Anda di halaman 1dari 104

PROPOSAL

HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA DENGAN PERILAKU


MEROKOK PADA REMAJA

(LITERATUR REVIEW)

OLEH:
DANDUNG SETIADI
NIM: 2017.C.09a.0880

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2021
PROPOSAL

HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA DENGAN PERILAKU


MEROKOK PADA REMAJA

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang Proposal


dan Melanjutkan Penelitian Pada STIKes Eka Harap Palangka Raya

OLEH:

DANDUNG SETIADI
(NIM : 2017.C.09A.0880)

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2021

i
MOTTO

Rahasia Kesuksesan Adalah Melakukan Hal Yang Biasa Secara


Tak Biasa

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku


Merokok Pada Remaja
Nama : Dandung Setiadi

NIM : 2017.C.09a.0880

Proposal ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal, ………….. April 2021

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes) (Wenna Araya, S.Psi., M.Pd)

iii
PENGESAHAN

Judul : Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku


Merokok Pada Remaja
Nama : Dandung Setiadi

NIM : 2017.C.09a.0880

Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji
Pada Tanggal, ..... April 2021

TIM PENGUJI : TTD

Ketua : Suryagustina, Ners., M.Kep (...............................)

Anggota 1 : Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes (...............................)

Anggota 2 : Wenna Araya, S.Psi., M.Pd (...............................)

Mengetahui,
Ketua Ketua
STIKes Eka Harap, Prodi Sarjana Keperawatan,

(Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes) (Meilitha Carolina, Ners., M.Kep)

iv
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Dandung Setiadi
NIM : 2017.C.09a.0880
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul Karya Tulis : Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku
Merokok Pada Remaja

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis tersebut secara


keseluruhan adalah murni karya saya sendiri, bukan dibuatkan oleh orang lain, baik
sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi sebagian atau keseluruhan dari karya
tulis orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sebagai sumber pustaka
sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari didapatkan dibuktikan bahwa karya tulis saya
tersebut merupakan hasil karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan dan
atau plagiasi karya tulis orang lain, saya sanggup menerima sanksi peninjauan
kembali kelulusan saya, pembatalan kelulusan, pembatalan dan penarikan ijazah saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa
paksaan dari pihak manapun. atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Palangka Raya, April 2021


Peneliti,

Dandung Setiadi

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja”.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1) Bapak Dr. Ardiansyah Arifin, MPH dan seluruh staf Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan sarana dan prasarana kepada penulis
dalam mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
3) Ibu Suryagustina, Ners., M.Kep. Selaku ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan Eka Harap Palangka Raya dan selaku Ketua Dewan Penguji.
4) Ibu Vina Agustina, Ners., M.Kep. Selaku sekretaris Program Studi Sarjana
Keperawatan Eka Harap Palangka Raya.
5) Ibu Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes. Selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
6) Ibu Wenna Araya, S.Psi. M.Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak
memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
7) Seluruh Staf Pengajar Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap
Palangka Raya yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan selama
ini.

vi
8) Kepada Ayah, Ibu, kakak sepupu dan adik-adik tercinta, yang selalu memberikan
bantuan dukungan material dan moral, bimbingan, dorongan, motivasi maupun
doa untuk kesuksesan dalam penyusunan proposal.
9) Sahabat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan ini
yaitu Rosyanus Pakpahan, Sapto Widiantoro, Riki Gunawan, dan Antoni
Fandefitson
10) Seluruh teman-teman Program Studi Sarjana Keperawatan Angkatan IX, dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
11) Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis menyelesaikan
proposal ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta proposal ini dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima
kasih.

Palangka Raya, April 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN SAMPUL i
MOTTO ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN BEBAS PLAGIASI v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xi
DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaaf Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Fungsi Afektif Keluarga 5
2.1.1 Pengertian Fungsi Afektif Keluarga 5
2.1.2 Komponen Fungsi Afektif 5
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Afektif Keluarga 6
2.2 Konsep Perilaku Merokok 6
2.2.1 Pengertian Perilaku Merokok 6
2.2.2 Aspek-Aspek Perilaku Merokok Pada Remaja 6
2.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Pada Remaja 7
2.3 Konsep Remaja 8
2.3.1 Pengertian Remaja 8
2.3.2 Batasan Remaja8
2.3.3 Ciri-Ciri Remaja 8

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian 11
3.2 Kriteria Kelayakan Literature Review 11
3.3 Sumber Literatur 12
3.4 Seleksi Literatur 12

Viii
3.5 Tahapan Pengumpulan Data 14
3.6 Metode Analisa 15

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 12

x
DAFTAR BAGAN

Bagan 3.4 Diagram 3.1 Diagram flow Seleksi literatur review hubungan fungsi
afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja
………... 13

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada


Remaja Di SMPN 5 Ungaran Kabupaten Semarang

Lampiran 2 Hubungan Perpsepsi Terhadap Peringatan Bahaya Merokok Pada


Kemasan Rokok Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki
Dikota Palembang
Lampiran 3 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok Pada
Remaja Di SMK PGRI Pekan Baru
Lampiran 4 Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada
Remaja
Lampiran 5 Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Pergaulan Bebas Remaja
Di MTS Swasta Nurul Hasanah Tenggayun
Lampiran 6 Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Remaja Tentang Rokok
Dengan Perilaku Merokok Remaja Di Kulonprogo Yogyakarta
Lampiran 7 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Lingkungan Sosial Dengan
Perilaku Merokok
Lampiran 8 Lembar Konsultasi

xii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mrngalami
perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Adanya perubahan
hormonal dan Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional, diperlukan
fungsi keluarga dalam perkembangan anak. Keluarga mempunyai pengaruh yang
cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupkan lingkungan sosial
pertama yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Orang tua merupakan
model bagi anak-anaknya yang di besarkan (Istyanto and Maghfiroh, 2021).
Hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam
membentuk perilaku anak menjadi pribadi yang lebih baik. Pada masa remaja, ada
sesuatu hal yang penting yaitu solidaritas antar kelompok terhadap teman remaja
dengan gaya hidup seperti perilaku merokok, yang dianggap sebuah kejantanan,
kematangan, kekuatan dan kepempinan, seperti dapat menjadi daya tarik sendiri.
(Luthfa and Muflihah, 2019) tetapi jika tidak terpenuhi fungsi efektif keluarga maka
remaja akan terjerumus ke dalam hal-hal yang menyimpang seperti pergaulan bebas
yaitu minum minuman keras merokok. Perilaku merokok merupakan sebuah
kejantanan, kematangan, kekuatan dan kepempinan, seperti dapat menjadi daya tarik
sendiri terhadap lawan jenis. Pada masa remaja, ada sesuatu hal yang penting yaitu
solidaritas antar kelompok terhadap teman remaja memiliki pengaruh besar terhadap
kesehatan dengan gaya hidup seperti perilaku merokok. Tingginya kebiasaan
merokok dikalangan remaja disebabkan karena rasa ingin tahu remaja yang tinggi dan
juga ingin melakukan kegiatan seperti orang dewasa Hal ini ditambah pula dengan
iklan dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan rokok untuk menarik minat
terutama remaja untuk mengkonsumsi rokok. Merokok pada usia muda merupakan
masalah kesehatan karena semakin muda umur mulai merokok semakin tinggi risiko

1
menjadi perokok berat dan terkena beberapa penyakit kronis. Pada umumnya orang
tua merupakan model bagi anak-anak yang di besarkan, termasuk perilaku, sikap dan
konsep pemikiran yang ditanamkan pada anak.Hubungan antara orang tua dan anak
merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk perilaku anak yang lebih baik
(Kemenkes RI, 2015). Fenomena yang terjadi pada kalangan remaja dimana
menurunnya fungsi afektif keluarga, sehingga menimbulkan kenakalan pada remaja
khususnya seperti merokok (Setyoningrum dan Nurmanita, 2019)
Menurut World Health Organization, di dunia sekitar 1,3 miliar remaja yang
merokok (WHO, 2020). Di Indonesia sendiri sebanyak 28,69 % pria berusia di atas
15 tahun tercatat sebagai perokok, angka tertinggi terdapat di lampung pada tahun
2020 yaitu dengan presentase 33,43 dan angka terendah pada tahun 2020 yaitu
terdapat di Bali dengan presentase 20,50 (BPS Indonesia, 2020). Berdasarkan data
badan pusat statistik di Kalimantan tengah angka kejadian merokok pada remaja pada
tahun 2018 sekitar 32,64%, pada tahun 2019 sekitar 29,84%, dan pada tahun 2020
sekitar 28,89% (BPS Indonesia, 2020). Menurut penelitian (Setyoningrum, 2009),
menjelaskan bahwa usia 13 tahun sebanyak 6 siswa dengan presentasinya (18,8%)
selanjutnya usia 14 tahun sebanyak 22 siswa dengan presentasinya (68,8%) dan usia
15 tahun sebanyak 4 siswa yaitu (12,5). Dan menurut penelitian (Nurmanita, 2017),
perokok di Indonesia semakin meningkat ada remaja dengan usia 13-15 tahun
terdapat 20% perokok, dimana 41% diantaranya adalah remaja laki-laki, jumlah
tersebut meningkat dua kali lipat di tahun 2016 sebesar 23,1% Sebanyak 37,3%
pelajar merokok dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok sebelum berumur 10
tahun (30,9%), penduduk yang merokok 1-10 batang per hari di Jawa Tengah
sebanyak 62,7%.
Penyebab remaja yang beresiko tinggi untuk merokok diantaranya pengetahuan
dan teman, seandainya orang tua dan teman merokok, maka sangat akan
memungkinkan untuk diikuti remaja (Poltekkes Depkes RI 2016). Faktor lain yang
mempengaruhi perilaku merokok adalah kurangnya perhatian dari orang tua karena
kesibukan dan sosial ekonomi yang tinggi sehingga remaja sangat mudah
mendapatkan rokok. Remaja memiliki keluarga akan tetapi mereka jarang
memberikan kasih sayangnya karena orang tua sibuk bekerja. Dampak merokok bagi
remaja gangguan pertumbuhan serta perkembangan paru pada remaja yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kronis saat mereka beranjak dewasa. Contohnya
penyakit yang sering dikenal kanker mulut, kanker tenggorokan dan kanker paru.
Diharapkan kepada keluarga untuk selalu membimbing dan mengajarkan
anaknya agar tidak jatuh kedalam jalan yang tidak baik misalnya dalam pergaulan
minum-minuman keras dan juga merokok tips agar anak remaja berhenti dari
merokok adalah mulai dari niat dalam diri sendiri untuk berhenti merokok, orang tua
bimbing anak dengan lembut, persiapkan diri, beri contoh, perhatikan pergaulannya,
memberikan penyeluhan pendidikan kesehatan tentang edukasi bahaya rokok supaya
remaja mengetahui bahaya merokok. Dalam peran perawat dapat memberikan
penyeluhan bahaya merokok baik melalui kegiatan yang ada dimasyarakat atau pun
dilakukan disekolah-sekolah yang menjadi sasaran dalam penyeluhan. (Raihana
Irma1 ; Suryane Sulistiana Susanti, 2019)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti
“Bagaimana Hubungan Fungsi Efektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada
Remaja?”.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam penelitian ini yaitu menganalisis Hubungan Fungsi Efektif
Keluarga dengan Perilaku Merokok pada remaja.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan dan bahan dasar
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang kesehatan
terutama terkait hubungan fungsi efektif keluarga dengan perilaku merokok pada
remaja.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa dan mahasiswi diharapkan penelitian ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam menyusun tugas akhir dengan metode
literatur review.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Fungsi Afektif Keluarga


2.1.1 Pengertian Fungsi Afektif Keluarga
Fungsi Afektif keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga
beroperasi sebagai unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain.
terdapat 5 fungsi dasar keluarga diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi,
fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga. Di dalam keluarga
ada beberapa fungsi dan tugas keluarga yang dapat dijalankan oleh anggota keluarga.
Berdasarkan beberapa fungsi diatas salah satunya adalah fungsi afektif keluarga.
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga dan
berhubungan dengan fungsi internal keluarga, perlindungan psikososial serta
dukungan terhadap anggota keluarganya, yang merupakan basis kekuatan keluarga.
Fungsi afektif keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja, karena keluarga
mempunyai kewajiban untuk memberikan rasa kasih sayang kepada setiap anggota
keluarganya (Irma, 2019).

2.1.2 Komponen Fungsi Afektif


Komponen yang perlu dipengaruhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi
afektif adalah :
1) Saling mengasuh; cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anngota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan
dari orang lain.
2) Saling menghargai; Bila anggota saling menghargai dan mengakui keberadaan
dan setiap hak anggota keluarga serta selalu mempertahankan suasana yang
positif, maka fungsi afektif akan tercapai.

4
5

3) Ikatan dan identifikasi; dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru.
Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan
penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Afektif Keluarga


1) Pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak anak yang berasal dari
keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada anak-anak yang
berasal dari keluarga yang lebih besar.
2) Dukungan yang diberikan oleh orang tua (khususnya ibu)
3). Usia ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau
mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris di bandingkan ibu-
ibu yang lebih tua.

2.2 Konsep Perilaku Merokok


2.2.1 Pengertian perilaku merokok
Perilaku merokok adalah suatu aktivitas atau tindakan menghisap gulungan
tembakau yang tergulung kertas yang telah dibakar dan menghembuskannya keluar
sehingga dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya
serta dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang
disekitarnya (Nasution,2016:10)

2.2.2 Aspek-aspek Perilaku Merokok pada Remaja


Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Nasution,2016),
yaitu;
2.2.2.1 Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Fungsi merokok dapat menggambarkan perasaan yang dialami oleh perokok,
seperti perasaan positif ataupun negatif selain itu merokok juga berkaitan dengan
masa mencari jati diri pada remaja.
6

2.2.2.2 Intensitas merokok


Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari
kemudian perokok sedang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari. Dan perokok
ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
2.2.2.3 Tempat merokok
1) Merokok di tempat- tempat umum atau ruang publik
2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
2.2.2.4 Waktu merokok
Misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah
dimarahi orang tua.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Mekokok pada Remaja


Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang merokok terbagi dua, yaitu faktor
dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal) menurut Mu’tadin dan Hansen
(dalam Nasution,2016).
2.2.3.1 Faktor Dari Dalam (Internal)
1) Faktor kepribadian yaitu individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin
tahu atau ingin melepaskan dari rasa sakit atau kebosanan.
2) Faktor biologis, banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok
merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan
merokok.
3) Faktor psikologis dimana merokok dapat bermakna untuk meningkatkan
konsentrasi, menghalau rasa kantuk, mengabkrabkan suasana sehingga timbul
rasa persaudaraan.
4) Faktor jenis kelamin, Pengaruh jenis kelamin zaman sekarang sudah tidak terlalu
berperan karena baik pria maupun wanita sekarang sudah merokok.
2.2.3.2 Faktor Dari Luar (Eksternal)
1) Pengaruh orangtua dimana individu perokok adalah individu yang berasal dari
keluarga tidak bahagia, orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya
dibandingkan dengan individu yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang
bahagia. (Nasution, 2016)
2) Pengaruh Teman berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu
merokok maka semakin banyak teman-teman individu yang merokok,begitu pula
sebaliknya (Nasution, 2016)
3) Pengaruh Iklan dengan melihat iklan di media massa dan eletronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan.
4) Faktor lingkungan sosial dimana lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap,
kepercayaan, dan perhatian individu pada perokok. Seseorang berperilaku
merokok dengan memperhatikan lingkungan sosialnya.

2. 3 Konsep Remaja
2.3.1 Pengertian remaja
Remaja merupakan fase perkembangan yang dinamis yang dialami seseorang
dalam siklus kehidupan. Pada masa ini terjadi percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional, sosial dan hal ini berlangsung pada dekade kedua masa
kehidupan. Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun dan menurut undang-
undang No.4 remaja adalah sebelum mencapai usia 21 tahun (WHO, 2016). Usia
remaja dimulai antara usia 10-22 tahun (Santrock, 2016). Masa remaja merupakan
masa pertumbuhan hingga mencapai kematangan yang dimulai dengan perubahan
pubertas. Masa remaja terdiri atas tiga sub fase yaitu remaja awal (11-14 tahun),
remaja pertengahan (15-17 tahun), remaja akhir (18-20 tahun) (Wong, 2017).

2.3.2 Batasan remaja


Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Masa remaja itu
diasosiasikan dengan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa (Permenkes
Kesehatan RI, 2016). Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa dewasa
dan akan melewati beberapa tahapan perkembangan penting dalam hidup. Selain
kematangan fisik dan remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan
ekonomi, membangun identitas, akuisisi kemampuan (skill) untuk kehidupan masa
dewasa serta kemempuan bernegosiasi (WHO, 2016).

2.3.3 Ciri-ciri remaja


Remaja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
2.3.3.1 Periode yang penting
Periode penting merupakan periode dimana terjadi akibat langsung terhadap
sikap dan perilaku serta akibat pada jangka Panjang. Pada periode ini, terjadi
perkembangan fisik dan mental yang sangat cepat pada remja. Oleh karena itu,
remaja membutuhkan penyesuaian mental, sikap, dan minat baru.
2.3.3.2 Periode peralihan
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Peralihan merupakan suatu proses yang terjadi sebelumnya dan berlanjut pada masa
sekarang. Misalnya, jika anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat
kekanak kanan dan harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk
menggantikan perilaku dan sikap yang sudah di tinggalakan.
2.3.3.3 Periode perubahan
Perubahan sikap dan perilaku pada masa remaja sejajar dengan perubahan
fisik. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat cepat sehingga perubahan
sikap dan perilaku juga berubah dengan cepat. Adanya perubahan tersebut
menyebabkan remaja ingin mandiri dan ingin terlepas dari orang tua. Hal ini
dikarenakan bahwa remaja lebih senang bergaul dengan teman sebaya dari pada
dengan orang tua.
2.3.3.4 Masa sebagai usia bermasalah
Setiap periode mendapat periode masing-masing masalah. Namun, masalah
remaja merupakan masalah yang sulit diatasi. Adanya masalah tersebut, remaja lebih
memilih barbagi dengan teman sebayanya dari pada orang tuanya. Akibatnya, banyak
remaja yang sering menerima kegagalan dikarenakan tidak semua teman sebaya bisa
memberikan solusi yang terbaik terhadap masalah dihadapi.
2.3.3.5 Periode mencari Identitas Diri
Pada masa awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok sangat penting.
Namun, secara perlahan mereka mulai mencari identitas diri. Identitas diri yang ia
cari bias diperoleh dari teman sebaya.
2.3.3.6 Usia menimbulkan ketakutan
Adanya anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya dan cenderung perilaku merusak. Sehingga orang lain mudah talut
terhadap perilaku remaja tersebut dan mengakibatkan rasa simpati dari orang lain
pada remaja.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Mengemukakan desain penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam penelitian, memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang
dapat memepengaruhi akurasi suatu hasil. Desain dapat digunakan peneliti
sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai
suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian Nursalam (2016).
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur
review. Literatur review adalah analisis terintegrasi tulisan ilmiah yang terkait
langsung dengan pertanyaan penelitian (Nursalam, 2020).
Dalam penelitian ini peneliti ingin membahas fungsi afektif keluarga dengan
perilaku merokok pada remaja metode penelitian Literatur review yang sistematis
dan akurat dari data sekunder yang ditemukan.

3.2 Kriteria Kelayakan Literatur Review


Startegi yang digunakan untuk mencari literatur dalam penelitian ini adalah
menggunakan PICOS dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai sampel.
3.2.2 Kriteria Ekslusi
Kriteria Ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sampel.
Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini sebagai berikut.

10
11

Tabel 3.1 Kelayakan literatur


Kriteria Inklusi Ekslusi
Populasi Keluarga yang memiliki Keluarga yang tidak mempunyai
anak usia remaja usia anak remaja
Intervensi Tidak ada Intervensi Tidak ada Intervensi
Comparison Tidak ada pembanding Tidak ada pembanding dalam
dalam artikel tersebut artikel tersebut
Outcome Adanya hubungan antara Tidak ada hubungan fungsi
fungsi afektif keluarga afektif keluarga dengan perilaku
dengan perilaku merokok merokok pada remaja
pada remaja
Study Design Corelational Pra-Eksperimen-quasi
eksperiment,observasional
analitik, focus grup discussion
Publication Tahun publikasi 2016- Sebelum tahun 2016
years 2020
Language Bahasa Indonesia Selain Bahasa Indonesia

3.3 Sumber Literatur


Data sebagai sumber literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Adapaun sumber data sekunder yang didapat berupa
artikel jurnal nasional. Dalam pencarian sumber literatur data sekunder peneliti
menggunakan 2 database yaitu google scoolar, dan Crossreff dengan
menggunakan Keyword “Fungsi Afektif Keluarga Dan Perilaku” OR,
Keluarga”OR, Remaja” OR, Merokok”

3.4 Seleksi Literatur


Berdasarkan hasil pencarian literature melalui database Google Scholar dan
Portal Garuda dengan menggunakan kata kunci “Fungsi Afektif Keluarga Dan
Perilaku” OR, Keluarga”OR, Remaja” OR, Merokok”. peneliti berhasil
mendapatkan 100 artikel nasional. Hasil pencarian artikel yang didapatkan
tersebut kemudian diperiksa duplikasi dan ditemukan sebanyak 50 artikel yang
duplikasi/sama sehingga dikeluarkan dan tersisa 50 artikel. Kemudian peneliti
melakukan screening berdasarkan judul yang disesuaikan dengan tema dan
variabel, sebanyak 35 artikel yang diekslusi karena tidak sesuai dengan tema dan
tersisa 15 artikel. Kemudian peneliti menyeleksi berdasarkan abstrack (didalam
abstrack tidak ditemukan hasil atau pembahasan terkait variable yang diteliti)
sebanyak 5 artikel di eksklusi, dan tersisa 10 artikel. Peneliti memeriksa
kelengkapan 10 artikel secara lengkap mulai dari judul, abstrak, latar belakang,
metode, hasil, pembahasan dan daftar pustaka didapatkan sebanyak 10 artikel
yang bisa dipergunakan dan memenuhi kelengkapan tersebut. Lalu peneliti
memeriksa 10 artikel tersebut di dapatkan 7 artikel yang bisa di pergunakan dan
memenuhi kelengkapan tersebut, sedangkan 3 artikel sisanya tidak memenuhi.
Seleksi literatur ditampilkan dalam bagan diagramflow. Peneliti menguraikan
proses dan hasil seleksi artikel yang ditemukan dalam bagan seperti berikut:

Identifikasi pencarian melalui database


IDENTIFIKASI Google Scholar dan Portal Garuda
(n= 100)

Screening identifikasi judul Hasil pencarian


SCREENING (n=15) dikeluarkan
(n=35)

Identifikasi berdasarkan abstrak


(n=10)

Artikel Full Text Literatur Eksklusi


KELAYAKAN (n=7) (n=3)

Literatur sesuai
INKLUSI kriteria inklusi
(n=7)

Diagram 3.1 Diagram flow Seleksi literatur review hubungan fungsi afektif
keluarga dengan perilaku merokok pada remaja
13

3.5 Tahapan penelitian dan Pengumpulan Data

Tahapan dan prosedur pengumpulan data dalam penelitian Literatur ini


meliputi beberapa tahap sebagai berikut.
3.5.1 Menyusun Proposal
Dalam memulai penelitian ini peneliti terlebih dahulu menyusun latar
belakang dan menentukan tujuan yang sesuai dengan topik penelitian yaitu
hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja.
3.5.2 Pertanyaaan Penelitian
Peneliti menentukan pertanyaan dalam penelitian ini yaitu bagaimana
hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja.
3.5.3 Mencari Literatur
Pencarian literatur dalam penelitian ini menggunakan 2 database yaitu
google scoolar,dan Crosreff. Dengan menggunakan kata kunci pencarian adalah
“fungsi afektif keluarga dan perilaku” OR, keluarga”OR, remaja” OR, merokok”.
3.5.4 Seleksi Literatur Sesuai Kriteria
Untuk mendapatkan literatur yang layak sesuai dengan topik, peneliti
menentukan kriteria kelayakan artikel adengan strategi seleksi artikel
menggunakan PICOS yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.5.5 Seleksi Literatur Yang Berkualitas
artikel penelitian ditemukan dan sesuai dengan kriteria inklusi, maka
selanjutnya peneliti melakukan seleksi studi dengan membaca lengkap
keseluruhan isi artikel mulai dari judul, abstract, latar belakang, metode, hasil,
pembahasan dan daftar pustaka, apabila ditemukan artikel yang tidak lengkap
akan dibuang.
3.5.6 Melakukan Ekstraksi Data
Setelah mendapatkan artikel yang sesuai melalui seleksi literatur, langkah
selanjutnya peneliti akan membaca dan menganalisa artikel satu persatu dan
melakukan ekstraksi (mengambil data hasil penelitian dari setiap artikel) data
sesuai dengan tujuan dan pertanyaan penelitian.
3.5.7 Melakukan Sintesis Hasil Dengan Metode Naratif.
Setelah dilakukan ekstraksi data dan telah ditemukan data-data hasil
penelitian, kemudian peneliti akan melakukan pembahasan tentang hasil
penelitian yang didapatkan serta melakukan sintesis atau menuangkan ide,
gagasan berupa data-data informasi baru yang sebelumnya belum pernah di tulis
oleh orang lain dalam bentuk naratif.

