Anda di halaman 1dari 16

Oleh:

Nurjanah 19301026

Isromi bayyinatil khodria


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.Penulis mengucapkan terima kasih Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUSAN.....................................................................................................

a.latar belakang.........................................................................................................................

b.rumusan masalah...................................................................................................................

c.tujuan.....................................................................................................................................
BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh
penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat
2010”,menurut Depkes 1999.
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya
kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan upaya
kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian
(mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil,
melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health)
meliputi:
1. kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus
kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan
dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri. 1.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap
perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan
KDRT). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan,
perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga. Dampak
kekerasan dalam rumah tangga meliput
gangguan kesehatan fisik nonreproduksi (luka fisik, kecacatan), gangguan kesehatan
reproduksi (penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki),
gangguan kesehatan jiwa (trauma mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah
tangga juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian,
kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.
2. Anak Putus Sekolah
Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di Indonesia
tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi,
sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA
yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat
sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional (ILO) tahun 2005
menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan
sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa
banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya
pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian
kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar (APK) program wajib belajar 9 tahun yang
dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia
sekolah yang diharapkan
3.Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak
jalananpenelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari
Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak
dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12
daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anakanak
jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan,
pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa
yang menguasainya
4. Kasus Kriminalitas Anak Remaja
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephumkam dan komnas pelindungan anak (PA)
menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802
narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130
tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan.
Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus
Narkoba (Napza), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira
20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak
remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca
media cetak porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70%
anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru
perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.
5. Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta dampaknya
(Hepatitis C, HIV/AIDS, dll) Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza)
tergolong dalam zatpsikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal
saraf (neurotransmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan
terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta
dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza
di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan
negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % pertahun.
Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit
hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired
Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang tidak
steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik (Penasus/injecting drug user/ IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada fase
awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku
seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun
belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini
diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80%
dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian
pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005
meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005
menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya ,
mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
6. Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia Ganguan jiwa berat ini merupakan
bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi
pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham)
gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan
terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai
rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan
terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000
penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu
orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit
jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa
yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000
orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang
implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based
psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas
utama karena paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa
masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan
psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun penderitanya.
Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat
cukup berobat jalan.
7. Kasus Bunuh Diri Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di
seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri
Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia
angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen
kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah
gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza). Yang
mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak
bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun
melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari
12 tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah,
guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life
skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan
dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai
peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah. Kondisi lain yang perlu mendapat
perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang
antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi
manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan.
Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin
antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama,
penegakan hukum dan social.
B. Kesehatan Jiwa Masyarakat
Tujuan dari diadakannya KESWAMAS adalah untuk meningkatkan kerjasama
lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok
profesi dan organisasi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan dalam
rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan masyarakat dalam
menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai
individu, keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih
produktif secara sosial dan ekonomi.

C.Area keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup
mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup
menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya
pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran
dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan jiwa. Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan
kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku
manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik
keperawatan.

1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus

4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental -


penyuluhan dan konseling Kesehatan Jiwa Masyarakat Tujuan dari diadakannya KESWAMAS
adalah untuk meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga Swadaya
Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan
dalam rangka meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
masalah kesehatan jiwa sehingga akan terbentu perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan
masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif secara sosial dan
ekonomi.

D. Masalah Kesehatan Jiwa Masyarakat

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang
berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja,
masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll),
gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang
penghapusan KDRT). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-
orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan,
perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga. Dampak
kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik nonreproduksi (luka fisik,
kecacatan), gangguan kesehatan reproduksi (penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang
tidak dikehendaki), gangguan kesehatan jiwa (trauma mental), kematian atau bunuh diri. Kekerasan
rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus
penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

2. Anak Putus Sekolah

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di Indonesia tercatat
jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa/siswi, sedangkan pelajar
SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976.

