfusi Koroner

Perfusi koroner sifatnya unik, intermitten dibanding kontinyu, pada beberapa organ
lain, selama kontraksi, tekanan dalam otot jantung pada dinding kiri mendekati tekanan arteri
sistemik. Sejumlah kontraksi ventrikel hampir lengkap menutup bagian dalam jantung dari arteri
koroner ; pada aliran darah yang dapat sementara berlawanan dengan vena epicardial. Selama
beberapa saat setelah diastole, tekanan ventrikel kiri seringkali meningkatkan tekanan vena-vena
(atrium kanan) sehingga tekanan perifer koroner biasanya ditentukan oleh perbedaan
antara tekanan aorta atau tekanan ventrikel dan perfusi ventrikel kiri lebih besar masuk
selama sistole. Sebaliknya ventrikel kanan diperfusi selama sistole dan diastole (gambar 19-13).
Sehingga tekanan diastole arteri adalah faktor penting untuk menentukan aliran darah miocard
daripada tekanan rata-rata arteri :
Tekanan perfusi koroner = tekanan diastolik arteri – LVEDP

Gambar 10-13. Aliran darah koroner selama siklus jantung (Modified and reproduced,
with permission, from Berne RM, Levy MD : Cardiovascular Physiology 2end, Mosby,
1972)

Penurunan tekanan aorta atau peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel dapat menurunkan
tekanan perfusi koroner. Peningkatan denyut jantung juga menurunkan perfusi koroner. Secara
disproportional induksi lebih besar pada saat diastolik seperti meningkatkan denyut jantung
(gambar 19-14) Karena endocardium adalah subjek yang paling besar pada tekanan intramural
selama sistole, maka sangat penting untuk menjaga agar tidak terjadi iskemia pada saat terjadi
penurunan tekanan perfusi pada a.koroner.
Gambar 19-14. Hubungan antara waktu distole dan denyut jantung

Kontrol dari aliran darah koroner

Aliran darah koroner secara normal paralel dengan permintaan metabolik myocard.
Rata-rata orang dewasa, aliran darah diperkirakan 250 mL/menit pada saat istirahat.Myocard
meregulasi aliran darahnya sendiri secara tertutup diantara tekanan perfusi dari 50 mmHg dan
120 mmHg. Diantara range ini, aliran darah menjadi meningkat bergantung pada tekanan.

Dibawah kondisi normal, perubahan aliran darah bervariasi pada arteri koranaria
(resistensi) dalam responnya terhadap kebutuhan metabolik. Hipoksia secara langsung atau tidak
langsung melalui pelepasan adenosine- menyebabkan vasodilatasi koroner. Otonom
mempengaruhi secara umum penurunan ini. Baik reseptor 1 dan β2 berada pada arteri koronaria.
Reseptor 1 secara primer berlokasi pada area epicard yang lebih besar sedang reseptor β 2 lebih
banyak ditemukan pada daerah yang lebih kecil pada intramuscular dan subendocardial.
Stimulasi simpatis secara umum meningkatkan aliran darah miocard. Karena peningkatan
kebutuhan metabolik dan aktivasi predominan reseptor β2 . Efek parasimpatis dari pembuluh
darah koroner secara umum kecil dan menurunkan vasodilatasi.

Keseimbangan Oksigen Otot Jantung


Kebutuhan oksigen otot jantung secara normal adalah faktor yang paling menentukan
dari aliran darah miocard. Kontribusinya pada kebutuhan oksigen meliputi kebutuhan basal
(20%), aktifitas listrik (1%), volume kerja (15 %), dan tekanan kerja (64%). Miocard secara
normal membutuhkan 65 % oksigen pada pembuluh darah arteri dibanding organ yang lainnya
(lihat bab 22). Saturasi oksigen sinus koronaria secara normal 30 %. Jadi miocard dan jaringan
lainnya tidak dapat mengkompensasi reduksi aliran darah melalui ekstraksi lebih banyak oksigen
dari hemoglobin. Peningkatan pada kebutuhan metabolisme miocardium dapat dijumpai melalui
peningkatan aliran darah koronaria. Tabel 19-6 berisi faktor-faktor yang lebih penting dalam
penyediaan dan kebutuhan oksigen miocard. Sebagai catatan bahwa denyut jantung dan faktor
lain, tekanan akhir diastolik ventrikel adalah faktor-faktor yang paling penting dari penyediaan
kebutuhan tersebut.

Tabel 19-6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen otot
jantung

Suplai

Denyut Jantung

Waktu diastolik

Tekanan perfusi koroner

Tekanan diastolik aorta

Tekanan akhir diastolik ventrikel

Pemenuhan Oksigen Arteri

Tekanan oksigen arteri

Konsentrasi Hemoglobin

Diameter pembuluh darah koroner

Kebutuhan
Kebutuhan basal

Denyut Jantung

Tekanan dinding

Preload (jari-jari ventrikel)

Afterload

Kontraktilitas

Efek-efek obat-obat anestesi

Hampir semua obat-obat anestesi volatile adalah vasodilator arteri koronaria. Efeknya
pada aliran koroner bervariasi sebagai efek vasodilatasi obat-obat tersebut, menurunkan
kebutuhan metabolik miocard (dan secara sekunder menurunkan autoregulasi), dan efeknya pada
tekanan darah arteri. Meskipun mekanismenya tidak jelas, tapi dapat mengaktivasi ATP-sensitif
K+ channel dan menstimulasi reseptor adenosine. Halothan dan isofluran efeknya paling besar ;
secara primer bentuknya mempengaruhi pembuluh darah koroner yang besar. Sedang efeknya
yang lebih besar lebih banyak pada pembuluh darah yang kecil. Vasodilatasi lebih banyak
diakibatkan oleh desflurane yang mendekati secara primer secara otonom, dimana sevoflurane
menyebabkan vasodilatasi arteri koronaria.Untuk mengakhiri pembeian obat, dosis tergantung
dari otoregulasi yang lebih besar pada isoflaurane. Dipercayai bahwa anestesi volatil
menyebabkan fenomena steal koronaria pada manusia menjadi berkurang.

Komponen obat-obat volatile memiliki efek yang menguntungkan dalam terjadinya


iskemia miocard dan infark. Obat-obat ini tidak hanya menurunkan kebutuhan oksigen tapi juga
memproteksi terhadap jejas reperfusi ; efek ini dimediasi oleh pengaktifan ATP-sensitif K +
channel. Beberapa kepercayaan juga menduga bahwa anestesi volatile meningkatkan pemulihan
« stunned » miocard. Selebihnya pada beberapa kejadian, obat-obat ini menurunkan
kontraktilitas miocard, obat-obat tersebut secara potensial mempunyai keuntungan pada pasien
dengan gagal jantung karena dapat menurunkan preload dan afterload.
Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung terjadi karena kegagalan jantung untuk memompa sejumlah darah sesuai
dengan kebutuhan metabolik yang diperlukan diseluruh tubuh. Manifestasi klinisnya biasanya
mencerminkan efek dari penurunan curah jantung pada jaringan (misalnya lelah, kekurangan
oksigen, oksidasi), peningkatan tekanan darah disertai gagal ventrikel (terjadi kongesti vena
sistemik atau pulmonal) atau keduanya. Ventrikel kiri paling sering mengalami kegagalan,
biasanya juga terjadi sebagai efek sekunder dari kegagalan pada ventrikel kanan. Gagal ventrikel
kanan dapat terjadi pada keadaan penyakit-penyakit parenkim paru atau pemuluh darah paru.
Gagal ventrikel kiri biasanya terjadi karena disfungsi miocard (biasanya dari penyakit arteri
koranaria) tapi juga dapat berasal dari disfungsi katup, aritmia atau penyakit jantung.

Disfungsi diastolik dapat menyebabkan gejala-gejala gagal jantung sebagai hasil dari
hipertensi arteri (gambar 19-15). Penyebabnya meliputi hipertensi, Penyakit arteri koroner
Kardiomiopati hipertropik, dan penyakit perikardial. Disfungsi diastolik dapat memberikan
gejala-gejala gagal jantung yang terjadi dari fungsi sistolik normal, fungsi sistolik dan diastolik
keduanya berhubungan. Curah jantung menurun pada sebagian besar gagal jantung. Oksigen
tidak adekuat untuk disuplai ke jaringan yang mencerminkan tekanan oksigen vena yang lambat
dan peningkatan dari oksigen arteri vena mengalami perbedaan (lihat bab 22). Pada kompensasi
akibat gagal jantung, Perbedaan arteriole-vena normal dalam keadaan istirahat, tapi menjadi
cepat jika terjadi stress atau aktifitas.
Gambar 19-15. Volume tekanan ventrikel dalam hubungannya dengan isolated sistolik dan
disfungsi diastolik (Modified and reproduced, with permission, from Zile MR : Mod Concepts
Cardiovasc Disc 1990 : 59 :1)

Gagal jantung menurun berhubungan dengan peningkatan curah jantung. Bentuk dari
gagal jantung biasanya terjadi sepsis atau keadaan hipermetabolik lainnya yang secara tipikal
berhubungan dengan SVR.

Mekanisme Kompensasi

Mekanisme kompensasi utama secara umum terjadi pada pasien dengan gagal jantung
yang meliputi peningkatan preload, peningkatan aktifitas simpatis, aktivasi dari sistem renin-
Angiotensin-Aldosterone, pengeluaran AVP, dan hipertropi ventrikel. Meskipun mekanisme ini
dapat secara awal berkompensasi untuk keadaan ringan sampai sedang dari disfungsi miocard,
disertai peningkatan keadaan disfungsi menjadi berat hal ini secara aktual dapat berkontribusi
pada keadaan gagal jantung.

Peningkatan preload
Peningkatan ukuran ventrikel tidak hanya mencerminkan keadaan ketidakmampuan
aliran balik vena tapi juag penyediaan secara maksimal isi sekuncup melalui peningkatan kurva
starling pada jantung. (lihat gambar 19-6). Keadaan dimana EF mengalami penurunan,
peningkatan dari volume akhir diastolik dapat menjaga isi sekuncup tetap normal. Konegsti vena
dapat disebabkan oleh bendungan dari darah yang dapat menyertai gagal ventrikel dan
peningkatan dilatasi ventrikel secara cepat pada memburuknya keadaan klinis. Gagal ventrikel
kiri dapat terjadi dari kongesti vena pulmonal dan transudasi progressif dari cairan, pertama
masuk ke dalam intersitiel paru, kemudian ke alveoli (edema paru). Gagal ventrikel kanan terjadi
pada keadaan hipertensi vena, yang terjadi dari edema perifer, kongesti dan disfungsi hepar dan
asites. Dilatasi dari annulus katup AV lainnya menyebabkan regurgitasi katup, yang
mempengaruhi keadaan ventrikel yang buruk.

Peningkatan aktifitas simpatis

Aktivasi simpatis meningkatkan pelepasan norepinefrin dari akhiran sarah di jantung


dan sekresi epinefrin dari adrenal ke dalam sirkulasi. Level katekolamin plasma umumnya secara
langsung proposional terhadap tingkat disfungsi dari ventrikel kiri. Meskipun peningkatan aliran
simpatis dapat diawali dengan menjaga curah jantung melalui peningkatan denyut jantung dan
kontraktilitas, jika terjadi penurunan fungsi dari ventrikel menyebabkan peningkatan derjat
vasokonstriksi dalam upaya menjaga tekanan darah arteri. Hubungannya dengan peningkatan
afterload, menurunkan curah jantung dan menyebabkan meluasnya kegagalan ventrikel.

