(LITERATUR REVIEW)
Oleh:
IVAN INDRAWAN
(2017.C.09a.0845)
Oleh:
IVAN INDRAWAN
(2017.C.09a.0845)
iii
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIASI
Materai
Ivan Indrawan
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Suryagustina,Ners,M.Kep Prinawatie,S.Kep.,M.Kes
v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Skripsi Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji
Pada Tanggal,
PANITIA PENGUJI
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan,
vi
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji
Pada Tanggal,
PANITIA PENGUJI
Mengetahui,
Ketua Ketua Program Studi
STIKes Eka Harap, Sarjana Keperawatan,
vii
MOTTO
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulias panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulisan Karya Tulia Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar S. Kep. pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. DR. dr. Andriansyah Arifin, MPH dan seluruh pengurus Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan sarana dan prasarana kepada
penulis dalam mengikuti Pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka
Harap Palangka Raya.
2. Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M. Kes. selaku ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
3. Meilitha Carolina, Ners, M. Kep. selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan.
4. Putria Carolina, Ns., M. Kep. selaku Ketua Penguji Proposal ini yang telah
memeberikan saran dan masukan.
5. Suryagustina, Ners., M. Kep. selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
6. Prinawati, S. Kep., M. Kes. selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
7. Vina Agustina, Ners., M. Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan proposal ini.
8. Seluruh staf Pengajar Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka
Harap Palangka Raya yang telah memberikan bimbingan dan ilmu
pengetahuan selama ini.
9. Orang Tua tercinta, orang terkasih dan seluruh keluarga yang memberikan
dukungan do’a maupun moral dan matril untuk penulis, sehingga dapat
menyelesaikan proposal ini dengan sebaik-baiknya.
ix
10. Sahabat-sahabat terbaik yang memberikan dukungan bagi penulis
menyelesaikan proposal ini.
11. Seluruh rekan mahasiswa/i Program Studi Sarjana Keperawatan di STIKes
Eka Harap Angkatan IX Tahun Ajaran 2020/2021 yang memberikan
bantuan, masukan dan saran selama dalam pendidikan dan penulisan
proposal ini.
12. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis untuk
menyelesaikan proposal ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Peneliti mengakui masih banyak terdapat kekurangan dari proposal ini.
Akhir kata, peneliti berharap proposal ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang ilmu riset keperawatan,
baik dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang, semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa memberikan ramat dan karunia-Nya kepada kita
semua.
Ivan Indrawan
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
HALAMAN SAMPUL...................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN/BEBAS PLAGIASI...................iv
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................vi
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................vii
MOTTO...........................................................................................................viii
KATA PENGANTAR....................................................................................ix
DAFTAR ISI...................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...........................................................................................xiii
DAFTAR BAGAN..........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................4
1.4.1 Perkembangan IPTEK...................................................................4
1.4.2 Mahasiswa.....................................................................................4
xi
2.4.3 Fungsi Keluarga.............................................................................19
2.4.4 Tahap Perkembangan Keluarga.....................................................20
2.5. Konsep Dasar Anak.................................................................................22
2.5.1 Difinisi Anak..................................................................................22
2.5.2 Kebutuhan Dasar Anak..................................................................22
2.5.3 Tingkat Perkembangan Anak.........................................................22
2.6. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Penanganan Kejang
Demam....................................................................................................23
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan..............................................................................................40
5.2 Conflict Of Interest..................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi pada usia kurang dari satu
tahun. Kejang demam paling sering ditemukan pada usia 1 hingga kurang dari 2
tahun. Selain itu anak laki – laki dengan kejang demam lebih banyak (66%)
dibandingkan dengan anak perempuan (34%) (Yurika, 2020). Berdasarkan hasil
penelitian Untung Tarunaji and Fithriyani, (2018) yang dilakukan pada 35
responden, didapatkan hasil keluarga yang memiliki pengetahuan belum tepat
tentang penanganan kejang demam pada anak sebanyak 19 orang (54,3%) dan
orang tua yang memiliki pengetahuan yang tepat tentang penanganan kejang