E.Upaya kesehatan jiwa masyarakat

Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan

a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikrnati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu
Kesehatan Jiwa; b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan;

c. memberikan pelindungan dan menjamin peiayanan Kesehatan Jiwa bagi ODMK dan ODGJ
berdasarkan hak asasi manusia;

d. memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan


melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi ODMK dan ODGJ;

e. menjamin ketersediaan dan ketedangkauan sumber daya dalam Upaya Kesehatan Jiwa;

f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembanga.n ilmu pengetahuan
dan teknologi;

g. memberikah kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh hakrrya sebagai
Warga Negara Indonesia.
f.keperawatan jiwa masyarakat

Terjadinya modernisasi dan globalisasi tak pelak menjadikan cepatnya perubahan dan
kemajuan teknologi baru. Perubahan cepat tersebut, sayangnya menjadikan tidak semua orang
sanggup menghadapinya hingga memicu munculnya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa.
Untuk itu, pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas perlu dikembangkan dengan
memberdayakan dan melibatkan masyarakat demi mempertahankan manusia sehat secara fisik
dan mental.Menurutnya, kesehatan jiwa masyarakat atau yang disebut Community Mental
Health merupakan suatu hal yang telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat yang
dihadapi sebagian besar negara. Rakhmat juga menjelaskan, data dari WHO Mental Health Atlas
menunjukkan bahwa permasalahan besar di wilayah negara berkembang adalah sumber daya
manusia. “Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun akan membuat
penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan
lingkungan sekitar,” ujar Rakhmat.

Terlebih dengan masih adanya problematika multi-dimensional yang hingga saat ini
dihadapi bangsa Indonesia menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, teror, serta wabah
penyakit, Rakhmat mengakui, hal ini mampu menjadi pencetus munculnya permasalahan
kesehatan jiwa masyarakat akibat kondisi psikososial masyarakat yang tidak semuanya siap
menghadapi permasalahan tersebut,” terang Rakhmat.Lebih lanjut Ia memaparkan kesehatan
jiwa tidak sekadar bebas dari gangguan dari penyakit atau kecacatan, namun lebih pada perasaan
sehat, sejahtera, sehat dan bahagia dengan keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku untuk
dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi
tantangan hidup sehari-hari. “Pada intinya, kesehatan jiwa adalah status kesehatan dimana
individu sadar akan kemampuannya, dapat mengatasi stres hidup sehari-hari, dapat bekerja
produktif, serta mampu memberi kontribusi pada komunitasnya.
G.PROSES KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA CMHN

1.PROSES KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA

CMHN

Pendekatan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien adalah

sebagai berikut.

Pengkajian

Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit berdasarkan keluhan

pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa,

maka pengkajian dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data

yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial,

dan pengkajian status mental (format dilampirkan pada modul pencatatan dan pelaporan).

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga,

pengamatan langsung terhadap kondisi pasien, serta melalui pemeriksaan.

2.Diagnosis

keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik masalah yang

bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko mengalami gangguan

jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, maka
perawat harus berhati-hati dalam penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak

menyebutkan gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat.

Adapun diagnosis keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pascabencana adalah

sebagai berikut.

1. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja.

a. Depresi

b. Perilaku kekerasan

2. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa.


a. Harga diri rendah

b. Perilaku kekerasan

c. Risiko bunuh diri

d. Isolasi sosial

e. Gangguan persepsi sensori: halusinasi

f. Gangguan proses pikir: waham

g. Defisit perawatan diri

3. Masalah kesehatan jiwa pada lansia.

a. Demensia

b. Depresi

3.Perencanaan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan kesehatan

jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu:

1. penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan

pasien;

2. pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan jiwa dan gangguan jiwa;

3. perawatan mandiri (aktivitas kehidupan sehari-hari) meliputi kebersihan diri (misal,

mandi, kebersihan rambut, gigi, perineum), makan dan minum, buang air besar dan

buang air kecil;

4. terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi

keluarga;

5. tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek samping).

Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi

satu diagnosis keperawatan diperlukan beberapa kali pertemuan hingga tercapai kemampuan

yang diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan
ditujukan pada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas.

1. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam kegiatan sehari-

hari dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.

2. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien

dan menyosialisasikan pasien dengan lingkungan.

3. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi

agar pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.

4. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang

kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta menggerakkan sumber-sumber yang ada di

masyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.

4.Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tindakan

keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerja

sama dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya

adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya

serta meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja

dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi

pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.

Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam memenuhi

kebutuhan dan menyelesaikan masalah.

1. Evaluasi pasien

a. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya.

b. Membina hubungan dengan orang lain di lingkungannya secara bertahap.

c. Melakukan cara-cara meyelesaikan masalah yang dialami.


2.Evaluasi keluarga

a. Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri.

b. Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa.

c. Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau

kekambuhan.

d. Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera.

e. Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman

dekat, pelayanan kesehatan terdekat


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, Ilmu
keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial yang
maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan
terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan
jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan
dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).
B. Saran
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup
mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup
menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan
keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan
fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan
jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic. Jakarta: EGC.
Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret 2012. Diambil pada
tanggal 15 April 2013, dari

Anda mungkin juga menyukai