Anda di halaman 1dari 4

Galih Nur Octafian – 1802279

Pendidikan Fisika A

Landasan Pendidikan – Laporan Baca Bab VI

Rasyidin, Waini. Dkk. (2017). Landasan Pendidikan: UPI Press.

Kegiatan pendidikan selalu melibatkan aspek-aspek yang tidak dapat


dipisahkan dan merupakan kesatuan nilai yang terintegritas, yaitu kejiwaan,
kebudayaan, kemasyarakatan, norma-norma, dan kemanusiaan. Oleh karena itu,
dilakukan kajian secara khusus dalam menganalisis dasar-dasar psikologis yang
dapat dijadikan landasan teori dan praktek pendidikan, yaitu landasan psikologis
pendidikan.

Dalam praktek pendidikan, pendidik akan sering berhadapan dengan


peserta didik yang memiliki kondisi dan potensi yang berbeda-beda. Perbedaan
yang mudah dilihat yaitu dari aspek psikologisnya, seperti kemampuan
intelektual, afektif, dan psiko-motoriknya. Oleh karena itu perbedaan itu dibahas
lebih khusus dengan pendekatan teori psikologi dari beberapa pandangan, serta
permasalahan-permasalahan pendidikan yang terjadi.

Pada bagian selanjutnya, penulis menjelaskan tentang situasi pergaulan


pendidikan antara pendidik dan peserta didik. Dalam perkembangannya menuju
kedewasaan, setiap peserta didik memiliki potensi untuk berkembang. Peran
pendidik terhadap potensi tersebut adalah memahami potensi yang dimiliki oleh
peserta didik dan mengarahkan perkembangannya sesuai dengan cita-cita dan
tujuan hidupnya. Pemahaman terhadap potensi peserta didik adalah konsekuensi
logis bahwa pendidik harus memahami secara teoritis dan filosofis terhadap
perkembangan dan aspek psikologis peserta didik dalam rangka tugas mendidik.
Yaitu, melakukan pendekatan.

Pendidikan memiliki dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku


(behavior modification, behavior improvement), artinya pendidikan harus
menjadikan peserta didik memiliki integritas kepribadian, serta mampu berbuat
dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai kesusilaan. Kemudian diperkuat oleh
pendapat tokoh pendidik dari Belanda dengan mengadakan pembedaan antara
berbagai lapisan perilaku pada berbagai jenis makhluk yang disebut “nevous van
gedringen” yaitu lapisan perilaku anorganis, vegetatif, hewani, insani, dan mutlak.
Sehingga proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai jenis dimensi
perilaku dan menyangkut aspek kognitif yang sebagian besar dilakukan di
sekolah. Sedangkan, aspek afektif,religious, dan kepribadian yang utuh sesuai kata
hati, lebih banyak dilakukan di keluarga. Keterampilan yang melibatkan banyak
aspek fisik, seperti keterampilan tangan, kaki, dan tubuh yang merupakan
gabungan dari seluruh koordinasi tubuh.

Adapun tugas pokok perkembangan yang menurut Robert Havighurst ialah


tugas pada suatu tahap kehidupan seseorang, yang akan membawanya kepada
kebahagiaan dan keberhasilan dalam perkembangan berikutnya, jika tahap
perkembangan tersebut dijalani dengan berhasil. Begitupun sebaliknya.

Dalam perkembangan pribadi anak harus ada pemahaman, tidak hanya


dengan observasi dan eksperimen, tetapi dengan introspeksi dan empati,
kemampuan menempatkan diri dalam pribadi anak agar dunia kejiwaan anak
bukan saja dapat dipahami, melainkan dapat diarifi.

Pemahaman terhadap perkembangan agar seorang pendidik dapat


menyesuaikan tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan yang erat
kaitannya dengan pengembangan potensi dan berbagai permasalahannya.