demam pada anak sebanyak 16 (45,7%) responden, dan keluarga yang memiliki
perilaku yang belum tepat dalam penanganan kejang demam pada anak sebanyak
18 (51,4%), keluarga yang memiliki perilaku baik dalam penanganan kejang
demam pada anak sebanyak 17 (48,6%)
Kejang demam berkaitan dengan demam, biasanya dipengaruhi oleh virus
atau infeksi. Kejang yang terjadi biasanya jinak, tetapi sangat menakutkan bagi
keluarga. Bagaimanapun juga kejang demam dapat menjadi tanda bahaya infeksi
yang menyebabkan kejang seperti meningitis atau sepsis. Kejang demam pada
anak perlu diwaspadai, karena kejang yang lebih dari 15 menit dapat
menyebabkan kecacatan sistem saraf otak bahkan bisa terjadi kematian (Zahroh,
2018). Kejang demam adalah tipe kejang yang paling sering di jumpai pada balita
dan anak-anak. Kejang demam biasanya sering terjadi pada anak dibawah 5
tahun, dengan insiden puncak pada usia antara 14 dan 18 bulan. Sebagian besar
keluarga masih memiliki pengetahuan dan perilaku yang belum tepat dalam
penanganan kejang demam pada anak. Berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku
keluarga dalam penanganan kejang demam diantaranya pengetahuan, kemampuan
keluarga dalam penanganan kejang demam harus didasari pengetahuan yang tepat
tentang kejang demam (Wiharjo, 2019). Dampak dari perilaku keluarga yang belum
tepat membuat terlambatnya penanganan pada anak dan anak bisa saja mengalami
hal dari kejang demam dapat merusak sistem saraf otak seperti epilepsi, kelainan
anatomis otak, mengalami kecacatan atau kelainan neurologis dan kemungkinan
mengalami kematian dan dampak positif apabila keluarga memiliki pengetahuan
dan perilaku yang tepat maka anak dapat tertangani dengan cepat dan
terselamatkan.
3
5
6
2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada
anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan
konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba - tiba.
2.3.2.2. Faktor presipitasi
1) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus
misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis,
gastroenteritis, infeksitraktus urinarius dan faringitis.
2) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit
sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia,
hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
3) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma
kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan
kerusakan otak.
Menunjukkan bahwa penyebab kejang demam pada anak adalah
infeksi saluran pernapasan, pneumonia, bronkopenumonia, penyakit non-
infeksi, serta imunisas jug bisa menjadi penyebab kejang demam meskipun
insidennya yang sangat kecil (Nuryani, Nasriati and Verawati, 2020)
2.3.3 Klasifikasi Kejang Demam
Ada 2 golongan kejang demam menurut Ridha, H., (2017) yaitu sebagai
berikut :
2.3.3.1. Kejang demam sederhana
1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6
tahun
4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
5) Kejang tidak bersifat tonik klonik
6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau
abnormalitas perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
15
10) Segera bawa anak ke fasilitas kesehatan untuk penanganan lebih lanjut.
Apabila anak sudah berhenti kejangnya atau kejang terjadi cukup lama.
Berikut adalah pencenggahan pada anak yang mengalami demam agar tidak
sampai mengalami kejang demam :
1) Jika anak demam berikan obat penurun panas sesuai dosis.
2) Awasi peningkatan suhu tubuh menggunakan termometer.
3) Anak diberi kompres untuk menurunkan suhu tubuh.
Jangan memakaikan anak baju atau selimut yang tebal, suhu tubuh tidakan
akan segera turun
4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang
dewasa. Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah
atau tidak mempunyai suami.
5) Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah
keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe
keluarga ini banyak dianut oleh keluarga Indonesia terutama di daerah
pedesaan.
6) Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah
(baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya sudah
membangun karir sendiri atau sudah menikah.
7) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling
berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur
dan kamar mandi yang sama.
2.4.2.2. Keluarga non tradisional
1) Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas
orang tua dan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
3) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis
kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5) Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang aslinya.
2.4.3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini.
2.4.3.1. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga
akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat
19
rentang usia antara 0 – 8 tahun. Anak usia dini merupakan sekelompok manusia
yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pada usia tersebut
para ahli menyebutnya sebagai masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu
kali dalam perkembangan kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan
anak usia dini perlu diarahkan pada fisik, kognitif, sosioemosional, bahasa, dan
kreativitas yang seimbang sebagai peletak dasar yang tepat guna pembentukan
pribadi yang utuh (Priyanto, 2014)
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siapa
saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam
kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan
terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan
hingga berusia 18 tahun.
