Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Bisnis yang Diperbolehkan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Etika Bisnis Syariah
Dosen Pembimbing: Ayu Azhara, M.M

Disusun Oleh :
Susiana
NIM: 1904110014
Febi Febriola
NIM: 1904110073
Dea Putriani
NIM: 1904110077

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT, kepada-Nya kita memuji dan
bersyukur, memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya pula kita memohon
perlindungan dari keburukan diri dan syaiton yang selalu menghembuskan
kebatilan. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah SWT, maka tak seorang
pun dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan oleh-Nya maka tak
seorang pun dapat memberi petunjuk kepadanya. Shalawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, juga pada orang-
orang yang senantiasa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Dengan rahmat dan pertolongan-Nya Alhamdulillah makalah yang berjudul
“Bisnis yang Diperbolehkan” ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak sekali
kekurangan penulis sebagai penyusun makalah ini, baik menyangkut isi atau yang
lainnya. Semoga semua itu dapat menjadikan cambuk bagi penulis agar lebih
meningkatkan kualitas makalah ini di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat, menambah wawasan bagi pembaca, serta dapat dijadikan referensi
khususnya bagi yang sedang mempelajari perihal bisnis apa saja yang
diperbolehkan didalam Islam.

Palangka Raya, 13 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Bisnis........................................................... 3
B. Definisi Bisnis Menurut Para Ahli ........................... 3
C. Definisi Bisnis yang Diperbolehkan......................... 5
D. Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan.......................... 9
E. Ketentuan Bisnis yang Diperbolehkan...................... 12
F. Prinsip Bisnis yang Diperbolehkan........................... 13

BAB III PENUTUP


A. Simpulan .................................................................... 20
B. Saran ........................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis diartikan sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan oleh manusia
untuk memperoleh penghasilan atau rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.1
Seseorang yang memiliki bisnis merupakan salah satu urat nadi yang berperan penting
bagi perekonomian yang tidak mengenal masa dan tempat. Para pebisnis mempunyai
peranan besar dalam memajukan dan membuat sejahtera umat. Peran mereka semakin
bertambah dikala para umat kesulitan dalam memanfaatkan sumber dayanya. Untuk
memenuhi kebutuhannya pun kadang mereka bergantung kepada orang lain.

Sedangkan etika adalah komponen pendukung para pelaku bisnis terutama


dalam hal kepribadian, tindakan dan perilakunya. Etika disebut juga sebagai rambu-
rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan
enggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus dipatuhi
dan dijalankan

Pebisnis muslim harus berpegang teguh pada etika Islam, karena hal tersebut
dapat membuat pebisnis maju dan menjadi orang yang saleh dikarenakan melakukan
semua amal perbuatan dalam kapasitasnya sebagai khalifah dimuka bumi. Dengan
modal budi pekerti yang luhur, pebisnis bisa sampai pada derajat yang paling tinggi,
Allah melapangkan hati makhluk-Nya untuk dirinya dan Allah membukakan pintu
rezeki untuknya yang tidak bisa dicapai oleh orang yang tidak mempunyai karakter
luhur ini.

Bisnis memegang peranan penting didalam kehidupan individu, sosial,


regional nasional maupun internasional. Kegiatan bisnis selalu bersinggungan dengan
hak-hak dan kepentingan orang lain yang akan memunculkan beberapa implikasi
sosial-ekonomis, seperti kontrak-kontrak bisnis, persaingan, monopoli, oligopoli.2

Tujuan bisnis dalam Islam tidak semata-mata untuk mencari profit, tetapi
harus dapat memperoleh dan memberikan keuntungan serta manfaat nonmateri bagi

1
Muslich, Etika Bisnis Islam: Landasan Filosofi, Normatif dan Subtansi ImplementatifI, (Yogyakarta:
Ekosia, 2004), hlm 46.
2
Rudi Haryanto, “Moralis: Paradigma Baru dalam Etika Bisnis Modern”, Al-Ihkam, Vol. 4, No. 1
(Juni, 2009), hlm 71.

1
pelaku bisnis itu sendiri maupun lingkup yang lebih luas, seperti terciptanya suasana
persaudaraan, kepedulian sosial, dan sebagainya.3

Islam memandang bahwa berusaha atau bekerja mencari rezeki merupakan


aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari ajaran Islam. Mencari rezeki dalam konteks
Islam bukan semata-mata untuk memperkaya diri sendiri karena Islam mengajarkan
bahwa kekayaan mempunyai fungsi sosial. Islam menunjukan bahwa yang terpenting
bukanlah pemilikan benda tetapi kerja itu sendiri. Doktrin al-Qur’an membentuk
motivasi yang tinggi dalam kerja umat Islam. Al-Qur’an mengajarkan doktrin
kemakmuran bersama. Sehingga mendorong dilakukannya perdagangan dalam skala
luas seperti perdagangan antardaerah bahkan antarnegara.4

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Apa definisi bisnis secara umum?
2. Apa definisi bisnis menurut para ahli?
3. Apa definisi bisnis yang diperbolehkan?
4. Bagaimana kriteria bisnis yang diperbolehkan?
5. Bagaimana ketentuan bisnis yang diperbolehkan?
6. Bagaimana prinsip bisnis yang diperbolehkan?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalahnya adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui definisi bisnis.
2. Untuk mengetahui definisi bisnis yang diperbolehkan.
3. Untuk mengetahui keriteria bisnis yang diperbolehkan.
4. Untuk mengetahui ketentuan bisnis yang diperbolehkan.
5. Untuk mengetahui prinsip bisnis yang diperbolehkan.

Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic Ethicsi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm 13.
3

Akhmad Nur Zaroni, “Bisnis dalam Perspektif Islam: Telaah Aspek Keagamaan dalam Kehidupan
4

Ekonomi”, Mazahib, Vol. 4, No. 2 (Desember, 2007), hlm 172.