3.6 Metode Analisis


Metode analisis literatur dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriftif yaitu menyajikan data dan menjabarkan secara naratif hasil-hasil
penelitian yang didapatkan dari artikel yang dijadikan sebagai sumber literatur
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Irma, R., & Susanti, S. S. (2016). Fungsi Keluarga Dengan Perilaku Merokok
Pada Remaja. Jim Fkep, 4.
Isnaniar, Nurlita, W., & Amaliah, R. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Perilaku Merokok. Prosiding Sainstekes, 2.
Istyanto, F. and Maghfiroh, A. (2021) ‘Pengetahuan Sikap dan Perilaku Merokok
Pada Remaja’, Peran Mikronutrisi Sebagai Upaya Pencegahan Covif-19,
11, pp. 1–10.

(Luthfa and Muflihah, 2019). A. (2019) ‘Perilaku Merokok Ditinjau dari


Konformitas Teman Sebaya dan Harga Diri pada Remaja di SMK IX
Lurah Kota Jambi’, JIGC (Journal of Islamic Guidance and Counseling), 3(1),
pp. 11–24. doi: 10.30631/jigc.v3i1.22.

Luthfa, I. and Muflihah, K. N. (2019) ‘Komunikasi Keluarga Berhubungan


Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di Kota Semarang’, Jurnal
Keperawatan BSI, VII(1), pp. 7–14. Available at:
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk.

Nugroho, R. S. (2019). Perilaku Merokok Remaja. Dapartemen Sosiologi Fisip


Universitas Airlangga, -.

Rahmawati, W., & Sodik, M. A. (2018). Perilaku Merokok Pada Remaja. Institut
Ilmu Kesehatan Strada Indonesia, 17.

Sartika, W. et al. (2019) ‘Vol. 2 No.1 Edisi 1 Oktober 2019


http://jurnal.ensiklopediaku.org Ensiklopedia of Journal’, Ensiklopedia of
Journal, 2(1), pp. 123–127. Available at:
http://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-3/index.php/ensiklopedia/
article/view/352.

Tantri, A., Fajar, N. A., & Utama, F. (2018). Hubungan Persepsi Terhadap
Peringatan Bahaya Merokok . Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 74-82.

(., 2019). A. (2019) ‘Perilaku Merokok Ditinjau dari Konformitas Teman Sebaya
dan Harga Diri pada Remaja di SMK IX Lurah Kota Jambi’, JIGC
(Journal of Islamic i1.22. Guidance and Counseling), 3(1), pp. 11–24. doi:
10.30631/jigc.v3
Lampiran 1

remaja di SMP 5 Ungaran Kabupaten Semarang,


HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF dengan nilai chi square( ) sebesar 33,205 dan p-
KELUARGA DENGAN PERILAKU value sebesar 0,000 (α = 0,05).
MEROKOK PADA REMAJA DI SMP Remaja hendaknya lebih terbuka dalam
berkomunikasi terhadap keluarga agar setiap
N 5 UNGARAN
remaja yang menghadapi masalah dapat
KABUPATEN SEMARANG terselesaikan dengan baik dan tidak melampiaskan
ke hal-hal yang negatif seperti perilaku merokok.
An Nafi Nurmanita*, Gipta Galih
Widodo**, Umi Setyoningrum***
*Peneliti, **Pembimbing Utama, Kata Kunci : Fungsi afektif keluarga, perilaku
***Pembimbing Pendamping Program merokok, remaja
Studi S1 Keperawatan Universitas
ABSTRACT
Ngudi Waluyo
e-mail: Teenagers have a big influence on health
and healthy lifestyles such as smoking behavior.
annafi.nurmanita2111@gmail.com Factors that make adolescents at high risk for
smoking are knowledge, peers, family (affective
ABSTRAK function), mass media and culture. The purpose of
this study is to determine thecorrelation between
Remaja memiliki pengaruh besar family affective function and smoking behavior in
terhadap kesehatan dan gaya hidup sehat adolescents at SMP N 5 Ungaran Semarang
seperti perilaku merokok. Faktor yang Regency.
membuat remaja beresiko tinggi untuk Type design in this study was descriptive
merokok diantaranya pengetahuan, teman correlation design with cross sectional approach.
sebaya, keluarga (fungsi afektif), media The population of this study were students who
massa dan kebudayaan. Tujuan penelitian smoke at SMP N 5 Ungaran of Semarang
ini adalah untuk mengetahui hubungan Regency. The samples were taken by using total
fungsi afektif keluarga dengan perilaku sampling technique for all students who smoke as
merokok pada remaja di SMP N 5 Ungaran many as 120 respondents. The research instrument
Kabupaten Semarang. used questionnaire. Data analysis test used chi
Jenis desain dalam penelitian ini square analysis.
berbentuk deskriptif korelasi dengan The results show that family affective
pendekatan cross sectional. Populasi function at SMP N 5 Ungaran of Semarang
penelitian ini adalah siswa yang merokok Regency is mostly in good category as many as 76
di SMP N 5 Ungaran Kabupaten respondents (63,3%). Adolescents smoking
Semarang. Sampel diambil menggunakan behavior at SMP N 5 Ungaran Semarang Regency
teknik total samplingyaitu siswa yang is mostly in sufficient category as many as 46
merokok sebanyak 120 responden. respondents (38,3%). There is correlation between
Instrument penelitian yang digunakan family affective function and smoking behavior in
adalah kuesioner.Uji analisis data adolescents at SMP N 5 Ungaran Semarang
menggunakan analisis chi square. Regency, with value of chi square ( ) of 33,205
Hasil penelitian menunjukkan and p-value of 0,000 (α = 0,05).
bahwa fungsi afektif keluarga di SMP N 5 Adolescents should be more open in
Ungaran Kabupaten Semarang sebagian communicating with their families so that every
besar dalam kategori baik yaitu sebanyak teenager who faces a problem can be resolved well
76 responden (63,3%). Perilaku merokok and not vent to negative things such as smoking
remaja di SMP N 5 Ungaran Kabupaten behavior.
Semarang sebagian besar dalam kategori
sedang yaitu sebanyak 46 responden
(38,3%). Ada hubungan fungsi afektif Keywords : Family affective function, smoking
keluarga dengan perilaku merokok pada behavior, adolescents.
2
merokok yang rendah dibandingkan
PENDAHULUAN dengan keluarga yang melakukan fungsi
Perokok di Indonesia semakin afektif dengan tidakbaik.Hal ini dapat
meningkat ada remaja dengan usia 13-15 terjadi karena pembentukan perilaku
tahun terdapat 20% perokok, dimana 41% remaja merokok dapat terjadi lebih
diantaranya adalah remaja laki-laki. banyak dari faktor lingkungan dan
Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat di keluarga seperti, orang tua, saudara, atau
tahun 2016 sebesar 23,1% Sebanyak anggota keluarga lainnya yang tinggal
37,3% pelajar merokok dan 3 diantara 10 serumah.(Marsito, 2009).
pelajar pertama kali merokok sebelum Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di
berumur 10 tahun (30,9%). Penduduk yang SMP N 5 Ungaran menunjukkan data terakhir pada
merokok 1-10 batang per hari di Jawa bulan Desember 2018, terdapat jumlah 10 siswa
Tengah sebanyak 62,7% (Dinkes Jateng, laki-laki, diperoleh 1 siswa tidak merokok dengan
2017). fungsi afekrif baik, sedangkan terdapat 9 siswa
Merokok pada usia muda merupakan dengan fungsi afektif kurang baik.
masalah kesehatan karena semakin muda Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
umur mulai merokok semakin tinggi risiko peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
menjadi perokok berat dan terkena hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku
beberapa penyakit kronis. Pada umumnya merokok pada remaja di SMP Negeri 5 Ungaran
orang tua merupakan model bagi anak- Kabupaten Semarang.
anak yang di besarkan, termasuk perilaku,
sikap dan konsep pemikiran yang METODE PENELITIAN
ditanamkan pada anak.Hubungan antara Jenis penelitian ini dilakukan dengan
orang tua dan anak merupakan salah satu menggunaan rancangan penelitian deskripti
faktor penting fkorelasional. Penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan
dalam membentuk perilaku anak
atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi
yang lebih baik (Kemenkes RI,
di dalam
2015).
masyarakat(Notoadmojo,2014).Pendekatan yang
Penggunaan rokok dilakukan
digunakan dalam penelitian ini menggunakan
remaja ketika mereka mempunyai
pendekatan cross sectional yaitu subyek penelitian
masalah yang tidak terselesaikan.
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
Faktor lain yang mempengaruhi
dilakukan sekaligus pada suatu saat yang sama
perilaku merokok adalah
kurangnya perhatian dari orang tua HASIL
karena kesibukan dan sosial Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
ekonomi yang tinggi sehingga Fungsi Afektif Keluarga di SMP N 5 Ungaran
remaja sangat mudah mendapatkan Kabupaten
rokok. Rokok dianggap Semarang
penyelamat, mereka menggunakan
rokok bila perasaan tidak enak, Fungsi afektif keluarga f %
sehingga terhindar dari perasaan Kurang baik 44 36,7
tersebut. Sebagian remaja Baik 76 63,3
menggunakan rokok sama sekali Total 120 100,0
bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka. Berdasarkan Tabel 1 sebagian besar fungsi
Tetapi benar-benar sudah menjadi afektif keluarga di SMP Negeri 5 Ungaran masuk
kebiasaan rutin (Tarwoto, et, al, dalam kategori baik yaitu sebesar 76 orang
2012). (63,3%).
Bahwa keluarga yang
melakukan fungsi afektif dengan
baik mempunyai peluang untuk
mendukung perilaku remaja
2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Total 120 100,0
Berdasarkan Perilaku Merokok Pada
Remaja di SMP N 5 Ungaran Berdasarkan Tabel 2 sebagian besar perilaku
Kabupaten Semarang merokok pada remaja di SMP Negeri 5 Ungaran
yang memiliki perilaku merokok sedang, yaitu
Perilaku merokok f %
sejumlah 46 orang (38,3%).
Ringan 39 32,5
Sedang 46 38,3
Tabel 3 Hubungan Fungsi Afektif Keluarga
Kuat 18 15,0
Sangat kuat 17 14,2 Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di
SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang
(point time approach) Populasi yang pada penelitian ini
Perilaku merokok
adalahsiswa kelas VII & VIII yang mengalami merokok
Fungsi
Afektif
di SMP Sangat p-value
Ringan Sedang Kuat kuat Total
Keluarga
f f f ff
N 5 Ungaran pada bulan April 2019 sebanyak
Kurang baik 7 11 11 15 44 0.000
120 orang. Pengambilan sampel Baik 32 35 7 2 76
menggunakantotal sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi di
gunakan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014).yaitu semua siswa merokok di SMP N 5 Ungaran
sebanyak 120 orang.Berdasarkan Tabel 3 ditemukan bahwa remaja yang memiliki fungsi afektif
keluarga kurang baik sebanyak 44 orang dengan perilaku merokok dalam kategori sangat kuat yaitu
sejumlah 15 siswa (34,1%). Sedangkan remaja yang memiliki fungsi afektif keluarga baik
sebanyak 76 orang dengan perilakumerokok dalam kategori sedang yaitu sejumlah 35 siswa
(46,1%).
Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi Square, didapatkan nilai p-value fungsi afektif
keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 5 Ungaran 0,000 yang berarti nilai
p-value tersebut <0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan fungsi afektif keluarga dengan
perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN
1. Gambaran Fungsi Afektif Keluarga di SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarfungsi afektif keluarga di SMP Negeri 5
Ungaran masuk dalam kategori baik yaitu sebesar 76 orang (63,3%).
Menurut penelitian dari (Bibit Priyatin, 2009), apabila orang tua terlalu memberikan
kebebasan terahadap remaja tanpa pengendalian dan pengawasan yang tepat dapat berakibat
terjadinya tindakan yang menyimpang terhadap remaja, yaitu kebebasan tanpa diimbangi tanggung
jawab remaja sehingga remaja itu sendiri dapat
Mengabaikan pengendalian dan pengawasan dari orang tua.
Remaja yang memperolah dukungan sosial akan menyakini bahwa ia dicintai, dirawat,
dihargai, berharga, dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Bentuk-bentuk dukungan
sosial yang dapat diterima individu adalah dukungan secara emosional, dukungan instrumental,
dukungan informasi dan dukungan pertemanan (Sarafino, 2006).
Fungsi afektif diantaranya adalah menciptakan dan memelihara sebuah sistem saling asuh
(mutual nurturance) dalam keluarga, keseimbangan saling menghormati,pertalian (bonding) atau
kasih sayang (attachment), dan keterpisahan dan kepaduan(Friedman, 2010).
2. Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja di SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten
Semarang
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar memiliki perilaku merokok sedang, yaitu
sejumlah 46 orang (38,3%).
Merokok merupakan sebuah aktivitas yang menyenangkan bagi seseorang pecandu
rokok.Sebenarnya, kebiasaan merokok apalagi menjadi seorang pecandu rokok tidak muncul secara
langsung.Akan tetapi, perilaku meorkok tidak hanya sekedar kebiasaan, karena efek
ketergantungan terhadap zat yang terkandung dalam rokok.Hal inilah yang mebuat perilaku
merokok, bukan hanya sekedar dilihat dari tingkah lakunya tetapi juga dari sisi ketergantungannya
2
(Rochayati, 2015).
Menurut Cahanar dan Suhada (2006), bila tidak merokok akan merasa susah berkonsentrasi,
gelisah bahkan tidak jadi gemuk, sedangkan bila merokok akan merasa lebih dewasa dan bisa
timbul ide-ide atau inspirasi. Faktor-faktor psikologis dan fisiologis inilah yang banyak
mempengaruhi kebiasaan merokok dimasyarakat.
Dilihat dari jenis kelamin, remaja laki-laki lebih banyak melakukan perilaku kenakalan
(perilaku merokok) disebabkan karena remaja laki-laki lebih aktif secara motorik dan memiliki
pengendalian diri yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan (Fuadah, 2011).
Menurut Syamsu, (2010) sebagai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-
nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Siswa perempuan yang berada
didalam kelompok teman sebaya cenderung
untuk menyamakan kebiasaan dan budaya temannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum, Trilonggani, dan Nurhalinah (2011) juga
menunjukkan bahwa keluarga dengan fungsi afektif keluarga yang adekuat mampu menciptakan
hubungan baik dalam saling menghormati hak, kebutuhan, dan tanggung jawab sehingga remaja
terhindar dari kenakalan remaja salah satunya yaitu perilaku merokok.

3. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di SMP
Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki fungsi afektif keluarga kurang
baik dengan perilaku merokok sangat kuat yaitu sejumlah 15 siswa (34,1%). Hal ini disebabkan
karena.Peranan orang tua dalam mendidik anak sanat diperlukan didalam pembentukan perilaku
yag baik, apabila di lingkungan keluargnya merokok maka remaja tersebut juga akan mengikuti
kebasaan yang dilakukan oleh keluargnya.
Menurut penelitian (Eby, 2012), pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga juga
berpengaruh terhadap timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Golongan usia remaja yang
rentan terpengaruh kebiasaan merokok ini salah satunya adalah berasal dari suasana rumah tangga
yang tidak bahagia, dimana sebagai orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya dan suka
memberikan hukuman secara fisik yang terlalu keras. Sehingga bagi keluarga yang pelaksanaan
peran dan fungsi afektifnya baik maka kemungkinan anaknya melakukan perilaku merokok dan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok sangat rendah. Semakin baik pelaksanaan peran
dan fungsi afektif keluarga akan semakin ringan derajat merokok yang dilakukan oleh
anaksebaliknya semakin kurang pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin berat
derajat merokok yang dilakukan.
Menurut Triswanto (2007), menjelaskan bahwa biasanya faktor yang paling besar anakusia
remaja merokok adalah dari kebiasaan orang tuanya sendiri sebagai figure taula dan bagi anak.
Sebagai contoh jika ada orang tua yang merokok kebanyakan anak akan mencontoh perilaku yang
dilakukan orang tuanya yaitu merokok.
Sedangkan siswa yang memiliki fungsi afektif keluarga baik dengan perilaku merokok
sedang yaitu sejumlah 35 siswa (46,1%). Adanya dukungan keluarga seperti perhatian orang tua
terhadap aktivitas anak, penerapan disiplin yang efektif, mendengarkan pendapat anak dan adanya
kasih sayang dari orang tuadapat menjadi pemicu anak untuk tidak melakukan perilaku
menyimpang seperti merokok.
Perlunya orang tua keluarga dalam memberikan pola asuh seperti fungsi afektif keluarga
kepada remaja dengan baik, dan diharapkan juga kasih sayang yang diberikan oleh orang tua ibu
dan bapak kepada anak tidak dibeda-bedakan. Fungsi afektif yang tidak baik akan berpengaruh
pada perilaku yang menyimpang dari remaja salah satunya adalah merokok (Marsito, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariska (2014) yang
melakukan penelitian tentang hubungan antara peran keluarga dengan perilaku merokok pada
remaja laki-laki kelas XI.Penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara peran keluarga dengan perilaku merokok pada remaaj laki-laki kelas XI di SMK
Tunas Bangsa Sukoharjo. Sumbangan efektif peran keluarga sebesar 23,6%.Hal tersebut berarti
2
terdapat 76,4% faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja selain peran
keluarga.

KESIMPULAN
1. Sebagian besar remaja di SMP Negeri 5 Ungaran masuk dalam kategori baik dalam fungsi
afektif keluarga yaitu sebesar 76 orang (63,3%).
2. Sebagian besar remaja di SMP Negeri 5 Ungaran memiliki perilaku merokok sedang, yaitu
sejumlah 46 orang (38,3%).
3. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 5
Ungaran.

SARAN
1. Bagi Remaja
Remaja hendaknya lebih terbuka dalam berkomunikasi terhadap keluarga agar setiap remaja
yang menghadapi masalah dapat terselesaikan dengan baik dan tidak melampiaskan ke hal-hal yang
negatif seperti perilaku merokok.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dan memperhatikan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok selain fungsi afketif keluarga, seperti teman
sebaya dan pengaruh media massa, disarankan juga dapat menggunakan metode penelitian yang
berbeda sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih luas.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Instansi pendidikan hendaknya lebih meningkatkan perhatian dan pengawasan terhadap
perilaku remaja dan terus berupaya memberikan pendidikan moral yang dapat mengurangi perilaku
menyimpang salah satunya adalah merokok, sepertimenambahkan ekstrakurikuler yang dapat di
jadikan remaja sebagai tempat mengekspresikan dirinya
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Institusi pelayanan kesehatan hendaknya dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat khususnya remaja dengan lebih aktif melakukan promosi dan
pemberian konseling dalam perkumpulan atau kegiatan remaja mengenai berbagai bahaya dan
dampak dari merokok.
5. Bagi Keluarga
Dapat menjadi masukan untuk keluarga dalam memberikan fungsi afektif dengan
meningkatkan pemberian tindakan perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang baik kepada
remaja sehingga dapat mengurangi perilaku merokok pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Cahanar dan Suhada, I. 2006. Makanan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Kompas.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2017. Rokok Ancam Kita dan Pembangunan. Di Unduh dari
:https://dinkesjatengprov.go.id [diakses pada 8/10/2018].
Eby, R. 2012.Hubungan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Derajat
Merokok Pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15 Tahun) di SMP N 3 Ungaran.Skripsi.
Semarang. Universitas Ngudi Waluyo. [Diakses pada 30/07/2019].
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Edisi 5.Jakarta :
EGC.Fuadah, Maziyyatul. 2011. Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Meorokok Pada Mahasiswa Laki- Laki Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Angkatan
2009.Skripsi.Depok Universitas Indonesia.[Diakses pada 10/05/2019].

2
Kusumaningrum, Arie dkk. 2011. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Kecerdasan
Emosional Remaja. Jurnal PSIK Fk Unsri, PSIK FK Unsri, Dinkes Ogan Ilir. [Diakses pada
10/05/2019].

Marsito, Junaiti Sahar, Mustikasari. 2009. Kontribusi Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku Remaja
Merokok Di Sma/Smk Kecamatan Gombong, Kebumen Jawa Tengah.Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 5(3), pp. 158– 173.[Diakses pada 8/10/2018].
Notoatmodjo. 2014. Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Priyatin, Bibit dkk. 2009. Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku Merokok Remaja Di Desa
Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 5(1), pp. 11– 25.[Diakses pada 8/10/2018].

Rochayati, A.S., Hidayat, E. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja Di
Sekolah Menengah Kejuruan Kabupaten Kuningan. Jurnal Keperawatan Soedirman, 10(1),
pp. 1–12.[Diakses pada 8/10/2018].

Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA: John
Wiley & Sons.

2
Lampiran 2

p-ISSN 2086-6380 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Maret 2018, 9(1):74-82

e-ISSN 2548-7949 DOI: https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.74-82


Available online at http://www.jikm.unsri.ac.id/index.php/jikm

HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP PERINGATAN BAHAYA MEROKOK


PADA KEMASAN ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA
LAKI-LAKI DI KOTA PALEMBANG

Afria Tantri, Nur Alam Fajar, Feranita Utama


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

RELATIONSHIP PERCEPTION MALE TEENAGERS OF THE DANGERS SMOKING AND WARNING


ON THE CIGARETTE PACKAGES OF MALE TEENAGERS AND BEHAVIOR SMOKING IN
PALEMBANG

ABSTRACT

Background: Inclusion of the dangers smoking and warning on the cigarette packages generate multiple views in
society, especially among teenagers, because teenagers are easily affected by something new, unique, and
interesting. The aim of study to know the perception of the dangers smoking and warning on the cigarette
packages of male teenagers about behavior smoking in Palembang.

Method: The method of this study is quantitative with cross sectional study. The population of this study is male
teenagers in Palembang are selected as the samples by using multistage random sampling. The data collection was
done through interview method by using questionnaire. The data analysis technique with multiple logistic
regression test.

Result: Statistics test showed that the variables associated with the smoking behavior was perceived susceptibility,
perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, and cues to actio), while the variable that was not
associated with the smoking behavior is variable self efficacy (p=0,734). The result multivariate analysis showed
that the variable that most influence on smoking behavior was length of perceived susceptibility.

Conclusion: The study concluded perceived susceptibility, perceived benefits, and perceived barriers are risks
factors for male teenagers about behavior smoking in Palembang. Attention from the family is needed to reduce
smoking behavior, especially among teenagers.

Keywords: Perception, smoking behavior, cigarette packages

2
ABSTRAK
Latar Belakang: Pencantuman iklan peringatan bahaya merokok di kemasan rokok menimbulkan berbagai macam
pandangan di kalangan masyarakat terutama di kalangan remaja, karena remaja mudah terpengaruh terhadap
sesuatu yang baru, unik, dan menarik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi terhadap peringatan bahaya
merokok pada kemasan rokok dan hubunganya dengan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah
remaja laki-laki di Kota Palembang dengan sampel 125 responden yang dipilih menggunakan multistage random
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Teknik analisis data
dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil Penelitian: Statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah
persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persespi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat untuk bertindak,
sementara variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku merokok adalah variabel efikasi diri. Hasil analisis
multivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku merokok adalah persepsi
kerentanan.

Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan persepsi keseriusan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan
merupakan risiko penyebab perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Perhatian dari keluarga sangat di
perlukan untuk mengurangi perilaku merokok terutama di kalangan remaja.

Kata Kunci: Persepsi, perilaku merokok, kemasan rokok

Alamat Koresponding: Afria Tantri, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih KM. 32, Indralaya
Indah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, email : ms.afriatantri18@gmail.com

penduduk berusia produktif.3 Prevalensi


PENDAHULUAN merokok di Indonesia umur >15 tahun
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007
Perilaku merokok membahayakan diri sebesar 34,2%, pada
sendiri maupun orang lain yang berada tahun 2010 sebesar 34,7% dan tahun 2013
disekitarnya, karena asap rokok mengandung sebesar 36,3%.4 Prevalensi merokok sangat
lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta tinggi pada kalangan remaja terutama pada
lebih dari 43 zat penyebab remaja laki-laki. Berdasarkan hasil Riskesdas
kanker. Berdasarkan persentase
1
negara tahun 2007, 2010, dan 2013
dengan produsen tembakau terbesar di dunia, persentase
Indonesia berada di posisi keenam dengan perokok laki-laki sebesar 55,7%, 65,9%, dan
jumlah produksi tembakau sebesar 136 ribu 56,7% sedangkan perokok perempuan sebesar
ton atau sekitar 1,91% dari total produksi 4,4%, 4,3% , dan 1,9%.5,6,7
tembakau dunia.2 Di Provinsi Sumatera Selatan,
Peningkatan perilaku merokok prevalensi perilaku merokok berdasarkan
berdampak pada semakin tingginya beban jumlah persentase umur > 10 tahun ke atas
penyakit akibat rokok dan bertambahnya (terdiri dari perokok setiap hari dan perokok
angka kematian, diperkirakan angka kadang-kadang) sebesar 31,7%, 36,5%, dan
kematian akibat rokok mencapai 70% pada 30,1%.5,6,7 Di Kota Palembang prevalensi
tahun 2030 dan setengahnya berdampak pada perokok setiap tahunya terus mengalami
2
peningkatan, berdasarkan hasil survey Badan sedangkan variabel independen yaitu persepsi
Pusat Statistik dan Dinas Kesehatan Kota kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi
Palembang pada tahun 2012, 2013, dan 2014 manfaat, persepsi hambatan, efikasi diri, dan
prevalensi perokok sebesar 34,17%, 43,17%, isyarat untuk bertindak. Analisis data yang
dan 58,17%.8Hal ini menunjukkan bahwa di digunakan yaitu analisis univariat, analisis
Kota Palembang prevalensi merokok setiap bivariat dengan menggunakan chi square,
tahunnya terus mengalami peningkatan. dan analisis multivariate dengan
Asap rokok yang dihasilkan dari rokok menggunakan regresi linier ganda.
dapat menyebabkan berbagai penyakit yang
sangat membahayakan seperti kanker paru-
paru, asma, penyakit jantung iskemik, kanker
HASIL PENELITIAN
saluran pernafasan, kanker tenggorokan,
insomnia, impoten, dan sebagainya.9 Paparan Analisis univariat persepsi remaja laki-
asap rokok menewaskan lebih dari 600.000 laki terhadap iklan peringatan bahaya
non-perokok pada tahun 2010.2Melihat merokok pada kemasan rokok dan perilaku
besarnya risiko perilaku merokok, merokok remaja laki-laki di Kota Palembang
pemerintah Indonesia berupaya untuk
menekan semakin tingginya angka prevalensi
merokok pada usia muda, dengan
mengeluarkan aturan mengenai Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Salah
satu isinya adalah seluruh rokok yang
beredar di Indonesia harus menyertakan
peringatan bahaya rokok, disertai gambar
menyeramkan akibat merokok pada bungkus
rokok.1
Berdasarkan permasalahan tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan persepsi remaja laki-laki terhadap
peringatan bahaya merokok pada kemasan
rokok dan perilaku merokok remaja laki-laki
di Kota Palembang.

METODE
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini remaja laki-laki yang berada di
Kota Palembang. Sebanyak 125 responden
usia 10-19 tahun menjadi sampel dalam
penelitian ini. pengambilan sampel dengan
menggunakan teknik multistagerandom
sampling. Pengumpulan data penelitian
menggunakan kuesioner. Variabel dependen
dalam penelitian adalah perilaku merokok,
2
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.
Persepsi Remaja Laki-Laki terhadap Peringatan Bahaya dan Perilaku Merokok Remaja Laki-Laki di
Kota Palembang

Variabel N f (%)
Perilaku Merokok
Merokok 82 65,6
Tidak Merokok 43 34,4
Persepsi Kerentanan
Rendah 71 56,8
Tinggi 54 43,2
Persepsi Keseriusan
Rendah 68 54,4
Tinggi 57 45,6
Persepsi Manfaat
Rendah 75 60,0
Tinggi 50 40,0
Persepsi Hambatan
Rendah 56 44,8
Tinggi 69 55,2
Efikasi Diri
Rendah 91 72,8
Tinggi 34 27,2
Isyarat Untuk Bertindak
Rendah 66 52,8
Tinggi 59 47,2

Berdasarkan Tabel 1 sebagian besar manfaatnyaoleh responden, dapat dilihat


remaja laki-laki merokok (65,6%). Persepsi persepsi manfaatnya masih rendah (60,0%).
remaja laki-laki yang merokok dan tidak Persepsi hambatan yang dirasakan remaja
merokok terhadap iklan peringatan bahaya laki-laki jug cukup tinggi (55,2%). Efikasi diri
merokok pada kemasan rokok sangat di dalam diri remaja laki-laki terhadap iklan
beragam, bisa dilihat dari persepsi peringatan bahaya merokok pada kemasan
kerentanan yang dirasakan remaja laki-laki. rokok juga masih cukup rendah (72,8%).
Remaja laki- laki dengan persepsi kerentanan Isyarat untuk bertindak yang dirasakan respon
cukup rendah (56,8%). Persepsi keseriusan juga masih cukup rendah (52,8%).
yang dirasakan remaja laki-laki untuk Analisis bivariat hubungan persepsi
menderita penyakit akibat dari merokok remaja laki-laki terhadap iklan peringatan
cukup rendah (54,4%). bahaya merokok pada kemasan rokok dan
Persepsi manfaat yang dirasakan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota
remaja laki-laki setelah dicantumkan iklan Palembang dapat dilihat pada Tabel 2 di
peringatan bahaya merokok belum dirasakan bawah ini.

2
Tabel 2.
Hubungan Persepsi terhadap Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok dengan Perilaku
Merokok pada Remaja Laki-Laki di Kota Palembang

Perilaku Merokok
Variabel p-value PR
Merokok Tidak Merokok n
% n% (95%CI)

Persepsi Kerentanan 0,000 43,5

Rendah 67 81,7 4 9,3 (13,497-140,521)

2
Tinggi 15 18,3 39 90,7
Persepsi Keseriusan 0,000 5,5
Rendah 56 68,3 12 27,9 (2,469-12,541)
Tinggi 26 31,7 31 72,1
Persepsi Manfaat 0,001 3,6
Rendah 58 70,7 17 39,5 (1,703-8,019)
Tinggi 24 29,3 26 60,5
Persepsi Hambatan 0,000 9,6
Rendah 50 61,0 6 14,0 (3,653-15,418)
Tinggi 32 39,0 37 86,0
Efikasi Diri 0,734 1,2
Rendah 61 74,4 30 69,8 (0,555-2,853)
Tinggi 21 25,6 13 30,2
Isyarat Untuk Bertindak 0,050 2,2
Rendah 49 59,8 17 39,5 (1,068-4,827)
Tinggi 33 40,2 26 60,5

Analisis multivariat yang menunjukkan hubungan persepsi remaja laki-laki terhadap


iklan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok dan perilaku merokok remaja laki-
laki di Kota Palembang dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3.
Hubungan Persepsi terhadap Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok dengan
Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki di Kota Palembang

Variabel Model
p-value Exp (B)
(95% CI)
Persepsi 0,000 25,421(7,402-
Kerentanan 87,304)
Persepsi 0,128 2,460(0,771-7,848)
Keseriusan
Persepsi 0,507 1,486(0,461-4,787)
Manfaat
Persepsi 0,011 4,958(1,454-16,905)
Hambatan

Faktor yang berhubungan signifikan secara statistik yang mempengaruhi perilaku


merokok remaja laki-laki yaitu persepsi kerentanan dan persepsi hambatan setelah dikontrol
oleh variabel lain (Tabel 3). Variabel yang paling dominan dalam penelitian ini adalah
variabel persepsi kerentanan.
PEMBAHASAN

Persepsi Kerentanan yang Dirasakan Setelah Melihat dan Membaca


Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi kerentanan


dengan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang (p-value<0,000). Remaja
laki-laki merasa diri mereka tidak rentan untuk menderita penyakit seperti yang tertera
pada kemasan rokok meskipun telah merokok dalam jangka waktu yang lama sebesar
56,8%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa
persepsi kerentanan yang dirasakan terhadap iklan peringatan bahaya merokok pada
kemasan rokok belum mewakili bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari perilaku
merokok.10
Kerentanan yang dirasakan remaja terhadap perilaku merokok biasanya dipengaruhi
oleh pandangan mengenai penyakit yang ditimbulkan secara umum bukan karena akibat
rokok. Para perokok remaja tidak merasa dirinya termasuk ke dalam kelompok rentan
karena dampak fisik akibat dari rokok tidak akan dirasakan dalam waktu yang singkat.
Hasil analisis dari kuesioner diketahui gambar yang tertera pada kemasan rokok membuat
perokok aktif dan pasif tidak akan mengalami gangguan

kesehatan seperti yang tertera pada kemasan rokok.


Analisis lebih lanjut pada analisis multivariat menunjukkan persepsi kerentanan
merupakan variabel yang paling dominan terhadap perilaku merokok, karena persepsi
kerentanan langsung mengacu kepada penilaian subjektif terhadap risiko dari masalah
kesehatan dan termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok seseorang
yang bisa dilihat dari intensitas merokoknya.11,12Selain perilaku merokok dan intensitas
merokok, tingginya persepsi kerentanan dapat juga disebabkan karena adanya pengetahuan,
dari pengetahuan yang mereka miliki mengenai iklan peringatan tersebut membuat
responden meresponnya ke dalam suatu tindakan.13 Tingginya persepsi kerentanan yang
dirasakan tersebut dapat juga timbul karena adanya sikap yang sebelumnya sudah dimiliki
oleh responden.14

Persepsi Keseriusan yang Dirasakan Setelah Melihat dan Membaca


Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok

Rendahnya persepsi keseriusan yang dirasakan membuat mereka sulit untuk


mengambil suatu tindakan dalam mengatasi masalah yang akan muncul.15Analisis lebih
lanjut dari kuesioner dapat dilihat bahwa remaja laki-laki merasa jika merokok dalam
jangka waktu yang lama tidak akan menyebabkan responden menderita penyakit kanker
seperti yang terdapat pada kemasan rokok dan remaja laki-laki tidak percaya jika penyakit
kanker akibat dari perilaku merokok karena bisa saja penyakit kanker disebabkan dari
faktor lain. Hasil analisis kuesioner ini sesuai dengan teori yang menyebutkan semakin
tinggi persepsi keseriusan maka semakin besar persepsi masalah terhadap suatu ancaman
sehingga semakin besar kemungkinan untuk mengambil suatu tindakan dalam mengatasi
masalah yang akan muncul dan sebaliknya.15
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan persepsi keseriusan
terhadap peringatan kesehatan bergambar dan peringatan teks saja dapat mempengaruhi
perilaku merokok seseorang dan penelitian lain juga menyatakan persepsi keseriusan yang
dirasakan mahasiswa terhadap lima tipe gambar peringatan bahaya merokok pada kemasan
rokok membuat mahasiswa berhenti merokok.10,16Pada penelitian ini terdapat pengaruh
eksternal yaitu berupa pesan, anjuran atau nasihat orang tua yang mempengaruhi persepsi
keseriusan. Jika faktor eksternal tersebut dapat mempengaruhi persepsi keseriusan yang
dirasakan responden, maka akan besar kemungkinan persepsi keseriusan yang dirasakan
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku.17
Persepsi Manfaat yang Dirasakan Setelah Melihat dan Membaca
Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara persepsi manfaat dengan perilaku
merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki tidak merasakan adanya
manfaat yang didapatkan setelah melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada
kemasan rokok sehingga mereka merokok sebesar 60,0%.
Berdasarkan analisis di lapangan, remaja laki-laki tidak merasakan manfaat dari
aturan pemerintan mengenai pencantuman gambar berbagai penyakit yang ada di kemasan
rokok, mereka merasa pengetahuan mereka tidak bertambah setelah melihat dan membaca
iklan tersebut karena mereka sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan remaja laki-laki
akan tetap saja merokok karena merasa sudah ketagihan sehingga sulit untuk menjauhi
rokok. Sesuai degan sebuah teori yang menyatakan persepsi yang dirasakan responden
menyebabkan adanya perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh keyakinan mengenai
manfaat yang dirasakan untuk
mengurangi ancaman penyakit, manfaat yang dirasakan merujuk individu untuk beperilaku
mengurangi risiko penyakit dan manfaat yang dirasakan juga merujuk kepada penilaian
individu dalam berperilaku untuk mengurangi risiko.11
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara
persepsi manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan pada pasien yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan dan peneliti lain yang juga menyatakan terdapat
hubungan antara persepsi manfaat yang dirasakan dari tindakan perilaku pencegahan
hipertensi akibat rokok.18,19Remaja laki-laki dengan persepsi manfaat rendah, remaja laki-
laki merasa sudah menderita penyakit sebelum mereka merokok sehingga mereka tidak
memperdulikan iklan peringatan pada kemasan rokok tersebut. Seseorang cenderung akan
menerapkan suatu perilaku yang sehat ketika ia merasakan perilaku tersebut dapat
berdampak positif bagi kesehatannya begitupun sebaliknya.17

Persepsi Hambatan yang Dirasakan setelah Melihat dan Membaca


Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok

Hasil penelitian dengan uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara persepsi
hambatan dengan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki
merasakan tidak adanya hambatan yang dirasakan untuk merokok setelah melihat dan
membaca iklan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok sebesar 55,2%. Pada
penelitian ini remaja laki-laki dengan persepsi hambatan yang rendah, remaja laki- laki
tidak merasakan adanya rintangan atau penghalang untuk mereka merokok meskipun telah
melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada kemasan rokok.
Analisis lebih lanjut dari hasil pengamatan di lapangan, remaja laki-laki beranggapan
gambar berbagai penyakit yang ada di kemasan rokok bertujuan untukmenakut-nakuti para
perokok aktif agar mereka berhenti merokok dan remaja laki-laki tidak memperdulikan
setiap gambar penyakit yang ada di kemasan rokok karena mereka tidak mempercayai akan
gambar tersebut. Hambatan yang dirasakan ini termasuk suatu konsekuensi negatif yang
timbul ketika mengambil suatu tindakan tertentu termasuk tuntutan fisik, psikologis, dan
keuangan.20
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan antara
persepsi hambatan yang dirasakan responden dalam upaya berhenti merokok terhadap tipe
perilaku merokok.21Persepsi hambatan merupakan pandangan atau penilaian individu
mengenai ada atau tidak ada hambatan yang dirasakan setelah melihat dan membaca iklan
peringatan bahaya merokok tersebut.18

Efikasi Diri Remaja Laki-Laki Setelah Melihat dan Membaca Peringatan


Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok

Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku
merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Hasil analisis kuesioner remaja laki-laki
meyakini anak-anak yang terpapar asap rokok akan berbahaya bagi kesehatan mereka dan
penyakit akibat rokok yang tertera di kemasan rokok akan di derita oleh responden yang
belum merokok dalam jangka waktu yang lama. Efikasi diri mempengaruhi seberapa besar
usaha seseorang saat akan mencoba sesuatu hal yang baru dalam mengatasi masalah yang
muncul.22
Penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara keyakinan terhadap kemampuan diri untuk berhenti
merokok.23 Pada penelitian ini kemampuan diri remaja laki-laki tinggi, remaja laki-laki
memiliki keyakinan yang kuat untuk tidak merokok karena sudah jelas jika merokok
berbahaya bagi kesehatan. Efikasi diri berupa keyakinan seseorang dapat berhasil
mengeksekusi perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan suatu tindakan.18
Semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi perilaku sehat, jika perilaku sehat
subjek tinggi artinya subjek tidak melakukan perilaku berisiko terhadap kesehatan. 22Remaja
laki-laki merasa memiliki kemampuan diri yang baik dalam menanggapi gambar bahaya
merokok yang ada pada kemasan rokok sehingga membuat remaja laki-laki tidak merokok.
Hal ini disebabkan oleh berbagai aspek, perilaku tersebut dipengaruhi oleh tiga komponen
yaitu sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku.24
Niat berperilaku dalam penelitian ini meliputi sikap responden setelah melihat dan
membaca iklan bahaya merokok pada kemasan rokok, responden masih ragu terhadap
dampak yang akan terjadi jika merokok dapat dilihat dari kuesioner dimana responden ragu
tidak akan terkena dampak penyakit akibat merokok karena baru merokok. Norma subjektif
berupa hak pribadi responden untuk menentukan apa yang akan dilakukan, dimana
responden akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya,
dalam hal ini responden memiliki kepercayaan yang tinggi sehingga memutuskan untuk
tidak merokok. Persepsi kontrol perilaku berupa pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, dalam hal ini responden memiliki kemampuan untuk tidak
merokok karena responden merasa biasa saja setelah melihat dan membaca iklan bahaya
merokok pada kemasan rokok.

