Anda di halaman 1dari 2

MEDIA SOSIAL MENJADI SARANA CYBER BULLYING MENYERANG FISIK DAN

PSIKIS ANAK MUDA

Sampai tahun 2012, ketika jurnalis bernama Bruce Horovitz mulai memperkenalkan
istilah Generasi Z, rentang umur yang digunakan masih belum jelas. Setelahnya, pada tahun
2014 istilah ini mulai dipakai usai presentasi dari agen pemasaran Sparks and Honey dimana
rentan umur yang dipakai untuk mendeskripsikan Generasi Z adalah anak – anak yang lahir
dari tahun 1995 sampai 2010. Selain itu, ada beberapa kelompok yang memiliki perhitungan
umur yang berbeda untuk Generasi Z. Yaitu, Badan Statistik Kanada menghitung Generasi Z
merupakan anak – anak yang lahir tahun 1995 sampai tahun 2011, McCrindle Reseach di
Australia menyebut Generasi Z sebagai orang – orang yang lahir pada 1995 sampai 2009, dan
MTV lain menyebut generasi itu sebagai orang – orang yang lahir selepas bulan Desember
tahun 2000. Generasi Z adalah generasi setelah Generasi Y. Generasi ini merupakan generasi
peralihan Generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang.

Perkembangan teknologi yang semakin meningkat membuat segala hal dapat di akses
dengan mudah dan cepat. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar anak muda cenderung
menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi pada era modern ini. Namun,
penggunaan media sosial di kalangan anak muda tidak selalu memberikan hal yang positif.
Banyak pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi pola pikir generasi – generasi penerus
bangsa. yaitu, timbulnya keinginan meniru gaya hidup atau tingkah laku seperti orang lain
yang mereka lihat di media sosial, menjadi akses pembulian serta pelecehan terhadap orang
lain. Sehingga ada salah seorang jurnalis sekaligus presenter Najwa Shihab menilai,
tantangan bagi anak muda Indonesia saat ini adalah perkembangan teknologi yang begitu
cepat. Bagaimana tidak, dampak – dampak buruk bisa saja terjadi apabila penggunaan
teknologi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Media sosial merupakan salah satu media yang paling banyak memakan korban bully.
Hal itu di karenakan, media sosial menggunakan teknologi yang menggabungkan model –
model seperti majalah, forum internet, weblogs, sosial blog, microblogging, wikis, jaringan
sosial, gambar, video, dll. Hal ini mempermudahkan aksi pembullyan, pelecehan,
penganiayaan, pengancaman, mempermalukan, maupun mengejek orang lain melalui media
sosial yang dikenal dengan sebutan Cyber Bullying. Korban biasanya adalah orang yang
memiliki masalah dalam kesehatan (fisik), emosional psikis dan kinerja akademis.
United Nations Children's Fund (Unicef) dan Perwakilan Khusus PBB untuk
Kekerasan terhadap Anak merilis hasil jajak pendapat yang menyatakan bahwa satu dari tiga
anak muda di 30 negara mengalami intimidasi atau perundungan secara daring (cyber
bullying). Cyber Bullying di Indonesia pada tahun 2018 dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia menyatakan jumlah angka presentase anak korban bully mencapai 22,4%.
Tingginya angka tersebut dipicu oleh tingginya pemakaian internet pada anak muda. Angka
ini akan terus bertambah apa bila pemerintah tidak mengefektifkan tindakan Cyber bullying
di Indonesia.

Akibatnya anak - anak muda yang menjadi korban Cyber Bullying beresiko besar
mengalami stress, depresi, kehilangan kepercayaan diri, mudah cemas, dan gangguan post
traumatic stress. Hal ini juga memungkinkan resiko yang paling fatal akan terjadi yaitu bunuh
diri. Dengan begitu, hal tersebut merupakan cerminan bagi kita semua bahwa perlu adanya
rasa simpati dan empati terhadap kasus Cyber Bullying yang menyerang anak - anak muda
serta memperkuat dan memperketat hukum yang mengatur tentang Cyber Bullying. Dengan
harapan tidak ada lagi korban Cyber Bullying selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai