Anda di halaman 1dari 25

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)

Oleh:
AZZRA CHAIRUNNISA
19301090

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIkes PAYUNG NEGERI

PEKANBARU
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini
tepat waktu yang berjudul “Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha.

Pekanbaru, 10 November 2019

AZZRA CHAIRUNNISA
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ruang lingkup keselamatan dan keehatan kerja
B. Tujuan Keselamatan dan kesehatan kerja
C. Kecelakaan kerja
D. Sebab-sebab kecelakaan kerja
E. Pencegahan kecelakaan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan


tenaga kerja baik pada sektor formal maupun sektor informal. Kegiatan dan
penerapan K3 sektor formal pada umumnya telah diterapkan dengan baik, akan
tetapi sektor informal belum melakukan dan menerapkan kegiatan K3 dengan
baik. Kegiatan kerja dan tempat kerja sektor informal sangat beragam dan belum
diklasifikasikan atas jenis usaha, jenis pekerjaan, dan lokasi kerja. Pemerintah
Kabupaten Boyolali belum memiliki kebijakan mengenai penerapan program K3
di sektor informal Diskopnaker Kab. Boyolali (2017). Upaya kesehatan kerja
ditujukan untuk melindungi tenaga kerja agar terbebas dari kecelakaan akibat
kerja dan penyakit akibat kerja. Diperlukannya dukungan dari pemerintah untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap
penyelenggara kegiatan kerja baik dalam sektor formal maupun sektor informal.
Terjadi kasus kecelakaan kerja di PT Ivomas Dumai dan menewaskan seorang
tenaga kerja diperusahaan tersebut.

International Labour Organization (ILO) tahun 2013 menyatakan, setiap


15 detik terdapat 1 pekerja di dunia meninggal dikarenakan kecelakaan kerja dan
160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Pada tahun 2012 ILO mencatat angka
kematian dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebanyak 2 juta kasus
setiap tahun. ILO melaporkan kasus gangguan MSDs 2 mengalami peningkatan di
banyak negara seperti di Inggris sebesar 40% kasus penyakit akibat kerja yang
merupakan gangguan MSDs dan di Republik Korea mengalami peningkatan
sebesar 4.000 kasus dalam kurun waktu selama 9 tahun. Sementara hingga saat ini
tidak ada data secara lengkap mengenai keluhan muskuloskeletal di Indonesia,
sehingga data mengenai keluhan muskuloskeletal diperkuat dengan penelitian
terdahulu mengenai keluhan muskuloskeletal. Menurut penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Beynda (2016) mengenai hubungan cara kerja angkat angkut
dengan keluhan low back pain pada porter di pasar tanah abang blok A Jakarta
Pusat 2016 menyatakan ada hubungan antara cara kerja (p value < 0,05) dengan
keluhan LBP.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis membahas tentang “Bagaimana


keselamatan dan kesehatan kerja?”

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang akan di bahas yaitu:
a. Untuk mengetahui ruang lingkup keselamatan dan keshatan kerja.
b. Untuk mengetahui tujuan keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Untuk mengetahui kecelakaan keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Untuk mengetahui sebab- sebab keselamatan kerja dan kesehatan
kerja.
e. Untuk mengetahui pencegahan kecelakaan keselamatan dan kesehatan
kerja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja

Triwibowo dan Phuspandi (2013) menyatakan bahwa, ruang lingkup


keselamatan kerja sangat luas. Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan
teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang
dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Keselamatan kerja
tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada
pengusaha dan pemerintah:

a. Bagi pekerja/buruh
Adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan
suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan
perhatiannya pada pekerjaan semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-
waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
b. Bagi pengusaha
Adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dapat
mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha
harus memberikan jaminan sosial.
c. Bagi pemerintah (dan masyarakat)
Dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang
direncanakan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat akan tercapai
dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas maupun
kuantitasnya.

Untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah


melakukan upaya pembinaan norma di bidang ketenagakerjaan. Dalam pengertian
pembinaan norma ini sudah mencakup pengertian pembentukan, penerapan dan
pengawasan norma itu sendiri. Ditinjau dari segi keilmuwan, keselamatan kerja
diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja
(perusahaan).

Tempat kerja adalah setiap tempat yang di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu:

a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun sosial.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus
maupun hanya sewaktu-waktu.

B. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Triwibowo dan Phuspandani (2013) menyatakan bahwa kesehatan,


keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau
kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya. Ada
beberapa tujuan K3 diantaranya yakni sebagai berikut:

1. Memelihara lingkungan kerja yang sehat.


2. Mencegah dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan
sewaktu bekerja.
3. Mencegah dan mengobatikeracunan yang ditimbulkan dari kerja.
4. Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul dari
kerja.
5. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan, dan
6. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.
7. Meningkatkan produktifitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan
menjamin kehidupan produktifannya.
8. Mencegah/mengurangi cacat tetap.
9. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat, dan sumber-sumber
produksi lainnya.
10. Mencegah/mengurangi kematian.
Tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannaya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktifitas nasional, menjamin keselamatan setiap
orang lain yang berada di tempat kerja, serta memelihara produktifitas dan
mempergunakannya secara aman dan efisien. Upaya K3 memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaaan
dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi,
kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Empat hal yang menyebabkan tingginya
angka kecelakaan kerja tersebut; penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di perusahaan dan masyarakat masih rendah, penerapan pemeriksaan uji K3
juga rendah, kualitas dan kuantitas pegawai pengawas baik dan pengawas
ketenagankerjaan maupun pengawas K3 rendah dan tugas dan fungsi pegawai
pengawas sejak otonomi daerah tidak maksimal khususnya dalam mengawasi K3.
Pelaksanaan K3 tidak hanya merupakaan tanggung jawab pemerintah tetapi
tanggung jawab semuan pihak khususnya masyarakat industry. Semua pihak
berkewajiban untuk melakukan berbagai upaya dibidang K3 secara terus menerus
dan berkesinambungan. Kedepan diharapkan masyarakat industry dan masyarakat
pada umumnya di Indonesia memiliki budaya K3.

Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja K3 adalah salah satu bentuk


upaya untuk menciptakan tempat keja yang aman, sehat, bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi
dan produktivitas. (Adnani, 2011). Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970
pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah
membuat aturan K3 adalah :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.


b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 

C. Kecelakaan kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor (03/Men/1998) mengatakan bahwa,


kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga
semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
Sedangkan OHSAS (18001:2007) menyatakan bahwa, kecelakaan kerja
didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat
menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian
kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian. Heinrich et al (1980)
mengatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kejadian yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan atau yang berpontensi menyebabkan merusak lingkungan.
Selain itu, kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian
yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi
suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau
kemungkinan akibat lainnya. Sedangkan AS/NZS (4801: 2001) menyatakan
bahwa kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang
menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan atau
kerugian lainnya

Pengertian kecelakaan yang dijabarkan para ahli keselamatan kerja dan


berdasarkan undang-undang mengenai keselamatan dan kesehatan kerja terdapat 3
aspek utama, menurut (Yuliani, 2014) yaitu:
a. Keadaan apapun yang membahayakan pada tempat kerja maupun di
lingkungan kerja. Hazard ini untuk manusia menimbulkan cedera (injury)
dan sakit (illnces)
b. Cedera dan sakit adalah hasil dari kecelakaan akan tetapi kecelakan tidak
terbatas pada cedera atau sakit saja
c. Jika dalam suatu kejadian menyebabkan kerusakan atau kerugian(loss)
tetapi tidak ada cedera pada manusia, hal ini termasuk juga kecelakaan
yang peralatan atau barang dan terhentinya proses pekerjaan.

Ada tiga jenis tingkat kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan:


a. Accident: adalah kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan
kerugian baik bagi manusia maupun terhadap harta benda.
b. Incident: adalah kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan
kerugian.
c. Near miss: adalah kejadian hamper celaka dengan kata lain kejadian ini
hamper menimbulkan kejadian incident ataupun accident.

Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya. Sehingga


meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat pejalanan
transport ke dan waktu rekresi atau cuti, dan lain-lain adalah diluar makna
kecelakaan akibat kerja, sekalipun pencegahannya sering dimasukkan program
keselamatan perusahaan dan perkantoran. (Triwibowo dan Phuspandi (2013)).

a. Terdapat tiga kelompok kecelakaan:


1. Kecelakaan akibat kerja diperusahaan dan perkantoran
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Kecelakaan dirumah.
b. Klasifikasi kecelakaan kerja akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sbb:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya/radiasi.
2. Klasifikasi menurut penyebab
a. Mesin
b. Alat angkut dan angkat
c. Peralatan lain
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi
e. Lingkungan kerja
3. Klasifikasi menurut letak kecelakaan/luka ditubuh
Kepala, leher, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, kelainan
tubuh. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan dan penyebab berguna untuk
membantu dalam usaha pencegahan kecelakan. Penggolongan menurut
sifat dan letak luka/kelainan tubuh berguna untuk penelaahan tentang
kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.
Guna tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan
produktif. Dalam hal tersebut tidak kalah pentingnya kita harus memperhatikan
dalam hal-hal penerapan manajemen risiko di antaranya yaitu:

1. Pembentukan komitmen
Komitmen merupakan modal utama dalam penerapan K3 secara
riil mengenai arti penting kesehatan dan keselamatan kerja. Pembentukan
komitmen tentang arti pentingnya K3 harus dimulai dari level Top
Management supaya penerapan system K3 berjalan efektif dan optimal.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan
dan kesehatan kerjadijelaskan bahwa unsur pimpinan (direktur)
bertanggungjawab untuk melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja.
Unsur pimpinan inilah yang nantinya diharapkan mampu membuat
kebijakan-kebijakan yang positif tentang K3 dan mampu menggerakan
aspek-aspek penunjang/ fasilitas sampai dengan karyawan-karyawan level
bawah untuk menjalankan fungsi K3 untuk mencapai “Zero Accident”
2. Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan sebagai dasar penerapan program
kerja K3 yang nantinya akan dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh
karyawan. Dalam menentukan program kerja K3, idealnya komite K3
melakukan assessment di area kerja mengenai maslah masalah K3 di
perusahaan tersebut. Cara mudah biasanya menggunakan teknik berupa
HIRARC(High Identification Risk Assessment & Risk Control), yaitu
suatu cara/teknik mengidentifikasi potensi-potensi bahya yang
kemungkinan bisa menimbulkan kecelakaan kerja/penyakit kerja dan
melakukan langkah penanggulangan sebagai control/preventif. Dapat
dilakukan dengan identifikasi potensi, penilaian faktor risiko dan
pengendalian faktor risiko.
3. Pengorganisasian
Bentuk komitmrn dari peemimpin perusahaan selali melalui
kebijakan tertulis, dapat juga memfasilitasi pembentukan komite K3 yang
khusus menangani permasalahan K3 yang terdiri dari berbagai wakil dari
divisi yang terlibat sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Selain
itu yang paling penting untuk menggerakkan organisasi/komite K3
tersebut diperlukan seorang “ahli K3” yaitu seseorang yang berkompeten
di bidang K3 yang telah tersertifikasi sebagai ahli K3 sebagai ahli K3.
Dalam penerapan program kerja serta aktivitas-aktivitas k3 tidak bisa
lepas dari visi dan misiahli K3 tersebut yang mampu menggerakkan
jalannya organisasi kerja. Efektivitas komite K3 tentu saja diperhitungkan
dari penerapan program-program K3 yang tersistematis dan mendapatkan
support dari seluruh level karyawan.
4. Penerapan
Penerapan K3 tentu saja berkaitan dngan pelaksanaan aktivitas
program-progrsm K3 secara optimal. Harus disertai evidence serta bukti-
bukti lapangan mengenai penerapan program kerja tersebut. Contoh
program kerja yang bisa dilakukan yaitu semacam safety campaign, safety
for contractor, simulasi dan evakuasi, safety alert, dll.
5. Pelaporan
Setiap penerapan program- program K3 haarus dilakukan pelaporan
sebagai bukti evidence sehinggandapat dipertanggungjawaban dan dapat
dilakukan perbaikan secara rapi sebagai penunjang administrasi K3 yang
terintegrasi.
6. Evaluasi
Proses evaluasi memang sangat diperlukan sebagai bentuk
pengukuran efektivitas program/penerapan yang dijalankan mengenai
system manajemen K3.

