Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SASTRA
Kata”satra”atau “kesussastraan “ dapat ditemui sejumlah pemakaian yang berbeda
beda. Dalam bidang Pendidikan, kita tentu mengingat sastra sebagai salah satu bidang studi
yang berbeda dengan biologi , sejarah atau olahraga. Jadi sastra itu adalah sebuah bentuk dan
hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan
menggunakan Bahasa sebagai mediumnya.
Sebagai seni kreatif ya g menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya
maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau system
berfikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori , atau system berpikir
manusia, kata sastra dalam ungkapan diatas bukan lah sastra sebagai mana dipahami rata-rata
ahli sastra,hal itu disebabkan karena sastra menurut mereka adalah suatu keindahan dalam
(sastra adalah karya yang indah)tanpa defenisi yang jelas tentang keindahan itu
sendiri.sampai sekarang belum ada seorangan pun yang mampu membuat definisi sastra yang
final,dalam artian suatu definisi yang tidak terbanta.
Ilmu satra melingkupi bidang yang amat luas kedalamnya tercakup teori sastra,sejarah
sastra,dan kritik satra ketiga bagian ilmu sastra tersebut saling berkailtan.
B. HAKIKAT SASTRA
Sudah banyak ahli yang mencoba membuat definisi sastra, tetapi semuanya
memperlihatkan kelemahan sehingga ada saja yang membantah, meragukan,
mempertanyakan ketepatannya. Menurut Teeuw (1984:21-2), disesabkan oleh penekanan
pada satu atau beberapa aspek saja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu, atau malah yang
sebaliknya terjadi,yaitu Batasan yang mereka buat ternyata terlalu luas dan longgar sehingga
melingkupi hal hal yang jelas bukan sastra.
Ada definisi sastra yang dirumuskan berdasarkan sifat karya yang imajinatif atau
rekaan.rekaan menjadi kriteria untuk menggolongkan mana karya yang disebut sastra dan
mana yang bukan sastra.Namun tidak kurang pula yang meragukannya, karena batas antara
rekaan dan kenyataan dalam karya sastra sesungguhnya tidak jelas.
Aada pula yang membuat defenisi ayau pengertian sastra berdasarkan asal-usul
katanya (etimologi).Akan tetapi, memberi batasan sastra dengan menggunakan Bahasa tulis
sebagai titik tolak tidaklah menyakinkan karena belles letter ‘tulisan yang indah’ membatasai
bahwa sastra hanya yang tertulis , padahal sastra yang tertua adalah sastra lisan.Sastra tulis
merupakan turunan dari sastra lisan terutama pada masa-masa awal. Dengan demikian
pengertian tersebut sulit diterima sepenuhnya.
Ada pula defenisi-defenisi tentang berbagai jenis karya sastra.Misalnya , ouisi
didefenisikan sebagai “tindak Bahasa yang terarah ke ragam melahirkannya” (Roman
Jakobson); Puisi adalah “luapan emosi yang amat kuat dan spontan” (Wordsworth).
Ada ahli yang mencoba merumuskan pengertian sastra dari sudut hakikatnya sebagai
karya kreatif. Jangan dilupakan bahwa batas kreatif dan tidak kreatif sama saja kaburnya
dengan batas antara sastra dan nonsastra.
Salah satu fungsi Bahasa menurut Roman Jokobson (Teeuw, 1984:53) adaah fungsi
puitik Bahasa adalah pemakaiaan Bahasa yang berbeda dari pemakaian Bahasa biasa.Karya
sastra bukanlah alat untuk menyampaikan ide-ide, refleksi kenyataan yang terdapat dalam
masyarakat atau jelmaan dari nilai-nilai kebenaran yang sukar untuk pahami. Karya sastra
adalah kenyataan itu sendiri dan keliru jika melihatnya sebagai ekspresi penilisanya.
Pada satu sisi, kesusastraan lebih mementingkan cara mrngekspresikan suatu keadaan
daripada keadaan itu sendiri.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kesusastraan merupakan
Bahasa yang mengacu pada dirinya sendiri (metasastra). Tetapi dari sisilain, kesusastraan
tidak mengandung isi (meskipun hal ini sulit untuk dikatakan ada) serimg dianggap sebagai
karya yang tidak bernilai. Bagi pembaca yang lebih menyenangi isi cerita.
Menurut John M. Ellis ( Eegleton, 1983:9 ), sesusastraan ibarat tumbuhan liar yang
sangat berharga. Kesusastraan yang ibarat tumbuhan liar itu lebih fungsional daripada
sekedar istilah ontologis, yang menyampaikan kepada kita tentang perbuatan kita, bukan
tentang kejadian benda-benda mati. Apa yang disebut perbuatan kita itulah yang
didefenisikan sebagai tema.
C. CIRI-CIRI SASTRA :
a. Sastra bukanlah suatu komunikasi yang praktis, yang isi dan maksudnya langsung
diketahui, tertangkap, dan terpahami manakala membaca atau mendengar sebuah
komunikasi seperti membaca buku-buku lainnya yang tidak tergolong sastra.
b. Karya sastra merupakan hasil kreativitas, bukan semata-mata imitatif. Kreatif dalam
sastra berarti ciptaan, dari tidak ada menjadi ada.
c. Karya sastra bersifat imajinatif merupakan sastra bersifat subjektif,baik subjektif
dalam penciptaan maupun subjektif dalam pemahaman.keselarasan yang ada didalam
karya sastra tidak secara otomatis berhubung dengan keselarasan yag ada dalam
masyarakat tempat sastra itu lahir.
d. Karya sastra mempunyai otonomi.karya sastra hanya”patuh pada dirinya
sendiri”.Teeuw(1978;11)menulis sebagai berikut
Karya sastra aatau karya seni pada umumnya merupakan keseluruhan yang bulat,yang
berdiri sendiri,yang otonom dan yang boleh dan harus kita pahami dan tafsirkan pada
sendirinya.
e. Karya sastra(yang bermutu) selalu memperhatikan koherensi,semua unsurnya
fungsional,walaupun hanya sebuah tadna titik. Koherensi dalam karya sastra juga
membedakannya dengan karya-karya nonsastra.
f. Konvensi suatu masyarakat amat menentukan yang mana karya yang disebut sastra
dan mana pula karya yang tidak sastra.karya sastra pada suatu masyarakat belum tentu
disebut sastra oleh masyarakat yang lain karena perbedaan konvensi yang mereka
anut.
g. Sastra tidak sekedar Bahasa yang dituliskan atau diucapkan;ia tidak sekedar
permainan Bahasa,tetapi Bahasa yang mengandung”makna lebih”.
h. Akhirnya,yang tak kalah pentingnya dalam menentukan karya sastra adalah bila buku
itu sendiri tertulis kata sastra :novel,kumpulan puisi,drama, dan lain lain.
D. GENRE SASTRA
1. BERBAGAI KRITERIA
Jenis-jenis(genre) sastra sesungguhnya menyangkut perbedaan-perbedaan bentuk luar
(formalitas) yang terdapat dalam berbagai macam teks sastra (Wellek dan Warren, 1989:309).
Beberapa perbedaan dibuat menurut ciri-ciri konstruksi, persoalan dan tema, termasuk
fungsi atau mode ekspresi (Taylor, 198:39).
Aspek ini merupakan ciri yang menonjol dalam sajak. Pada akhirnya yang
menentukan bahwa sebuah karya sastra disebut sajak adalah karena kita membacanya sebagai
sajak.
2. KARYA SASTRA BERBENTUK DRAMA
Pertama-tama yang menentukan bahwa sebuah karya sastra adalah dialog. Kedua,
drama diciptakan pertama-tama bukan untuk dinikmati melalui pembacaan melainkan untuk
pementasan. Dalamnya juga diterangkan secara jelas peralatan apa yang diperlukan. Artinya,
sebuah teks drama semestinya memenuhi syarat-syarat teaterikal. Ketiga, kalau karya sastra
berbentuk prosa menceritakan tentang suatu kejadian, maka drama atau teater adalah kejadian
itu sendiri, kejadian diatas pentas.
3. JENIS SASTRA
Secara umum karya sastra terbagi 3 (tiga) : yang berbentuk prosa, yang berbentuk
puisi, dan berbentuk drama. Pembagian ini terdapat dimana-mana dan sulit untuk ditolak,
kecuali, kalau mungkin pada masyarakat tertentu hanya ada dua, misalnya. Perbedaan yang
mungkin timbul dalam pembagian ini adalah dalam memberikan ciri-ciri khas masing-masing
karya tersebut.
4. KARYA SASTRA BERBENTUK PROSA
Menurut Kleden (1983:4)
Bahasa menjadi indah karena adanya puisi didalamnya. Puisi disampaikan melalui
kata-kata karena puisi adalah keindahan yang menjelma dalam kata. Kata-kata bukanlah
sebab keindahan dlam puisi tetapi adalah akibatnya. Puisi tidak menjadi indah karena kata-
kata melainkan kata-kata menjadi indah karena puisi yang dikandungnya.
Karya sastra prosa jika dipenuhi beberapa syarat. Pertama, didalamnya terdapat
deretan peristiwa. Sebuah peristiwa ditandai oleh tindakan dalam kesatuan ruang waktu.
Kedua, peristiwa menghendaki adanya tokoh. Tokoh adalah wujud kehidupan yang
menggerakkan peristiwa, ia bisa manusia, bisa binatang, bisa tumbuh-tumbuhan, tetapi
binatang tetap representasi manusia, bertindak dan bertingkah laku sebagai manusia. Ketiga,
deretan peristiwa dan tokoh itu adalah peristiwa dan tokoh fiktif. Aspek inilah yang paling
mendasar dalam karya sastra prosa sehingga karya sastra berbentuk prosa disebut juga karya
fiksi. Unsur fiktif membedakannya dengan sejarah yang juga mempunyai deretan peristiwa
dan tokoh.
Dari segi sarana perwujudannya, karya sastra terbagi atas prosa dan puisi; dari segi
objek perwujudannya karya sastra membicarakan manusia; dari segi ragam perwujudannya,
karya sastra terbagi kepada epik, lirik, dan drama(tik). Kriteria lain diberikan oleh
Luxemburg (1984:109-17). Dari segi situasi bahasa dibedakan teks monolog, dialog, dan
naratif. Ketiganya dapat disejajarkan dengan kriteria yang diberikan Aristoteles: teks
monolog disejajarkan dengan lirik, teks dialog disejajarkan dengan drama, dan teks naratif
disejajarkan dengan epik. (Aristoteles menyebutkan epik sebagai jenis sastra karena epik
merupakan karya sastra berbentuk cerita yang ada waktu itu).
Secara umum, konvensi sastra adalah kesepakatan tentang sastra, baik dari segi
penciptaan maupun dari segi pembacanya. Dari segi penciptaan pengarang menciptakan
karya sesuai dengan konvensi masing-masing jenis sastra, yaitu karakteristik masing-masing
jenis karya sastra yang muncul begitu saja dari kreativitas sastrawan.
5. KARYA SASTRA BERBENTUK PUISI
Pada dasarnya puisi bukanlah sebuah jenis karya sastra karena didalamnya prosa dan
drama juga sering ditemukan pengungkapan secara puitis. Menurut Tirtawirya (1980:9),
“puisi lawan katanya bukan prosa tetapi ilmu; prosa lawan katanya bukan puisi tetapi sajak.”
Hal ini mengisyaratkan bahwa puisi tidak sama dengan sajak.
Puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah (Samuel Taylor Coloridge);
puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal (Carley); puisi adalah pernyataan perasaan
yang imajinatif (Wordsworth); puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup kita (Shelly). Berikut ini yang dikemukan ciri-ciri yang menyebabkan sebuah
pengungkapan disebut sajak.
Pertama, unsur formal sajak adalah bahasa yang tersusun dalam bait dan baris. Kedua,
kata-kata dalam sajak lebih terikat kepada struktur ritmik sebuah baris daripada kepada
struktur sintaktik sebuah kalimat. Ketiga, perbedaan dengan karya sastra berbentuk prosa,
pertama-tama, sajak bukan merupakan suatu deretan peristiwa, tidak bercerita, dan tentunya
memunyai plot, melainkan berupa monolog, monolog seorang “aku-lirik”. Keempat, bahasa
dalam sajak cenderung dalam kiasan.
6. KONVENSI SASTRA
Konvensi berarti kesepakatan, tetapi kesepakatan yang disebut konvensi berbeda
dengan kesepakatan berdasarkan musyawarah. Konvensi merupakan kesepakatan yang
timbul dikalangan suatu kelompok masyarakat untuk menemai sesuatu sebagai “sesuatu” itu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari makalah diatas bahwa:
1. Kita dapat menyalurkan pengalaman hidup kita dalam sebuah karya sastra seperti buku atau cerpen.
DAFTAR PUSTAKA
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya Padang
Atmazaki. 2007. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan.

Anda mungkin juga menyukai