Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MATEMATIKA

DIsusun oleh:

Kelompok 1

Siti Nurmayang Sari : 19520015

Dewi Ratna Sari : 19520014

Zulia Shinta : 19520013

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN

MUHAMMADD ARSYAD AL BANJARI (UNISKA)

BANJARBARU

2021

1
KATA PENGANTAR

‫بِسْم هللا الرَّح ْم ِن ال َّر ِحي ِْم‬

َ ‫ف اأْل َ ْنـبِيَا ِء َوال ْمر‬


‫ُس لِ ْينَ َسيِّ ِد َنـا ُم َح َم ًد َو َعلَى اَلِ ِه‬ ِ ‫الس الَ ِم عَلىَأ َ ْش َر‬ َّ ‫الَ َح ْم ُد هلل َربِّ ْال َعالمينَ َوال‬
َّ ‫صالَ ِة َو‬
)ُ‫صحْ بِ ِه أَجْ َم ِع ْينَ (أَ َما بَ ْعد‬
َ ‫َو‬

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah swt yang telah

memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan Makalah ini. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad saw, seluruh keluarga,

kerabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Untuk memenuhi sebagian dari tugas Mata Kuliah yang telah

diberikan kepada kami.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak terlepas

dari berbagai kelemahan, oleh karena itu kepada semua pihak diharapkan

memberikan saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan dan

semoga dapat memakluminya.

Banjarbaru,
September 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 2

BAB II : LANDASAN TEORI


A. Teori Behaviorisme ............................................................... 3
B. Konsep Behaviorisme............................................................ 3
C. Prinsip-prinsip Dasar Behaviorisme...................................... 5
D. Kelebihan dan Kelemahan Behaviorisme.............................. 12
E. Penerapan Pembelajaran Matematika .................................. 12

BAB III : PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................... 15
B. Saran...................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Ivan Pavlov dikenal sebagai pengkondisian klasik (classical
conditioning). Pengkondisian klasik terjadi secara otomatis dengan
melibatkan alam bawah sadar (Staddon, 2014:16).

Dalam buku yang ditulis oleh Todes (2000:39) diterangkan bahwa


pada awalnya Pavlov ingin mengetahui apa yang menyebabkan
binatang mengeluarkan air liur saat mereka makan. Untuk meneliti
penelitiannya tersebut, Pavlov melakukan penelitian dengan dengan
anjing.

Penjabaran selanjutnya mengenai penelitian Ivan Pavlov terkait


teori behaviorisme dijabarkan dari buku yang ditulis oleh Slavin
(2006). Dalam penelitiannya, Pavlov menggunakan anjing sebagai
percobaannya. Ivan Pavlon melihat bahwa anjing akan mengeluarkan
air liur ketika diberikan makanan, namun anjing tidak akan
mengeluarkan air liur ketika dibunyikan lonceng.

Pavlov kemudian membunyikan lonceng bebarengan dengan


makanan dalam waktu penelitian. Apabila perbuatan ini dilakukan
secara berulang-ulang, maka dalam suatu ketika hanya dengan
membunyikan lonceng tanpa memberikan makanan, maka air liur
anjing akan keluar.

Dalam hal ini, makanan dan lonceng disebut ransangan


(stimulus). Makanan disebut dengan ransangan tanpa dikondisikan
atau disebut juga dengan ransangan wajar, sedangkan lonceng disebut
sebagai ransangan buatan. Proses ini kemudian disebut sebagai
pengkodisian klasik.

1
Dengan mengamati penelitian ini, maka dapat disimpulkan
bahwa suatu rangsangan buatan akan menghasilkan respon yang sama
apabila pada awalnya ransangan tersebut diberikan bersamaan dengan
ransangan wajar.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang di atas, rumusan masalah
ini adalah:
1. Bagaimana menerapkan teori perilaku implikasi?
2. Bagaimana teori perilaku dalam pembeljaaran matematika?
3. Apakah penerapan teori belajar kognitif implementasi di
Indonesia?
4. Bagaimanakan penerapan teor belajar kognitif pada pemeblajaran
matematika?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui  mutu pendidikan di Indonesia alam penerapan
pembelajaran teori implikasi.
2. Untuk menegtahu bagaimana teori belajar yang sebnarnya.
3. Untuk mengatui hasil dan manfaat yang bias diambil dari
pembelajaran Matematika.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Behaviorisme

Menurut Ertmer dan Newby (1993), cara kita menentukan


pembelajaran dan apa yang kita percaya tentang cara pembelajaran terjadi
mempunyai implikasi penting dalam situasi-situasi yang mana kita ingin
rubah tentang apa yang orang-orang pahami dan atau lakukan. Menurut
mereka, teori pembelajaran memberikan rancangan instruksional dengan
strategi dan teknik instruksi yang sudah diverifikasi.