2.5.2 Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan Dasar Anak Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak
secara umum digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang
meliputi, pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak,
sanitasi, sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi.
2.5.3 Tingkat perkembangan anak
Menurut Damaiyanti (2008), karakteristik anak sesuai tingkat perkembangan :
2.5.3.1. Usia bayi (0-1 tahun) Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan
perasaan dan pikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi
dengan bayi lebih banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal.
Pada saat lapar, haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi
hanya bisa mengekspresikan perasaannya dengan menangis. Walaupun
demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang
dewasa yang berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya
memberikan sentuhan, dekapan, dan menggendong dan berbicara lemah
lembut. Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi
misalnya menggerakkan badan, tangan dan kaki.
23
2.5.3.2. Usia pra sekolah (2-5 tahun) Karakteristik anak pada masa ini terutama
pada anak dibawah 3 tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga
mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuan sehingga anak perlu
diberi tahu tentang apa yang akan akan terjadi padanya. Misalnya, pada
saat akan diukur suhu, anak akan merasa melihat alat yang akan
ditempelkan ke tubuhnya.
2.5.3.3. Usia sekolah (6-12 tahun) Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap
stimulus yang dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh
karena itu, apabila berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak
diusia ini harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan
berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak
usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan
anak sudah mampu berpikir secara konkret.
2.5.3.4. Usia remaja (13-18) Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan
dari akhir masa anak-anak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola
piker dan tingkah laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju
orang dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan
bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia
percaya.
Bahwa perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktek ini dapat diamati orang lain dari luar. Jadi meskipun
mereka pengetahuan kurang tapi karena mendapat stimulus berupa tindakan atau
praktek yang telah mereka amati dari orang lain maka mereka medapatkan
perilaku positif.
Menurut teori Notoadmodjo (2014) yang menjelaskan bahwa terbentuknya
perilaku seseorang salah satunya faktor internal salah satunya adalah pendidikan.
Jadi apabila pengetahuan kurang mempengaruhi perilaku mereka yaitu perilaku
negatif (Nuryani, Nasriati and Verawati, 2020).
BAB 3
METODE PENELITIAN
25
26
Bagan 3.1 Diagram flow seleksi literatur review hubungan pengetahuan dengan
perilaku keluarga dalam penanganan kejang demam pada anak.
28
30
31
3. Evis Ritawani Puskesmas Rawat Inap Cross Sectional 58 responden Hasil penelitian menunjukkan chi square denan
Hasibuan, Maizatuz Tenayan Raya Kota tingkat Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti
Zahroh (2018) Pekanbaru bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu
dengan penanganan pertama pada balita kejang
demam.
4. Andrianus Langging, Posyandu Anggrek Cross Sectional 45 responden Hasil analisis uji korelasi nilai r hitung adalah
Tavip Dwi Wahyuni, Tlogomas Wilayah Kerja sebesar 0,475 dengan signifikansi sebesar 0,001,
Ani Sutriningsih Puskesmas Dinoyo Kota maka hipotesis Ha diterima yaitu terdapat korelasi
(2018) Malang atau hubungan antara pengetahuan ibu dengan
penatalaksanaan kejang demam.
5. Ilham Setyo Budi, Ruang Anak RSI Sunan Cross Sectional 50 responden Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan
Siti Munzaemah, Kudus penanganan kejang demam berulang di rumah sakit
Anita Dyah Listyarini islam sunan kudus. Dengan nilai chi square hitung
(2021) 4.177 > chi square table 3.841.
31
32
6. Ami Oetamiati Ruang Aster RSUD Kota Cross Sectional 35 responden Hasil analisa bivariat menggunakan uji analisis chi
Wiharjo Bogor square diperoleh nilai p value 0,002 ≤ 0,05
(alpha), artinya Ha diterima dan Ho ditolak.
Menunjukkan adanya hubungan tingkat
pengetahuan orang tua dengan pertolongan pertama
kejang demam pada anak usia balita di ruang Aster
RSUD kota bogor.
7. Revyana Natasia Kelurahan Satria Cross Sectional 59 responden Hasil penelitian didapatkan tingkat pengetahuan,
Siregar, Puji Pinta Lingkungan VI Kota sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam
Sinurat, Fitriani Tebing Tinggi pada anak termasuk kategori sedang.