2
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau
jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis berasal dari kata ‘business’ dari kata ‘busy’ yang berarti ‘sibuk’ dalam
konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan
aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan, atau bisnis dalam artian luas
adalah semua aktifitas komunitas pemasok barang dan jasa.5
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis”
sendiri memiliki tiga penggunaan tergantung pada kebutuhannya. Sedangkan dalam
konteks entitas, pengertian bisnis adalah suatu organisasi atau badan lain yang
bergerak dalam kegiatan komersial, profesional, atau industri untuk memperoleh
keuntungan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kata
‘bisnis’ dapat merujuk pada tiga hal tergantung ruang lingkupnya, yaitu:
1. Penggunaan singular kata bisnis bisa merujuk ke badan usaha, yaitu kesatuan
yuridis, teknis, dan ekonomis untuk mencari keuntungan.
2. Penggunaan yang lebih luas merujuk ke sektor pasar tertentu, misalnya pasar
modal.
3. Penggunaan yang paling luas merujuk ke seluruh aktifitas pada komunitas
produsen barang dan jasa.
B. Definisi Bisnis Menurut Para Ahli
Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang definisi dari bisnis:
1. Menurut Peterson, bisnis adalah serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan
penjualan ataupun pembelian barang dan jasa secara konsisten.
2. Menurut Prof.L.R.Dicksee, bisnis adalah suatu bentuk aktivitas yang utamanya
bertujuan untuk memperoleh keuntungan bagi yang mengusahakan atau yang
berkepentingan dalam terjadinya aktivitas tersebut.6
3. Musselman dan Jackson (1992)

M. Fuad, dkk, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm 1.
5

Harian Netral RSS Feed, Pengertian Bisnis dan Tujuan Bisnis, https://hariannetral.com diakses pada
6

Minggu 11 April 2021 pukul 10.29 WIB.

3
Mereka mengartikan bahwa bisnis adlah suatu aktifitas yang memenuhi
kebutuhan dan keinginan ekonomis masyarakat, perusahaan yang diorganisasikan
untuk terlibat dalam aktifitas tersebut.
4. Gloss, Steade dan Lowry (1996)
Mereka mengartikan bahwa bisnis adalah jumlah seluruh kegiatan yang
diorganisir oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan
industri yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan
memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka.
5. Allan Afuah (2004)
Beliau mengarikan bahwa bisnis merupakan sekumpulan aktivitas yang dilakukan
untuk menciptakan cara mengembangkan dan mentransformasikan berbagai
sumber daya menjadi barang atau jasa yang diinginkan konsumen.
6. Steinford
Beliau mengartikan bahwa bisnis sebagai suatu lembaga yang menghasilkan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Menurut Steinford juga jika
kebutuhan masyarakat meningkat maka lembaga bisnis pun akan meningkat
perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut sampai
memperoleh laba.
7. Mahmud Machfoedz
Beliau berpendapat bahwa bisnis adalah suatu usaha perdagangan yang dilakukan
oleh sekelompok orang yang terorganisasi agar mendapatkan laba dengan cara
memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
8. T. Chwee (1990)
Menurut beliau bisnis merupakan suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa
untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.
9. Griffin dan Ebert (1996)
Menurut mereka bisnis dapat diartikan sebagai aktifitas menyediakan barang atau
jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen. Dapat dilakukan oleh
organisasi perusahaan yang memiliki badan hukum, perusahaan yang memiliki
badan usaha, maupun perorangan yang tidak memiliki badan hukum maupun baan
usaha seperti pedagang kaki lima, warung yang tidak memiliki Surat Izin Tempat
Usaha (SITU) serta usaha formal lainnya.
10. Hughes dan Kapoor

4
Mereka mengartikan bahwa bisnis adalah aktifitas melalui penyediaan barang dan
jasa bertujuan untuk menghasilkan laba. Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan
laba apabila total penerimaan paa suatu periode (Total Revenues) lebih besar
daripada total biaya (Total Cost) pada periode yang sama.7

B. Pengertian Bisnis yang Diperbolehkan

Dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). 8 Paradigma yang
dikembangkan dalam konsep kerja dan bisnis Islam mengarah pada pengertian
kebaikan (thoyib) yang meliputi materinya itu sendiri, cara perolehannya, dan cara
pemanfaatannya. Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap
muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan
salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk
memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta
menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. 9
Sebagaimana dikatakan dalam firman Allah:

َ ْ‫هُ َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اأْل َر‬


‫ض َذلُواًل فَا ْم ُشوا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُوا ِم ْن ِر ْزقِ ِه ۖ َوإِلَ ْي ِه‬
‫النُّ ُشو ُر‬
Artinya:

"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al Mulk ayat 15).

7
Elbert J.Ronald dan Ricky Griffin, Bisnis, Edisi Kedelapan, (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm 8.
8
Ismail Yusanto dan Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press,
2006), hal. 18.
9
Norvadewi, Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan Normatif). AL-
TIJARY, Vol. 01, No. 01, Desember 2015, hal. 36.

5
Abdullah bin Mas’ud ra menuturkan, Rasul saw. Bersabda:

َ ‫يضةٌ بَ ْع َد ْالفَ ِر‬


‫يض ِة‬ َ ‫طَلَبُ ْال َحالَ ِل فَ ِر‬
Artinya:

"Mencari (rezeki) yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban." (HR ath-
Thabarani dalam Mu’jam al-Kabîr, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Imân, Abu Nu’aim
dalam Ma’rifah ash-Shahâbah dan al-Qudha’i dalam Musnad Syihab al-Qudhâ’i).

Dengan kata lain, bahwa bekerja untuk mendapatkan yang halal adalah
kewajiban agama yang kedua setelah kewajiban pokok dari agama, seperti shalat,
zakat, puasa dan haji. Selain itu menurut Khalid Baig, terdapat tiga pesan penting
yang dapat diterima dari hadits tersebut. Pertama, hadits ini mensinyalir secara jelas
permasalahan dikotomi antara dunia materi dan spiritual. Karena kecintaan terhadap
materi terkadang membawa orang untuk menjauh dari kehidupan spiritualitasnya.

Islam menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk materi sekaligus spiritual.


Islam tidak menolak kehidupan dan kebutuhan materialistis, tapi menjadikan materi
sebagai segalanya itulah yang tidak bisa diterima. Kedua, memberi pesan bahwa yang
diwajibkan tidak hanya mencari uang, tapi bagaimana mendapatkan uang yang halal.
Ketiga, usaha untuk mencapai pendapatan yang halal tersebut tentunya tidak
mengurangi usaha dalam memenuhi kewajiban yang lebih utama dalam agama.

Dari ketiga bahasan dimensi pembahasan hadits di atas, maka falsafah kerja
dan bisnis Islam harus diarahkan kepada tauhid uluhiyah di mana setiap langkah
menjalankan usaha seperti berbisnis, setiap pribadi muslim harus mengaitkan diri
kepada Allah.10

Jika sisi keimanan mempunyai peran penting dalam berbisnis, akan tampak
buah hasilnya, maka harus dimanifestasikan dalam bentuk perilaku yang diperankan
oleh pebisnis muslim, yaitu dengan cara menggunakan seluruh batasan-batasan etika.
Jadi, bisnis yang diperbolehkan dalam Islam atau syariat itu dapat diartikan sebagai
10
Faisal Badroen, Etika Bisnis dalam Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 131-136.

6
bisnis yang tidak mengandung unsur haram atau yang bertentangan dengan syariat,
baik dari segi cara berbisnisnya, kriteria bisnisnya, dan produk atau barang yang
diproduksi.

Perubahan dan perkembangan yang terjadi sekarang ini menunjukkan


kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun sengat menarik untuk dikritisi.
Praktek atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada umumnya,
terkhususnya di Indonesia, menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak
menanggalkan nilai-nilai atau etika keislaman, terutama dalam dunia bisnis.

Padahal secara tegas Rasulullah pernah bersabda bahwa perdagangan (bisnis)


adalah suatu lahan yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan demikian,
aktivitas perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling
memberikan keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis yang
seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran Islam, telah ditentukan batasan-
batasannya. Oleh karena itu, Islam memberikan kategorisasi bisnis yang
diperbolehkan (halal) dan bisnis yang dilarang (haram).11

Dalam menjelaskan aturan-aturan moral Islam, sangat penting bagi kita untuk
memahami bahwa tindakan-tindakan dapat dikategorikan menurut tingkat yang halal
ataupun yang tidak halal. Dalam fiqh, terdapat 5 jenis tindakan sebagai berikut:
1. Fard/Wajib menunjukan jenis tindakan yang bersifat wajib bagi setiap orang
yang mengaku sebagai Muslim. Misalnya, melaksanakan shalat lima kali sehari,
berpusa, dan zakat adalah sejumlah tindakan wajib yang harus dilaksanakan seorang
muslim.
2. Mustahabb/Sunnah menunjukan tindakan yang tidak bersifat wajib namun
sangat dianjurkan bagi kaum Muslim. Contoh tindakan ini mencakup puasa sunnah
setelah Ramadhan, melaksanakan sholat tarawih di bulan ramadhan dan lain
sebagainya.
3. Mubah menunjukan tindakan yang boleh dilakukan dalam pengertian tidak
diwajibkan namun juga tidak dilarang. Sebagai contoh, Seorang muslim barangkali
menyukai jenis makanan halal tertentu dibidang makanan halal yang lain, Atau
seorang muslim mungkin suka berkebun.

11
Departemen Agama RI, Pedoman Produksi halal, (Proyek Pembinaan Pangan Halal Ditjen Bimas
Dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama RI, 2003), hal. 9.

7
4. Makruh menunjukkan tindakan yang tidak sepenuhnya dilarang, namun
dibenci oleh Allah. Tingkatan makruh lebih kurang dibanding haram, dan
hukumannya jika lebih kurang dibanding hukuman haram, kecuali jika dilakukan
secara berlebihan dan dengan cara yang cenderung membawa kepada yang haram.
Sebagai contoh, meskipun merokok tidak dilarang sebagaimana meminum alkohol,
merokok merupakan tindakan makruh.
Haram menunjukan tindakan yang berdosa dan dilarang. Berbuat sesuatu yang
haram adalah sebuah dosa besar, misalnya membunuh, berzina dan meminum
alkohol. Tindakan seperti ini cenderung akan mendatangkan hukuman dari Allah
SWT baik di Akherat maupun secara legal di dunia ini.

Dalam memetakan perilaku etis seseorang, sangatlah penting bagi kaum


muslim baik untuk menghindari hal-hal yang tidak halal dan juga untuk menghindari
hal-hal yang tidak halal menjadi sesuatu yang halal. Allah SWT berfirman:

ۖ ‫ق فَ َج َع ْلتُ ْم ِم ْنهُ َح َرا ًما َو َحاَل اًل قُلْ آهَّلل ُ أَ ِذ َن لَ ُك ْم‬


ٍ ‫قُلْ أَ َرأَ ْيتُ ْم َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ لَ ُك ْم ِم ْن ِر ْز‬
َ ‫أَ ْم َعلَى هَّللا ِ تَ ْفتَر‬
‫ُون‬
Artinya:

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah


kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal".
Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu
mengada-adakan saja terhadap Allah?" (Q.S Yunus:59).

Dan dalam hal ini semua bisnis diperbolehkan selama tidak mengandung
unsur Maysir, Gharar, Haram, Riba, dan Tadlis. Jadi apapun bisnisnya atau apapun
usahanya selagi tidak menyentuh unsur-unsur tersebut maka diperbolehkan dalam
Islam, karena sesuai dengan kaidah Fiqh bahwa hukum asal dari muamalah itu halal,
selagi tidak ada dalil yang mengharamkannya. Adapun bisnis yang diperbolehkan
dalam Islam ini bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu:
1. Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri. Tujuan bisnis harus tidak hanya
untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi
juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat)
nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan),
seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.