D. Sebab-sebab kecelakaan kerja

ILO (1989) dalam Triwibowo dan Phuspandi (2013) mengemukakan bahwa


kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor
manusia, pekerjaannya dan faktor lingkungan di tempat kerja.
1. Faktor manusia
a. Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian
kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecendrungan
yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan
dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan
kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula
mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena
kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa. Dari hasil penelitiandi Amerika
Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia lebih banyak mengaami
kecelakaan dibandingkan dengan golongan umur yang lebih tua. Pekerja
muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya. Banyak
alasan mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai
kecenderungan untuk menderita kecelakaan akibat kerja lebih tinggi
dibandingkan dengan golongan umur yang lebih tua. Bebrapa faktor yang
mempengaruhi tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan
umur muda antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin,
cenderung menuruti kata hati, ceroboh, dan tergesa-gesa.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola piker seseorang dalam
menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu
pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap
pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan
keselamatan kerja. Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang
tersedia bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan rendah, seperti Sekolah
Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di lapangan yang
mengendalikan fisik. Hal ini disebabkan karena beban fisik yang berat
dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu fak tor yang
mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah
pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh
terhadap prilaku pekerja. Namun disamping pendidikan formal,
pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat
berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya.
c. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian
dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan
penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap
kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia
dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru
biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-beluk pekerjaannya.
Penelitian dengan studi restropektif di Hongkong dengan 383 kasus
membuktikan bahwa kecelakaan akibat kerja karena mesin terutama
terjadi pada buruh yang mempunyai pengalaman kerja di bawah satu
tahun.
2. Faktor Pekerjaan
a. Giliran Kerja (Shift)
Giliran kerja adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat
jam (Andrauler P. 1989). Terdapat dua masalah utama pada pekerja untuk
beradaptasi dengan system shift dan ketidakmampuan pekerja untuk
beradaptasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari.
Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat
mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja(Sarudji,
2010).
b. Jenis (Unit) Pekerjaan
Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap resiko terjadinya
kecelakaan akibat kerja berbeda-beda di berbagai kesatuan operasi dalam
suatu proses.
3. Faktor Lingkungan
a. Lingkungan Fisik
1. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting
bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
pencahayaan yang tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat
menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan akibat kerja.
2. Kebisingan
Kebisingan di tempat kerja dapat mempengaruhi terhadap pekerja
karena kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan
komunikasi sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar
isyarat yang diberikan, hal ini dapat brakibat terjadinya kecelakaan
akibat kerja di samping itu kebisingan juga dapat menyebabkan
hilangnya pendengaran sementara atau menetap. Nilai ambang batas
kebisingan adalah 85 dBa untuk 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja
dalam semingggu.
b. Lingkungan Kimia
Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang
memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa
bahan baku suatu produks, hasil suatu proses, proses produksi sendiri
ataupun limbah dari suatu produksi.
c. Faktor Lingkugan Bioligi
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga
maupun binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit
dapat timbul seperti infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan
binatang berbisa berbagai penyakit serta bisa menyebabkan kematian.
Selain pernyataan sebab-sebab di atas dan kondisi kerja yang tidak aman
makan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja dapat
pula di simpulkan bahwa masih ada tiga faktor yang mempengaruhi atau
menyebbkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut yaitu sifat
dari kerja itu sendiri, jadwal kerja, dan iklim psikologis di tempat kerja.
a. Sifat Kerja
Menurut kajian para ahli keselamatan, sifat kerja mempengaruhi
tingkat kecelakaan. Sebagai conto, karyawan yang bekerja sebagai
operator crane (Derek) akan memiliki resiko kecelakaan kerja yang
lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja sebagai
supervisor/penyelia.
b. Jadwal Kerja
Jadwal kerja dan kelelahan kerja juga mempengaruhi kecelakaan
kerja. Tingkat kecelakaan kerja biasanya stabil pada 6 jam – 7 jam
pertama di hari kerja. Akan tetapi pada jam-jam sesudah itu, tingkat
kecelakaan kerja akan lebih tinggi. Hal ini dimungkinkan karena
karyawan atau tenaga kerja sudah melamppaui tingkat kelelahan yang
tinggi. Kenyataan di lapangan juga membuktikan bahwa kerja malam
memunyai risiko kecelakaan lebih tinggi dari pada kerja pada siang
hari.
c. Iklim psikologis tempat kerja
Iklim psikologis ditempat kerja juga berpengaruh pada kecelakaan
kerja. Karyawan atau tenaga kerja yang bekerja dibawah tekanan stes
atau yang merasa pekerjaan mereka terancam atau yang merasa tidak
aman akan mengalami lebih banyak kecelakaan kerja dari pada mereka
yang tidak mengalami tekanan.( Triwibowo dan Phuspandani, 2013)

Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha
atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas (Adisasmito, 2007).

Menurut Ramli (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan


atas dua kerugian, yaitu:

a. Kerugian langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung
dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.
Kerugian langsung berupa:
a. Biaya pengobatan dan kompensasi. Kecelakaan mengakibatkan cedera,
baik cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera
ini akan mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan
tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas. Jika
terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan biaya pengobatan
dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Kerusakan Sarana Produksi Kerusakan langsung lainnya adalah
kerusakan sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran,
peledakan, dan kerusakan.
b. Kerugian tidak langsung
Disamping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan
kerugian tidak langsung antara lain:
a. Kerugian jam kerja jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti
sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan
kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang akibat kecelakaan jumlahnya
cukup besar yang dapat mempengaruhi produktivitas.
b. Kerugian produksi kecelakaan juga membawa kerugian terhadap
proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan
tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang
untuk mendapat keuntungan.
c. Kerugian sosial kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi
keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial
sekitarnya.
E. Pencegahan Kecelakaan
Triwibowo dan Phuspandani (2013) menyatakan bahwa, pencegahan
kecelakaan kerja adalah seharusnya menjadi prioritas utama. Tujuan utama
penerapan sistem menejemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau
kerugian materi. Pencegahan kecelakaan kerja ditujukan untuk mengenal dan
menemukan sebab-sebabnya bukan gejjala-gejalanya untuk kemudian sedapat
mungkin dikurangi atau dihilangkan. Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan
kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam
system atau proses produksi, sehingga dapat disusun rekomendasi cara
pengendalian kecelakaan kerja yang tepat.
Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan anatara lain:
1. Pendekatan energi
Kecelakaan bermula karena adanya sumber energy yang mengalir
mencapai penerima. Pendekatan energy untuk mengendalikan kecelakaan
dilakukan melalui 3 titik, yaitu:
a. Pengendalian pada sumber bahaya. Bahaya sebagai sumber terjadinya
kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan
melakukan pengendalian secara teknis atau administrative.
b. Pendekatan pada jalan energy. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan
melakukan penetrasi pada jalan energy sehingga intesitas energy yang
mengalir ke penerima dapat dikurangi.
c. Pengendalian pada penerima. Pendekatan ini dilakukan melalui
pengendalian terhadap penerima baik manusia, benda atau material.
Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber nya
atau jalannya energy tdk dapat dilakukan dengan efektif.
2. Pendekatan manusia
Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang
menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia
dengan tindakan yang tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan
kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3
antara lain:
a. Pembinaan dan pelatihan
b. Promosi K3 dan kampanye K3
c. Pembinaan perilaku aman
d. Pengawasan dan inspeksi
e. Audit K3
f. Komunikasi K3
g. Pengembangan prosedur kerja aman
3. Pendekatan teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material,
proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah
kecelakaan yang bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan
teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau
peralatan kerja.
b. System pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah
kecelakaan dalam pengoperasian alat instalasi.
4. Pendekatan administratif
Pendekatan secara administrative dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan
paparan bahaya dapat dikurangi.
b. Penyediaan alat keselamatan kerja
c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang
K3
d. Mengatur pola kerja, system produksi dan proses kerja.
5. Pendekatan manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor menejemen yang tidak
kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan antara lain:
a. Menerapkan system manajemen keselamatan dan kesehtan
kerja(SMK3)
b. Mengembangangkan organisasi K3 yang efektif
c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3,
khususnya untuk manajemen tingkat atas.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah sakit merupakan upaya
untuk memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan
rehabilitas. Beberapa faktor K3 pegawai menurut Mangkunegara, 2001 (dalam
Adnani, 2011) adalah:

1. Faktor lingkungan kerja


Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dari faktor
lingkungan kerja yaitu:
a. Kontruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalnya
terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya.
b. Jaringan elektrik dan komukasi: internal(over voltage, hubungan
pendek, induksi, arus berlebih, korosif kabel, kebocoraninstalasi, dan
campuran gas eksplosif), dan eksternal (faktor mekanik, faktor fisik
dan kimia, angina dan pencahayaan (cuaca), binatang pengerat bisa
menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek, manusia
yang lengah terhadap resiko dan SOP, bencana alam atau buatan
manusia).
c. Kualitas udara meliputi: control terhadap polusi, pemasangan “exhaust
fan” (perlindungan terhadap kelembaban udara), pemasangan stiker,
poster “dilarang merokok”, system ventilasi dan pengaturann suhu
udara dalam ruang, control lingkungan, perencanaan jendela
sehubungan dengan pergantian udara AC mati, dan pemasangab fan.
d. Kualitas pencahayaannya.
e. Kebisingan.
f. Display unit (tata ruang dan alat)
g. Hygiene dan sanitasi.
2. Faktor sumber daya manusia
Faktor SDM ini meliputi: keterampilan dan pengetahuan pegawai atau
pekerja, pemakaian peralatan kerja, dan kondisi fisik serta mental pegawai.
BAB III
PENUTUP

a. Simpulan
1. Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja menurut Triwibowo dan
Phuspandani (2013). Keselamatan kerja tidak hanya memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan
pemerintah.
2. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Triwibowo dan
Phuspandani (2013) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan K3
diantaranya yakni sebagai berikut:
a. Memelihara lingkungan kerja yang sehat.
b. Mencegah dan mengobati kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan
sewaktu bekerja.
c. Mencegah dan mengobatikeracunan yang ditimbulkan dari kerja.
d. Memelihara moral, mencegah, dan mengobati keracunan yang timbul
dari kerja.
e. Menyesuaikan kemampuan dengan pekerjaan, dan
f. Merehabilitasi pekerja yang cedera atau sakit akibat pekerjaan.
g. Meningkatkan produktifitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan
menjamin kehidupan produktifannya.
h. Mencegah/mengurangi cacat tetap.
i. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat, dan sumber-sumber
produksi lainnya.
j. Mencegah/mengurangi kematian.
3. Kecelakaan kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
(03/Men/1998) mengatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban manusia dan atau harta benda.
Sedangkan OHSAS (18001:2007) menyatakan bahwa kecelakaan kerja
didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang
dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya),
kejadian kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.

4. Sebab-sebab kecelakaan kerja


ILO (1989) dalam Triwibowo dan Phuspandi (2013) mengemukakan
bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh tiga faktor
yaitu:
a) faktor manusia,
b) pekerjaannya, dan
c) faktor lingkungan di tempat kerja.
5. Pencegahan kecelakaan
Triwibowo dan Phuspandani (2013) menyatakan bahwa, pengendalian
kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan anatara lain:
a) Pendekatan energy
b) Pendekatan manusia
c) Pendekatan teknis
d) Pendekatan administratif
e) Pendekatan manajemen

b. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas penulis sarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Makalah selanjutnya diharapkan untuk membahas tentang teknik
identifikasi bahaya.
2. Makalah selanjutnya diharapkan untuk membahas tentang penerpan
system manajemen K3.
DAFTAR PUSTAKA

Adnani, Hariza. 2011. ILmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Madika.

Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. grafindo Persada.

Darmiatun,Suryatri dan Tasrial. 2015. Prinsip-Prinsip K3LH. Malang: Gunung


Samudera.

Notoatmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati.

Triwibowo, Cecep dan Mitha Erlisya Pusphandani. 2013. Kesehatan Lingkungan


dan K3. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yuliani. 2014. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: CV Budi


Utama.

Anda mungkin juga menyukai