Aktivasi kronis simpatis pada pasien dengan gagal jantung sering menurunkan respon
reseptor adrenergik (menurunnya regulasi jumlah reseptor dan cadangan katekolamin jantung).
Gagal jantung dapat meningkat bergantung pada sirkulasi katekolamin. Hal ini terlihat pada
pengaruh saraf simpatis atau penurunan pada sirkulasi katekolamin yang terjadi setelah induksi
anestesi sehingga hal ini dapat menyebabkan decompensasi kordis akut. Bagaimanapun, gagal
jantung meningkat bergantung pada sirkulasi katekolamin. Pengambilan kembali pada aliran
simpatis atau penurunan level sirkulasi katekolamin seperti pada keadaan-keadaan berikut pada
induksi anestesia dapat menyebabkan dekompensasi akut pada jantung. Penurunan densitas dari
reseptor M2 juga menurunkan pengaruh parasimpatis pada jantung.
Aktivasi simpatis meredistribusi kembali aliran darah sistemik melalui kulit, usus, ginjal
dan otot skelet ke jantung dan otak. Peningkatan perfusi ginjal bersamaan dengan aktivasi dari
reseptor β1 adrenergik pada apparatus jukstaglomerular yang mengaktivasi sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron (lihat bab 36) yang menyebabkan retensi sodium daerah interstitial.
Sehingga, vasokonstriksi sekunder dalam meningkatkan level Angiotensin II dapat pula
meningkatkan afterload dari ventrikel kiri menyebabkan penurunan dari fungsi sistolik yang
dapat dihitung untuk enzym inhibitor angiotensin pada gagal jantung. Simpatis juga meningkat
pada beberapa pasien dengan blokade reseptor β-adrenergik.

Level sirkulasi AVP kadang dua kali lebih normal pada gagal jantung yang berat.
Peningkatan AVP meningkatkan afterload ventrikel dan bertanggung jawab pada defek
pembersihan air melalui hubungannya dengan hiponatremia (lihat bab 28).

Atrial Natriuretic Peptide ditemukan predominan pada atrium. Hormon ini dilepaskan
pada keadaan dsitensi atrium dan memperbaiki keadaan gagal jantung. Komponen ini adalah
vasodilator yang poten dan memiliki efek angiotensin, aldosteron dan AV.

Hipertropi Ventrikel

Hipertropi ventrikel dapat terjadi dengan atau tanpa dilatasi, bergantung pada tipe stress
pada ventrikel. Ketika jantung melakukan tekanan atau terjadi volume yang berlebihan, respon
awalnya dalh meningkatkan pemanjangan sarkomer dan secara optimal terjadi overlapping
antara aktin dan miosin. Seiring dengan itu, massa otot ventrikel dapat meningkatkan respon
terhadap stress abnormal.

Pada volume berlebihan dari ventrikel kemungkinan adalah peningkatan pada stess
dinding sistolik.Peningkatan massa otot ventrikel hanya kompensasi dalam peningkatan
diameter. Rasio dari jari-jari ventrikel pada perubahan penebalan dinding tidak mengalami
perubahan. Pemanjangan sarkomer untuk indikasinya, hasilnya adalah hipertropi eksenstrik
meskipun EF ventrikel tertekan, peningkatan volume akhir diastolik dapat menjaga curah jantung
tetap normal (dan curah jantung).
Masalah pada tekanan ventrikel yang berlebih atau peningkatan stress pada dinding
sistole sarkomer dalam kasus ini umumnya bereplikasi secara paralel, hasilnya adalah hipertropi
konsentrik. Hipertropi adalah rasio dari penebalan dinding ventrikel dengan jari-jari ventrikel.
Dapat kita lihat pada hukum Laplace, dinding ventrikel dapat menjadi normal .Hipertropi
ventrikel khususnya dapat disebabkan oleh tekanan yang berlebihan biasanya menyebabkan
disfungsi progressif diastolik.

Diskusi Kasus Pasien dengan interval P-R yang pendek

Seorang laki-laki umur 38 tahun dijadualkan untuk bedah sinus endoskopik karena
keluhan sakit kepala. Dari anamnesis didapatkan sakit kepala dialami setiap kali selama keluhan
ini. Pada EKG preoperatif didapatkan keadaan normal, kecuali interval P-R 0.116 detik dengan
gelombang P normal.

Apa Signifikansi dari pendeknya interval P-R?

Interval P-R adalah pengukuran yang didapatkan dari permulaan depolarisasi atrium
(gelombang P) ke permulaan depolarisasi ventrikel (kompleks QRS) normalnya terlihat dari
waktu depolarisasi keduanya, atrium dan simpul atrioventrikuler (AV) dan serabut His-Purkinya.
Meskipun interval P-R dapat bervariasi pada denyut jantung, normal durasinya adalah 0,2 detik.
Pada keadaan abnormal, pendeknya interval P-R dapat terlihat dari lambatnya atrium (untuk
konduksi AV) irama atau fenomena preeksitasi. Dua yang biasanya berbeda dari morfologi
gelombang P ; dapat menurunkan irama atrium dan depolarisasi atau retrograde hasilnya adalah
peningkatan gelombang P diikuti II, III dan avF dengan preeksitasi , gelombang P normal selama
sinus ritme. Jika pacemaker berasal dari fokus konduksi AV bawah, gelombang P dapat hilang
pada kompleks QRS atau mengikuti QRS.

Apa itu preeksitasi ?

Preeksitasi biasanya mengarah ke depolarisasi awal dari ventrikel melalui jalur


konduksi abnormal dari atrium. Sangat jarang, lebih dari satu jalur diketemukan. Sebagian besar
preeksitasi berasal dari keadaan jalur akesoris (bundle of Kent) yang menghubungkan antara satu
atrium dengan satu ventrikel. Hubungan abnormal ini antara atrium dan ventrikel diikuti oleh
impuls melalui simpul AV bypass (karena itu istilahnya adalah saluran bypass). Kemampuan
konduksi impuls dapat intermitten atau kadang dependent. Saluran bypass dapat menghubungkan
secara langsung keduanya, hanya retrograde (ventrikel ke atrium) atau sangat jarang hanya
anterograde (atrium ke ventrikel). Nama Wolf-Parkinsin-White (WPW) sindrome sering
digunakan untuk preeksitasi ventrikel yang berhubungan dengan takiaritmia.