8
Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan,
tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal
perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi
lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan
qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat
kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan
lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak
mulia menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis
sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan
fungsional atau profesional. Sementara itu qimah ruhiyah berarti aktivitas
dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2. Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan
harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan
ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
3. Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya
harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat eksis dalam kurun waktu
yang lama.
4. Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika
tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah
sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas
manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh
pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt, dan bernilai ibadah. Hal
ini sesuai dengan misi diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada
Allah baik dengan ibadah mahdah maupun ghairu mahdah.12

C. Kriteria Bisnis Yang Diperbolehkan

Banyak sekali contoh bisnis yang diperbolehkan dalam Islam, selama bisnis
itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Berikut beberapa contoh
bisnis beserta kriteria yang diperbolehkan dalam Islam.

1. Jual Beli (Berdagang)


Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Dalam sebuah
ayat Allah SWT berfirman:
Norvadewi, Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan Normatif). AL-
12

TIJARY, Vol. 01, No. 01, Desember 2015, hal. 43-44.

9
ۚ ِّ‫ان ِم َن ْال َمس‬ ُ َ‫ون إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيط‬ َ ‫ون الرِّ بَا اَل يَقُو ُم‬ َ ُ‫ين يَأْ ُكل‬ َ ‫لَّ ِذ‬
ُ‫ك بِأَنَّهُ ْم قَالُوا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا ۗ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا ۚ فَ َم ْن َجا َءه‬َ ِ‫ٰ َذل‬
َ ِ‫ف َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن َعا َد فَأُو ٰلَئ‬
‫ك‬ َ َ‫َم ْو ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َما َسل‬
َ ‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا َخالِ ُد‬
‫ون‬ ِ َّ‫أَصْ َحابُ الن‬
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S Al- Baqarah:275).

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasullah pernah menyatakan bahwa


9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Ini artinya aktivitas
dagang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Melalui jalan inilah, pintu-pintu rezeki
akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar dari padanya. Namun perlu
disadari bahwa jual beli yang dihalalkan oleh Allah yaitu yang dilakukan sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam. Hukum asal muamalah itu adalah boleh selama tidak
ada dalil yang melarangnya.
Meski demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya.
Ada perangkat atau ketentuan tertentu yang harus dipenuhi olehs etiap orang yang
hendak melakukan aktifitas jual beli. Islam menggariskan beberapa adab untuk
diamalkan ketika berniaga. Adab ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman
dan penipuan dalam berdagang. Diantara adab-adab tersebut antara lain:
a. Amanah, artinya penjual dan pembeli sama-sama bersikap jujur. Misalkan penjual
tidak boleh mencampur buah-buahan yang lama dangan yang baru dan
menjualnya dengan harga yang sama. Demikian juga pembeli harus bersikap jujur
jika ada kelebihan pengembalian uang.

10
b. Ihsan. Yang dimaksud ihsan adalah menjalankan perdagangan dengan
memepertimbangkan aspek kemaslahatan dan keberkahan dari Allah SWT,  selain
mendapat keuntungan.
c. Bekerjasama. Penjual dan pembeli hendaklah bermusyawarah sekiranya timbul
masalah yang tidak diinginkan.
d. Tekun. Perdagangan hendaklah dilakukan dengan tekun dan bersunguh-sungguh
agar berkembang maju.
e. Menjauhi perkara yang haram. Penjual hendaklah menjauhi perkara yang haram
selama menjalankan pernigaan. Contohnya menipu dalam timbangan,
menjalankan muamalat riba, dan menjual barang yang diharamkan.
f. Melindungi penjual dan pembeli. Penjual dan pembeli hendaklah saling
melindungi hak masing-masing. Contohnya penjual memberikan peluang yang
secukupnya kepada pembeli untuk melihat pilihan ketika hendak membeli sesuatu
barang.

2. Bisnis Online
Dalam bisnis online dikenal juga dengan istilah bisnis maya. Pada
dasarnya, bisnis online sama seperti bisnis offline yaitu ada yang halal da ada
yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama
seperti akad jual beli dan akad as-salam yaitu diperbolehkan dalam Islam.
Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab:
a. Sistemnya haram. Contohnya seperti money game. Judi itu haram baik di darat
maupun di udara (online).
b. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan,
seperti narkoba, video porno, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa
membawa pengunjung ke dalam perzinahan dan kerusakan.
c. Karena melanggar perjanjian atau mengandung unsur penipuan.
d. Dan lainnya yang tidak membawa ke manfaatan tapi justru mengakibatkan
kemudharatan.
Ketika kita terjun ke bisnis online, banyak sekali tantangan bagaimana
kita harus berbisnis sesuai dengan syariat Islam. Maka dari itu kita harus lebih
berhati-hati. Jangan karena ingin mendapat uang dan keuntungan yang banyak
lalu menghalalkan segala macam cara. Selama kita berbisnis online sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang

11
didapatakan berkah. Jadi dapat disimpulkan bahwa kriteria bisnis yang
diperbolehkan dalam Islam itu ialah harus beretika dan dalam bisnis itu harus
memperhatikan hukum-hukum yang terdapat dalam Islam.