Salah satu teori pembelajaran adalah teori behaviorisme. Teori


behaviorisme merupakan teori utama di psikologi Amerika pada setengah
awal abad ke-20 (Staddon, 2014). Para sejarahwan setuju bahwa teori
behaviorisme merupakan faktor utama pencetusnya psikologi Amerika
modern (Mills, 1998:1).

Dalam buku yang ditulis Slavin (2006:136), Teori pembelajaran


tingkah laku terfokus pada bagaimana sebuah tingkah laku individu saat
ini dapat mempengaruhi tingkah lakunya atau tingkah laku individu lain di
masa yang akan datang. Teori pembelajaran tingkah-laku mencoba untuk
menemukan prinsip-prinsip dari tingkah laku yang kemudian diterapkan di
dunia nyata.

B. Konsep Behaviorisme

Perkembangan dalam percobaan-percobaan guna memahami tentang


teori-teori perilaku (behaviorism) ini sudah mulai ada sejak akhir abad
ke19 (Slavin, 2006:135). Terdapat beberapa peneliti yang mempelajari

3
tentang teori-teori perilaku. Berikut akan dijabarkan tentang para peneliti
teori behaviorisme.

1. E.L. Thorndike

Penjabaran mengenai penelitian ElL. Thorndike terkait teori


behaviorisme dijabarkan dari buku yang ditulis oleh Slavin (2006).
Penemuan Pavlov mengilhami para peneliti di Amerika Seikat seperti
E.L Thorndike yang dikenal dengan kaidah efek-nya. Thorndike
melakukan sebuah eksperimen dengan memasukkan kucing ke dalam
kotak dan kemudian kucing tersebut harus berusaha untuk keluar dari
kotak agar memperoleh makanan. Dia melakukan percobaan tersebut
beberapa kali. Dari percobaan ini dia mengamati bahwa semakin lama
waktu yang dibutuhkan kucing untuk keluar dari kotak semakin cepat.
Hal yang dilakukan kucing adalah dengan cara mengulangi perilaku
yang membuatnya lolos dan tidak mengulangi perilaku yang akan
mempersulitnya dalam keluar.

Thorndike kemudian menyimpulkan bahwa perilaku seseorang


saat ini dapat mempengaruhi perilaku orang tersebut di masa yang
akan datang.

2. B.F. Skinner

B.F. Skinner dikenal dengan pengkondisian operan yang artinya


penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk mengendalikan terjadinya perilaku (Slavin,
2006: 137). Dapat disimpulkan juga, Skinner menekankan tentang
pentingnya hubungan sebab-akibat antara kondisi lingkungan dan
perilaku individu (Harre, 2009:49).

Dalam buku Slavin (2006) dijelaskan bahwa Skinner


menggunakan kotak yang disebut dengan kotak Skinner dalam
percobaannya. Kotak ini dirancang sehingga setiap kali tikus
memencet tombol pada kotak maka akan memperoleh butiran

4
makanan. Imbalan makanan ini membuat tikut hanya terfokus untuk
menekan tombol dan mengurangi perilaku lain seperti berputar-putar
dalam kotak.

C. Prinsip-prinsip Dasar Behaviorisme

a. Konsekuensi-konsekuensi

Salah prinsip yang terpenting adalah konsekuensi. Semua perilaku


pasti menanggung konsekuensinya tersendiri. Konsekuensi
menyenangkan atau penguatan (reinforce) dimana seseorang dapat
meningkatkan frekuensi perilakunya. Sedangkan konsekuensi yang
kurang menyenangkan atau hukuman (punisher) dapat melemahkan
bahkan sampai menghilangkan perilaku tersebut. (Slavin, 2006:138)

1. Tindakan penguatan

 Tindakan penguatan primer, sekunder.