Bagaimana preeksitasi dapat memendek pada interval P-R ?

Pada pasien dengan preeksitasi, impuls normal jantung berasal dari simpul sinoatrial (SA)
yang menghubungkan secara simultan melalui simpul AV yang normal dan jalur yang
menyimpang dari biasanya (traktus bypass). Karena konduksi lebih cepat pada jalur lain daripada
jalur simpul AV, impuls jantung meningkat lebih cepat dan depolarisasi dari ventrikel dapat
digambarkan dengan pemendekan dari interval P-R dan awal turunnya defleksi (gelombang
delta) pada kompleks QRS. Penyebaran impuls lainnya ke keadaan istirahat ventrikel akan
lambat karena harus dihubungkan melalui otot ventrikel, tidak melalui system purkinye yang
lebih cepat. Sisa dari ventrikel atau terdepolarisasinya impuls normal dari sinyal AV sebagai
pegangan untuk preeksitasi. Meskipun interval P-R memendek, hasil QRS adalah dapat
memanjang dan dilihat dari penggabungan kompleks depolarisasi normal dan abnormal
ventrikel.

Interval P-R pada pasien dengan preeksitasi bergantung pada waktu konduksi relative
antara jalur simpul AV dan jalur bypass. Jika konduksi yang melalui bentuk ini cepat ;
preeksitasi (dan gelombang delta) kurang menonjol, dan QRS secara relative akan normal. Jika
konduksi melambat pada jalur simpul AV, preeksitasi lebih menonjol dan ventrikel kiri akan
lebih terdepolarisasi melalui konduksi impuls abnormal. Ketika jalur simpul AV telah terblok
secara lengkap, ventrikel selanjutnya akan mengalami depolarisasi melalui jalur bypass, hasilnya
adalah interval P-R yang lebih pendek, penonjolan gelombang delta dan kompleks QRS. Faktor-
faktor lain dapat mempengaruhi derajat preeksitasi meliputi waktu konduksi antar atrium, jarak
dari akhir atrium dari tratus bypass dari simpul SA dari irama otonom. Interval P-R seringkali
normal atau hanya memendek dengan traktus bypass lateral kiri (sebagian besar lokasinya
bersama). Preeksitasi dapat lebih jelas terlihat pada denyut jantung yang cepat karena konduksi
yang lambat melalui simpul AV dengan peningkatan denyut jantung. Segmen sekunder dan
perubahan gelombang T juga karena depolarisasi abnormal ventrikel.

Apa gejala klinis yang signifikan dari preeksitasi?

Preeksitasi terjadi diperkirakan 0,3 % dari populasi secara umum. Diperkirakan 20-50
% pada orang-orang yang dipengaruhi meningkatkan paroksismal takiaritmia, secara typikal
paroksismal supraventrikel takikardia (PSPT). Meskipun sebagian besar pasien normal,
preeksitasi dapat dihubungkan dengan anomali jantung yang lain, meskipun anomali Ebstein,
prolaps katup mitral dan kardiomiopati. Bergantung pada konduksinya, traktus bypass pada
beberapa pasien dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya takiaritmia dan kematian secara
mendadak. Takiaritmia meliputi PSVT, atrial fibrilasi dan penurunan, atrial flutter. Fibrilasi
ventrikel dapat menjadi preeksitasi melalui waktu, rute kritis atrial prematur berjalan ke bawah
traktus bypass dan ventrikel pada priode yang penting. Aternatifnya, konduksi impuls yang lebih
cepat ke ventrikel melalui traktus bypass selama fibrilasi atrial dapat lebih cepat untuk iskemia
otot jantung, hipoperfusi dan hipoksia dan mencapai puncak pada fibrilasi ventrikel. Pengenalan
dari fenomena preeksitasi juga penting karena morfologi QRS pada penurunan ECG dapat
memperlihatkan blokade bundle branch, hipertropi ventrikel kanan, iskemia, infark miokard dan
takikardia ventrikel (selama atrial fibrilasi).

Apa yang menjadi signifikansi dari riwayat sinkope pada pasien ini ?

Pasien seharusnya dievaluasi preoperatif melalui ahli kardiologi untuk kemungkinan


studi elektrofisiologik, ablasi radiofrekuensi kuratif dari traktus bypass dan kebutuhan untuk
terapi preoperatif. Beberapa study mengidentifikasi lokasi dari traktus bypass, beralasan untuk
memprediksi potensial untuk atrium berat melalui program yang cepat dan mengukur efikasi dari
terapi antiaritmik jika ablasi kuratif tidak mungkin ; ablasi dilaporkan menjadi kuratif pada lebih
dari 90 % pasien. Riwayat sincope dapat menyimpang karena hal ini dapat berindikasi mampu
untuk menghubungkan impuls lebih cepat melalui traktus bypass, menyebabkan hipoperfusi
sistemik dan kadang sebagai predisposisi untuk kematian mendadak. Pasien dengan hanya
kadang-kadang tidak bergejala takiaritmia secara umum dibuktikan dengan investigasi dan terapi
profilaksis. Episode frekuensi dengan gejala signifikan untuk terapi dan evalusi tertutup.

Bagaimana takiaritmia secara umum dapat terjadi ?

Takiaritmia dapat terjadi sebagai hasil dari formasi impuls atau normal atau
propagasi impuls abnormal (reer\ntry). Impuls abnormal dapat berasal dari peningkatan
automatisitas, otomatisitas abnormal atau peningkatan aktifitas. Secara normal, hanya impuls
dari simpul AV, khususnya konduksi jalur atrial, area konduksi simpul AV dan depolarisasi
sistem His-Purkinye secara spontan. Karena repolarisasi diastolik (fase 4) lebih cepat pada
simpul SA, otomatisitas daerah ini tertekan.

Peningkatan otomatisitas abnormal pada area, bagaimanapun dapat mengambil alih


fungsi prematur dari simpul SA dan menyebabkan takiaritmia. Puncak aktifitas adalah hasil dari
depolarisasi lebih awal dari depolarisasi (fase 2 atau 3) atau repolarisasi atrial lambat (setelah
fase 3). Hal ini terjadi dari depolarisasi amplitudo dapat diikuti potensial aksi pada beberapa
kondisi di atrium, ventrikel dan alur His-Purkinye jika setelah depolarisasi ini meningkatkan
potensial aksi ; hal tersebut dapat menyebabkan ekstrasistole atau menyokong kembali untuk
terjadinya takiaritmia. Faktor yang dpat meningkatkan bentuk impuls abnormal meliputi
peningkatan level katekolamin, kelainan elektrolit seperti hipokalemia, hiperkalemia,
hipercalcemia,hipokasemia, hipoksia, stress mekanik dan keracunan obat (khususnya digoksin).
Gambar 19-16. Mekanisme reentry (lihat deskripsi berikut)

Mekanisme utama untuk terjadinya aritmia adalah reentry. Empat kondisi yang
diperlukan adalah permulaan dan reentry (gambar 19-16) ; (1) dua area pada myocardium
berbeda konduktivitasnya atau refrakrenya dan dapat menyebabkan rangkaian tertutup. (2) Jalur
yang berhubungan secara tidak langsung (gambar 19-16A dan 16B)Konduksi yang lambat atau
cepat pada sirkuit dapat memulihkan blok konduksi pada jalur (gambar 19-16C) dan eksitasi dari
awal blockade jalur untuk rangkaian komplit (gambar 19-16D) Reentry biasanya dipresipitasi
dari impuls premature jantung.

Apa mekanisme dari PSVT pasien dengan WPW syndrome?

Jika traktus bypass mengalami masa refrakter selama fase konduksi dari impuls jantung,
secara kritis waktu kontraksi prematur dari atrium dan impuls dihubungkan dengan konduksi dari
simpul AV dan impuls yang serupa dihubungkan secara retrograde dari ventrikel kembali ke
dalam atrium melalui traktus bypass. Impuls retrograde dapat mendepolarissai atrium dan
berjalan ke bawah jalur simpul AV kembali, meningkatkan sirkuit kontinyu kembali
(perpindahan sirkuit). Impuls yang terjadi antara jalur simpul AV dan traktus bypass. Istilah
konduksi yang tersembunyi digunakan karena hilangnya preeksitasi selama aritmia dengan hasil
QRS yang normal dengan gelombang delta.

Perpindahan sirkus meningkatkan konduksi anterograde melalui traktus by pass dan


konduksi retrograde melalui jalur simpul AV. Pada keadaan lain ; QRS memiliki gelombang
delta dan secara komplit abnormal ; arimia dapat hilang untuk takikardia ventrikuler.

Apa mekanisme lain yang bertanggungjawab pada PSVT ?

Pada keadaan WPW sindrome, PSVT dapat digunakan melalui reentry takikardia, simpul
AV rentri takikardia dan simpul AV serta atrium reentrant takikardia. Pasien dengan reentrant
takikardia mempunyai ekstranodal melalui traktus bypass ke WPW syndome., tapi traktus bypass
menghubungkan hanya retrograde ; preeksitasi dan gelombang delta hilang. PSVT dapat diawali
melalui APC atau kontraksi premur ventrikel (VPC). Retrograde gelombang P biasanya dilihat
dari depolarisasi atrial yang selalu mengikuti depolarisasi ventrikel.

Fungsi yang berbeda pada konduksi dan refrakter dapat terjadi dengan simpul AV,
simpul SA atau atrium ; traktus bypass yang berlebihan tidak diperlukan. Jadi pergerakan sirkus
dapat terjadi melalui skala yang kecil dengan simpul AV, simpul SA atau atrium. PSVT selalu
meliputi induksi selama reentry simpul AV melalui APC dengan pemanjangan interval P-R ;
retrograde gelombang P yang hilang atau menjalar ke kompleks QRS. APC yang lain dapat
mengakhir takiaritmia.

PSVT berhubungan dengan simpul SA atau reentry atrium yang selalu meningkat melalui
APC. Gelombang P biasanya terlihat dan mengalami pemanjangan awal dari interval P-R.
Morfologinya normal dengan reentry simpul SA dan abnormal dengan reentry atrial.

Bagaimana atrial fibrilasi pada pasien dengan WPW syndrome berbeda dari aritmia pada
pasien yang lain?

Atrial fibrilasi dapat terjadi ketika impuls jantung ihubungkan dengan cepat secara
retrograde ke dalam atrium dan tiba untuk mendapatkan bagian yang berbeda dari atrium ke fase
pemulihan dari impuls. Sekali atrial fibrilasi meningkat, konduksi ke dalam ventrikel sebagian
besar terjadi melalui traktus bypass karena jalur aksesory dapat berhubungan dengan cepat (tidak
seperti pada jalur simpul AV), angka ventrikel secara tipikal sangat cepat (180-300 x/ menit).
Sebagian besar kompleks QRS adalah ganjil, tapi konduksi periodic sebuah impuls melalui jalur
simpul AV nmenghasilkan kpmpleks QRS yang normal. Sehingga, impuls selama atrial fibrilasi
dapat dihubungkan secara garis besar melalui jalur simpul AV (yang menghasilkan sebagian
besar kompleks QRS yang normal) atau melaui kedua traktus bypass atau jalur simpuls AV
(menghasilkan gabungan dari normal, fusi dan kompleks QRS). Sebagai tahap awal, atrial
fibrilasi pada pasien dengan WPW syndrome adalah aritmia yang sangat berbahaya.

Apa obat anestesi yang aman digunakan pada pasien dengan preeksitasi?