Lumongga (2017)
33
4.2 PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian dengan menggunakan literatur review dari 7
artikel penelitian yang terdahulu yang berhasil didapatkan dan dianalisis
oleh peneliti, maka peneliti menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam penanganan kejang
demam pada anak.
4.2.1 Pengetahuan Orang Tua
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari 7 artikel penelitian
terdahulu yang berhasil didapatkan dan dianalisis oleh peneliti maka peneliti
menemukan hubungan dari setiap artikel yang ada. Berdasarkan hasil penelitian
Untung Tarunaji and Fithriyani, (2018) didapatkan bahwa sebagian besar
responden yaitu sebanyak 35 orang memiliki pengetahuan kurang tepat dalam
penanganan kejang demam pada anak di RSUD Mattaher Jambi. Adapun
responden yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 19 responden (54,3%),
responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 16 responden (45,7%).
Dilakukan survey awal dengan mewawancarai 5 orang ibu yang mempunyai anak
yang dirawat di ruang anak yang mempunyai riwayat penyakit sekarang dengan
demam yang beresiko kejang demam didapatkan hasil 4 diantaranya kurang
mengetahui cara pencegahan kejang demam berdasarkan jawaban yang ibu jawab,
dan hanya mampu menjawab 1 poin saja yaitu dengan menurunkan suhu tubuh
anak dan ibu juga kurang memahami dan mengerti tentang akibat dari demam
yang tinggi bisa beresiko terjadinya kejang demam dan ibu yang harus ibu
lakukan apabila anak terjangkit kejang demam seperti jangan panik, regangkan
pakaian yang ketat, menghitung waktu lama kejang, memberi penahan pada gigi
anak dengan benda yang tidak keras, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian Nuryani, Nasriati and Verawati, (2020) dari 40
responden penelitian didapatkan tingkat pengetahuan keluarga baik sebanyak 20
responden (50%), pengetahuan keluarga cukup sebanyak 10 responden (25%),
dan pengetahuan keluarga kurang sebanyak 10 responden (25%). Ini sesuai
dengan data dari 40 responden tentang pencegahan kejang demam sekitar 38
responden menjawab pertanyaan dengan benar yaitu pemberian obat penurun
panas merupakan salah satu cara pencegahan agar anak tidak mengalami demam
33
34
tinggi dan mengalami kejang demam. Didukung dengan penelitian (Zahroh, 2018)
dengan 94 responden dalam penelitian ini didapatkan keluarga yang memiliki
pengetahuan yang baik sebanyak 58 responden (61,7%), keluarga yang memiliki
pengetahuan yang cukup sebanyak 32 responden (34,05%), dan keluarga yang
memiliki pengetahuan kurang sebanyak 4 responden (4,25%). Dari penelitian
(Budi and Munzaemah, 2021) dengan jumlah 50 responden ada yang memiliki
pengetahuan yang kurang baik sebanyak 34 orang (68,0%), responden yang
memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 16 orang (32,0%). Dari penelitian
(Langging, 2018) dengan 45 responden sebagian besar responden memiliki
pengetahuan yang cukup sebanyak 27 orang (60,0%), responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 13 orang (28,9%) dan responden yang memiliki
pengetahuan yang kurang sebanyak 5 orang (11,1%). Dari hasil penelitian
(Siregar and Sinurat, 2017) dengan 59 responden tingkat pengetahuan sedang
berdasarkan usia 21-30 sebanyak 14 orang (23,7%)
Pengetahuan menurut Budiman dan Riyanto, (2013) adalah sesuatu
hal yang diketahui/dimengerti berkaitan dengan proses pembelajaran.
Pengetahuan sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh
seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman – pemahaman baru. Pengetahuan menurut Notoatmojo,
(2012) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan berjalan melalui
sistem indra manusia, mulai dari indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia di
peroleh melalui sistem penglihatan dan pendengaran. Dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang
berdasarkan pengalaman dan penelitian atau terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek yang proses
pembentukannya secara terus menerus karena adanya pemahaman –
pemahaman baru. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah
faktor internal yang didalamnya terdapat pendidikan. Pendidikan suatu
proses belajar yang terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan kearah lebih dewasa, lebih baik, serta lebih matang pada
35
pada responden yang berusia 21-30 tahun yaitu (16,9%), kategori perilaku sedang
lebih banyak pada usia 40-50 tahun yaitu (22%), kategori perilaku kurang baik
lebih banyak pada usia 21-30 dan 40-50 tahun yaitu (6,7%). Kategori perilaku
responden berdasarkan pendidikan terakhir, kategori perilaku baik lebih banyak
pada responden yang berpendidikan akhir pada SMA dan ST yaitu (11,9%),
kategori perilaku sedang lebih banyak pendidikan akhir SMA yaitu (20,3%),
kategori perilaku kurang lebih banyak pada berpendidikan akhir SMA yaitu
(11,9%). Dan kategori perilaku responden berdasarkan pekerjaan, kategori
perilaku baik lebih banyak pada responden yang memiliki pekerjaan yaitu
(13,5%), kategori perilaku sedang lebih banyak yang memiliki pekerjaan IRT
yaitu (22%), dan kategori perilaku kurang lebih banyak pada yang memiliki
pekerjaan IRT dan PNS yaitu (6,8%).
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya
(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting)
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai tingkatan. Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan
itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar
terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi maka
anggota masyarakat didalamnya yang akan mengalami perubahan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan perilaku keluarga dalam
penanganan kejang demam pada anak pada saat ditanya di puskesmas maupun di
RSUD masih memilik perilaku yang kurang tepat atau masih kurang baik. Hal ini
dibuktikan dengan saat ditanya penanganan kejang demam pada anak keluarga
menjawab masih kurang mengetahui dan tidak melakukan kompres anak
menggunakan air hangat dan responden ibu tidak mencari tahu lebih lanjut tentang
37
informasi kejang demam karena responden menganggap kejang demam pada anak
itu hal biasa. Berdasarkan fakta dan teori diatas yang saling berkaitan maka dapat
dikatakan bahwa pengetahuan sangat penting bagi keluarga yang mempengaruhi
perilaku keluarga dalam mengetahui pencegahan kejang demam pada anak.
Semakin tinggi pengetahuan keluarga maka semakin baik juga perilaku keluarga
dalam penanganan kejang demam pada anak.
4.2.3 Hubungan pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam penanganan
kejang demam pada anak
Berdasarkan hasil penelitian Untung Tarunaji and Fithriyani (2018), dengan
uji statistic didapatkan nilai p-value (<0,05) maka dapat disimpulkan ada
hubungan yang signifikan/bermakna antara pengetahuan dengan perilaku
pencegahan kejang demam berulang pada balita usia 1-5 tahun di ruang anak
RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2017. Pengetahuan adalah tahap
perkembangan, latar belakang pendidikan kesehatan dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif seseorang dibentuk dengan cara berpikir seseorang dan
selalu berhubungan dengan tahap perkembangan individu.
Berdasarkan hasil penelitian Nuryani, Nasriati and Verawati, (2020)
perhitungan penelitian ini menggunakan uji chi square diperoleh nilai p hitung =
5,012 dengan menggunakan taraf signifikasi nilai ɑ = 0,05. Dapat diartikan bahwa
ada hubungan antara pengetahun keluarga tentang kejang demam dengan perilaku
penanganan kejang demam sebelum dibawa ke rumah sakit di ruang anak RSU
Mauhmmadiyah Ponorogo. Berdasarkan hasil penelitian Langging, (2018)
didapatkan nilai r hitung adalah sebesar 0,475 dengan signifkansi sebesar 0,001.
Karena nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,475 >0,294 atau nilai signifansi
lebih kecil dari alpha (0,001 < 0,050), maka hipotesis Ha diterima yaitu terdapat
korelasi atau hubungan antara pengetahuan ibu dengan penatalaksanaan kejang
demam dengan tingkat toleransi kesalahan(alpha) 5 %. Besarnya korelasi 0,475
menunjukkan bahwa tingkat hubungan antara kedua variabel tersebut kuat dan
anda positif (+) menunjukkan bahwa bentuk hubungan kedua variabel tersebut
adalah benarbanding lurus yaitu semakin meningkatnya pengetahuan ibu, maka
penatalaksanaan kejang demam akan semakin meningkat atau semakin tinggi.
Namun tidak adanya hubungan pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam
38
penangana kejang demam pada anak. Dari penelitian Wiharjo, (2019) didapatkan
adanya hubungan signifat dengan menggunakan komputerisasi didapatkan p value
0,002 ≤ 0,05 (alpha), artinya Ha diterima dan Ho ditolak. Dari nilai tersebut maka
hasil analisis menyatakan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua
dengan pertolongan pertama kejang demam pada anak usia balita di ruang Astr
RSUD Kota Bogor.
Berdasarkan hasil penelitian Budi and Munzaemah, (2021) pada tabel ouput
chi square diatas diketahui nilai chi square hitung adalah sebesar 4.177.
selanjutnya mencari nilai chi square table untuk nilai df = 1 pada signifikansi (ɑ)
5 % atau 0,005 pada distribusi nilai chi square table statistic. Maka ketemu nilai
chi square table adalah sebesar 3,841. Karena nilai chi square hitung 4.177 > chi
square table 3,841, maka sebagian besar pengambilan keputusan diatas, dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diartikan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan penanganan kejang demam
berulang di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.
Menurut Nai Angelia Firmina (2017) bahwa perubahan perilaku sesorang
terjadi didahului oleh pengalaman, sedangkan pengalaman itu sendiri adalah
pengertian belajar dapat berupa pengalaman fisik, psikis, dan sosial. Menurut
Semiwan (2002) yang dikutip dalam Susanto Ahmad (2018) menjelaskan bahwa
emosi adalah suatu proses berkaitan dengan makna perasaan seseorang, dan otak
manusia menyimpan aspek-aspek yang berbeda di bagia-bagian yang berbeda pula
beragam pengalaman manusia sendiri. Menurut Goleman (2002) yang dikutip
dalam Susanto Ahmad (2018) menjelaskan bahwa emosi seseorang muncul bisa
dari pengalaman seseorang dan salah satu jenis emosi yaitu rasa takut yang
meliputi cemas, bingung, gugup, rasa khawatir, merasa takut, dan panik. Jadi dari
proses pengalaman seseorang bisa berperilaku positif dikarenakan pengalaman itu
sendiri adalah proses belajar yang alami yang akan mudah diingat.
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
adanya hubungan pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam penanganan
kejang demam pada anak. Dari 7 artikel yang dianalisis didapatkan bahwa 3
artikel memiliki hubungan yang sama yaitu hubungan pengetahuan dengan
perilaku keluarga dalam penanganan kejang demam pada anak, dan ke 4 artikel
39
5.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya. Kejang
demam adalah kelainan neurologis tersering pada anak dan biasanya terjadi pada
anak umur 6 bulan – 5 tahun dengan puncak onset kira - kira pada umur 14 – 18
bulan (Zahroh, 2018). Kejang demam jarang terjadi setelah anak usia 5 tahun,
anak laki- laki sering menderita kejang demam dengan insiden sekitar dua kali
lipat lebih sering dibandingkan anak perempuan (Untung Tarunaji and Fithriyani,
2018).
Berdasarkan hasil analisis jurnal penelitian dengan metode literature review
yang diperoleh dari 7 artikel yaitu terdapat hubungan pengetahuan dengan perilaku
keluarga dalam penanganan kejang demam pada anak yang dibuktikan dengan
nilai p-value 0,000 (< 0,05). Sedangkan 4 artikel tidak menyajikan data hasil
statistik namun hanya berupa pengetahuan, sikap, dan penanganan kejang demam
pada anak. berdasarkan hasil penemuan penelitian literatur yang dilakukan tersebut
diatas sejalan dengan teori yang ada. Dimana hasil penelitian pada ke tujuh artikel
penelitian yaitu hubungan pengetahuan dengan perilaku keluarga dalam
penanganan kejang demam pada anak, sama dengan teori yang diungkapkan
Notoadmojo 2010 yang dikutip dalam (Gunawan, 2016) bahwa salah satu faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah faktor internal yang didalamnya
terdapat pendidikan. Pendidikan suatu proses belajar yang terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih
baik, serta lebih matang pada individu, kelompok, atau masyarakat, maka semakin
tinggi seseorang mendapatkan pendidikan semakin baik pengetahuan seseorang,
semakin mudah untuk memahami suatu hal yang baru.
41
42
Azwar, S. (2011). Sikap Dan Perilaku. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya.
Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ridha, H., N. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiharjo, A. O. (2019).‘Di Ruang Aster Rsud Kota Bogor’, 11, Pp. 59–70.