D. Ketentuan Barang Bisnis Yang Diperbolehkan Dalam Islam


Selain harus memperhatikan kriteria bisnis yang diperbolehkan dalam Islam,
para pelaku bisnis juga patut memperhatikah atau mengetahui bagaimana ketentuan
barang/produk bisnis yang diperbolehkan dalam Islam. Adapun ketentuan barang atau
produk bisnis yang diperbolehkan ialah sebagai berikut:
1. Barang yang dibuat dan dijual halal. Barang yang diproduksi dan di perjualbelikan
haruslah halal dan juga bermanfaat bagi orang lain. Barang yang boleh di produksi
maupun diperjualbelikan adalah suci darinajis, memiliki nilai guna, dan tentunya
halal. Selain itu bisnis dalam bidang jasa maka diperbolehkan jika dalam jasa
yang diberikan tidak merugikan orang lain dan sifatnya membantu dalam
kebaikan. Misalnya seorang penjahit yang membantu membuatkan pakaian untuk
orang lain.13
2. Barang yang bisa diserah terima. Barang yang dijual harus merupakan barang
yang bisa diserah terimakan. Jika barang tersebut tidak bisa diserah terima, maka
sama saja dengan menjual barang yang tidak ada. Beberapa contoh barang yang
tidak bisa diserah terima adalah binatang lepas, burung yang terbang bebas, atau
barang yang dirampas dan tidak bisa dikembalikan.
3. Barang dan alat tukar harus sudah diketahui. Maksudnya saat menjual atau
membeli barang, maka kedua pihak harus sudah mengetahui apa barang yang
dijual atau apa alat tukar yang digunakan. Mengetahui hal tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan panca indera atau dengan menjelaskan sifat-
sifatnya. Jika salah satu pihak tidak mengetahui barang yang dijual atau alat tukar
yang digunakan, maka transaksi tersebut termasuk ke dalam transaksi gharar yang
tidak jelas. Hal ini memiliki potensi perselisihan dan hukumnya tidak sah menurut
Islam. Namun, jika unsur ketidak jelasan ini tidak akan menimbulkan masalah
yang besar di masa yang akan datang, maka jual beli yang dilakukan akan tetap
sah. Beberapa contoh jual beli gharar adalah menjual sesuatu yang belum dimiliki
sepenuhnya oleh penjual, menjual makanan yang tidak jelas, dan lain sebagainya.

13
Ariyadi, Bisnis Dalam Islam. Jurnal Hadratul Madaniyah. Vol. 5. No. 1, Juni 2018, hal. 13-16.

12
E. Prinsip Bisnis yang Diperbolehkan
Setiap pelaku bisnis syariah memiliki aturan-aturan atau etika yang harus
dilakukan. Hal ini dilakukan karena manusia tidak hanya hidup sendiri melainkan
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan memiliki pertanggung
jawaban yang akan dia ajukan kepada Allah Swt. Prinsip-prinsip etika bisnis syariah
yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist yang telah diterapkan oleh Rasulullah saat
menjalankan bisnisnya.
Menurut Yusuf Qardhawi etika diterapkan pada kegiatan ekonomi yang
dilakukan. Qardhawi berpendapat jika ekonomi (bisnis) dan akhlak (etika) saling
berkaitan karena akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan yang Islami. Tanpa
adanya akhlak dalam bisnis, manusia akan semena-mena dalam menjalankan bisnis
tanpa melihat halal dan haram.
Prinsip etika bisnis menurut Qardhawi adalah salah satu prinsip yang dapat
menjadi rujukan bagi pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya. Selain Qardhawi
masih banyak lagi prinsip etika bisnis yang dijelaskan oleh para ahli ekonomi Islam.
Dengan begitu banyak prinsip etika bisnis syariah yang ada dapat di peroleh secara
umum.
Secara umum prinsip etika bisnis syariah dapat dilihat dari kesatuan (tauhid),
Keseimbangan (keadilan), Tidak melakukan monopoli, Amanah (terpercaya), Jujur,
Produk yang dijual halal, Tidak melakukan praktek mal bisnis. Etika bisnis Islam ini
bertujuan agar setiap kegiatan ekonomi yang dijalankan dapat menyelamatkan sumber
daya alam dari penggunaan yang dieksploitasi.
Secara umum prinsip etika bisnis syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kesatuan (Tauhid)
Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidutawhiddan secara harfiah artinya
menyatukan, mengesakan, atau mengakui bahwa sesuatu itu satu. Ada tiga macam
tauhid yakni Tauhid Rubbubiyah (percaya segala sesuatu yang ada didunia, qadha
dan qadhar merupakan keesaan Allah Swt), Tauhid al-AsPD· wa al-Sifat
(pengakuan tentang nama-nama Alaah dan sifatnya), Tauhid Uluhiyah
(memusatkan segala yang dilakukan dalam ibadah dan ketaatannya hanya pada
Allah Swt).
Tauhid adalah prinsip utama dalam agama Islam dengan ditandainya
pembacaan kalimat syahadat bagi seorang muslim yang beriman. Hubungan antara
manusia dengan Tuhan pencipta alam semesta. Hubungan ini muncul sebuah

13
konsekuensi penyerahan (Islamisasi) dari manusia kepada Tuhan yang
disembahnya, penyerahan yang dimaksud berupa penyerahan kalbu, wajah, akal
pikiran, ucapan, dan amal.
Dengan penyerahan yang dilakukan oleh seorang manusia kepada tuhannya,
maka setiap kebebasan yang dia lakukan akan selalu tetap pada hal yang benar
sesuai dengan syari·ah. Tauhid dapat menggabungkan konsep ekonomi, sosial, dan
politik, serta keagamaan yang dilandaskan pada keagamaan.
Dalam kegiatan ekonomi tauhid adalah alat bagi manusia untuk menjaga
perilakunya dalam berbisnis. Dengan adanya penyerahan diri kepada Tuhan maka
pelaku bisnis akan selalu menjaga perbuatannya dari hal-hal yang dilarang oleh
agama. Sebab perilaku yang menyimpang akan membawa kemudaratan bagi
individu dan orang lain. Dari hal ini muncullah tiga asas pokok yang dipegang oleh
individu muslim:
a) Allah adalah pemilik dunia dan seluruh isinya dan hanya Allah yang dapat
mengatur semuanya menurut apa yang Dia kehendaki. Dalam hal harta, manusia
adalah pemegang anamah dari Allah atas harta yang sepenuhnya dimiliki oleh
Allah.
b) Allah adalah pencipta seluruh makhluk hidup dan semua makhluk hanya tunduk
kepada-Nya.
c) Iman kepada hari kiamat. Keimanan akan datangnya hari kiamat akan membuat
perilaku ekonomi orang muslim berjalan sesuai dengan syariat karena hal yang
dilakukan didunia akan dipertanggung jawabkan di hari akhir nanti.
Hal yang mencerminkan dari kepercayaan manusia dengan agamanya adalah
akhlak. Dengan adanya keyakinan kepada Tuhan, manusia akan lebih
memperhatikan perilakunya kepada sesama juga kepada alam semesta yang
Tuhan ciptakan. Kepada sesamanya manusia tidak akan merugikan pihak lain
dengan melakukan gharar, maysir dan riba·. Baik buruknya perilaku dan akhlak
bisnis seorang wirausaha akan berpengaruh dengan usahanya yang sukses atau
gagal.
2. Keseimbangan (Keadilan)
Keadilan adalah yang sangat penting, bahkan dalam kitab Al-Qur·an kata
keadilan disebutkan lebih dari 1000 kali. Dengan adanya kata keadilan dalam Al-
Qur·an menjelaskan bahwa keadilan sangatlah penting bagi kehidupan manusia.