Sejumlah kecil data membandingkan penggunaan komponen anestesi yang berbeda atau
teknik pada pasien dengan preeksitasi. Hampir sebagian besar obat intravena dapat digunakan
dengan baik. Anestesi volatile meningkatkan refrakter anterograde pada keadaan normal dan
jalur aksesori (enflurane lebih besar isoflurane lebih besar dari halothane) dan meningkatkan
interval coupling (pengukuran dari kemampuan dari ekstrasistole untuk menginduksi takikardia.
Propofol, opiod dan benzodiazepine mempunyai efek elektrofisiologik yang kecil. Faktor yang
dapat menyebabkan stimulasi simpatis dan meningkatkan otomatisitas jantung adalah tidak
diinginkan. Premedikasi dengan benzodiazepin menurunkan aktivitas simpatis preoperative.
Komponen ini meningkatkan aktifitas simpatis seperti ketamin dan kadang pankuronium dengan
dosis bolus yang lebar, seharusnya secara umum dapat dicegah. Antikolinergik digunakan untuk
sebab-sebab tertentu; glicopyrolate dapat menjadi pengganti atropine. (lihat bab 11). Intubasi
endotrakeal seharusnya dilakukan dengan anestesi dalam (lihat bab 31). Sebelum pengobatan
dengan penghambat β-adrenergik seperti esmolol dapat digunakan. Pemberian anesthesia,
hiperkapnia, asidosis dan hipoksia transient akan mengaktivasi system simpatis. Ekstubasi yang
yang dalam dan posisi yang baik selama analgesia (dengan asidosis respiratorik) dapat mencegah
onset aritmia. Ketika pasien dengan preeksitasi teranestesi untuk study fsiolok dan bedah ablasi,
diberikan propofol dan benzodiazepine dapat menyebabkan karakteristik konduksi yang
meningkat.
Apa obat-obat antiaritmia yang selektif untuk takiaritmia?

Sebagian besar obat antiaritmia bekerja melalui peningkatan konduksi otot jantung (fase
0), repolarisasi (fase 3) atau otomatisitas (fase 4). Pemanjangan dari repolarisasi meningkatkan
rekfrakter dari sel. Banyak obat antiaritmia dapat berpengaruh secara langsung atau tidak
langsung. Ketika obat antiaritmia secara umum diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerja
atau efek elektrofisiologik (table 19-7). Sebagian besar system klasifikasi digunakan tidak
sempurna karena beberapa macam obat memiliki lebih dari satu mekanisme kerja. Selebihnya,
obat-obat yang baru mempunyai cara kerja yang spesifik dan unik ; sebagai contoh, kerja
defotilide pada kalsium channel dapat melambat.

Tabel 19-7. Klasifikasi obat-obat antiaritmia

Kelas Mekanisme Kerja Obat-obat Dosis awal


intravena
I Blokade fast sodium channel ;
menurunkan dari fase 0 (Vmax)
Ia Depresi sedang dari Vmax Quinidine1-3 NR
memperpanjang ADP
Procainamide1- 5-10 mg/kg
3
NA
Disopyramide1-
3

Ib Efek minimal dari Vmax Lidocaine 1-2 mg/kg


memperpendek ADP
Phenytoin 5-15 mg/kg

Tocainide NA

Mexiletine NA

Moricizine NA
Ic Tanda depresi dari Vmax Flecainide NA
meminimalkan efek daro ADP Propafenone NA
II Blokade reseptor β-adrenergik Propanolol 1-3 mg

Esmolol 0,5 mg/kg

Metoprolol 5-10 mg
III Memperpanjang repolarisasi Amiodarone4-6 150 mg

Bretylium7 5-10 mg/kg

Sotalol 8 NA

Ibutilide 1 mg

Dofetilide NA
IV Blokade slow kalsium channel Verapamil 2,5-10 mg

Diltiazem 0,25-0,35 mg/kg


V Variasi (bermacam-macam obat) Digoxin 0,5-0,75 mg

Adenosine 6-12 mg

Vmax = kecepatan maksimum ; ADP = action potential duration (lamanya aksi potensial) ; NR =
Not recommended (tidak direkomendasikan) ; NA = not available for IV use (cara pemberian
tidak dapat secara intravena)

1
Mempunyai efek antimuskarinik (aktifitas vagolitik)

2
Blokade reseptor -adrenergik

3
Memperpanjang repolarisasi

4
Terikat fast sodium channel yang terinaktivasi

5
Dapat menyebabkan blokade nonkompetitif reseptor  dan β

6
Blokade slow calcium channel

7
Pelepasan cadangan katekolamin dari akhiran saraf
8
Mempunyai aktifitas blok nonselektif β-adrenergik

Obat-obat yang selektif untuk antiaritmia secara umum bergantung pada aritmia dari
ventrikel atau supraventrikuler dan mengontrol secara akut atau kronik terapinya. Obat-obat
intravena biasanya digunakan untuk penatalaksanaan aritmia, dimana obat-obat oral digunakan
untuk terapi kronis. (Tabel-8)

Tabel 19-8. Farmakologi klinik dari obat-obat antiaritmia


Obat-obat apa yang biasa digunakan untuk takiaritmia pada pasien dengan WPW
syndrome?