Tindakan penguatan menyenangkan dapat diartikan


sebagai setiap konsekuensi dapat memperkuat atau
meningkatkan frekuensi perilaku seseorang (slavin 2006:139).
Tindakan penguatan menyenangkan dapat bersifat primer,
sekunder serta penguatan positif atau negatif. Tindakan
penguatan primer memuaskan kebutuhan dasar manusia.
Sedangkan penguatan sekunder adalah tindakan penguatan
primer atau penguatan sekunder lainnya yang sudah terbentuk.
Ada tiga macam penguatan sekunder antara lain tindakan
penguatan sosial misalnya pujian senyuman (Slavin,
2006:140). Kedua tindakan penguatan sekunder kegiatan
seperti permainan. Dan yang ketiga adalah tindakan penguatan
pertanda atau simbolik misalnya tanda bintang atau poin.

5
Tabel konsekuensi dalam pembelajaran perilaku (Slavin,

2006:140)

Memperkuat perilaku Mematikan perilaku


Penguatan positif Tidak ada penguatan

Contoh memmberikan Contoh : mengabaikan

imbalan atau pujian


Penguatan negative Hukuman pencabutan

Contoh : membebaskan dari Contoh : melarang tugas atau


tugas yang tidak situasi yang
menyenangkan
menyenangkan

Hukuman pemberlakuan

Contoh : memberikan tugas atau


situasi yang tidak
menyenangkan

Prinsip premack adalah kita dapat menggabungkan


kegiatan yang kurang kita sukai dengan kegiatan yang kita
sukai sehingga kesemua kegiatan akan terlaksana. Prinsip
premack sering disebut dengan “aturan nenek” (grandma’s
rule) dari penyataan zaman dahulu “makanlah sayuran ini dan
kemudian kamu dapat bermain (Dahar, 1988:31). Jadi prinsip
premack adalah kita dapat mengganti atau mengaitkan
kegiatan yang kita sukai dengan kegiatan yang tidak kita sukai
sehingga dapat menyelesaikan semua pekerjaan.

6
 Tindakan penguatan intrinsik dan ekstrinsik

Tindakan penguatan intrinsik adalah suatu tindakan


penguatan dari perilaku seseorang tanpa mengharapkan
imbalan apapun (Slavin,2006:141). Sedangkan tindakan
penguatan ekstrinsik adalah pujian atau imbalan yang
diberikan untuk memotivasi orang yang terlibat dalam
perilaku tersebut (Slavin, 2006:141).

2. Tindakan penghukuman

Tindakan penghukuman (punisher) adalah suatu konsekuensi


yang tidak menyenangkan yang digunakan untuk melemahkan
bahkan sampai menghilangkan suatu perilaku (Slavin, 2006:143).
Hukuman memiliki dua bentuk yaitu hukuman pemberlakuan dan
hukuman pencabutan (Slavin, 2006:143).

Hukuman pemberlakuan (presentation punishment) adalah


konsekuensi yang tidak menyenangkan yang dicoba untuk
melarikan diri darinya yang mengikuti perilaku tertentu, dan
digunakan untuk memperkecil kemunculan perilaku kembali
(Slavin, 2006:143). Contohnya siswa yang diomeli oleh gurunya.
Hukuman pencabutan (removal punishment) adalah penarikan
kembali keadaan yang menyenangkan dalam penguatan perilaku
yang dirancang untuk memperkecil kemungkinan munculnya
perilaku tersebut (Slavin, 2006:143).

b. Kesegaran Konsekuensi (immediacy of consequence)

Salah satu prinsip terpenting dalam teori pembelajaran perilaku


ialah konsekuensi yang dilakukan dalam waktu terdekat lebih
berpengaruh pada perilaku dari pada konsekuensi yang tertunda.

7
Seperti halnya menurut Kulik dan Kulik, 1998 tindakan penguatan
yang lebih kecil tapi dilakukan secara langsung lebih berpengaruh
pada perilaku daripada penguatan besar yang dilakukan kemudian.

Di ruang kelas kesegaran konsekuensi (immediacy of consequence)


juga sangat penting. Khususnya untuk siswa kelas awal, dengan
memberikan pujian untuk pekerjaan yang diselesaikan dengan baik
secara langsung pada waktu itu juga lebih memiliki nilai penguatan
dari pada nilai yang bagus tapi pada kemudian hari. Begitu juga untuk
siswa yang berperilaku kurang pantas dengan menyentuh bahunya
dan memberikan pengarahan menjadi tindakan penguatan yang lebih
berpengaruh dari pada omelan bibir atau peringatan pada akhir
pelajaran (Jones dan Jones, 2004; Kauffman et al., 2002).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesegaran konsekuensi


adalah tindakan langsung dari seorang guru berupa konsekuensi
positif atau negatif untuk meningkatkan penguatan atau melemahkan
perilaku pada siswa tersebut.

c. Pembentukan (shaping)

Setelah kita membahas tentang peran kesegaran, selanjutnya kita


juga perlu untuk mengambil keputusan apa yang harus dilakukan
setelahnya. Misalnya ketika guru ingin menuntun siswa dengan
kemampuan baru atau perilaku baru dan mengarahkan agar memenuhi
sasaran yang diinginkan maka hal itu disebut dengan pembentukan
(Dahar, 1998).

Istilah pembentukan “shaping” digunakan dalam teori


behaviorisme dalam mengajarkan keterampilan atau perilaku baru pada
siswa sampai dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan
(Dahar, 1998:32). Sedangkan menurut Bigge dan Shermis, 2004;

8
Driscoll, 2000 yang mana istilah “pembentukan” (shaping) digunakan
dalam teori pembelajaran perilaku untuk merujuk pada pengajaran
kemampuan atau perilaku baru dengan memperkuat siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan demikian “pembentukan” (shaping) adalah suatu kegiatan


pembelajaran kemampuan atau perilaku baru pada siswa secara
bertahap dari mulai terkecil untuk menuju tujuan yang diinginkan.
Prinsip penguatan disini adalah siswa dikuatkan pada perilaku yang
berada pada kemampuan mereka sekarang tetapi juga memperluas
kearah kemampuan yang baru.

d. Pemunahan (extinction)

Prinsip pemunahan adalah suatu kejadian dimana tindakan


penguatan ditarik kembali sehingga perilaku yang sudah terbentuk
semakin melemah dan bisa saja menghilang (Slavin, 2006:147). Saat
terjadi kepunahan tidak selalu berjalan mulus. Ketika tindakan
penguatan ditarik kembali maka akan ada dorongan perilaku yang
lebih kuat untuk sementara waktu. Contohnya saat ada siswa yang
berbuat gaduh untuk memanggil gurunya dia diacuhkan maka dia akan
bersuara lebih keras untuk selanjutnya dan kemudian dia akan diam
karena dia selalu diacuhkan oleh gurunya. Hal inilah yang dinamakan
dengan pemunahan klasik. Perilaku mengalami peningkatan ketika
tindakan penguatan ditarik kembali pada awalnya yang kemudian
mulai melemah dan akhirnya menghilang.

Ledakan kepunahan yang lazim, yaitu kenaikan tingkat perilaku


pada tahap-tahap awal kepunahan, mempunyai konsekuensi penting
bagi pengelolahan ruang kelas. Kita ambil contoh dari paragraf diatas
jika guru tersebut terus mengacuhkan teriakan siswanya akan
mengakibatkan ledakan kepunahan klasik. Kemungkinan kita akan

9
menyimpulkan ketidakacuan tidak berhasil, padahal pada kenyataan
ketidakacuan terus-menerus terhadap teriakan siswa merupakan
strategi yang tepat kalau kita mempertahankannya (Kauffman et al.,
2002; Martella et al,. 2003). Hal terburuk adalah kalau kita akhirnya
menyerah dan melihat pada siswa yang berteriak yang nantinya
berakibat buruk. Menurut O‟Leary (1995) adalah jika kita tidak
berhasil diawal, maka coba, coba kembali.

Berikut adalah tabel jadwal penguatan yang digunakan untuk


meningkatkan probabilitas, frekuensi atau ketahanan perilaku yang
diinginkan. Jadwal penguatan didasarkan pada rasio tetap dan rasio
interval selama pola tanggapan selama penguatan dan pemunahan.

Jadwal Definisi Pola Tanggapan


Selama Selama
Penguatan Pemunahan
Rasio tetap Jumlah Tingkat ela Penurunan peast
perilaku tanggapan h dalam tingkat
tetap yang menetap, tanggapan
diperlukan berhenti set setelah
untuk penguatan jumlah
memperoleh tanggapan yang
penguatan diperlukan
berlalu
tanpa
penguatan
Rasio Jumlah perilaku Tingkat Tingkat
variable tidak tetap yang tanggapan tanggapan tetap
diperlukan untuk menetap dan tinggi, kemudian
memperoleh tinggi menurun
penguatan
Interval Jumlah waktu tetap Tingkat tidak Penurunan pesat

10
Jadwal Definisi Pola Tanggapan
Selama Selama
Penguatan Pemunahan
tetap berlalu menetap, dengan tingkat
sebelum kecepatan tinggi tanggapan
penguatan pada akhir setelah
disediakan masing-masing interval
interval berlalu
tanpa
penguatan
Interval Jumlah waktu Tingkat Penurunan
variable tidak tetap tanggapan perlahan tingkat
sebelum menetap tanggapan
penguatan dan
disediakan tinggi
(Slavin, 2006:151)

e. Pemeliharaan (maintenance)

Prinsip kepunahan menyatakan bahwa, ketika penguatan untuk


perilaku ditarik kembali maka perilaku tersebut menghilang.
Sedangkan prinsip jenis pemeliharaan (maintenance) terjadi pada
perilaku yang tidak perlu dikuatkan karena dikuatkan secata instrinstik
yang berarti keterlibatan perilaku tersebut menyenangkan (Slavin,
2006:151). Konsep perlawanan terhadap kepunahan berperan penting
dalam pemahaman tenang pemeliharaan perilaku. Sebagaimana jika
perilaku baru diperkenalkan maka penguatan untuk memperoleh
tanggapan yang baik harus diberikan dan diperkirakan. Namun begitu
perilaku tersebut sudah terbentuk penguatan tanggapan itu tidak
diberikan atau kurang diperkirakan.

f. Peran Antesenden

11
Setelah kita mengetahui prinsip-prinsip diatas ada juga hal yang
mempengaruhi yaitu rangsangan. Isyarat (cue) adalah rangsangan
antesenden (actecenent stimuli) yang mendahului perilaku, karena
nantinya akan memberitahu kita tentang perilaku tertentu untuk
dikuatkan atau perilaku akan dihukum (Slavin, 2006:152). Sedangkan
diskriminasi (pembedaan) adalah penggunaan isyarat untuk
mengetahui perilaku mana yang akan dikuatkan atau perilaku mana
yang akan dihukum. Penggunnan diskriminasi adalah untuk
mendeteksi situasi stimulus-stimulus sedangkan generalisasi
melibatkan tanggapan pada kemiripan dengan rangsangan.

Generalisasi adalah upaya pengalihan atau pemindahan perilaku dari


keaadan satu ke keadaan yang lainnya tanpa merubah perilaku
tersebut.

D. Kelebihan dan Kelemahan Behaviorisme (Dahar, 1998:38)

• Behaviorisme sering digunakan dalam ilmu psikologi yang mana


prinsip dasarnya adalah dapat mengubah perilaku atau sifat
seseorang dalam proses pembelajaran
 Memiliki ruang lingkup yang terbatas
• Memusatkan pada perilaku seseorang yang tampak sementara
dalam matematika sering kali membahas pembentukan konsep,
serta pemecahan masalah

E. Penerapan Teori Belajar Behaviour dalam Pembelajaran Matematika


Sebagai mana disampaikan di bagian depan, para penganut psikologi
tingkah laku (behaviorism) memandang belajar sebagai hasil dari
pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti „2 x

12
2‟ dan balasan dari siswa (response) seperti „4‟ yang dapat diamati.
Semakin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka
akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Hal ini
sejalan dengan peribahasa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus
menerus. Karena itu, para penganut teori belajar tingkah laku sering
menggunakan cara mengulang-ulang atau tubian (drill).

Ketika akan memulai proses pembelajaran, guru telah mengetahui


tingkat pemahaman siswa tentang materi prasyarat. Hal ini sejalan dengan
pendapat Yusuf (2010:41) bahwa jika seorang komunikator instruksional
ingin mengubah perilaku sasaran (komunikan) di masa yang akan datang,
ia perlu banyak tahu tentang manusia komunikan yang akan dihadapinya,
misalnya berusaha mengetahui tentang memorinya, tentang struktur
kognitifnya, dan tentang kapasitas pengetahuannya dalam belajar pada
masalah yang akan disampaikannya. Dengan mengetahui hal tersebut
dapat membantu guru dalam menentukan faktor awal yang ditengarai
dapat menjadi penyebab kesulitan belajar siswa.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teori


belajar behaviourisme, menurut Hartley dan Davis dalam Soekamto
(Yusuf, 2010: 140) adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila pihak sasaran ikut
terlibat.
2. Materi-materi pelajaran diberikan dalam unit-unit kecil diatur sehingga
sasaran hanya perlu memberikan respon tertentu.
3. Tiap-tiap respons diberikan umpan balik secara langsung sehingga
sasaran dapat dengan segera mengetahui apakah respons yang
diberikan itu benar atau tidak.
4. Perlu diberi penguatan setiap kali sasaran memberikan respons,
terutama penguatan positif sehingga ia berkeinginan untuk mengulangi
kembali respons yang telah diberikannya
Terhadap keempat butir diatas Yusuf (2010:140) menambahkan:

13
5. Pelajaran tidak hanya diberikan kepada murid-murid secara materi,
tetapi perlu disertai dengan contoh-contoh bagaimana seorang guru
berperilaku sewajarnya salam memberi teladan bagi murid-muridnya,
khususnya pelajaran-pelajaran yang menyangkut bidang sosial, etika,
dan moral. Hal ini akan lebih baik semua perilakunya sebagaian besar
akan dianggap sebagai panutan atau tiruan oleh murid-muridnya.

Karena memandang siswa sebagai obyek yang diberi respons, maka


sebaiknya guru dapat mengkondisikan diri siswa selama kegiatan
pembelajaran sesuai dengan aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dahulu secara ketat, serta mampu memberikan motivasi dan
penguatan kepada siswa. Sistem pembelajaran juga bersifat
otomatismekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon. Jadi
diperlukan peran aktif guru sebagai sumber belajar. Guru juga perlu
menyusun bahan ajar yang memuat banyak latihan soal, sebagai penguatan
atau stimulus.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara


terpisah. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Evaluasi
belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya menggunakan paper and pencil test serta
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Penekanan evaluasi ini
pada kemampuan siswa secara individual. Evaluasi juga dapat digunakan
sebagai proses penguatan. Pemberian hadiah atas prestasi atau tingkah laku
siswa yang sesuai dengan keinginan guru juga dapat digunakan sebagai
penguatan.

14
BAB III

KESIMPULAN

A. Simpulan

1. Guru seyogyanya terlebih dahulu mengecek pemahaman siswa tentang


perkalian bilangan bulat tersebut. Agar pengecekan ini dapat
menyeluruh dan cepat, maka dapat dilakukan dengan berpasangan
antar teman seperti yang tersaji pada lembar tugas. Hasil pengecekan
ini akan digunakan guru sebagai deteksi awal faktor kesulitan belajar
siswa

2. Setelah semua siswa dipastikan telah dapat menguasai materi


prasyarat, maka guru mulai menyiapkan diri siswa dengan
memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan pembelajaran,
kemudian guru memberikan gambar apersepsi, agar dapat menarik
minat siswa.

3. Guru memberikan ucapan selamat dan reward kepada siswa yang


mempunyai kesalahan paling sedikit. Hal ini dilakukan asebagi
penguatan, agar siswa mau mengulang kembali prestasinya.

4. Guru memberikan umpan balik dari hasil post test siswa, dengan
memberikan pembetulan pada jawaban siswa yang salah serta
memberikan ucapan selamat dan reward kepada siswa yang
mempunyai kesalahan paling sedikit.

B. Saran
1. Kemajuan dunia dilatarbelakangi oleh pendidikan yang maju, maka dari
itu perubahan sistem pendidikan nasional harus terus dilakukan agar
pendidikan di Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik. Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan, ini akan meningkatkan pula sumber
daya manusia yang memiliki kualitas baik juga sehingga mampu
bersaing secara sehat dengan negara-negara lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud

Ertner, Peggy A., Newby, Timothy J., 1993, Performance Improvement


Quarterly, vol. 6.

Mills, John A., 1998, Control: A History of Behavioral Psychology, New York:
New York University Press.

Harre, Rom, 2009, Pavlov‟s Dogs and Schrodinger‟s Cat: Scenes from the living
laboratory, New York: Oxford University Press.

Slavin, Robert E., 2006, Educational Psychology: Theory and Practice, 8th
Edition, Pearson Education, Inc.

Staddon, John, 2014, The New Behaviorism, 2nd Edition, New York: Psychology
Press.

Todes, Daniel, 2000, Ivan Pavlov: Exploring the Animal Machine, New York:
Oxford University Press, Inc.

Yusuf, Pawit M. 2010. Komunikasi Intruksional Teori dan Praktik. Jakarta: PT

Bumi Aksara

16

Anda mungkin juga menyukai