14
Keseimbangan atau keadilan ini merupakan penjelasan yang sangat lengkap
tentang hukum, politik dan ekonomi.
Dalam hal ekonomi kesejajaran atau keadilan dilakukan dalam hal
distribusi, produksi dan konsumsi yang baik. Pemahaman ini berkaitan
pendayagunaan dan pengembangan harta yang dimiliki oleh seseorang.
Pendayagunaan harta yang dimaksud adalah dengan membantu masyarakat miskin
yang menjadi kewajiban bagi orang-orang yang lebih beruntung dalam segi harta.
Allah Swt menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan, artinya bahwa
umat Islam adalah umat yang mempunyai kebersamaan, kedinamisan, arah dan
tujuan yang jelas serta mempunyai aturan-aturan yang membantu mereka dalam
menentukan perilaku sebagai penengah dan pembenar.
Dalam konsep keadilan hak milik suatu benda yang tidak terbatas juga tidak
dibenarkan. Semua benda yang tidak terbatas diciptakan Allah Swt untuk
hambanya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh manusia dimuka bumi.
Semua yang ada dalam konsep keadilan mengenai pendayagunaan harta dan
penggunaan benda tidak terbatas dimaksudkan agar setiap manusia sadar jika
semua yang ada di dunia adalah milik Tuhan.
Dengan kesadaran tersebut manusia akan terhindar dari kebinasaan karena
harta yang dia miliki. Karena tugas manusia dibumi tidak hanya mencari harta
untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya,
melainkan ada tugas lain yakni sebagai khalifatullah fil ardh. Sebagai seorang
khalifah di bumi Allah, manusia dituntut untuk bisa mendistribusikan seluruh
rahmat kepada semua umat dengan menggunakan cara yang adil berdasarkan akal
dan hati nurani yang dia miliki dan secara Amar Ma·ruf Nahi Munkar.
Pihak-pihak yang harus diperhatikan dalam keadilan distribitif ini adalah
anak yatim, fakir miskin, anak terlantar, dan lainnya. Pembagian distributif yang
dilakukan secara adil akan membawa perubahan menjadi lebih baik. Kepekaan
sosial yang dilakukan oleh wirausahawan dilakukan dengan menjalin hubungan
yang baik kepada sesama manusia (Habluminnannas) dan kepada tuhannya
(Habluminallah).
3. Tidak Melakukan Monopoli
Kebebasan berlaku bagi semua manusia di bumi ini baik secara individu
maupun kolektif. Manusia adalah khalifah di bumi, dengan tugasnya ini seorang
manusia memiliki kebebasan dalam menentukan hal yang baik dan hal buruk

15
dalam hidupnya. Kebebasan dalam Islam tentu saja tetap terikat dengan Allah Swt
sebagai Tuhan yang memiliki kebebasan secara mutlak.
Sedangkan kebebasan manusia yang dimaksud adalah kehendak yang
dilakukan untuk memutuskan suatu hal yang berdampak pada manfaat dan resiko
yang akan dia dapatkan setelah memutuskan suatu hal. Manfaat dan resiko yang
didapatkan dalam agama Islam akan menentukan pahala dan dosa.
Dalam bisnis syariah kegiatan ekonomi dengan menggunakan konsep
kebebasan yang dimaksud terletak pada lancarnya keluar-masuk barang. Dengan
adanya kebebasan yang proporsional bisnis syariah melarang adanya praktik-
praktik monopoli, riba·, dan kecurangan.
Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli
dan oligopoli. Monopoli sendiri tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam, semua
orang boleh berbisnis. Kegiatan bisnis dengan satu-satunya penjual (monopoli)
tidak masalah selama penjual tidak melakukan ikhtikar (menimbun) barang untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih atau istilah ekonominya monopoly·s rent.
Praktik yang dilarang dalam Islam dilakukan agar manusia tetap pada jalan
yang baik dengan selalu mengamalkan ajaran agama dalam setiap kegiatannya.
Kehendak bebes yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam akan membawa pada
kesejahteraan.
4. Tanggung Jawab
Wirausahawan muslim haruslah memiliki sifat amanah atau terpercaya dan
bertanggung jawab. Dengan sifat amanah wirausahawan muslim akan bertanggung
jawab atas segala yang dia lakukan dalam hal muamalahnya. Bertanggung jawab
dengan selalu menjaga hak-hak manusia dan hak-hak Allah dengan tidak
melupakan kewajiban sebagai manusia sosial dan makhluk ciptaan Allah SWT.
Konsep tanggung jawab adalah konsep yang berkaitan dengan konsep
kebebasan. Kebebasan yang dilakukan seseorang akan dimintai
pertanggungjawaban, semakin luas kehendak bebas yang dilakukan maka semakin
luas pula tanggung jawab moral yang akan dia jalani. Tanggung jawab mempunyai
kekuatan yang dinamis dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dengan adanya konsep tanggung jawab manusia akan sangat berhati-hati
dengan apa yang dia lakukan karena segala perbuatan mengandung konsekuensi
yang harus dijalankan. Islam juga memberikan kebebasan pada pemeluk agamanya
dengan konsekuensi yang harus dia lakukan sendiri.

16
Tanggung jawab di agama Islam memiliki aspek fundamentalis yakni :
a. Pertama status khalifah manusia dimuka bumi menyatu dengan tanggung
jawab. Seorang khalifah yang baik selalu melakukan perbuatan baik kepada
sesamanya. Berbuat baik dilakukan dengan membantu orang miskin dengan
merelakan sebagian harta yang dia cintai. Membantu orang miskin dengan
memberikan sebagian harta adalah tanggung jawab khalifah yang baik.
b. Kedua, Tanggung jawab seorang khalifah dilakukan dengan sukarela tanpa
adanya pemaksaan. Jika konsep ini dilakukan dalam bisnis, maka manusia
khususnya wirausaha muslim akan berbisnis dengan cara yang halal, dimana
cara pengelolaan dilakukan dengan cara-cara yang benar,madil dan
mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yang secara
kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.
Penerapan perilaku ini tidak akan membawa bencana dan kerugian pada pihak
lain karena pelaku usaha dengan menjunjung tinggi moral akan senantiasa
mengerti akan keharusannya menghormati orang lain.
5. Jujur
Jujur adalah kesamaan antara berita yang disampaikan dengan fakta atau
fenomena yang ada. Sebelum menjadi rasul Allah, Nabi Muhammad adalah
seorang guru Entrepreneur sukses dan profesional yang selalu mengutamakan
kejujuran dalam hubungan transaksinya dengan semua pelanggannya.
Syaikh Al-Qardhawi berpendapat bahwa jujur adalah nilai terpenting dalam
transaksi sebuah bisnis. Seorang wirausaha yang jujur akan menjaga
timbangannya, mengatakan baik dan buruknya barang yang dia jual. Dari
hubungan jual beli yang didasari oleh kejujuran atau adil kepercayaan akan muncul
dengan sendirinya diantara penjual dan pembeli atau antara penyedia jasa dan
pengguna jasa. Kepercayaan yang dihasilkan dari ketulusan hati seseorang adalah
hal paling mendasar dari semua hubungan dan termasuk dalam hal kegiatan bisnis.
6. Produk yang Dijual Halal
Barang yang dijual belikan haruslah halal lagi bermanfaat bagi orang lain.
Barang yang boleh diperjual belikan adalah suci dari najis, berguna, dan halal.
Selain itu bisnis dalam bidang jasa diperbolehkan jika dalam jasa yang diberikan
tidak merugikan orang lain dan sifatnya membantu dalam hal kebaikan. Misalnya

17
saja seorang penjahit yang membantu membuatkan baju untuk orang lain yang
membutuhkan.
7. Tidak Melakukan Praktek Mal Bisnis
Praktek mal bisnis adalah praktek-praktek bisnis yang tidak terpuji karena
merugikan pihak lain dan melanggar hukum yang ada. Perilaku yang ada dalam
praktek bisnis mal sangat bertentangan dengan nila-nilai yang ada dalam Al-
Qur·an.
Jenis praktek mal bisnis antara lain:
a) Gharar
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang masih samar-samar. Gharar adalah
salah satu jual beli yang mengandung unsur penipuan karena dalam akadnya
transaksi yang dilakukan belum jelas. Benda yang dijualbelikan belum jelas
wujudnya, misalnya menjual anak kambing yang masih dalam perut induknya.
b) Tidak menipu (al-Gabn dan Tadlis)
Gabn adalah harga yang ditetapkan jauh dari rata-rata yang ada baik lebih
rendah atau lebih tinggi. Sedangkan Tadlis adalah penipuan dengan menutupi
kecacatan sebuah barang yang akan dijual saat transaksi terjadi. Penipuan yang
dilakukan seorang penjual dapat merugikan dirinya sendiri dan juga orang lain.
Jika penipuan dilakukan oleh seorang wirausaha muslim maka dia belum paham
tentang bagaimana cara berbisnis yang baik dan sesuai dengan syari·at Islam.
Karena dalam hal bisnis kejujuran seorang wirausahawan muslim sangatlah
diutamakan.
c) Riba
Riba jual beli yaitu riba fadlal yaitu kelebihan yang diperoleh dalam tukar-
menukar barang. Riba berkaitan juga dengan penetapan harga barang, jika harga
yang ditetapkan pembeli sangat besar maka penjual tidak akan rela untuk
membayar barang tersebut. Jadi dalam penentuan harga harus ada kesepakatan
antar penjual dan pembeli yang dilakukan secara baik dan atas dasar suka sama
suka. Penentuan harga seorang penjual harus tetap menghormati pembeli
dengan memberikan sikap toleran.
d) Ihtikar
Ihtikar atau menimbun barang untuk mendapatkan harga yang tinggi
dikemudian hari. Ihtikar tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan
kerugian bagi banyak orang. Penimbunan, membekukan, menahan, dan

18
menjatuhkannya dari peredaran akan menyebabkan susahnya pengendalian
pasar.
Seseorang yang menimbun harta benda adalah orang yang tidak mengetahui
tujuan untuk apa mencari harta. Agama Islam telah mengatur cara tentang
mendapatkan harta dengan cara yang halal.
Mencari harta yang halal dilakukan dengan niat, proses, dan sarana yang sesuai
dengan syariat. Islam tidak menganjurkan seseorang untuk menumpuk harta
kekayaan dengan tidak memanfaatkan fungsinya. Kesadaraan seseorang dengan
tidak menumpuk hartanya di dunia saat di hidup dengan memberikan sebagian
hartanya dengan zakat, sodaqoh, dan infaq membuktikan bahwa dia yakin dan
percaya bahwa segala yang dia miliki hanyalah titipan Allah Swt saja. Ketika
dia meninggal semua harta benda yang dia miliki tidak akan menemaninya di
kuburnya. Jadi manusia dapat mengelola dan menggunakan hartanya sesuai
dengan syariat Islam.
e) Mengurangi timbangan atau takaran
Perdagangan identik dengan timbangan atau takaran sebagai alat penjualan.
Kecurangan dalam hal timbangan dan takaran dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan dengan cara cepat. Perilaku mengurangi timbangan ini termasuk
dalam penipuan karena mengurangi hak orang lain. Kecurangan yang dilakukan
dengan mengurangi timbangan adalah hal yang tidak terpuji dalam praktek
bisnis.
Bisnis dengan melakukan jual beli adalah perdagangan yang dilakukan di dunia,
sedangkan bisnis akhirat dilakukan dengan melaksanakan kewajiban Syariat
Islam yang ada. Keuntungan yang akan diperoleh di akhirat akan lebih utama
dari pada keuntungan yang diperoleh di dunia. Wirausaha Muslim yang baik
harusnya tetap melakukan ibadah wajibnya pada saat menjalankan usahanya.
Tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah wajib bagi umat muslim
bagaimanapun keadaannya.14

14
Ariyadi, Bisnis Dalam Islam. Jurnal Hadratul Madaniyah. Vol. 5. No. 1, Juni 2018, hal. 20-23.

19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bisnis adalah perseorangan atau suatu perkumpulan/organisasi sibuk
melakukan pekerjaan seperti menjual barang atau jasa dan kegiatan komersial,
profesional atau industri yang mana barang yang diproduksi tersebut untuk memenuhi
kebutuhan konsumen dan hal tersebut untuk memperoleh keuntungan atau laba.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang definisi dari bisnis, kesimpulannya
bahwa bisnis adalah sekeluruhan rangkaian kegiatan yang menjalankan investasi
terhadap sumber daya yang ada dan dapat dilakukan baik secara individu maupun
kelompok, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan meningkatkan taraf hidup
dengan menciptakan barang/jasa guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya.
Bisnis yang diperbolehkan dalam Islam artinya serangkaian aktifitas bisnis
yang mana kuantitas kepemilikan hartanya tidak dibatasi akan tetapi yang dibatasi
adalah cara perolehannya dan pengolahan hartanya dikarenakan didalam Islam
terdapat aturan halal dan haram dan hanya diperkenankan melakukan pekerjaan/bisnis
yang halal saja agar mendapatkan ridho Allah SWT
Kriteria bisnis yang diperbolehkan yaitu selama tidak bertentangan dengan
ajaran Islam yaitu dari Al-Qur’an maupun hadis. Adapun beberapa contoh bisnis yang
diperbolehkan didalam Islam yaitu jual-beli atau berdagang dan ada beberapa adab
yang perlu diketahui ketika menjadi seorang pedagang ini dan contoh kedua yaitu
bisnis online seperti membuka toko pakaian muslin di aplikasi jual-beli ataupun
menawarkan jasa seperti memasak makanan sehari-hari di forum aplikasi.
Ketentuan barang bisnis yang diperbolehkan didalam Islam meliputi, pertama
barang yang diproduksi dan dijual merupakan barang halal. Kedua, barang yang dijual
tersebut bisa diserah terima dalam artian barang tersebut harus bisa disimpan dan
memang bisa digenggam. Dan ketiga, barang dan alat tukar didalam jual beli tersebut
harus sudah diketahui dari masing-masing pihak.

20
B. Saran
Dari makalah ini kita mempelajari banyak hal mulai dari definisi bisnis
menuru para ahli dan bisnis yang diperbolehkan didalam Islam hingga kriteria bisnis
yang diperbolehkan. Untuk itu kita sebagai mahasiswa terutama yang menekuni
jurusan ekonomi hendaknya mengetahui betul bisnis yang diperbolehkan didalam
Islam. Dan penulis berharap agar makalah ini dapat dijadikan contoh sebagai bacaan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ariyadi. 2018. Bisnis Dalam Islam. Jurnal Hadratul Madaniyah. Volume 5. No. 1, Juni.
Badroen, Fisal.2006. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana.
Departemen Agama RI. 2003. Pedoman Produksi Halal. Proyek Pembinaan Pangan Halal
Ditjen Bimas Dan Penyelenggaraan Haji: Departemen Agama RI.
Fuad M., dkk. 2000. Pengantar Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama..
Harian Netral RSS Feed. Pengertian Bisnis dan Tujuan Bisnis, https://hariannetral.com
diakses Haryanto Rudi. 2009. “Moralis: Paradigma Baru dalam Etika Bisnis Modern”, Al-
Ihkam, Vol. 4, No. 1.
J.Ronald Elbert dan Ricky Griffin. 2007. Bisnis, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Kehidupan Ekonomi”, Mazahib, Vol. 4, No. 2.pada Minggu 11 April 2021 pukul 10.29 WIB.
Muslich, Etika Bisnis Islam: Landasan Filosofi, Normatif dan Subtansi ImplementatifI,
(Yogyakarta: Ekosia, 2004), hlm 46.
Norvadewi. 2015. Bisnis Dalam Perspektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan).
AL-TIJARY. Volume 01. Nomor. 01. Desember.
Yusanto, Ismail dan Karebet Widjajakusuma. 2006. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema
Insani Press.
Rivai Veithzal 2012. Islamic Business and Economic Ethicsi. Jakarta: Bumi Aksara.
Zaroni Akhmad Nur. 2007. “Bisnis dalam Perspektif Islam: Telaah Aspek Keagamaan dalam

22

Anda mungkin juga menyukai