Kardioversion (lihat bab 48) adalah pilihan pengobatan pada pasien dengan hemodinamik
yang baik. Adenosine adalah obat pilihan untuk PSVT karena durasinya singkat. Sejumlah kecil
dosis dari fenilepinefrin (100 µg) bersama dengan maneuver vagal (pengurutan carotid)
membantu meningkatkan tekanan darah dan mengakhiri aritmia. Penggunaan obat-obat
farmakologik seperti kelas 1 a khususnya procainamide. Obat-obat ini meningkatkan waktu
refrakter dan menurunkan konduksi dari jalur aksesoris. Selebihnya, kelas I a sering mengakhiri
dan dapat menekan rekurensi PSVT dan fibrilasi atrium. Kelas Ia dan amiodarone juga
digunakan karena konduksi yang lambat dan pemanjangan masa refrakter pada simpul AV serta
jalur aksesori. Obat-obat penghambat β-adrenergik juga digunakan khususnya untuk mengontrol
nilai ventrikel sekali terjadi peningkatan ritme. Verapamil dan digoksin adalah kontraindikasi
selama atrial fibrilasi atau flutter pada pasien ini karena obat-obat ini berbahaya untuk
mengakselerasi respon ventrikel. Kedua tipe obat-obat tersebut menurunkan konduksi melalui
simpul AV, mempersiapkan konduksi impuls ke bawah melalui jalur aksesori. Traktus bypass
dapat diguakan untuk konduksi impuls ke ventrikel lebih cepat daripada jalur simpul AV.
Digoksin juga meningkatkan respon ventrikel melalui pemendekan masa refrakter dan
meningkatkan konduksi pada jalur aksesori. Meskipun verapamil dapat mengakhiri PSVT, dapat
juga digunakan untuk mensetting dapat berbahaya karena pasien dengan atrial fibrilasi tidak
dapat dibedakan dari takikardia ventrikel pada pasien jika Takikardia dengan QRS melebar.
Prokainamide dapat dipersiapkan seperti lidokaine karena bentuknya secara umum efektif pada
aritmia.
HUBUNGAN FUNGSI JANTUNG DAN ANESTESI

Secara umum, anestesi memberikan efek analgesik, amnesia, hipnotis dan, relaksasi otot.
Pemberian anestesi bervariasi, dapat diberikan dari minimal sedasi hingga general anestesi.
General anestesi khususnya memberikan perubahan signifikan pada hemodinamik, khususnya
selama induksi anestesi. Penting diketahui, anestesi inhalasi maupun intravena dapat
memberikan efek bagi fungsi jantung, ini termasuk efek pada cardiac output, heart rate,
systemic vascular resistance, cardiac conduction system, kontraksi otot jantung, aliran darah
koroner. Pemilihan inhalasi atau intravena anestesi bergantung dengan adanya kelainan atau
penyakit jantung itu sendiri, seperti adanya gagal jantung dan hipovolemia.

A. Anestesi Inhalasi
1. Efek Pada Tekanan Darah dan Resistensi Vaskular Sistemik
Semua volatile anestesi (isoflurance,desflurane, sevoflurane dan halotan) mempengaruhi
fungsi dari jantung. Contohnya, golongan ini dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan relatif
dari MAP disebabkan karena penurunan resistensi vaskular sistemik, kontraksi dari miokard,
simpatetik output, atau kombinasi dari semua efek tersebut. Isoflurane,desflurane, dan
sevoflurane menyebabkan pengaruh yang lebih besar terhadap penurunan dari resistensi vaskular
sistemik dibandingan dengan halothane. Secara umum, volatile anestesi menurunkan sistemik
vaskular resisten disebabkan karena vasodilatasi perifer, kemudian meningkatkan aliran darah ke
kutaneus dan jaringan skeletal. Perlu dicatat penggunaan nitrous oxide menyebabkan perubahan
yang minimal dari resisten vaskular sistemik ketika diberikan secara tunggal.

2. Efek Pada Cardiac Conduction System dan Heart Rate


Lokasi dari baroreseptor terdapat disekitar dari aortic root, arteri carotis, dan lokasi lain
yang dapat mendeteksi perubahan perubahan dari tekanan darah arteri kemudian berpengaruh
pada fungsi dari kardiovaskular. Ketika peningkatan tekanan darah arteri terdeteksi oleh
baroreseptor, menyebabkan suatu reflex penurunan dari heart rate. Kemudian ketika terjadi
penurunan tekanan darah arteri menyebabkan reflex takikardi untuk menjaga cardiac output dan
perfusi organ. Penting diketahui, volatile anestesi berperan dalam penurunan aktivitas dari reflex
baroreceptor tersebut, dan respon kompensasi hemodinamik dilemahkan oleh volatile anestesi
tersebut.
Volatile anestesi juga menyebabkan artimia yang spesifik pada jantung. Khususnya,
volatile anestesi juga sudah dilaporkan menyebabkan penurunan aliran listrik jantung pada SA
node dan pemanjangan waktu konduksi listrik jantung pada ventrikel dan bundle his. Dan
dilaporkan juga halothane memilki efek yang sama yaitu terjadi peningkatan insiden dari
ventricular disaritmia, khususnya jika diberikan bersamaan dengan epinephrine. Namun, apabila
epinephrine diberikan bersamaan dengan golongan volatile memberikan minimal efek terjadinya
insiden dari ventrikel disaritmia.

3. Efek Pada Aliran Darah Koroner


Secara umum, volatile anestesi menyebabkan efek vasodilatasi pada pembuluh darah
coroner, dan isoflurance memiliki efek yang lebih besar dibandingkan halothane. Peningkatan
konsentrasi dari isoflurane juga meningkatkan aliran darah coroner dan berpotensi menyebabkan
“coronary steal syndrome”. Coronary steal disebabkan karena vasodilatasi dari arteri koroner
yang masih sehat dan terjadinya shunting darah dari miokard dari area yang beresiko menuju ke
area yang tidak beresiko. Pada penyakit arteri coroner, area yang beresiko iskemik dari miokard
yang iskemik memiliki arteri coroner yang vasodilatasinya maksimal. Desflurane dan
sevoflurane tidak memiliki efek yang berkaitan dengan “coronary steal syndrome” tersebut.

4. Efek Pada Kontraksi dan Cardiac Output


Volatile anestesi menekan kontraksi dari miokard dengan menginduksi perubahan dari
aliran ion kalsium. Halotan memilki efek yang lebih besar dibandingkan isoflurane, desflurane,
dan nitrit oxide dalam menurunkan kontraksi dari miokard. Isoflurane dan sevoflurane
menyebabkan efek yang minimal dalam kontraksi miokard dan memiliki efek menjaga cardiac
output dengan baik. Pemberian nitrit oxide yang dibarengi dengan golongan opioid contohnya
fentanyl, efek simpatomimetik menjadi tidak ada, yang menyebabkan penurunan signifikan dari
MAP dan cardiac output.
Peningkatan pemberian konsentrasi desflurane secara mendadak pada pasien
menyebabkan peningkatan signifikan pada simpatetik output, yang menyebabkan heart rate dan
MAP. Mekanisme stimulasi simpatetik ini disebabkan oleh iritasi saluran nafas dan iritasi dari
paru yang disebabkan oleh konsentrasi yang tinggi dari desflurane. Pemberian sevflorane tidak
menyebabkan peningkatan efek dari simpatetik output, walaupun pemberiannya dengan cepat
dan konsentrasi yang tinggi, dan pemberian sevoflurane dengan cepat dan konsentrasi yang
tinggi dapat ditoleransi dengan baik pada anak.
ANESTESI INTRAVENA
1. Barbiburat
Secara umum, barbiburat menyebabkan depresi dari central nervus system dengan cara
meningkatkan efek dari GABA. Tiopental dan metohexital adalah golongan barbiburat yang
digunakan untuk general anesthesia. Penting diketahui, pemberian thiopental secara injeksi pada
arterial menyebabkan vasospasme yang berat, yang dapat menyebabkan thrombosis, rusaknya
jaringan, atau bahkan menyebabkan gangrene. Pemberian barbiburat diikuti dengan terjadinya
penurunan dari MAP, yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan
kontraksi miokard. Dosis barbiburat terkait dengan kejadian miokard depresi, dan menyebabkan
sedikit penurunan respon dari baroreceptor pada aortia dan karotis, oleh karena itu terjadi
penuruan MAP dan menimbulkan reflex takikardi. Apabila pemberian barbiburat dibolus secara
pelan relatif dapat menjaga stabilitas dari hemodinamik dan apabila diberikan secara cepat
khususnya pada pasien hipovolemik dapat meningkatkan kejadian hipotensi tersebut.
2. Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine juga menyebabkan depresi dari central nervus system melalui
ikatannya dengan GABA. Golongan benzodiazepine seperti midazolam, dan diazepam
merupakan agen yang paling sering digunakan untuk efek sedasi, amnesia, dan anxiolysis.
Benzodiazepine tidak memiliki efek anlgesik. Pemberian induksi anestesi dengan midazolam
berkaitan dengan penurunan resistensi vaskular sistemik, tapi memiliki efek minimal pada
cardiac output, baroreseptor reflexnya masih baik, dan penurunan MAP menyebabkan
peningkatan yang responsif pada heart rate. Hal tersebut juga dilaporkan pada pemberian
diazepam, meskipun efeknya lebih minimal pada kardiovaskular dibandingkan midazolam.
Namun diazepam paling sering menyebabkan efek yang minimal pada perubahan tekanan darah
dan resistensi vaskular sistemik. Oleh karena itu, pemberian bersamaan dengan nitrit oxide tidak
berkaitan dengan penurunan yang signifikan dari fungsi jantung.

3. Opioid
Opioid adalah analgesic yang umumnya sering diberikan sebagai terapi tambahan pada
bidang anestesi. Opioid yang sering digunakan adalah fentanyl, morphine, meperidine,
sulfentanil, dan remifentanil. Semua opioid menyebabkan perubahan yang minimal pada cardiac
output dan tekanan darah. Namun, opiod secara umum menyebabkan efek bradikardi melalui
peningkatan vagal tone.

4. Ketamine
Memberikan efek alagesik yang intens dan anesthesia disosiatif. Efek samping potensial
dari ketamine termasuk stimulasi dari simpatetik sistem saraf pusat dan meningkatkan sirkulasi
dari epinephrine dan norepinephrine. Ketamin memiliki efek meningkatkan heart rate, tekanan
darah, cardiac output, dan konsumsi oksigen dari miokard, maka dari itu ketamine baik diberikan
pada pasien dengan yang alami trauma, hypovolemia maupun shock. Dan perlu dicatat tekanan
dari arteri pulmonal meningkat setelah pemberian dari ketamine. Efek lain dari ketamine yaitu
bronkodilator. Ketamine pemberiannya kontraindikasi bagi pasien penyakit arteri coroner,
subaortic stenosis, peningkatan tekanan intrakranial.
5. Propofol
Propofol digunakan untuk induksi anestesi atau sedasi. Pemberian propofol injeksi
intravena berkaitan dengan penurunan kesadaran secara cepat, yang merupakan suatu efek yang
baik. Keuntungan lain dari propofol adalah clear awakening, dan menurunkan insidensi mual
dan muntah. Pemberian propofol biasanya menyebabkan penurunan resistensi vaskular sistemik
dan kontraksi jantung dan menyebabkan penurunan cardiac output.
DAFTAR PUSTAKA

Balser JR : The Rational Use of intravenous Amiodarone in the perioperative period,


Anesthesiology 1997 ; 86:974

Colson P, Ryckwaert, Coriat P : Renin angiotensin system antagonist and anesthesia.


Anesthesia Analgesia 1999 ; 89 : 1143

Ganong, WF : Review of Medical Physiology, 20th ed. McGraw-Hill, 2001

Gomez, MN ; Magnesium and cardiovascular disease. Anesthesiology 1998 ; 89 : 222.

Jacobson E, Chorn R, O’Connor M : The Role of the Vasculature in Regulating Venous


Return and Cardiac Output : Historical and Graffic approach. Can J Anesthesiology
1997 ; 44-849

Loushin, Michael K. 2015. “The Effects of Anesthetic Agents on Cardiac Function.”


https://doi.org/DOI: 10.1007/978-3-319-19464-6_17.
Ross S, Foex P : Protective effects of anaesthetics in reversible and irreversible ischemia
reperfusion injury. Br J Anesthesiology 1999 ; 82 : 622

Van Gelder JC, Tuinenburg AE, Schoonderwoerd BS, Tieleman RG, Crijns HJ : Pharmacologic
versus direct-current electrical cardioversion of atrial flutter and fibrillation. Am J
Card 1999 ; 84 : 147 R

Yost CS : Potassium Channels. Basic Aspects, Functional roles and Medical Significance.
Anesthesiology 1999 ; 90

Anda mungkin juga menyukai