Dalam bab ini, dijelaskan pandangan tentang perkembangan psikologis


anak dalam belajar yang diuraikan dalam tiga teori, yaitu kognitivisme,
humanisme, dan behaviorisme. Pertama, teori psikologi kognitif (kognitivisme)
yang mempunyai pandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan
proses pengenalan yang mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang
melibatkan logika ataupun pengalaman yang disebut discovery, sedangkan yang
melibatkan kognisi tingkat tinggi disebut intuisi. Para ahli psikologi kognitivisme
memandang bahwa perkembangan seseorang mengalami tahap-tahap
perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia individu. Jean Piaget membagi
tahap-tahap perkembangan kognisi dari usia anak dan remaja menjadi empat
tahap, yaitu tahap sensorik-motorik, operasi awal, operasi konkrit, dan operasi
formal. Peran guru dalam perkembangan kognisi yaitu memahami tahap
perkembangan sesuai dengan perkembangan usianya, guru perlu mendiagnosa
kesulitan anak dalam belajar, memahami kemampuan anak dalam berpikir, dan
tingkat kematangan baik fisik maupun psikis, untuk menyelaraskan dengan teknik
pengajaran yang akan digunakan.

Kedua, teori psikologi humanistic (humanisme) yang mengemukakan


bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh factor internal,
dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuannya. Puncak
perkembangan manusia dicapai ketika mampu mengaktualisasikan dirinya,
mampu mengembangkan potensinya, dan merasa dirinya utuh, bermakna, dan
berfungsi (full functioning person). Humanisme beranggapan bahwa belajar tidak
akan terjadi bila factor intelektual dan emosionalnya tidak terlibat di dalamnya.
Proses belajar dalam sudut pandang humanisme, menekankan pada pertumbuhan
yang seimbang antara kognitif dan afektif daripada aspek isi yang dipelajari.
Peranan guru sebagai fasilitator, dengan tujuan agar peserta didik mampu
merealisasikan diri dengan mencapai kesadaran dirinya, lingkungan, dan nilai.

Ketiga, teori psikologi behavioristic (behaviourisme) memandang bahwa


perilaku manusia adalah hasil pembentukan melalui kondisi lingkungan. Ada tiga
hal yang mempengaruhi proses belajar seseorang, yaitu stimulus, respon, dan
akibat. Tujuan pendidikan menurut aliran behaviorisme adalah berorientasi pada
pengembangan kompetensi, penguasaan secara tuntas (mastery) terhadap apa-apa
yang dipelajari. Peranan guru dalam proses belajar sebagai pengambil inisiatif dan
pengendali proses belajar.

Berdasarkan pembahasan diatas, proses pendidikan melibatkan interaksi


kejiwaan baik peserta didik maupun pendidik dengan adanya pendekatan
psikologis yang merupakan upaya mengenali realitas terhadap peserta didik yang
mengalami proses belajar dalam rangka proses pertumbuhan dan perkembangan
menuju kedewasaannya. Pendekatan psikologis berdasarkan teori kognitivisme,
humanisme, dan behaviorisme bukannlah merupakan kebenaran yang diyakini
sebagai satu-satunya pendekatan, tetapi merupakan asumsi yang perlu
dipertimbangkan pelaksanaanya, berkaitan dengan aspek dan efek yang
mengikutinya. Upaya pelaksanaan proses pendidikan adalah suatu wibawa dengan
nilai dan maksud yang diinginkan sesuai dengan kenyataan. Pendidikan tidak
dilaksanakan dalam kepura-puraan, pendidik harus jujur, murni, dan otentik.
Sebab pendidik (guru) dituntut untuk berbuat sesuai dengan azas kepatutan,
dimana guru selalu dipandang sebagai orang yang digugu dan ditiru. Penjelasan
guru tidak hanya fasih dalam kebahasaannya saja, melainkan menjelaskan dengan
argumentasi yang rasional sesuai dengan tingkat perkembangan logika peserta
didiknya.

Anda mungkin juga menyukai