Isyarat Untuk Bertindak Setelah Melihat dan Membaca Peringatan Bahaya


Merokok pada Kemasan Rokok

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara isyarat untuk bertindak dengan
perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki akan melakukan
suatu tindakan setelah melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada
kemasan rokok sebesar 52,8%. Isyarat untuk bertindak berpengaruh terhadap ancaman
penyakit, sehingga responden yang menyatakan besarnya ancaman yang dirasakan
mempengaruhi dorongan untuk melakukan sesuatu, berupa strategi untuk meningkatkan
kesadaran, strategi untuk mengaktifkan kesiapan, dan sebagai sistem pengingat yang
tepat.20
Teori ini sesuai dengan fakta di lapangan, dapat dilihat dari analisis kuesioner
responden tidak takut untuk merokok meskipun telah dipasang gambar penyakit pada
kemasan rokok, dan responden tidak akan berhenti merokok walaupun pemerintah telah
mencantumkan penyakit akibat merokok pada kemasan rokok. Isyarat untuk bertindak
berupa sumber darimana individu mendapatkan informasi mengenai masalah kesehatan
yang terjadi.25Informasi berupa media iklan pada kemasan rokok sebagai faktor yang
mempengaruhi persepsi. Media yang dapat mempengaruhi persepsi ancaman responden
yang kemudian memiliki niatan untuk mengubah perilaku adalah media yang mempunyai
tingkat kejelasan, keseraman, dan informatif yang baik.10
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh positif
peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok terhadap motivasi perokok untuk
berhenti merokok dan penelitian lain yang juga menyatakan mahasiswa berniat untuk
mengurangi konsumsi rokok setelah melihat gambar peringatan yang ada di kemasan
rokok.10,26 Isyarat untuk bertindak dapat dipengaruhi dari isyarat internal dan eksternal. 15
Isyarat internal mencakup isyarat untuk bertindak yang berasal dari dalam diri individu.
Isyarat eksternal mencakup tindakan dan informasi dari orang lain, dalam hal ini iklan
bahaya merokok yang terdapat di kemasan rokok dinilai efektif karena langsung
menunjukkan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari perilaku merokok, tetapi
komposisi iklan bergambar merokok masih belum mampu membuat responden untuk tidak

hambatan dan isyarat untuk bertindak


merokok. Pada penelitian ini responden
27
(0,050) dengan perilaku merokok di Kota
belum merasakan adanya dorongan Palembang.
motivasi dari dalam dirinya untuk tidak 3. Tidak ada hubungan antara efikasi diri
merokok atau mengurangi jumlah dengan perilaku merokok remaja laki-laki di
konsumsi rokoknya setelah melihat dan Kota Palembang.
membaca iklan peringatan bahaya 4. Faktor yang berhubungan signifikan secara
merokok yang ada pada kemasan rokok. statistik dengan perilaku merokok remaja
laki-laki yaitu persepsi kerentanan dan
persepsi hambatan setelah dikontrol
KESIMPULAN DAN SARAN oleh variabel lain. Variabel yang paling
Kesimpulan dari penelitian ini dominan dalam penelitian ini adalah
adalah sebagai berikut: variabel persepsi kerentanan. Remaja
1. Terdapat 65,6% remaja laki-laki yang laki- laki yang memiliki persepsi
merokok. Ada berbagai alasan yang kerentanan yang rendah berpeluang 25
membuat mereka merokok antara lain kali lebih besar untuk berperilaku
ingin mengetahui rasanya, dipengaruhi merokok di Kota Palembang.
oleh teman, dan untuk menghilangkan Saran dari penelitian ini adalah
rasa stress. sebagai berikut:
2. Ada hubungan antara persepsi a. Bagi Pemerintah Kota Palembang,
kerentanan, keseriusan, manfaat, sebaiknya peraturan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) harus benar-benar ditindak tegas Rokok 2015. Artikel Ilmiah Fakultas
sesuai dengan sanksi yang telah Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro.
ditetapkan, karena untuk saat ini 2015.
Peraturan Kawasan Tanpa Rokok 11. Onoruoiza, S.I., Musa, Umar ,B.D.,
tersebut belum diterapkan sebagaimana danKunle. Using Health Beliefs Model as
an Intervention to Non Compliance with
mestinya.
Hypertension Information among
b. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya
Hypertension Patient. Journal Of
peneliti lain dapat melakukan penelitian Humanities and Social Science. 2015;
variabel yang dapat menggambarkan Vol.5 No.9.
perilaku merokok remaja laki-laki 12. Smet. Psikologi Kesehatan. PT.Gramedia
terhadap respon iklan penyakit pada Widiasarana Indonesia, Jakarta. 1994.
kemasan rokok, seperti usia, pendidikan, 13. Hayati, M., Sudiana, K.I., dan Kristiawati.
Analisis Faktor Orang Tua Terhadap Status
pengetahuan, dan pengaruh lingkungan.
Gizi Balita Pendekatan Teori Health Belief
DAFTAR PUSTAKA Model. [Skripsi]. Universitas Airlangga .
Surabaya. 2014.
1. Peraturan Pemerintah Republik 14. Wardani, D.P.L., Sari, S.P., dan
Indonesia. Pengamanan Bahan yang Nurhidayah, I. Hubungan Persepsi dengan
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Perilaku Ibu Membawa Balita ke
Tembakau Bagi Kesehatan Undang- Posyandu. Jurnal Kesehatan. 2013; Vol. 5:
Undang Nomor 109 Tahun 2012. 1-10.
Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. 15. Rosenstrock, I.M.., Stretcher, V.J., Becker,
2012. M.H. Social Learning Theory and The
2. Eriksen, M., Mackay, J., dan Ross, H. The Health Belief Model Health Edu. 1988;
Tobacco Atlas, 5th ed., 31, the American Vol.15 No.2: 175-183.
Cancer Society. Inc, USA. 2015. 16. Hammond, D., Thrasher, J., Reid, J,L.
3. Kementrian Kesehatan Republik Perceived Effectiveness of Pictoral
Indonesia. Pusat Data dan Informasi Warnings among Mexican Youth and
Kementrian Kesehatan RI Perilaku Adults: a Population-Level Intervention
Merokok Masyarakat Indonesia. with Potential to Reduce Tobacco-
Infodatin, Jakarta. 2014. Related Inequities. Spinger Science
4. WHO, Regional Office for South-East Journal. 2012.
Asia. WHO-SEARO, New Delhi. 2014. 17. Trisnawan, P.D. Determinan Perilaku
5. Kemenkes Republik Indonesia. Hasil Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa
Riset Kesehatan Dasar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(Riskesdas)Tahun 2007. Badan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan
Litbangkes, Depkes RI , Jakarta. 2007. Tahun 2013. [Skripsi]. Fakultas Psikologi
6. . Hasil Riset Kesehatan Dasar Universitas Katolik. Semarang. 2013.
(Riskesdas) Tahun 2010. Badan 18. Setiyaningsih, R., Tamtomo, D., dan
Litbangkes, Depkes RI , Jakarta. 2010. Suryani,N. Health Belief Model:
7. . Hasil Riset Kesehatan Dasar Determinants of Hypertension Prevention
(Riskesdas) Tahun 2013. Badan Behavior in Adults at Community Health
Litbangkes, Depkes RI , Jakarta. 2013. Center, Sukoharjo, Central Java. Journal of
8. . Pusat Data dan Informasi Health Promotion and Behaviour. 2016;
Kementrian Kesehatan RI Perilaku Vol. 1 No.3: 165-175.
Merokok Masyarakat Indonesia. 19. Sholihah M. Gambaran Peluang
Infodatin, Jakarta. 2014. Perubahan Perilaku Perokok dengan
9. Stalker, P. Kita Suarakan MDGs Demi Health Belief Model Pada Pasien
Pencapaiannya di Indonesia, Laporan Hipertensi di Puskesmas
MDGs. UI Update, Jakarta. 2008. CiputatTangerang Selatan. Skripsi UIN
10. Lakhmudien. Persepsi Mahasiswa Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
UDINUS Terhadap Lima Tipe Gambar 20. Glanz, K., Barbara, K.R., dan K.Viswanath.
Peringatan Kesehatan Pada Kemasan Health Behavior and Health Education:
Theory, Research, andPractice Fourth
Edition. USA. San Fransisco. 2008.
21. Binita, A.M., Istiarti, V.G.T., dan
Widagdo, L. Hubungan Persepsi
Merokok dengan Tipe Perilaku Merokok
Pada Siswa SMK X Di Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016;
Vol.4 No.5: 268-276.
22. Karren, K.J., Hafen, B.Q., dan Smith,
N.L., dan Frandsen, K.J. Mind/Body
Health: The Effect of Attitudes Emotions
and Relationships. Benjamin Cummings,
San Fransisco. 2002.
23. Darojah, S. Faktor Determinan
Penghambat Berhenti Merokok Pada
Kepala Keluarga Di Kecamatan Jaiyoso
Kabupaten Karanganyar. Naskah
Publikasi. 2014.
24. Sarafino, E.P. Health Psychology:
Biopsichosocial Interaction. : John Wiley
& Sons, New York. 1990.
25. Imam, S.S. General Self-Eficacy Scale:
Dimensionality, Internal Consistency,
and Temporal Stability. Proceedings of
the Redesigning Pedagody: Culture,
Knowledge and
Understading Conference, Singapore.
2007.
26. Paradita SA. Pengaruh Peringatan
Kesehatan Bergambar Pada Kemasan
Rokok terhadap Motivasi Perokok
Untuk Berhenti Merokok. [Skripsi].
Universitas Diponegoro. Semarang.
2014.
27. Setyaningtyas D. Hubungan Perilaku
Merokok dengan Risiko Insomnia pada
Lansia di Dusun Daleman Gadingharjo
Saden. Naskah Stikes Yogyakarta. 2014.
cross sectional study dengan tehnik
pengambilan sampel accidental sampling
yang berjumlah 100 responden. Alat
pengumpulan data menggunakan kuesioner
dan Analisa Data yang digunakan adalah
univariate dan bivariat. Hasil Penelitian yang
telah dilaksanakan pada tanggal 29-30
November 2018 didapatkan data sebagian
besar responden berumur 17 tahun yaitu
sebanyak 32 responden (39,5%), pola asuh
orang tua Demokratis sebanyak 53 responden
(65,4%), pola asuh otoriter 18 (22,2%), pola
asuh permisif 10 (12,3%), sebagian besar
responden merokok sejak usia 15 tahun
sebanyak 26 responden (32,1%), mayoritas
orang tuanya merokok sebanyak 58
responden (71,6%) secara keseluruhan
responden merokok, mayoritas jumlah rokok
yang dikonsumsi adalah 3 batang sebanyak
38 responden (46,9%), berdasarkan hasil
analisa statistic menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara pola asuh orang tua
Lampiran 3
dengan perilaku merokok pada remaja, nilai
p-value p=0,212. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut diharapkan orang tua
sebaiknya menerapkan komunikasi terbuka
HUBUNGAN POLA ASUH dengan remaja terkait tindakan perilaku
ORANG TUA DENGAN merokok dengan menumbuhkan hal positif
PERILAKU MEROKOK PADA pada remaja untuk mencegah terjerumus
REMAJA DI SMK PGRI dalam tindakan merokok, dan diharapkan
PEKANBARU agar diberikan penyuluhan baik dari sekolah
Isnaniar, Wiwik Norlita, Riska Amaliah maupun dirumah tentang bahaya merokok,
Program Studi D. III Keperawatan sehingga remaja dapat lebih mawas diri dan
Universitas Muhammadiyah Riau waspada untuk menghindari perilaku
Email: isnaniar@umri.ac.id, merokok.
Kata Kunci : Pola Asuh Orang
wiwiknorlita@umri.ac.id,
riskaamaliah@studentumri.ac.id Tua, Perilaku Merokok

ABSTRAK PENDAHULUAN
Pola asuh orangtua adalah suatu
keseluruhan interaksi orangtua dan anak, Remaja (Adolesecent) merupakan
dimana orangtua yang memberikan periode kritis peralihan dari anak menjadi
dorongan bagi anak dengan mengubah dewasa. Secara psikososial, pertumbuhan
tingkah laku anak. (Tridhonanto, 2014). pada masa remaja (adolescent) dibagi dalam
Perilaku merupakan respon atau reaksi 3 tahap yaitu early, middle, dan late
seseorang terhadap stimulus (rangsangan adolescent. Batasan usia untuk remaja
dari luar).(Skinner (1938) dalam Indonesia adalah 11-24 tahun. Masa remaja
Notoatmodjo (2007). Tujuan penelitian awal merupakan masa transisi, dimana
adalah untuk mengetahui Hubungan Pola usianya berkisar antara 13-16 atau 17 tahun
Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok dan akhir masa remaja dari 16 atau 17-18
Pada Remaja di SMK PGRI Pekanbaru. tahun (Batubara, 2010). Remaja merupakan
Jenis penelitian yang digunakan adalah kelompok tertinggi yang rentang terhadap
pengaruh iklan, baik media massa (cetak sosial atau perilaku seorang anak.Keluarga
dan elektronik) maupun papan iklan juga dapat memberikan dasar pembentukan
dipinggir jalan (Biilboard). Sekitar 86% tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan
remaja di dunia menghisap satu jenis merek kepada anak di lingkungan sosial(Kartono,
rokok yang paling sering diiklankan, 2010).
terutama televisi sedangkan orang dewasa Menurut Riskesdas 2010, umur
hanya 30% yang memilih jenis rokok yang pertama kali merokok pada usia 10-14 tahun
sama meskipun kemungkinannya mereka sebesar 9,6%, pada usia 15-19 tahun sebesar
lebih sering menyaksikan iklannya 36,3%. DataRiset Kesehatan Dasar tahun
dibandingkan remaja (Kurniawan, 2012). 2011 menyebutkan bahwa penduduk
Merokok merupakan kebiasaan berumur di atas 10 tahun yang merokok
remaja yang sulit dihindari, kebiasaan sebesar 29,2% dan angka tersebut meningkat
merokok pada remaja dipengaruhi oleh sebesar 34,7% pada tahun 2012
berbagai faktor, antara lain masa untukkelompok umur di atas 15 tahun .
perkembangan anak mencari identitas diri Sedangkan Data Riskesdas tahun 2013
dan selalu ingin mencoba hal baru yang ada menunjukkan sebanyak 18% remaja berumur
di lingkungannya. Oleh karena itu, keluarga 10-14 tahun dan 55,4% remaja umur 15-19
dan teman sebaya adalah orang-orang yang tahun saat ini merokok(Wijaya, 2016).
akan sangat mempengaruhi kebiasaaan Proporsi perokok di Riau tahun 2007-2013
remaja. Jika orang tua dan teman sebaya yaitu 24,2 %, dengan proporsi perokok setiap
merokok, maka sangat memungkinkan hari pada usia 15-19 tahun yaitu 8,5% dan
untuk diikuti remaja (Poltekkes Depkes RI, perokok kadang-kadang sebesar 5,8%.
2010). Perilaku merokok seorang remaja Adapun kota Pekanbaru memiliki proporsi
dipengaruhi oleh peran keluarga seperti kebiasaan merokok perokok setiap hari pada
pola asuh orang tua, dimana peran ibu penduduk umur ≥ 10 tahun sebesar 19,4%
dalam keluarga adalah sebagai pendidik, dan perokok kadang-kadang 5,1%
teladan, sedangkan peran ayah (Alamsyah Agus,2016).
berpartisipasi dalam pendidikan anak. Jika Hasil survey awal yang dilakukan
dalam keluarga remaja ada yang merokok, peneliti di SMK PGRI Pekanbaru pada
maka remaja akan meniru dan melakukan tanggal 7 Agustus 2018 menunjukkan bahwa
hal yang sama seperti yang dilakukan oleh dari 10 responden yang dilakukan penelitian
keluarganya (Aryani, 2010). bahwa ke 10 responden terdapat 5 orang
Pada dasarnya pola asuh dapat (50%) yang berada dalam pola asuh
diartikan sebagai seluruh cara perlakuan demokratis, 5 orang (50%) yang berada
orang tua yang diterapkan pada anak. pola dalam pola asuh otoriter, tidak ada yang
asuh orang tua kepada anak dan remaja berada dalam pola asuh permisif, 8 orang
adalah salah satu faktor yang signifikan (80%) yang merokok, 2 orang (20%) yang
turut membentuk perilaku dan karakter tidak merokok, 7 orang (70%) yang orang
seorang anak, hal ini didasari bahwa tuanya merokok, dan 3 orang (30%) yang
pendidikan dalam keluarga merupakan orang tuanya tidak merokok.
pendidikan yang utama bagi anak, dan pola
asuh orang tua merupakan interaksi sosial A. Konsep Pola Asuh Orang Tua
awal untuk mengenalkan anak pada 1. Definisi Pola Asuh Orang Tua
peraturan, norma, dan nilai yang berlaku di Pola asuh merupakan pola interaksi
masyarakat. Pola asuh orang tua dibagi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana
menjadi tiga tipe, yaitu otoriter, demokratis, cara sikap atau perilaku orang tua saat
dan permisif ( Agus, 2012 ). Pola asuh berinteraksi dengan anak, termasuk cara
sangat mempengaruhi peran dan fungsi penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma,
keluarga. Pengaruh keluarga dalam memberikan perhatian dan kasih sayang serta
pembentukan dan perkembangan menunjukkan sikap dan perilaku baik
kepribadian anak sangat besar dimana anak sehingga dijadikan panutan bagi anaknya
tidak bertindak sehendak hati dan mampu (Theresia,2009). Pola asuh adalah salah satu
mengendalikan diri dalam berinteraksi faktor yang secara signifikan turut
membentuk perilaku dan karakter seorang anak, tidak berharap yang berlebihan
anak, hal ini didasari bahwa pendidikan yang lebih melampaui kemampuan anak,
dalam keluarga merupakan pendidikan yang (f) memberikan kebebasan kepada anak
utama dan pertama bagi anak, yang tidak untuk memilih dan melakukan suatu
bisa digantikan oleh lembaga pendidikan tindakan, (g) pendekatannya kepada
manapun (Agus, 2012). Pola asuh orangtua anak bersifat hangat.
adalah suatu keseluruhan interaksi orangtua
dan anak, dimana orangtua yang
memberikan dorongan bagi anak dengan b. Pola asuh Otoriter
mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan Gaya yang membatasi, menghukum,
nilai–nilai yang dianggap paling tepat bagi memandang pentingnya kontrol dan
orangtua agar anak bisa mandiri, tumbuh kepatuhan tanpa syarat.Orang tua mendesak
serta berkembang secara sehat dan optimal, anak untuk mengikuti arahan dan
memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat menghormati pekerjaan dan upaya
rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi mereka.Cenderung tidak bersikap hangat
untuk sukses (Tridhonanto, 2014). kepada anak.Anak dari orang tua otoriter
2. Bentuk Pola Asuh seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder
Menurut Baumrind (dalam papalia, 2008), ketika membandingkan diri dengan orang
terdapat 3 macam pola asuh orang tua : lain, tidak mampu memulai aktifitas,
a. Pola Asuh Demokratis memiliki kemampuan komunikasi yang
Pola asuh demokratis adalah pola lemah (Papalia, 2008). Menurut Depkes
asuh yang memprioritaskan kepentingan Jakarta I (2012), sikap orangtua yang otoriter
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu dimana mau menang sendiri, selalu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan mengatur, semua perintah harus diikuti tanpa
pola asuh ini bersikap rasional, selalu memperhatikan pendapat dan kemauan anak,
mendasari tindakannya pada rasio atau akan sangat berpengaruh pada perkembangan
pemikiranpemikiran.Bersikap realistis kepribadian remaja. Ia akan berkembang
terhadap kemampuan anak, tidak berharap menjadi penakut, tidak memiliki rasa percaya
yang berlebihan yang melampaui diri, merasa tidak berharga, sehingga proses
kemampuan anak.Memberikan kebebasan sosialisasi menjadi terganggu. Oleh karena
kepada anak untuk memilih dan melakukan itu Tridhonanto (2014) menjelaskan ciri-ciri
suatu tindakan, dan pendekatannya kepada pola asuh otoriter, yaitu : (a) anak harus
anak bersifat hangat. tunduk dan patuh terhadap kehendak
Sedangkan menurut Tridhonanto orangtua, (b) pengontrolan orangtua terhadap
(2014), pola asuh demokratis adalah pola perilaku anak sangat ketat, (c) anak hampir
asuh orangtua yang menerapkan perlakuan tidak pernah mendapatkan pujian, (d)
kepada anak dalam rangka membentuk orangtua tidak memberikan kompromi dan
kepribadian anak dengan cara komunikasi hanya bersifat satu arah.
memprioritaskan kepentingan anak yang c. Pola asuh Permisif
bersikap rasional atau Universitas Sumatera Gaya pengasuhan dimana orang tua
Utara pemikiran-pemikiran. Dengan ciri- sangat terlibat dengan anak, namun tidak
ciri yakni: terlalu menuntut atau mengontrol.
a) anak diberi kesempatan untuk mandiri Membiarkan anak melakukan apa yang
dan mengembangkan kontrol internal, mereka inginkan. Anak menerima sedikit
(b) anak diakui sebagai pribadi oleh bimbingan dari orang tua, sehingga anak sulit
orangtua dan turut dilibatkan dalam dalam membedakan perilaku yang benar atau
pengambilan keputusan, (c) tidak.Serta orang tua menerapkan disiplin
menerapkan peraturan serta mengatur yang tidak konsisten sehingga menyebabkan
kehidupan anak, (d) memprioritaskan anak berperilaku agresif.Anak yang memiliki
kepentingan anak, akan tetapi ragu- orang tua permissive kesulitan untuk
ragu mengendalikan mereka, (e) mengendalikan perilakunya, kesulitan
bersikap realistis terhadap kemampuan berhubungan dengan teman sebaya, kurang
mandiri dan kurang eksplorasi (Parke & melawan arus terhadap lingkungan
Gauvain, 2009). Menurut Tridhonanto sosial.Biasanya pola asuh ini disebabkan oleh
(2014), pola asuh permisif adalah pola asuh kekhawatiran orangtua.Orangtua khawatir
orangtua pada anak dalam rangka kemudian secara sadar atau tidak membuat
membentuk kepribadian anak dengan cara anak mengalami pembatasan ruang gerak,
memberikan kesempatan pada anaknya mengalami pengekangan kreativitas dan
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan pembunuhan rasa ingin tahu (Aprilianto,
yang cukup darinya. Pola asuh permisif 2007).
memiliki ciri-ciri yakni: (a) orangtua c. Dampak positif pola asuh permisif.
bersikap acceptance tinggi namun kontrol Orangtua akan lebih mudah mengasuh
rendah, anak diizinkan membuat keputusan anak karena kurangnya kontrol terhadap
sendiri dan dapat berhak sendiri (b) anak. Bila anak mampu mengatur seluruh
orangtua memberikan kebebasan kepada pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan
anak untuk Universitas Sumatera Utara baik, kemungkinan kebebasan yang
menyatakan dorongan atau keinginannya, diberikan oleh orangtua dapat
(c) orangtua kurang menerapkan hukuman dipergunakan untuk mengembangkan
pada anak, bahkan hampir tidak kreativitas dan bakatnya, sehingga ia
menggunakan hukuman. menjadi seorang individu yang dewasa,
3. Dampak Pola Asuh Terhadap Perilaku inisiatif, dan kreatif (Dariyo, 2007).
Merokok Artinya, dampak positif akan tergantung
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada bagaimana anak menyikapi sikap
berdampak positif dan negatif, yaitu : orangtua yang permisif.
a. Dampak positif pola asuh demokratis. Dampak negatif pola asuh permisif. Anak
Anak akan lebih kompeten akan tumbuh menjadi remaja yang tidak
bersosialisasi, mampu bergantung pada terkontrol. Anak memiliki kesempatan untuk
dirinya sendiri dan bertanggung jawab melakukan hal-hal yang berkaitan dengan
secara sosial. Anak pun memiliki pergaulan bebas yang pada akhirnya
kebebasan berpendapat dan kebebasan merugikan pihak anak dan orangtua. Dampak
untuk mengembangkan kreatifitas. negatif pola asuh ini juga akan membuat
anak memiliki kemampuan komunikasi yang
Orangtua pun akan tetap membimbing
buruk.
anak dan mempertimbangkan semua
METODE PENELITIAN
pendapat-pendapat anak(King, 2014).
Dampak negatif pola asuh Desain penelitian ini adalah cross
demokratis.Walaupun pola asuh demokratis Sectional , yaitu suatu penelitian untuk
lebih banyak memiliki dampak positif, mempelajari dinamika korelasi antara faktor
namun terkadang juga dapat menimbulkan dan resiko dengan efek dengan cara
masalah apabila anak atau orangtua kurang pendekatan, observasi atau pengumpulan
memiliki waktu untuk berkomunikasi. data sekaligus pada satu saat itu juga
b. Dampak positif pola asuh otoriter. Pola (Notoatmodjo, 2005). Populasi adalah
asuh ini lebih banyak memiliki dampak keseluruhan obyek penelitian atau obyek
negatif. Anak akan lebih disiplin karena yang akan dilakukan penelitian
orangtua bersikap tegas dan memerintah. (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan defenisi
Orangtua pun akan lebih mudah di atas, populasi dalam penelitian ini adalah
mengasuh anak karena anak takkan siswa kelas X SMK PGRIPekanbaru dengan
memiliki masalah di bidang pelajaran jumlah sebanyak 442 Siswa. Sampel adalah
dan tidak akan terjerumus ke dalam bagian dari populasi yang dipilih dengan
kenakalan remaja atau pergaulan bebas. metode sampling tertentu untuk bisa
Dampak negatif pola asuh otoriter.Menurut memenuhi atau mewakili populasi
Dariyo (2007) anak yang didik dengan pola (Nursalam, 2008). Teknik pengambilan
asuh otoriter cenderung tumbuh sampel pada penelitian ini adalah simple
berkembang menjadi pribadi yang suka random sampling yaitu pengambilan sampel
membantah, memberontak dan berani dengan cara acak dengan memperhatikan
strata yang ada dalam anggota populasi dilkukan agar diketahui adakah hubungan
berdasarkan proporsi jumlah di masing- antara pola asuh orang tua dengan perilaku
masing kelas menggunakan cara undian merokok pada remaja. Pada penelitian ini
(Notoatmodjo, 2005). menggunakan SPSS (Statistical Product And
Pengumpulan data adalah proses Service Soluttion) menggunakan dengan uji
pendekatan kepada subjek yang diperlukan statistik chi square. Apabila di dapatkan hasil
dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). p value ≤ 0.05, maka dapat di katakan
Proses pengumpulan data dilakukan terdapat hubungan antara variabel
ditempat penelitian dengan prosedur independen dengan variabel dependen, jika
sebagai berikut: dalam penelitian ini di dapatkan hasil p-value > 0,05, maka dapat
instrumen yang digunakan adalah dengan di katakan tidak terdapat hubungan antara
kuesioner, Kuesioner merupakan suatu alat variabel independen dengan variabel
pengumpul data dengan cara memberikan dependen.
daftar pertanyaan kepada responden untuk
selanjutnya responden bisa memberikan PEMBAHASAN
jawaban atas pertanyaan tersebut (Arikunto,
2006). Pengumpulan data dilakukan untuk Berdasarkan penelitian yang dilakukan
mengetahui adakah hubungan pola asuh pada tangal 29-30 November 2018 di SMK
orang tua dengan perilaku merokok pada PGRI Pekanbaru, dari 100 responden dapat
remaja di SMK PGRI Pekanbaru, adapun diperoleh data-data mengenai pola asuh
jenis pertanyaan yang digunakan adalah orang tua dengan perilaku merokok pada
pertanyaan tertutup yang berbentuk remaja sebagai berikut :
Dichotomous Choice. Dalam pertanyaan ini No Kategori Frekuensi Persen
hanya disediakan 2 jawaban/ alternatif dan tase
A Kategori Umur
responden hanya memilih satu diantaranya Responden
(Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini 1 16 26 32,1
menggunakan metode kuantitas, yaitu 2 17 32 39,5
mengolah data yang berbentuk angka, baik 3 18 14 17,3
sebagai hasil pengukuran maupun hasil 4 19 9 11,1
konveksi (Chandra, 2008). B Pola Asuh Orang f %
Tua
1. Analisa Univariat 1 Demokratis 53 65,5
Analisa ini bertujuan untuk 2 Otoriter 18 22,2
mempermudah interprestasi data ke dalam 3 Permisif 10 12,3
bentuk tabel dan uraian dalam bentuk teks C Jumlah Rokok f %
untuk mendapatkan gambaran tentang yang dikonsumsi
dalam sehari
distribusi frekuensi dari semua tabel baik
1 1 batang 17 21,0
independen maupun dependen. Analisa 2 2batang 26 32,1
univariat dilakukan terhadap tiap variabel 3 3batang 38 46,9
satu persatu. Setelah hasil analisa univariat D Orang Tua F %
didapatkan barulah data di analisa Responden yang
Merokok
menggunakan analisa bivariat.
1 Ya 58 71,6
2. Analisa Bivariat 2 Tidak 23 28,4
Analisa bivariat adalah analisis yang E. Usia Awal F %
digunakan untuk mencari/mengetahui Responden
adanya hubungan antara dua variabel, yaitu Merokok
1 13 11 13,6
variabel independen dan dependen. 2 14 14 17,3
Variabel independen dalam penelitian ini 3 15 26 32,1
adalah pola asuh orang tua sedangkan 4 16 20 24,7
dependen yaitu perilaku merokok pada 5 17 9 11,1
remaja. Analisa ini dilakukan dengan 6 18 1 1,2
membuat tabel silang antara variabel, data
yang diolah menurut masing masing item
indikator pola asuh orang tua, hal ini
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan orang tua dalam kategori demokratis. Pola
Perilaku Merokok Pada Remaja asuh orang tua tidak mempunyai hubungan
Bedasarkan hasil penelitian yang yang signifikan dengan perilaku merokok
dilakukan peneliti pada bulan November remaja dengan p=0,492, artinya seperti apa
2018 di SMK PGRI Pekanbaru dengan pola asuh orang tua tidak mempengaruhi
judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua perilaku merokok remaja. Sehingga dapat
dengan Perilaku Merokok diasumsikan bahwa perilaku merokok remaja
tidak selalu berhubungan dengan pola asuh
Pada Remaja’’, di dapatkan hasil dari yang diterapkan karena banyak faktor yang
53 (65,4%) yang berada di pola asuh dapat mempengaruhi peningkatan perilaku
demokratis dengan 34 (30,2%) yang merokok pada remaja. Alasan pertama Yang
melakukan perilaku merokok dengan mendorong perilaku merokok remaja
jumlah 3 batang rokok dalam sehari. yaitupola asuh orang tua. Pada deskripsi data
Menurut hasil yang diperoleh dari penelitian diketahui responden paling banyak
penelitian ini dari 81 responden terdapat memiliki pola asuh yang demokratis. Namun
pola asuh demokratis dengan 12 responden dari hasil penelitian pola asuh orang tua
yang merokok sebanyak 1 batang, 17 dengan perilaku merokok tidak mempunyai
responden merokok dengan 2 batang, 34 hubungan yang signifikan.
responden merokok dengan 3 batang, pola Alasan kedua yaitu dipengaruhi oleh
asuh otoriter dengan 4 responden yang teman sebaya. Berbagai fakta
merokok sebanyak 1 batang, 3 responden mengungkapkan bahwa semakin banyak
yang merokok sebanyak 2 batang, 11 remaja merokok maka semakin besar
responden yang merokok dengan 3 batang, kemungkinan teman-temannya adalah
pola asuh permisif dengan 1 responden perokok juga dan demikian sebaliknya. Masa
yang merokok sebanyak 1 batang, 6 remaja dianggap sebagai masa pencarian
responden yang merokok sebanyak 2 identitas diri. Pada periode ini pergaulan
batang, 3 responden yang merokok terhadap kelompok sebaya memiliki peran
sebanyak 3 batang, dan berdasarkan penting bagi remaja. Alasan ketiga adalah
statistik tidak terdapat hubungan yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Orang
signifikan antara hubungan pola asuh orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu
tua dengan perilaku merokok pada remaja, atau ingin melepaskan diri dari beban
yang dibuktikan dengan nilai p-value >0,05 diri/stress. Begitupula yang terjadi pada diri
yaitu 0,212. remaja, dengan tuntutan belajar yang
Hasil penelitian diatas sesuai dengan dianggap berat remaja cenderung ingin
penelitian yang dilakukan oleh Desi Tri melepaskan diri dari beban diri ataupun stres
Wulandari (2011), didapatkan bahwa dari oleh karena tuntutan belajar tersebut. Selain
29 responden (80,5%) memiliki pola asuh itu ada pula tuntutan orangtua yang dirasakan
orangtua dalam kategori demokratis , dan oleh remaja sehingga membuat remaja
tidak terdapat hubungan yang signifikan cenderung menjadikan beban berat. Hasil
antara pola asuh orang tua dengan perilaku penelitian ini juga didukung oleh penelitian
merokok paa remaja dengan nilai p=0,479. Ardhiansyah, dkk (2016) yang mendapatkan
Hasil penelitian ini juga didukung dengan penerapan pola asuh orangtua di Dusun Jetis
penelitian yang dilakukan oleh Ramona Desa Wotanngare Kecamatan Kalitidu
Hotnida Sari Nasution (2017), didapatkan Kabupaten Bojonegoro tidak terdapat
bahwa dari51responden (51%) memiliki hubungan antara pola asuh orang tua dengan
pola asuh orang tuadalam kategori perilaku merokok pada remaja. Hal ini
demokratis , dan tidak terdapat hubungan dikarenakan selain dipengaruhi pola asuh
yang signifikan antara pola asuh orang tua orangtua, dapat juga dipengaruhi teman
dengan perilaku merokok paa remaja sebaya, iklan rokok, kepribadian remaja.
dengan nilai p=0,588. Penelitian ini Dimana mayoritas remaja memiliki
sebanding dengan penelitian Ida Nurjayanti kepribadian introvet yang cenderung tertutup
(2011), mendapatkan sebagian besar remaja maka remaja akan cenderung memilih untuk
19 responden (53,0%) memiliki pola asuh menyimpan permasalahan yang dialami,
tidak tertarik menceritakan kepadaorangtua Tentang Seks Dan Perilaku Seks Remaja
sehingga mengalihkan pikiran maupun Awal Pada Siswa Di SMP Semarang.
permasalahan dengan merokok. Dalam hal http://jurnal.abdihusada.ac.id. Diakses
ini dapat disimpulkan bahwa pola asuh tanggal 6 Desember 2014.
orang tua tidak selalu menjadi faktor yang Papalia, D. E., Wendkos, S., & Feldman,
mempengaruhi aktivitas remaja dalam R. D.(2008). Human development.
merokok, terdapat banyak faktor yang
menyebabkan remaja merokok, remaja Jakarta: Kencana. Parke, R.D., & Gauvain,
tetap akan melakukan aktivitas merokok M.(2009). Child psychology a
meskipun dengan pola asuh demokratis contemporary viewpoint. 7th. New York
yang dianggap paling baik diterapkan oleh
orang tua. Sanjiwani, N.L.,& Budisetyani,I.G. (2014).
KESIMPULAN
Pola Asuh Permisif Ibu Dan
Berdasarkan hasil penelitian yang
Perilaku Merokok Pada Remaja
dilakukan dengan cara menyebarkan
kuisioner yang berisikan pernyataan pola Laki-laki Di SMA Negeri I
asuh dan perilaku merokok dapat Semarapura.
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan http://repository.ac.id/bitstrea
antara pola asuh orang tua dengan perilaku m/123456789/33659/5/Chapte
merokok pada remaja. Diharapkan orang
tua sebaiknya menerapkan komunikasi r%201.pdf. Diakses tanggal 12
terbuka dengan remaja terkait tindakan Januari 2015.
perilaku meroko
Santrock, J.W.(2003). Adolescent. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Erlangga.

Sarwono,W.(2011). Psikologi Remaja.


Agus, W.(2012). Pendidikan Karakter Usia Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Dini. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Aprilianto, T.(2007). Kudidik diriku demi


mendidik anakku dalam M. Lombe. (Ed).
Malang: Dioma.

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta Batubra, RL.J. (2010).Adolescent
Development (Perkembangan
Remaja).

Latifah, M.(2008). Peranan keluarga


dalam pendidikan karakter anak.
(http://www.tumbuh- kembang-anak.com.).
Diakses 21 Januari 2017
Nasution, I.K.(2007). Perilaku
Merokok pada Remaja. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Notoadmodjo, S.(2005).
Metodologi Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nuryani, I., & Pratami, F.W. (2011).
Hubungan Keterpaparan Media Infor masi
Lampiran 4

p-ISSN 2089-0834 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Kendal
e-ISSN 2549-8134

HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF


KELUARGA DENGAN PERILAKU
MEROKOK PADA REMAJA
Riantiarno, Yulia Susanti*, Muhammad
Khabib Burhanudin Iqomh

Program Stusi Sarjana Keperawatan dan


Profesi Ners, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kendal, Jln Laut 31A Kendal, Jawa Tengah,
Indonesia 51311

* yulia_s.kepns@yahoo.co.id
between family affective functions and
smoking behavior in adolescents in
ABSTRAK Pidodokulon village. Research design using
Fungsi afektif keluarga adalah fungsi cross-sectional descriptive. The sample of this
internal keluarga, kegagalan menjalankan study were all adolescents who were active
fungsi ini akan timbul masalah seperti smokers in Pidodokulon Village as many as
perceraian, kenakalan pada anak seperti 115 adolescents, sampling techniques using
merokok, minum-minuman keras dan lain- a total sample. This research tool uses a
ain. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui questionnaire that has been tested for
hubungan antara fungsi afektif keluarga validity and reliability. Univariate analysis
`dengan perilaku merokok pada remaja di used frequency percentage distribution and
desa Pidodokulon. Desain penelitian tendency central. Bivariate analysis using the
menggunakan deskriptifcross-sectional. Rank Spearman test. The results of the study
Sampel penelitian ini adalah semua remaja showed that the majority were mild and
perokok aktif di Desa Pidodokulon moderate smokers as many as 75 (68%),
sebanyak 115 remaja, tehnik pengambilan heavy smokers were 40 (34.8%). The majority
sampel menggunakan total sampling. Alat of the family affective function is as much as
penelitian ini menggunakan kuesioner yang 65 (56.5%) while the affective function is less
sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. than 50 (43.5%). Bivariate analysis using
Analisis univariat menggunakan distribusi Spearman rank statistical test obtained
presentase frekuensi dan tendency central. value-value = 0.157 (p> 0.05) which means
Analisis bivariat menggunakan uji statistic there is no relationship between affective
Rank Spearman. Hasil penelitian functions of the family and teen smoking
didapatkan data mayoritas adalah perokok behavior. It is expected that adolescents can
ringan dan sedang sebanyak 75 (68%), reduce or stop smoking and parents as the
perokok berat sebanyak 40 (34,8%). Fungsi first environment of adolescence can provide
afektif keluarga mayoritas baik sebanyak 65 an example to adolescents, especially healthy
(56,5%) sedangkan fungsi afektif kurang living behavior.
baik sebanyak 50 (43,5%). Analisa bivariat
menggunaka uji statistik rank spearman Keywords: adolescence; family affective
didapatkan nilaip-value = 0,157 ( p > 0,05 ) function; smoking behaviorPENDAHULUAN
yang berarti tidak ada hubungan
Masa remaja adalah masa dimana seorang
anak sedang berada dalam pencarian jati
dirinya, ingin mengenal siapa dirinya
RELATIONSHIPBETWEEN FAMILY sebenarnya, remaja biasanya akan mencoba
AFFECTIVE FUNCTION AND sesuatu hal yang baru dalam hidupnya
SMOKING BEHAVIOR IN
ADOLESCENT

ABSTRACT
The affective funtion of the family is an
internal function of the family, failure to
carry out this function will result in
problems such as divorce, delinquency in
children such as smoking, drinking and
others. To determine the relationship
(Rice & Dolgin, 2008). Masa remaja merupakan remaja meliputi perubahan perkembangan fisik,
periode masa perubahan, masa usia kognitif, kepribadian dan psikososial (Krori,
bermasalah, perubahan yang terjadi pada 2011). Masa remaja

sebagai periode pelatihan yang bukan lagi fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, fungsi
sebagai masa kanak-kanak tetapi belum reproduksi dan fungsi perawatan
cukup dianggap sebagai orang dewasa,
keadaan tersebut membuat remaja
mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilakunya (Hurlock,
2011).
Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga
aspek, yakni fisik, psikis dan sosial,
ketiga aspek tersebut akan tetapi sulit
untuk ditarik garis yang tegas batas-
batasannya secara lebih terinci, perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, keinginan kehendak, minat,
motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2012).

Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh


dirinya sendiri yang disebut faktor
internal dan faktor eksternal pengaruh
dari luar. Lingkungan merupakan salah
satu faktor eksternal yang mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan perilaku
individu baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosio psikologis termasuk
juga didalamnya belajar, pengalaman
individu dalam mengecap alam sekitarnya
juga merupakan pengaruh dari lingkungan
(Azwar, 2011). Semua anak dilahirkan
dengan pembawaan yang baik dan
menjadi tidak baik karena pengaruh
lingkungan (Notoatmodjo, 2010).

Orang tua atau keluarga merupakan


lingkungan pertama yang berhubungan
dengan remaja, orang tua harus
memberikan perhatian, pengertian dengan
cara-cara yang dewasa memberikan
dukungan atau motivasi yang positif
sehingga menunjang keberhasilan dalam
studi, ahlak yang baik. Peran dan fungsi
orangtua dalam keluarga adalah sebagai
pendidik, pengawasan kesehatan,
konsultan atau penasehat, dan modifikasi
lingkungan, yang akan mempengaruhi
pada tingkat dan derajat kesehatan
keluarga. Secara umum keluarga
mempunyai 5 fungsi, fungsi afektif,
atau pemeliharaan kesehatan.Saling menyimpang dapat dikatakan sebagai
mengasuh, menghargai dan ikatan identifikasi behavior disorder yang artinya perilaku
termasuk dalam bagian dari fungsi afektif yang tersebut terbentuk karena adanya stimulus
merupakan basis kekuatan keluarga. negatif yang mempengaruhi individu
sehingga menimbulkan suatu respon
Keberhasilan dalam melaksanakan fungsi ini
dalam bentuk perilaku yang menyimpang
tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan
(Boeree, 2009). Beberapa bentuk perilaku
dari seluruh anggota keluarga serta didalamnya menyimpang remaja yang sering terjadi
saling mempertahankan iklim yang positif, antara lain; penggunaan obat terlarang,
keharmonisan tersebut dapat dipelajari dan alkohol, merokok, pergaulan bebas, dll
dikembangkan melalui interaksi dan hubungan (Santrock, 2007). Merokok merupakan
dalam keluarga, dengan demikian keluarga suatu masalah di dalam masyarakat yang
yang berhasil melaksanakan fungsi afektif dapat menimbulkan banyak kerugian baik
seluruh anggota keluarga dapat dari segi sosial ekonomi maupun
kesehatan bahkan kematian (Kemenkes
mengembangkan konsep diri dan berperilaku
RI, 2011),
yang positif (Friedman dalam Sudiharto, 2007).
Fungsi afektif keluarga merupakan sumber Kelainan-kelainan tersebut muncul akibat
energi yang menentukan kebahagiaan kebiasaan merokok dalam waktu lama,
keluarga, adanya perceraian, kenakalan anak walaupun merokok banyak menimbulkan
atau masalah lain yang sering timbul dalam kerugian, sudah banyak diketahui
keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak bahayanya dan menimbulkan banyak
terpenuhi (Harmoko, 2012). penyakit namun masih banyak yang tetap
merokok (Nasution, 2007). Perilaku
merokok remaja Indonesia merupakan
Kenakalan remaja atau perilaku tertinggi di dunia, 36,2% anak laki-laki
dan
4,3% anak perempuan terdiri dari 20,3% siswa saat ini telah menggunakan tembakau baik
dalam bentuk asap rokok ataupun tanpa asap rokok. Berdasarkan latar belakang tersebut
tujuan penelitian ini adalah mengetahui Hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku
merokok remaja di Desa Pidodokulon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Desa
Pidodokulon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal berjumlah 224 remaja dengan rentang
umur 12 tahun sampai 18 tahun, dari jumlah tersebut didapatkan 115 remaja yang merokok
dan 109 remaja tidak merokok. Sampel penelitian ini adalah semua remaja di Desa
Pidodokulon yang merokok aktif sejumlah 115 remaja.

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling, yaitu pengambilan


sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alat penelitian ini menggunakan
kuesioner karakteristik remaja, fungsi afektif keluarga, dan perilaku merokok. Uji validitas
dan reliabilitas dilakukan di Desa Pidodowetan Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal.
Hasil uji validitas rentang nilai 0,443 sampai 0,671 dan hasil uji reliabilitas nilai alpha
0,895. Analisis univariat menggunakan distribusi presentase frekuensi dan tendency central.
Analisis bivariate menggunakan uji statistic Rank Spearman.
HASIL
Tabel 1 didapatkan dari 115 respondan didapat nilaimean 13,13tahun. Sedangkan hasil
dari estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% di yakini usia remaja 16,38 tahun.
Tabel 2 diketahui jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan responden menunjukan bahwa
mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 97,4%, dan berpendidikan SMA
sebesar 60,9%.

Tabel 3 didapatkan dari jumlah responden


115 mayoritas dengan fungsi afektif keluarga baik yaitu sebanyak 56,5% dan remaja
dengan keluarga fungsi afektif kurang baik sebanyak 43,5%. Sedangkan perilaku merokok
remaja mayoritas adalah perokok ringan dan sedang sebanyak 65,2
%.

Tabel 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n=115)
Usia Mean ± SD Min-Maks CI 95%
Remaja 16,13 1,636 12-18 16,38

Tabel 2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan (n=115)
Karakteristik Responden f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 112 97,4
Perempuan 3 2,6
Pendidikan
Tidak sekolah 4 3,5
SD 1 0,9
SMP 40 34,8
SMA 70 60,9
Tabel 3.
Fungsi Afektif Keluarga dan Fungsi Afektif Keluarga (n=115)
Variabel F %
Fungsi afektif keluarga
Baik 65 56,5
Kurang baik 50 43,5
Perilaku merokok
Ringan dan Sedang 75 65,2
Berat 40 34,8

Tabel 4.
Hubungan Antara fungsi Afektif Keluarga dengan Perilaku Merokok Remaja (n=115)
Perilaku merokok
Fungsi afektif keluarga r = 0,133
p = 0,157 (> 0,005)
n = 115

Tabel 4, hasil uji ststistik menggunakan 2007.


Rank Spearman pada variabel fungsi afektif Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari
keluarga dan variabel perilaku merokok dan Kaunang (2014) tentang gambaran
remaja dengan jumlah pernyataan 115 tingkat pengetahuan siswa SMA negeri 1
didapatkan nilai korelasi r = 0,133, Manado tentang dampak merokok bagi
sedangkan nila p-value = 0,157 atau (p > kesehatan gigi dan mulutjuga menyatakan
0,05) yang berarti dapat dikatakan bahwa bahwa usia terbanyak yang merokok yaitu
hipotesis ditolak dan tidak ada hubungan usia remaja 16 tahun (77%) dan masih
antara fungsi afektif keluarga dengan duduk dibangku SMA, dan sejalan dengan
perilaku merokok remaja. penelitian Rahmah (2015) tentang faktor
pendukung, penghambat intensi remaja
berhenti merokok yang menunjukan bahwa
perokok terbanyak adalah usia remaja
PEMBAHASAN tengah dalam rentang usia 15-17 sebesar
Karakteristik Responden (93,2%) dan sejalan dengan pernyataan
Usia Remaja PAPDI (2011) bahwa lebih dari 75%
perokok adalah mereka yang usia sekolah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-
rata remaja yang merokok adalah 16,13
tahun, hasil ini sesuai dengan teori
Kusdwiratri (2009) dimana kelompok Jenis Kelamin
remaja usia sekolah beresiko lebih tinggi Hasil penelitian menunjukan bahwa
terhadap pengaruh negatif dari luar yaitu sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
merokok, perilaku ini disebabkan oleh yang berperilaku merokok yaitu sebanyak
stres, dukungan teman, dan dukungan iklan, 97,4% dibanding dengan berjenis kelamin
sehingga pada tahap inilah remaja rentan perempuan sebanyak 2,6%. Penelitian ini
memulai mengkonsumsi rokok. Hasil sejalan dengan teori Muhammad (2008),
penelitian ini juga didukung oleh bahwa jenis kelamin laki-laki lebih
penjelasan dari Perhimpunan Ahli Penyakit dominan untuk melakukan perilaku
Dalam Indonesia (PAPDI, 2011) yang merokok dan sedikit perempuan yang
menyatakan bahwa konsumen rokok merokok terkait dengan kultur yang kurang
terbanyak adalah usia produktif yaitu pada menerima perempuan berperilaku merokok.
kelompok usia 15-19 tahun yang Remaja laki-laki juga lebih
mengalami peningkatan konsumsi merokok beranimengambil risiko dari pada
dari 7,1% pada 1995 menjadi 19,9% pada perempuan, sebagai salah satu contoh
adalah perilaku berisiko merokok, rokoksebagai cara agar mendapatkan
dikuatkan dengan teori Handayani, dkk ketenangan psikologis. Namun berbeda
(2012) menyebutkan bahwa hidup di dengan teori Notoatmodjo, (2012) yang
Indonesia sebagai perempuan dan perokok menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
adalah sebuah dilema, terkait dengan pendidikan, semakin mudah seseorang dalam
budaya di indonesia bahwa perempuan menerima, memahami serta
tidak pantas merokok. Perempuan yang mengembangkan pengetahuan, hal ini
merokok di depan umum akan dipandang disebabkan remaja dengan pendidikan yang
sebelah mata, sedangkan laki-laki yang rendah pengetahuan tentang bahaya merokok
merokok di tempat umum adalah hal yang mauapun tentang kandungan pada rokok
wajar. relatif kurang. Sehingga apabila seseorang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
Penelitian yang dilakukan Kurnela (2014) maka diharapkan pengetahuan yang baik
tentang “hubungan antara tingkat stres mengenai rokok.
dengan perilaku merokok di SMA santun
untan pontianak” didapatkan bahwa Hasil penelitian ini juga menunjukan
perilaku merokok pada laki-laki lebih bahwa sebanyak 3,5% remaja tidak
banyak dari pada remaja perempuan sekolah, 0,9% berpendidikan SD dan
sebesar 89,8 %, adapun penelitian Erlina, 34,8% berpendidikan SMP. Perilaku
et.al (2017) yang juga menjelaskan bahwa merokok remaja pada tingkat pendidikan
remaja laki-laki lebih banyak yang ini banyak yang melatar belakangi, seperti
berperilaku merokok, karena bagi remaja halnya remaja pada umumnya dimana
terutama remaja laki-laki, merokok remaja sedang mencari jati diri, rasa ingin
merupakan simbol atas kekuasaan, tahu yang tinggi yang membuat remaja
kejantanan, dan kedewasaan, selain itu cenderung ingin mencoba hal-hal baru
remaja juga tidak ingin dirinya disebut salah satunya adalah merokok, pergaulan
pengecut. yang bebas dengan lingkungan ataupun
teman sebaya juga dapat sebagai faktor
yang berpengaruh remaja mulai merokok
(Aryani, 2010). Di kuatkan dengan hasil
Pendidikan penelitian Taryaka dan Hurriyati (2011)
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tentang penyebab late childhood merokok
mayoritas pendidikan remaja merokok yang menjelaskan bahwa anak-anak
adalah SMA yaitu sebanyak (60,9%). Hasil merokok dikarenakan teman sebaya, faktor
ini sependapat dengan penelitian Fernandez kepribadian keingintahuan tentang rokok
et.al dalam kusumawardhani (2012) tentang dan persepsi bahwa merokok akan lebih
hubungan tingkat pendidikan dan tingkat dan faktor keluarga yang anggota keluarga
pengetahuan tentang merokok dengan juga berperilaku merokok.
derajat berat merokok yang menyatakan
bahwa pria dengan tingkat pendidikan yang Fungsi Afektif Keluarga
tinggi justru memiliki probilitas yang tinggi Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
untuk menjadi perokok, tidak jauh berbeda dari 115 responden mayoritas memiliki
hasil penelitian Kusumawardhani (2012) fungsi afektif keluarga yang baik yaitu
itu sendiri bahwa korelasi antara tingkat sebanyak 56,5%. Sejalan dengan hasil
pendidikan yang tinggi maka akan semakin penelitian Rahamadita (2013) tentang
berat derajat merokok orang tersebut. “hubungan pelaksanaan peran dan fungsi
Keadaan ini bisa diakibatkan oleh beberapa afektif keluarga terhadap derajat merokok
hal, seperti efek adiktif dari salah satu zat pada perokok aktif siswa di SMP 3
pada rokok yang membuat seseorang Ungaran” yang menunjukan bahwa
kecanduan sehingga sulit untuk berhenti mayoritas fungsi afektif keluarga sudah
merokok dan dan juga menggunakan
keluarga yang pelaksanaan peran dan fungsi
baik yaitu sebanyak 65 (65,2%) dan
afektifnya kurang baik yaitu sebanyak 35
(30,8%). Berbeda dengan penelitian lingkungan, baik keluarga ataupun
Mursafitri (2015) yang menunjukan lingkungan sekitar dan juga faktor diri
keluarga dengan fungsi afektif tidak sendiri, mengingat bahwa masa remaja
adekuat masih tinggi jumlahnya yaitu adalah masa mencari jati diri dan masa coba-
sebanyak 50,1% berbeda sedikit dengan coba, hal ini di dukung pendapat Erikson
fungsi afektif yang adekuat sebanyak (1989) dalam Komalasari (2007) yang
49,9%, dalam penelitian dijelakan hal ini mengatakan bahwa remaja mulai merokok
bisa terjadi karena beberapa faktor yang berkaitan dengan adanya krisis psikososial
melibatkan pendewasaan remaja dan yang dialami dalam masa perkembangannya,
pendewasaan orang tua, perubahan biologis yaitu masa ketika mereka sedang mencari
pubertas, perubahan kognitif termasuk jati diri.
meningkatnya idealisme dan penalaran
logis, perubahan sosial yang berpusat pada Hasil penelitian ini juga menunjukan
kebebasan dan jati diri, harapan yang tak bahwa sebanyak 34,8 remaja adalah
tercapai, dan perubahan fisik, kognitif dan perokok berat, hal ini menggambarkan
sosial orang tua sehubungan dengan usia bahwa tingginya remaja dalam
paruh baya, sedangkan menurut Friedman kecenderungan untuk merokok atau sudah
(2010) menjelaskan bahwa penyebab fungsi kebiasaan sehingga remaja dapat
afektif keluarga tidak berjalan karena kecanduan oleh rokok tersebut, mengingat
adanya banyak stressor yang cenderung bahwa nikotin yang terkadung dalam rokok
mengganggu homeostatis keluarga dan adalah zat adiktif (Triswanto, 2007).
membuat anggota keluarga kurang sensitif Sejalan dengan penelitian Kusumawardhani
dan kurang menyayangi satu sama lain. (2012) yang menyatakan bahwa semakin
seseorang merokok maka akan semakin
Fungsi afektif adalah fungsi internal sulit orang tersebut untuk berhenti
keluarga yang merupakan basis kekuatan merokok, dikarenakan zat adiktif yang
keluarga dalam menciptakan hubungan terkandung pada rokok yang membuat
saling asuh, memberikan cinta kasih saling seseorang kecanduan oleh rokok tersebut.
menghargai, identitas dan identifikasi
(Friedman, 2010).Penelitian Nurhalinah Hubungan Fungsi Afektif Keluarga
(2011) menunjukkan bahwa keluarga dengan Perilaku Merokok pada Remaja
dengan fungsi afektif keluarga yang baik Hasil analisa bivariat dengan menggunakan
mampu menciptakan hubungan harmonis rank spearm didapatkan nilai p-value 0,157
dan saling menghormati hak, kebutuhan, (>0,005) yang berarti tidak ada hubungan
dan tanggung jawab.sebaliknya jika fungsi antara fungsi afektif keluarga dengan
afektif keluarga tidak berfungsi dengan perilaku merokok pada remaja. Mengingat
baik maka anggota keluarga 18 kali bahwa Ho : diterima apabila nilai p-value <
beresiko mengalami perilaku menyimpang 0,05 yang berarti ada hubungan antara
salah satunya adalah merokok (Yuliza, fungsi afektif keluarga dengan perilaku
2017). merokok pada remaja dan Ho ditolak
apabila nilai p-value > 0,05 yang berarti
tidak ada hubungan antara fungsi afektif
keluarga dengan perilaku merokok pada
Perilaku Merokok remaja. Fungsi afektif adalah fungsi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari internal keluarga yang merupakan basis
jumlah responden 115 mayoritas adalah kekuatan keluarga dalam
perokok ringan dan sedang yaitu sebanyak menciptakanhubungan saling asuh,
65,2 sejalan dengan penelitian Rahmadita memberikan cinta kasih, perhatian, saling
(2013) bahwa mayoritas remaja usiasekolah menghargai, identitas dan identifikasi
umumnya dalam kategori merokok pada (Friedman, 2010).berhasilnya menjalankan
tahap ringan. Hal ini disebabkan oleh fungsi afektif dapat mengembangkan
berbagai faktor yang menyebabkan remaja konsep diri yang positif bagi seluruh
berperilaku merokok diantaranya faktor anggota keluarga dan juga tampak bagi tiap
anggota keluarga, sebaliknya jika fungsi nilai p value (0,157).
afektif tidak berjalan dengan baik maka
anggota keluarga atau remaja akan
beresiko melakukan kenakalan remaja
(Yuliza, 2017). Sejalan dengan peneletian DAFTAR PUSTAKA
Rahamdita (2013) yang menjelaskan jika Anggraini,Y.(2017). Hubungan Fungsi
peran dan fungsi afektif keluarga tidak Afektif Keluarga Dengan Perilaku
berjalan dengan baik akan mengakibatkan
terjadinya disorganisasi keluarga yaitu Kenakalan Remaja: Menara Ilmu, 10
adanya perpecahan dalam keluarga yang (1), 159-160.
dapat mengakibatkan perubahan perilaku
anak, biasanya sering mengarah ke dalam
hal-hal yang negatif seperti merokok. Aryani, R. (2010).Kesehatan remaja:
problem dan solusinya. Jakarta :
Berbeda dengan pendapat Dariyo (2007) Salemba Medika
yang mengatakan bahwa menerapkan pola
asuh aturan, penuh disiplin pada remaja
yang terlalu ketat dapat menimbulkan Azwar, S. (2011).SikapdanPerilaku.Dalam:
perubahan peilaku remaja, dimana remaja SikapManusiaTeoridanPengukuranny
akan beresiko melakukan apa saja termasuk aYogyakarta: PustakaPelajar.
merokok. Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian Boeree (2009) tentang
“pengaruh fungsi keluarga terhadap Boeree, P. (2009).Pengaruh Fungsi
perilaku merokok remaja di desa Keluarga Terhadap Perilaku Merokok
waluyorejo kecamatan puring kabupaten Remaja Di Desa Waluyorejo
kebumen” yang menunjukan bahwa fungsi
afektif keluarga tidak berpengaruh terhadap Kecamatan Puring Kabupaten
perilaku merokok remaja dengan nilai p Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
value (0,114), dalam penelitian tersebut Keperawatan. STIKes
dijelaskan bahwa meskipun fungsi afektif Muhammadiyah Gombong.
keluarga baik, namun remaja lebih mudah
dipengaruhi oleh lingkungan teman sebaya
dalam berperilaku merokok. Dikuatkan Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan
dengan penelitian Widiansyah (2014) Anak. Bandung: PT Refika Aditama.
dengan judul Faktor-faktor Penyebab
Perilaku Remaja Perokok Di Desa Sidorejo
Kabupaten Penajam Paser Utara yang Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar
menjelas bahwa terdapat faktor lain yang keperawatankeluarga ;Riset,
menjadi penyebab remaja merokok
TeoridanPraktek. Jakarta: EGC.
diantaranya aspek kognitif, aspek afektif,
teman sebaya dan pengaruh
iklan.SIMPULAN Handayani, Dkk. (2012). Perempuan
Karakteristik responden rata-rata usia
Berbicara Kretek. Jakarta: Indonesia
remaja 16,13 tahun, mayoritas berjenis
kelamin laki-laki sebanyak (97,4%) dan Berdikari.
berpendidikan SMA sebanyak (60,9%).
Mayoritas keluarga berfungsi afektif baik
Harmoko.(2012).AsuhanKeperawatanKelu
sebanyak 65 (56,5%) dan mayoritas
remaja adalah perokok ringan sampai arga. Yogyakarta: Gosyen
sedang sebanyak 75 (65,2%). Hasil Publishing.
korelsi menunjukn tidak ada hubungan
antara fungsi afektif keluarga dengan
perilaku merokok pada remaja dengan
Helmi, Komalasari. (2007). Faktor- faktorpenyebabperilakumerokokpada
remaja. Jakarta:Jurnal UII.

Hurlock, Elizabeth B. (2011). PsikologiPerkembangan ; Suatu


pendekatanSepanjangRentangKehidu pan. Jakarta: Erlangga..

Kementerian Kesehatan RI. (2011).


ProfilKesehatan Indonesia 2010.

Krori.(2011). Developmental Psychology, Homeopathic Journal, 4 (3).

Kurnela, S. (2014).Hubungan antara tingkat stres dengan perilaku merokok di


SMA Santun Untan Pontianak. Pontianak: Fakultas Kedokteran,
Universitas Tanjungpura.

Kusdwirarti. (2009). Psikologi Perkembangan. Surabaya: Widya


Padjajaran

Kusumawardhani. (2012). faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku


merokok pada penderita TB paru di kota pontianak. Naskah publikasi.
Universitas muhammadiyah pontianak.

Mursafitri.(2015). Hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku kenakalan


remaja.JOM. Universitas Riau.

Nasution, I.K. (2007). Perilaku merokok pada remaja.Medan : Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Novitasari & Kaunang, J. (2014). Gambaran Tingkat Pengetahuan Siswa


SmaNegeri 1 Manado Tentang Dampak Merokok Bagi Kesehatan Gigi
DanMulut. Fakultas KedokteranUniversitas Sam Ratulangi: Jurnal e- GiGi(eG).
Nursalam.(2010). Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Rahmadita. (2013). Hubungan pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga


terhadap derajat merokok pada perokok aktif siswa laki-laki (13-15
tahun) di SMP 3 Ungaran. STIKes Ngudi Waluyo Ungaran, Semarang.

Rahmah, L. (2015). Faktor Pendukung Dan Penghambat Intensi Remaja


Berhenti Merokok. Universitas Riau.

Santrock,J.W. (2007). Perkembangan Anak. Jilid 1 Edisikesebelas.Jakarta : PT.


Erlangga.

Rice, P.F., Dolgin, K.G. (2008). The Adolescent: Development, Relationship,


and Culture (12th ed.): Pearson education. Boston: Inc.

Sukendro, S. (2007).FilosofiRokok.

Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Taryaka, A & Hurriyati, E.A. (2011).Mengapa late childhood merokok.


Universitas Bina. JOM. Nusantara

Triswanto (2007).Stop Smoking. Jakarta: Progresif Books.

Widiansyah, M. (2014)Faktor-Faktor Penyebab Perilaku RemajaPerokok Di


Desa Sidorejo Kabupaten PenajamPaser Utara.eJournal Sosiologi.
2014: 1-12.
Lampiran 5

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 1 Nomor 2 Tahun 2019


Halaman 72-79

EDUKATIF: JURNAL
ILMU PENDIDIKAN

HUBUNGAN FUNGSI AFEKTIF KELUARGA DENGAN


PERGAULAN BEBAS REMAJA DI MTS SWASTA NURUL
HASANAH TENGGAYUN

Rinda Fithriyana1

Program Studi DIII


Kebidanan, Universitas
Pahlawan Tuanku
Tambusai e-mail :
rindaup@gmail.com1

Abstrak

Remaja merupakan suatu masa dimana seseorang individu


mengalami pengalihan dari suatu tahap ketahap berikutnya
dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola
prilaku dan penuh juga dengan masalah- masalah. Masalah
yang sering terjadi pada masa remaja adalah pergaulan
bebas. Salah satu penyebab pergaulan bebas pada remaja
adalah fungsi afektif keluarga. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar
fungsi afektif keluarga terhadap pergaulan bebas pada
remaja. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
dilakukan di MTS Nurul Hasanah Tanggayun dengan
jumlah sampel 147 orang. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah total sampling. Analisa data yang
digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat
dengan uji Chi Square. Hasil penelitian diolah
menggunakan uji Chi Square dan diperoleh P value 0,006
< 0.05 dengan nilai OR 2.826 yang artinya ada hubungan
antara fungsi afektif keluarga dengan pergaulan bebas
remaja. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi
masukan bagi institusi pendidikan agar dapat
memperhatikan pergaulan remaja di lingkungan
sekolahnya.
Kata Kunci: Remaja, Fungsi Afektif Keluarga, Pergaulan Bebas

Abstract
Adolescence is a time when an individual experiences transfer
from one stage to the next and experiences changes in both
emotions, body, interests, behavior patterns and is also full of
problems. The problem that often occurs in adolescence is
promiscuity. One of the causes of promiscuity in adolescents is
the affective function of the family. The purpose of this study
was to determine the relationship between family affective
functions of promiscuity in adolescents. The research design
used was descriptive analytic with cross sectional approach. This
research was conducted at MTS Nurul Hasanah Tanggayun with
a sample of 147 people. The sampling technique used is total
sampling. Analysis of the data used is Univariate Analysis and
Bivariate Analysis with Chi Square test. The results of the study
were processed using the Chi Square test and obtained P value
0.006 <0.05 with a value of OR 2,826, which means there is a
relationship between the affective function of the family and
adolescent free association. The results of the study are
expected to be an input for educational institutions to be able to
pay attention to adolescent relationships in their school
environment.

Keywords: Teenagers, Affective Functions of Families, Free Intercourse


@Edukatif:
Jurnal Ilmu
Pendidikan FIP
UPTT 2019

 Corresponding author :
Address : Jl. Tuanku Tambusai No. 23 Bangkinang
2656-8063 (Media Cetak) Email:
rindaup@gmail.com
2656-8071 (Media Online)
PENDAHULUAN
Remaja merupakan suatu masa dimana seseorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ketahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga
penuh dengan masalah-masalah. Perubahan yang paling menonjol
adalah perubahan fisik, terutama pada organ-organ seksualnya. Remaja
mulai menaruh minat pada lawan jenis dan hal-hal yang berbau
seksualitas, terkadang diikuti dengan berbagai macam perilaku yang
mengarah pada perilaku seksual (Hurlock, 2013).
Menurut World Health Organitation (WHO), remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24
tahun dan belum menikah. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24
tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta jiwa, untuk remaja laki-laki
sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) sedangkan
perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%) dari jumlah penduduk
Indonesia yaitu sebesar 237,6 juta jiwa (Diana dalam InfoDATIN,
2014).
Remaja dengan rasa keingintahuannya yang sangat
besar cenderung melakukan hal-hal yang baru, termasuk dalam
kegiatan seksual. Para remaja akan mencari informasi yang
terkait dengan hal berbau seksualitas dan akan melakukan
berbagai cara untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut,
tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi padanya. Hal ini
akan membuat remaja akan mudah untuk melakukan tindakan
yang menyimpang. Salah satu contoh tindakan menyimpang
yang dilakukan remaja adalah banyaknya terjadi perilaku
seksualitas (Hurlock, 2013).
Berdasarkan survei SKRRI dalam BKKBN (2014)
menunjukkan pengalamanberpacaran remaja di Indonesia
cenderung semakin berani dan lebih terbuka yaitu; 1.
Berpegangan tangan, laki-laki 69% dan perempuan 68,3%,
2.
Berciuman laki-laki 41,2% dan perempuan 29,3%
3. Meraba/merangsang, laki-laki 26,5% dan perempuan 9,1%.
Berdasarkan hasil survei di 33 provinsi di Indonesia pada tahun
2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah remaja yang
mengaku pernah berhubungan seks diluar nikah yaitu 62,7%,
20% dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar
nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21%
diantaranya pernah melakukan aborsi.
Pergaulan bebas merupakan salah satu bentuk perilaku
menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah
melewati batas-batas norma yang ada. Baik di lingkungan
maupun dari media massa. Remaja begitu mudah mengikuti
ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah dengan alasan suka sama suka dan saling mencintai.
Remaja tidak pernah berpikir akibat lanjut yang ditimbulkan.
Kebanyakan remaja ingin melakukan hubungan seks karena
remaja sekarang dalam menjalani hubungan (berpacaran) yang
sangat berani, misalnya berpegangan tangan, saling bersentuhan
bibir atau dorongan untuk hasrat seksual (Sarwono, 2011).
Perilaku seks remaja yang tidak bertanggung jawab akan
mengakibatkan masalah yang mengganggu kehidupan remaja.
Remaja yang sudah mencapai kematangan seksual memiliki
dorongan untuk memuaskan kebutuhan seksualnya, tetapi dari
sisi kebudayaan dan norma- norma sosial yang ada
dimasyarakat, melarang pemuasan kebutuhan seksual diluar
pernikahan, sehingga remaja harus mampu mengontrol
pergaulannya (Hidayat, 2009).
Menurut Purnawan dalam Yuliadi (2010), ada beberapa
faktor yang mendorong remaja melakukan seks bebas yaitu dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adala

tingkat perkembangan seksual, pengetahuan mengenai kesehatan


reproduksi dan motivasi. Untuk faktor eksternal adalah keluarga,
pergaulan dan media massa. keluarga merupakan tahap awal dari
proses perkembangan remaja. Di dalam keluarga hubungan antara
orang tua dan anak sangat dipengaruhi oleh persepsi anak dengan
sistem pengasuhan dan interpretasinya terhadap motivasi dan hukuman
dari orang tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (dalam
Silalahi, 2010) bahwa interaksi dalam keluarga akan berlangsung tidak
wajar jika sikap orang tua dipersepsikan tidak baik oleh anak. Oleh
karena itu, keluarga memiliki fungsi dan peran yang penting dalam
pengasuhan dan pembinaan terhadap perilaku anak.
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang
terikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap
anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Bailon dan
Maglaya dalam Setyowati, 2008). Keluarga adalah bagian dari
masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk
kebudayaan yang sehat. Dari keluarga pendidikan kepada individu
dimulai dan dari keluarga akan tercipta tatanan masyarakat yang baik,
sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka dimulai dari
keluarga (Setiadi, 2008).
Menurut Friedman (2010) terdapat 5 fungsi dasar keluarga
diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi,
fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga. Di dalam keluarga ada
beberapa fungsi dan tugas keluarga yang dapat dijalankan oleh anggota
keluarga. Berdasarkan beberapa fungsi diatas salah satunya adalah
fungsi afektif keluarga.
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan
kebahagiaan keluarga dan berhubungan dengan fungsi internal
keluarga, perlindungan psikososial serta dukungan terhadap anggota
keluarganya, yang merupakan basiskekuatan keluarga. Fungsi afektif
keluarga sangat penting bagi perkembangan remaja, karena keluarga
mempunyai kewajiban untuk memberikan rasa kasih sayang kepada
setiap anggota keluarganya. Keluarga yang harmonis akan terjadi
komunikasi antar anggota keluarga dan remaja berkesempatan
berkeluh kesah tentang apa yang dirasakannya sehingga remaja akan
merasa diperhatikan, dihargai serta dicintai. Jadi apabila fungsi afektif
terpenuhi maka remaja akan mampu membatasi pergaulannya karena
remaja merasa diperhatikan orang tuanya dan merasa diakui
keberadaannya dalam suatu keluarga. Tetapi jika tidak terpenuhinya
fungsi afektif keluarga maka remaja akan terjerumus ke dalam hal-hal
yang menyimpang seperti pergaulan bebas (Harmoko dalam
Rahmadita, E & Apriyatmoko, R, 2012).
Berdasarkan studi pendahuluan serta data yang
didapatkan dari staf bagian kesiswaan dan guru BK MTS Nurul
Hasanah Tenggayun yang dilakukan dengan metode
wawancara, terdapat beberapa orang siswa yang mempunyai
masalah dengan keluarganya, seperti bertengkar dengan orang
tua, tidak dipedulikan orang tua dan remaja sering dipukuli oleh
orang tuanya. Melalui metode wawancara terhadap 10 orang
remaja didapatkan bahwa 8 dari 10 remaja pernah berpacaran
dan sering keluar malam untuk berkumpul dengan teman
ataupun pacar, 2 dari 10 remaja mengatakan bahwa temannya
pernah mengalami meried by accident serta 6 dari 10 remaja
juga mengatakan bahwa pada saat mengalami masalah dalam
keluarga remaja lebih cenderung cerita atau berbagi dengan
teman sebaya, guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah atau
memendamnya sendiri dibandingkan cerita atau berbagi dengan
anggota keluarga.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Antara Fungsi Afektif
KeluargaDengan Pergaulan Bebas Remaja Di MTS Nurul
Hasanah Tenggayun”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang mempunyai
karakteristik tertentu didalam kehidupan manusia yang dinamakan
variabel (Nasir, 2011). Penelitian ini menggunakan desain korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Menurut Hidayat (2014), cross
sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu
antara variabel bebas (Fungsi Afektif) dengan variabel terikat
(Pergaulan Bebas Remaja).

Penelitian ini dilakukan di MTS Nurul Hasanah Tenggayun pada


bulan November tahun 2016. Populasi merupakan seluruh objek
penelitian (Hidayat, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa/siswi kelas VII, VIII dan IX MTS Nurul Hasanah
Tenggayun. Jumlah siswa/siswi kelas VII, VIII dan IX sebanyak 147
orang siswa/i.

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili


seluruh populasi (Notoadmodjo, 2012). Dalam penelitian ini, sampel
diambil dengan menggunakan teknik total sampling yaitu mengambil
keseluruhan populasi siswa/siswi kelas VII, VIII dan IX yang
berjumah sebanyak 147 orang siswa/i.

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan


oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, lebih lengkap dan lebih sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006). Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner yang
berupa sejumlah pertanyaan tertulis denganpertanyaan yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pada fungsi afektif
alat yang digunakan untuk mendapatkan fungsi afektif keluarga adalah
dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk pernyataan.

Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan


analisa bivariat. Analisa univariat merupakan analisa yang
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel
(Notoadmojo, 2012). Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
hubungan satu variabel independen dengan satu variabel
dependen, bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen utama dengan variabel dependen dengan
tanpa mempertimbangkan variabel independen atau faktor
risiko lainnya. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat
(Chi Square).

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN


Setelah dilakukan penelitian, maka didapatkan hasil
sebagai berikut: dari 147 remaja, mayoritas remaja berumur 14-
15 tahun sebanyak
109 orang (74,1%), mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 83 orang (56,5%), mayoritas fungsi afektif keluarga
pada tidak terpenuhi yaitu sebanyak 96 orang (65,3%),
mayoritas pergaulan bebas berada pada kelompok beresiko
yaitu sebanyak 82 orang (55,8%).

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan


antara variabel independen (Fungsi Afektif) dan variabel
dependen (Pergaulan Bebas) dengan menggunakan uji statistic
chi square. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel
berikut:Tabel 1. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga dengan Pergaulan
Bebas Remaja di MTS Nurul Hasanah Tenggayun

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil menggunakan uji statistik


chi square, diperoleh nilai P velue 0,000 dengan nilai signifikansi 5%
(<0,05) artinya Ho berhasil ditolak atau Ha diterima dengan nilai OR
2.826. Dari hasil analisis didapatkan bahwa fungsi afektif keluarga
yang tidak terpenuhi cenderung beresiko terhadap pergaulan bebas
dengan persentase 55,8% (82 orang) sedangkan fungsi afektif keluarga
yang terpenuhi cenderung tidak beresiko terhadap pergaulan bebas
dengan persentase 44,2% (65 orang).

Fungsi Afektif Keluarga


Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui dari 147 remaja,
mayoritas fungsi afektif keluarga pada tidak terpenuhi yaitu sebanyak
96 orang (65,3%) dan yang terpenuhi fungsi afektif keluarga yaitu
sebanyak 51 orang (34,7%). Fungsi afektif keluarga berhubungan
dengan fungsi internal keluarga, perlindungan psikososial dan
dukungan terhadap anggota keluarga, yang merupakan basis dari
kekuatan keluarga. Keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi
afektif yaitu keluarga yang saling mengasuh, saling menghargai atau
menghormati, memiliki ikatan bahkan keterpisahan yang mendasari
kebahagiaan dari sebuah keluarga (Friedman 2010).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian MursaFitri (2015),
tentang hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku kenakalan
remaja dengan fungsi afektif keluarga yang tidak terpenuhi yaitu171
orang (50,1%) sedangkan fungsi afektif keluarga terpenuhi yaitu 170
orang (49,9%).
Menurut peneliti dapat disimpulkan kebahagian keluarga
dapat terpenuhi apabila komponen dalam fungsi afektif dapat
dilaksanakan dengan baik oleh keluarga. Sesuai dengan hakikat
masa remaja yang merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke dewasa yang mengalami perubahan baik fisik maupun
psikologis, masa remaja juga rentan terhadap pengaruh dari luar
(lingkungan, teman sebaya, teknologi, dll). Jika fungsi afektif
keluarga tidak terpenuhi maka seluruh anggota keluarga
termasuk remaja tidak dapat mengembangkan konsep diri yang
positif (melakukan penyimpangan) karena fungsi afektif
merupakan hal yang mendasar dalam membentuk keperibadian,
khususnya pada remaja.

Pergaulan Bebas
Berdasarkan hasil penelitian, dari 147 remaja, mayoritas
pergaulan bebas berada pada kelompok Ya mengalami
Pergaulan Bebas yaitu sebanyak 82 orang (55,8%) dan
kelompok yang tidak mengalami pergaulan bebas sebanyak 65
orang (42,2%).
Pergaulan bebas adalah suatu hubungan yang meliputi
tingkah laku individu yang melewati batas-batas norma yang
ada dalam perihal bergaul dengan orang lain dan hal ini
merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang
(Poedarminto dalam Chusna, 2011).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pradyanita (2013) dimana dari hasil penelitian terhadap
120 responden didapatkan 57,50% mempunyai perilaku negatif
dan 42,50% responden mempunyai perilaku positif yang
meliputi kenakalan remaja, dan perilaku penyimpangan sosial.
Penyebab yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku
menyimpang dalam pergaulan bebas karena pengaruh teman
sebaya dan pengaruh lingkungan.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan peralihan dari anak-anak ke dewasa. Pada
bahwa perilaku pergaulan bebas dikalangan masa remaja akan terjadi perubahan baik
remaja masih cukup tinggi sehingga sangat fisik maupun psikologis (Hurlock, 2013).
diperlukan pengawasan dari sekolah dan peran Dalam proses perubahan yang dialami
orang tua untuk memberikan pendidikan remaja, keluarga merupakan tempat awal
kepada remaja. Adapun perilaku menyimpang dimana remaja melakukan proses
yang sering dilakukan oleh remaja seperti sosialisasi dan mengenal segala sesuatu.
perkelahian antar pelajar, membolos sekolah, Didalam keluarga memiliki fungsi
berpacaran, dan tindakan kriminal. Hal ini afektifyang akan memenuhi kebutuhan
disebabkan oleh cara dari remaja itu bergaul. psikis yang meliputi saling mengasihi,
saling menghargai sehingga akan
Hubungan Fungsi Afektif Keluarga
menyebabkan pembentukan konsep diri
Dengan Pergaulan Bebas Remaja Di
pada remaja yang positif. Jika kebutuhan
MTS Swasta Nurul Hasanah psikis tersebut tidak terpenuhi akan
Tenggayun menyebabkan remaja melakukan perilaku
Hasil uji statistik Chi square diperoleh menyimpang seperti pergaulan bebas
nilai P velue 0,005 lebih kecil dari 0,05, (Friedman, 2010).
dengan demikian Ha gagal ditolak yang Penelitian ini didukung oleh
artinya ada hubungan fungsi afektif keluarga Christiyanti (2010) yang mengatakan bahwa
dengan pergaulan bebas remaja di MTS Nurul orang tua dengan remaja yang melakukan
Hasanah Tenggayun dengan nilai OR 2,8 perilaku kenakalan remaja mempunyai
didapatkan bahwa responden dengan fungsi kualitas hubungan komunikasi yang buruk,
afektif keluarga yang tidak terpenuhi tidak mempunyai kedekatan dan keterbukaan
cenderung beresiko mengalami pergaulan yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan
bebas 2,8 kali dibandingkan responden yang anatara orang tua dan anak.
fungsi afektif keluarga terpenuhi. Penelitian yang dilakukan oleh Sawo
Hasil analisis dari 147 responden yang (2009) juga mengatakan bahwa keluarga–
tidak terpenuhi fungsi afektif keluarga keluarga di kota besar sulit untuk
didapatkan pergaulan bebas yang beresiko melaksanakan peranya secara penuh, hal ini
sebanyak 62 orang (42,2%) dan yang tidak disebabkan karena kecenderungan adanya
beresiko sebanyak 34 orang (23,1%) kesibukan orang tua dan kondisi kehidupan
sedangkan yang terpenuhi fungsi afektif kota membatasi pelaksanaan fungsi dan peran.
keluarga didapatkan pergaulan bebas beresiko Dari hasil penelitian diatas peneliti
sebanyak 20 orang (13,6%) dan yang tidak berasumsi bahwa remaja yang fungsi afektif
beresiko ada 31 orang (21,1%). Jadi remaja keluarganya tidak terpenuhi cenderung
yang fungsi afektif keluarga tidak terpenuhi beresiko terhadap pergaulan bebas sedangkan
termasuk dalam pergaulan bebas yang remaja yang fungsi afektif keluarganya
beresiko. terpenuhi cenderung tidak beresiko terhadap
Remaja merupakan suatu pegaulan bebas.
masa dimana inividu mengalami
KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 96

Dari hasil penelitian yang telah remaja mayoritas fungsi afektif keluarga yang

dilakukan tentang hubungan fungsi tidak terpenuhi


2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 82
afektif keluarga dengan pergaulan
remaja mayoritas mengalami pergaulan bebas
bebas remaja di MTS Nurul Hasanah
3. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p
Tenggayun dapat disimpulkan sebagai
value 0,005 dan nilai signifikan lebih kecil dari
berikut :
5% (<0,05) maka Ho berhasil ditolak atau Ha
Hidayat, A.A (2014). Riset Keperawatan dan Teknik
diterima yang artinya ada hubungan fungsi Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
afektif keluarga dengan pergaulan bebas
Hurlock, E.B. (2013). Psikologi Perkembangan , jakarta :
remaja di MTS Nurul Hasanah Tenggayun Erlangga
2016.
Diana, P. (2014). InfoDatin Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
DAFTAR PUSTAKA http://www.depkes.go.id/resources/downloa
Ali, M. & Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja d/pusdatin/infodatin/infodatin%20AIDS. Di peroleh
(Perkembangan Peserta Didik). Pontianak : 23 Desember 2015
Bumi Aksara.
Kumalasari, I & Adhiyantoro, I. (2013). Kesehatan
Arikunto, (2006). Prosedur Penelitian Suatu Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanandan
Pendekatan Praktik. Jakarta : Salemba Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika Medika

BKKBN. (2014). Pengelolaan PIK Remaja. Nasir (2011). Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika
Jakarta : BKKBN
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian
Chusna, Y.N. (2011). Peranan Aktivitas “Qalbun Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Salim” Sebagai Upaya Preventif Pergaulan
Bebas Bagi Siswa Smp. Kelas VII – VIII Di Notoatmodjo, S. (2012). Perilaku Kesehatan
Yayasan Lembaga Pendidikan Islam As Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Sa’adah Benowo Surabaya. Nursalam (2009). Konsep dan Penerapan
http://eprints.uns.ac.id. Di akses tanggal 2 Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Agustus 2016 Jakarta : Salemba Medika
Christiyanti, D. (2010). Memahami komunikasi Potter, & Perry. (2010). Fundamental
antar pribadi orang tua-anak yang terlibat Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
dalam kenakalan remaja. Diakses tanggal
Rahmadita, E & Apriyatmoko, R. (2013).
27 Agustus 2016. Hubungan Pelaksanaan Peran Dan Fungsi
Dari http://eprints.undip.ac.id Afektif Keluarga Terhadap Derajat Merokok
Pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15
Fatimah,E. (2006). Psikologi Perkembangan
Tahun) Di SMP 3 Ungaran. Dari
(Perkembangan Peserta didik). Bandung :
http://perpusnwu.web.id.com. Di akses
CV. Pustaka Setia
pada tanggal 23 Agustus 2016
Friedman, M.M. (2010) Buku Ajar Keperawatan
Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan Analisis Data
Keluarga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja.
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sawo, I. (2009). Tesis:fungsi keluarga
dalam menanggulangi kenakalan
remaja

(studi kasus kenakalan remaja di kota


madya Jakarta Timur). Diperoleh
tanggal 26 Agustus 2016 dari:
http://lib.ui.ac.id.com

Setyowati, S & Murwani, A (2008). Asuhan


Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik


Penulisan Riset Keperawatan. Edisi
2. Yogyakarta : Graha Ilmu

Santrock, J.W. 2002. Psikologi Pendidikan.

Jakarta : Prenada Media Group.

Styaningrum, 2014 Kesehatan Reproduksi.

Jakarta: TIM

Suryanto & Susila. (2015). Metodologi


Penelitian Cross Sectional. Bosscript

Sulistianingsih, April. (2010). Hubungan


Lingkungan pergaulan dan Tingkat
coefficient between adolescent pocket money
and teenage smoking behavior in Kulonprogo
Lampiran 6 Yogyakarta (0,412).

There is a relationship between


HUBUNGAN KARAKTERISTIK adolescent age with teenage smoking behavior
DAN PENGETAHUAN REMAJA in Kulonprogo Yogyakarta. There is a relationship
TENTANG ROKOK DENGAN between adolescent pocket money and teenage
PERILAKU MEROKOK REMAJA smoking behavior in Kulonprogo Yogyakarta. The
DI KULONPROGO YOGYAKAR higher the adolescent knowledge about
ABSTRAC cigarettes then the behavior of adolescent
T smoking in Kulonprogo Yogyakarta will be lower.

Smoking is a habit that can


provide pleasure for smokers Keywords: Knowledge, youth, pocket money and
themselves, but on the other hand can Behavior smoke
also cause negative impacts for the
smokers themselves and for those PENDAHULUAN
around them. A person exposed to Program Perilaku hidup bersih dan
secondhand smoke (passive smokers)
sehat (PHBS) adalah salah satu bentuk upaya
memberikan pembelajaran terhadap
for eight hours is proportional to direct
perseorangan, keluarga maupun kelompok
smoking of 20 cigarettes per day. The serta masyarakat luas dengan cara
purpose of this research is to know the berkomunikasi yang baik, menyampaikan
correlation of adolescent characteristic informasi serta memberikan pendidikan dalam
and knowledge about cigarette with upaya meningkatkan derajat pengetahuan,
teenage smoking behavior in sikap dalam berperilaku hidup bersih dan
Kulonprogo Yogyakarta sehat. Hal ini dilakukan dengan cara
pendekatan pimpinan, bina suasana dan
This research is quantitative by pemberdayaan masyarakat. PHBS ini adalah
using analytic survey method with langkah awal yang harus dilakukan oleh setiap
cross sectional approach, as many as individu untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Keadaan badan dan jiwa yang
160 teenagers who smoke in
sehat tidak sera merta terjadi secara instan,
Kulonprogo Regency Yogyakarta. Data
tetapi haruslah selalu diupayakan. Upaya ini
collection by using questionnaire and harus dimulai dari menanamkan pola pikir
analyzed by using Pearson correlation sehat dari diri sendiri terlebih dahulu. Karena
statistic test. ini semua menjadi bentuk
pertanggungjawaban kita kepada masyarakat
The results showed that the luas, sehingga diperlukan usaha yang optimal
correlation coefficient between dan harus dimulai dari diri sendiri.
adolescent knowledge about smoking Upaya PHBS merupakan wujud dalam
with teen smoking behavior in rangka meningkatkan kesehatan
Kulonprogo Yogyakarta (-0.205). The masyarakatyang tinggi sebagai salah satu
bentuk investasi terhadap pembangunan dan
correlation coefficient between
sumber daya manusia yang produktif. Hal ini
adolescent age and teenage smoking dibutuhkan komitmen yang tinggi bagi setiap
behavior in Kulonprogo Yogyakarta stakeholder untuk senantiasa selalu bersama-
amounted to (0,472) and correlation sama dan saling mendukung terhadap
peningkatkan derajat kesehatan pula disampaikan bahwa responden yang
masyarakat dapat tercapai secara berhasil untuk berhenti dari berperilaku
optimal. Data Riset Kesehatan Dasar merokok karena faktor kesadaran sendiri
2013 melaporkan bahwa pencapaian sebanyak 76%, dikarenakan sakit yang
rumah tangga Ber-PHBS secara berhubungan dengan efek rokok 16% dan
nasional baru mencapai 36,18% dari dikarenakan tuntutan profesi 8% 3.
target 42%, sedangkan pencapaian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
rumah tangga ber-PHBS hasil menduduki urutan ke empat secara nasional
Riskesdas di DIY sudah mencapai tentang masalah merokok ini4. Hasil penelitian
52,4%, namun masih ada beberapa yang dilakukan oleh Pemkab Kabupaten
indikator yang belum berhasil, salah Kulonprogo pada tahun 2017 bekerjasama
satu dari indikator PHBS yang belum dengan Nanyang Technology University
tercapai adalah tentang perilaku diketahui bahwa dari 15.000 pelajar SMP
merokok1. yang ada di Kulonprogo, 800 remaja SMP (5,3
Indikator ketercapaian “tidak %) tersebut diantaranya adalah perokok. Hal
merokok di dalam rumah” di DIY ini
masih rendah, hal ini berarti bahwa
masyarakat di DIY masih banyak merupakan jumlah yang tergolong cukup
yang belum sadar akan pentingnya tinggi, tidak bisa dibiarkan begitu saja dan
berperilaku hidup bersih dan sehat harus dicarikan solusi terbaik agar jumlah
terutama berkaitan dengan perilaku tersebut bisa dikurangi5.
yang berdampak pada kesehatan Pada masa remaja ini terjadi peralihan
dirinya sendiri dan perilaku antara masa anak-anak ke masa dewasa.
yangberdampak pada kesehatan Kehidupan sosial dijenjang remaja ada tanda-
orang lain yang diakibatkan oleh tanda menonjolnya fungsi intelektual serta
perilaku personal. emosional. Keadaan ini menurut Erickson
Kecenderungan perilaku disebut sebagai masa krisis identitas, yaitu
merokok ini dari tahun ke tahun proses dalam pembentukan identitas diri serta
selalu menunjukkan angka prevalensi konsep diri remaja yang sangat kompleks.
yang meningkat. Indonesia sendiri Konsep diri remaja ini tidaklah hanya
pada tahun 2008 menduduki terbentuk dari bagaimana seorang remaja
peringkat ketiga dunia dalam hal percaya tentang keberadaan dirinya sendiri,
namun juga terbentuk dari kepercayaan orang
konsumsi tembakau. Hasil survei
lain akan keberadaan dirinya6.
LM3 (Lembaga menanggulangi
Dalam perkembangannya, remaja
masalah rokok), responden merokok akan menentukan jati dirinya dan memilih
secara aktif ada kawan akrabnya. Banyak remaja yang sangat
375 orang, diantaranya ada 66,2% percaya dengan kelompoknya dalam
para perokok tersebut berusaha untuk menemukan jati dirinya7, dan dalam proses
berhenti merokok, akan tetapi usaha penemuan jati diri ini menurut Erickson
mereka untuk total tidak merokok seorang remaja didorong oleh sosiokultural 6,8.
gagal. Hal tersebut disebabkan Survey pada awal Januari 2018 yang
karena berbagai macam sebab, dilakukan oleh peneliti masih banyak remaja
diantaranya adalah karena faktor (68%) yang belum paham akan dampak
tidak tahu cara untuk berhenti merokok, mereka merokok karena faktor
merokok 42,9%, karena sulit ikut- ikutan teman sekolahnya. Dengan
berkonsentrasi jika tidak merokok adanya permasalahan ini maka peneliti
25,7% dan juga karena faktor tertarik untuk meneliti tentang hubungan
keterikatan dengan sponsor rokok karakteristik dan pengetahuan remaja tentang
sejumlah 2,9%. Dalam survei ini rokok dengan perilaku merokok remaja di
Kabupaten Kulonprogo Tahun 2015
YogyakartaTabel 1: Target dan
Realisasi PHBS Per-Indikator dan Keterangan
Komposit di DIY
METODE
NoIndikator
Penelitian ini berbentuk penelitian
kuantitatif, dimana dalam pelaksanaannya
peneliti menggunakan metode survey analytic
dengan pendekatan cross sectional, yaitu
merupakan suatu penelitian
yangmenghubungkan antar variabel penelitian
dengan cara menggunakan kuesioner yang
diberikan pada responden yang nantinya
dimungkinkan untuk dilakukan generalisasi9.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Kulonprogo Yogyakarta pada Bulan Februari
Maret 2018. Pertimbangan memilih
Kabupaten Kulonprogo dikarenakan jumlah
remaja yang merokok cukup tinggi, yaitu ada
800 remaja yang masih sekolah di sekolah
menengah pertama5. Sampel yang kami
gunakan sebanyak 20% yaitu ada 160 remaja
yang merokok di Kulonprogo.
Teknik pengambilan sampling peneliti
menggunakan stratified random sampling
yaitu merupakan teknik pencuplikan dengan
cara membagi populasi sasaran dalam strata
(sub populasi). Lebih lanjut peneliti
melakukan teknik proportional random
sampling agar semua unit dapat terwakili
secara proporsional berupa remaja yang
merokok baik itu remaja awal, remaja
pertengahan maupun remaja akhir. Analisis
data peneliti menggunakan uji korelasi
Pearson dengan menggunkan komputer
program SPSS for windows versi 22.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian tentang hubungan
karakteritik dan pengetahuan remaja tentang
rokok dengan perilaku merokok remaja dapat
dilihat dalam beberapa tabel berikut ini.

Tabel 2: Distribusi frekuensi karakteristik


remaja berdasarkan jenis kelamin, umur dan
uang saku remaja di Kulonprogo Yogyakarta
N
o Jenis kelamin F (%)
1 Laki-laki 160
Perempuan 0 Tabel 4: Distribusi frekuensi karakteristik
Total 160 remaja berdasarkan perilaku merokok remaja
2 Umur remaja: F di Kulonprogo Yogyakarta
No Perilaku merokok F (%)
1. Remaja awal (10-13 th) 19
2. Remaja pertengahan 1 Perokok ringan 124 77%
(14-16 th) 94 2 Perokok sedang 33 21%
3 Perokok berat 3 2%
3. Remaja akhir (17-20 th) 47
Total 160 100%
Total 160
3 Uang saku remaja Sumber: data primer diolah 2018
Pada tabel 4 ini mayoritas remaja
Kurang Rp. 15.000/ hari 136
yang ada di Kulonprogo Yogyakarta
Antara Rp. 15.000 – Rp. 16 dikategorikan sebagai perokok ringan yaitu
25.000/ hari
ada 77%, dikategorikan sebagai perokok
Lebih dari Rp. 25.000/ hari 8 sedang ada 21% dan dikategorikan sebagai
Total 160 perokok berat ada 2%.
Sumber: Data primer diolah 2018
Dalam tabel 2 dapat dilihat Tabel 5: Hasil uji korelasi Pearson antara
bahwa karakteristik remaja yang karakteristik remaja yang meliputi
berperilaku merokok di Kabupaten pengetahuan remaja tentang rokok, umur dan
Kulonprogo Yogyakarta apabila uang saku remaja dengan perilaku merokok
dilihat dari jenis kelaminnya 100% remaja di Kulonprogo Yogyakarta
laki-laki, apabila kita lihat dari segi No Perilaku merokok Koefisien korelasi
umur mayoritas perokok adalah Remaja
remaja berumur antara 14-16 tahun 1 Pengetahuan
-0, 205**
(remaja pertengahan), kemudian Remaja
remajaakhir ada 29% (umur 17-20 2 Umur remaja 0, 412**
tahun) dan remaja awal (usia 10-13 3 Uang saku remaja 0, 472**
tahun) ada 12%. Remaja perokok Correlation is significant at the 0,01 level (2-
apabila kita lihat dari uang saku tailed)
setiap sekolah mayoritas uang Sumber: data primer diolah 2018Hasil uji
sakunya adalah kurang dari Rp. statistiK dengan memakai pearson correlation
15.000/hari ada 85%, uang saku didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang
antara Rp. 15.000/hari-Rp. sigifikan negatif antara pengetahuan remaja
25.000/hari ada 10% dan uang saku tentang rokok dengan perilaku merokok
lebih dari Rp. 25.000/hari ada 5%. remaja di Kulonprogo Yogyakarta dengan nilai
koefisien korelasi (- 0,205), artinya bahwa
Tabel 3: Distribusi frekuensi semakin tinggi tingkat pengetahuan remaja
karakteristik remaja berdasarkan tentang rokok maka semakin rendah perilaku
pengetahuan remaja tentang rokok merokok remaja tersebut. Hasil uji korelasi
di Kulonprogo Yogyakarta antara umur remaja dengan perilaku merokok
Sumber: data primer diolah 2018 didapatkan hasil koefisien korelasi (0,412)
Dari tabel 3 diatas diketahui yang menunjukkan ada hubungan, artinya
bahwa tingkat pengetahuan remaja bahwa ada semakin dewasa umur seorang
tentang rokok yang ada di remaja maka akan semakin tinggi perilaku
Kulonprogo Yogyakarta relatif merokoknya. Hasil uji korelasi antara uang
tinggi yaitu ada 53% dan remaja saku remaja dengan perilaku merokok remaja
yang berpengetahuan rendah tentang didapatkan hasil ada hubungan dengan nilai
rokok ada 47%. koefisien korelasi (0,472) yang berarti bahwa
semakin banyak uang saku remaja yang tinggal di kawasan pedesaan
maka akan semakin sering remaja (pegunungan) terlihat percaya diri dengan
tersebut untuk berperilaku merokok. cara merokok dibandingkan dengan remaja
yang tinggal di perkotaan. Pengaruh
lingkungan bisa berupa10: (a) lingkungan
PEMBAHASAN
alam / luar (external of physical
Usia remaja diharapkam environment), (b) lingkungan dalam (internal
mulai berfikir terhadap berbagai environment) dan (c) lingkungan sosial
permasalahan yang jangkauannya / masyarakat (social environment). Faktor
jauh ke masa depan. Hakikatnya risiko lain remaja untuk menjadi perokok
pada masyarakat yang akan remaja disebabkan karena faktor psikologik, faktor
masuki nantinya di kemudian hari. biologik dan faktor lingkungan serta regulasi
Dalam proses kognitif ini biasanya atau peraturan tentang penjualan rokok11.
mengarah pada sesuatu yang Pengetahuan remaja tentang bahaya
idealisme dan utopianisme, mereka rokok mayoritas tinggi yaitu ada 53%,
akan selalu memegang hal-hal yang sedangkan yang tingkat pengetahuannya
prinsip dan ideal, biasanya prinsip rendah ada 47%. Remaja yang perokok
tersebut masih sangat abstrak seperti ringan ada 77%, perokok sedang ada 21%
kebebasan, keadilan dan cinta, dan dan perokok berat ada 2 %. Hasil uji statistic
mereka (remaja) menjadi seorang mengatakan bahwa ada hubungan negatif,
pemimpi, mengkontruksi teori-teori yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat
tentang dunia yang lebih baik8. pengetahuan remaja tentang bahaya merokok,
Dalam penelitian ini, remaja yang maka akan semakin rendah keinginan remaja
berperilaku merokok di Kabupaten untuk berperilaku merokok. Hal ini tentunya
Kulonprogo yang menjadi responden butuh waktu untuk membuat remaja semakin
secara acak kebetulan 100% laki- sadar akan dampak dan bahaya dari merokok
laki. Walaupun tidak menutup terutama bagi kesehatan tubuh perokok itu
kemungkinan ada pula remaja sendiri maupun orang lain mendapatkan
perempuan yang merokok, namun dampaknya (perokok pasif). Konsekuensi dari
tidaklah sebanyak remaja laki-laki, merokok antara lain meningkatnya kejadian
mereka para remaja perempuan infeksi saluran bagian atas (ISPA), batuk,
biasanya sangat soft (tidak terang- asma, bronchitis, pneumonia, empishema /
terangan) dalam berperilaku PPOK (penyakit paru obstruksi kronis), TB
merokok. Usia remaja perokok relatif paru, sinusitis, penyakit kardiovaskular,
masih muda, mayoritas masuk dalam kanker, mengganggu fertilitas, lahir kurang
kategori remaja pertengahan (14- 16 bulan (BBLR) , kematian maupun absen dari
tahun). kerja / sekolah11,12,13. Dibutuhkan strategi
Hal ini sesuai dengan untuk melakukan promosi kesehatan pada
penelitian yang dilakukan oleh remaja, diantaranya melalui komunikasi
Pemkab Kulonprogo tahun 2017 untuk perubahan perilaku (KPP). KPP
bahwa rata-rata remaja merokok dilaksanakan untuk memperbaiki perilaku
pertama kali pada usia 13-16 tahun kesehatan masyarakat dan menekankan pada
dengan jumlah populasi hampir 36%. perubahan perilaku yang tidak hanya berhenti
Awal merokok remaja di Kulonprogo pada peningkatan pengetahuan dan sikap saja,
karena faktor coba-coba, pengaruh melainkan dengan menggunakan berbagai
lingkungan dengan salah satu contoh saluran media baik media cetak maupun
adanya budaya jamuan atau saat ada elektronik.
hajatan di desa yang selalu Komunikasi kesehatan melalui media
disediakan rokok dan asbak5. Remaja yang dilakukan selama ini, belum optimal
dalam mengubah atau memperbaiki saku yang mereka dapatkan dari orangtuanya,
perilaku masyarakat. Departemen maka akan semakin tinggi pula keinginan
Kesehatan Republik Indonesia telah untuk berperilaku merokok. Karena untuk
menyusun program promosi mendapatkan rokok harus dengan membeli,
kesehatan yang telah ditetapkan dan untuk membeli rokok tersebut
sebagai program unggulan membutuhkan uang. Nah, dengan adanya uang
pemerintah14. Promosi kesehatan saku yang banyak akan memudahkan para
dalam hal ini bertujuan untuk: (1) remaja untuk mengalokasikan uang saku
meningkatkan kesadaran serta tersebut untuk membeli rokok baik secara
kepedulian pada masyarakat eceran maupun secarah utuh satu bungkus.
Indonesia untuk selalu hidup sehat Bahkan, tidak punya uang sekalipun remaja
(2) melakukan pengembangan yang kecanduan rokok ini bisa meminta rokok
kemitraan serta pemberdayaan pada teman dekatnya yang lain. Masalah
masyarakat yang untukmencapai ini merokok pada remaja ini sesuai dengan
semua diperlukann upaya beberapa temuan penelitian yang
peningkatan promosi kesehatan. menunjukkan bahwa: (1) merokok dapat
Upaya pencegahan terhadap dihubungkan dengan peningkatan angka
masalah perilaku merokok dengan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas
cara pendekatan psikososial yaitu: (kematian) terutama pada orang yang memulai
(1) pendekatan pengaruh sosial merokok diusia muda15,16, (2) merokok
(social influences approach), remaja merupakan sebuah kebiasaan yang susah
perlu diajarkan cara untuk menahan untuk dihentikan17, (3) remaja yang mulai
tekanan sosial terhadap merokok merokok lebih memungkinkan untuk mencoba
yang bisa datang darimana saja, dan menggunakan zat-zat terlarang seperti
misalnya datang dari orangtua alkohol dan obat-obatan terlarang lainnya18,19,
sendiri, saudara kandung, teman dan (4) usia penduduk Indonesia yang
maupun dari media. (2) melalui merokok sudah mulai menurun pada usia
pendekatan melatih cara remaja dan bahkan beberapa kasus terjadi
menghadapi kehidupan (life skills pada anak-anak20,21.KESIMPULAN
training approach), dimana remaja Berdasarkan uraian diatas, kesimpulan dalam
terkadang mengalami kemunduran penelitian ini adalah:
diri (deficit personal), sehingga 1. Ada hubungan yang signifikan negatif antara
diperlukan adanya pelatihan/ pengetahuan remaja tentang rokok dengan
bimbingan untuk melatih agar para perilaku merokok remaja di Kulonprogo
remaja lebih percaya diri, tidak Yogyakarta.
rendah diri, bisa berkomunikasi dan 2. Ada hubungan yang signifikan positif antara
berinteraksi sosial dengan baik, umur remaja dengan perilaku merokok
mampu menghadapi stres sehingga remaja di Kulonprogo Yogyakarta.
tidak mudah terseret kearah perilaku 3. Ada hubungan yang signifikan positif antara
negatif merokok11. uang saku remaja dengan perilaku merokok
Umur remaja semakin dewasa remaja di Kulonprogo Yogyakarta.
akan semakin tinggi untuk
berperilaku merokok. Padahal kalau
KEPUSTAKAAN
di lihat dari segi pendapatan, masih
banyak remaja yang belum mandiri 1. Dinas Kesehatan DIY. 2015a. Rumah Tangga
Sehat dengan Perilaku Hidup Bersih dan
secara ekonomi. Mereka masih
Sehat. Yogyakarta.
mengandalkan pemberian dari orang
2. ------------, 2015b. Survey Rumah Tangga
tua yang berupa uang saku setiap hari
Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat di
mereka sekolah. Makin banyak uang
Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.
3. Helman, CG. 1994. Cultur, Health Indonesia
and Illness. Oxford: Butterworth- 14. Wilson, L.M; Tang, E.A; Chander, G; Hutton,
Heinemann Ltd. H.E; Odelola, O.A; Elf, J.L.; Stoddard, B.M.H;
4. Kedaulatan Rakyat, 21 Maret 2018, Bass, E.B; Little, E.A; Haberl, E.B and Apelberg,
Perokok usia dini, DIY Urutan Ke-4. B.J. 2012. “Impact of Tobacco Control
Yogyakarta. Interventions on Smoking Initiation,
5. Wardoyo, H. 2017. Kebanyakan Cessation, and Prevalence: A Systematic
dari Pedesaan, Tinggi Jumlah Review”. Journal of Environmental and Public
Perokok Remaja di Kulonprogo. Health . diakses pada tanggal 04 Agustus
Yogyakarta: Harian Kedaulatan 2017.
Rakyat. 03 Juni 2017. 15. Sajinadiyasa, I.G.K; Bagiada, I.M dan Rai,
6. Islamuddin, H. 2012. Psikologi I.B.N. 2010. “Prevalensi dan resiko
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka merokok terhadap penyakit paru di
Pelajar. poliklinik paru Rumah Sakit Umum Pusat
7. Hurlock, E.B. 2011. Psikologi Sanglah Denpasar”. Jurnal Penyakit
Perkembangan Suatu Pendekatan Dalam. Volume 11 Nomer 2 Mei 2010.
Sepanjang Rentang Kehidupan. dikases 20 Juli 2017.
Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.
16. Xu, X; Liu, L; Sharma, M and Zhao, Y. 2015.
8. Crain, W. 2014. Teori
“Smoking-Related Knowledge, Attitudes,
Perkembangan Konsep dan
Behaviors, Smoking Cessation Idea and
Aplikasi. Edisi ketiga. Yogyakarta:
Education Level among Young Adult Male
Pustaka Pelajar.
Smokers in Chongqing, China”. International
9. Effendi, S dan Tukiran. 2012.
Metode Journal of Environmental Research and
Penelitian Survei. Jakarta: LP3S. Public Health. 16 Februari 2015, diakses 18
April 2017.Nguyen, L.T; Rahman, Z; Emerson,
10. Purwanto, N. 2007. Psikologi M.R and Nguyen, M.H. 2012. “Cigarette
Pendidikan. Bandung: PT Smoking and Drinking Behavior of Migrant
Rodakarya. Adolescents and Young Adults in Hanoi,
11. Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Vietnam”. Journal of Adolescent Health.
Kembang Remaja dan Elsevier. diakses 18 April 2017.
Permasalahannya. Jakarta: Sagung 17. Moore, T.J; Furberg, T.J; Glenmullen, J;
Seto. Maltsbelger, J.T and Singh, S. 2011. “Suicidal
12. Suharmiati; Handajani, L dan Behavior and Depression in Smoking
Handajani, A. 2010. “Hubungan Cessation Treatments”. Plos one. November
pola penggunaan rokok dengan 2011. Volume 6. diakses pada tanggal 04
tingkat kejadian penyakit asma”. Agustus 2017.
Buletin Penelitian Sistem 18. Memon, A; Moody, P.M; Sugathan, T.N;
Kesehatan. Volume 13 No. 4 Gerges, N.E; Bustan, M.A; Shatti, A.A and
Oktober 2010. diakses 20 Juli 2017. Jazzaf, H.A. 2000. “Epidemiology of smoking
among Kuwait adults: prevalence,
13. Nurrahmah. 2014. “Pengaruh rokok
characteristics, and attitudes”. Bulletin of
terhadap kesehatan dan
the World Health Organization. 2000. diakses
pembentukan karakter manusia”.
pada tanggal 04 Agustus 2017.
Prosiding seminar Nasional
19. Goldade, K; Choi, K; Bernat, D.H; Klein, E.G;
Pendidikan Karakter. Volume 1
Okuyemi, K.S and Forster, J. 2012. “Multilevel
Nomer 1. diakses 20 Juli
predictors of smoking initiation among
2017.Kemenkes RI. 2006. Panduan
adolescents: Findings from the Minnesota
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih
Adolescent Community Cohort (MACC)
dan Sehat di Rumah Tangga Melalui
study”. Preventive Medicine. Elsevier. diakses
TIM Penggerak PKK. Jakarta:
18 April 2017.
Kementerian Kesehatan Republik
Lampiran 7

HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN DAN
LINGKUNGAN SOSIAL Kata kunci: lingkungan sosial, pengetahuan, perilaku
DENGAN PERILAKU merokok
MEROKOK
Latar Belakang. Merokok dapat
THE RELATIONSHIP OF LEVEL
menyebabkan gangguan
kesehatan. Riskesdas tahun KNOWLEDGE AND SOCIAL
2018 menunjukkan bahwa ENVIRONMENT WITH SMOKING
prevalensi merokok pada remaja BEHAVIOR
usia 10-18 tahun mengalami
peningkatan dari tahun 2013 Abstract
(7,20%) ke tahun 2018 (9,10%)
sehingga masih sangat jauh dari
Background. Smoking can cause health
target RPJMN 2019 yaitu
problems. Riskesdas in 2018 showed that
sebesar 5,4%.
the prevalence of smoking in adolescents
Tujuan Penelitian. Mengetahui aged 10-18 years has increased from 2013
hubungan tingkat pengetahuan (7.20%) to 2018 (9.10%) so that it is still
dan faktor lingkungan sosial very far from the RPJMN of 2019 was 5.4%.
dengan perilaku merokok.
The Aim of the Study. To determine the
Subyek dan Metode. Penelitian relationship of the level of knowledge and
ini merupakan analitik social environmental factors with smoking
observasional dengan desain behavior of students of SMA Negeri 8
korelasional. Subyek penelitian Surakarta.
siswa laki-laki yang merokok di
Subjects and Methods. This research is an
SMA Negeri 8, sampel diambil
observational analytic with correlational
berdasarkan tabel Kretjie, data
design. Subjects were male students who
dianalisa dengan uji Korelasi
smoked in SMA Negeri 8, samples were
Spearman Rank.
taken based on the Kretjie table, data were
Hasil Penelitian. Terdapat analyzed with the Spearman Rank
hubungan tingkat pengetahuan Correlation test. Results. There is a
(p=0,001; r =-0,591) dan relationship between the level of
lingkungan keluarga (p=0,028; knowledge (p = 0.001; r = -0.591) and the
r=0,272) tetapi tidak terdapat family environment (p = 0.028; r = 0.272)
hubungan lingkungan sekolah but there is no relationship between the
(p=0,105) dan lingkungan school environment (p = 0.105) and the
masyarakat (p=0,056) dengan community environment (p = 0.056) with
perilaku merokok. smoking behavior.

Kesimpulan. Terdapat hubungan Conclusion. There is a relationship between


tingkat pengetahuan dan the level of knowledge and family
lingkungan keluarga dengan environment with smoking behavior but
perilaku merokok tetapi tidak there is no relationship between the school
terdapat hubungan lingkungan environment and the community
sekolah dan lingkungan environment with smoking behavior.
masyarakat dengan perilaku
merokok. Keywords: knowledge, smoking behavior, social
environment.
. yang tinggi (62,9 %) dan masih
menjadi prevalensi perokok laki-
Korespondensi: Dinar Ariasti.
laki tertinggi di dunia. Menurut Sholeh
AKPER PANTI KOSALA SURAKARTA,
(2017), ada banyak faktor yang menjadi
Jalan Raya Solo- Baki Km. 4
penyebab orang merokok, sehingga
Gedangan, Grogol, Sukoharjo,
perlu pemahaman untuk
Jawa Tengah. Email:
mengantisipasi akibat yang
ariasti98@gmail.com
ditimbulkan. Faktor yang
LATAR BELAKANG menyebabkan anak merokok antara lain
Merokok telah menjadi contoh dari orang tua, guru,
kebiasaan sebagian besar orang. keluarga, lingkungan pergaulan,
Bahkan sudah banyak yang akses yang mudah untuk
mengalami gangguan mendapatkan rokok,
kesehatan akibat merokok. banyaknya iklan rokok di kalangan
Namun kenyataan remaja, merasa lebih percaya diri dan
menunjukkan bahwa masih bisa konsentrasi dengan
banyak orang yang belum merokok.
mengetahui secara jelas Lingkungan tempat sosialisasi anak akan
mengenai akibat asap rokok mempengaruhi pembentukan karakter
terhadap kesehatan. dan kebiasaan anak. Disamping
Menurut Riset Nasional Dasar lingkungan keluargayang harus bebas
Kesehatan tahun 2013, dari kebiasaan buruk merokok, juga
prevalensi merokok di lingkungan pendidikan dan lingkungan
Indonesia yang berusia pertemanan. Yang terpenting adalah
15 tahun ke atas meningkat dari bagaimana menjaga agar lingkungan
34,2% di 2007 menjadi 34,7% sosial dan juga pergaulan dari anak tidak
pada tahun 2010, dan menjadi berpengaruh buruk terhadap perilaku
36,3% pada tahun remaja tersebut, salah satunya adalah
2013. Persentase perilaku merokok (Sholeh, 2017).
memulai menggunakan Hasil penelitian Febrianika,
tembakau dalam setiap Widijanarko dan Kusumawati
kelompok usia adalah: 5-9 (2016), yang berjudul hubungan
tahun - 0,7%, 10-14 tahun faktor lingkungan sosial dengan
9,5%, 15-19 tahun 50,3%, 20- perilaku merokok siswa laki-laki di
24 tahun 26,7%, 25-29 tahun SMA X kabupaten Kudus
7,6%, > 30 tahun 5,2%. menunjukkan sebagian besar
Riskesdas tahun 2018 responden mendapat dukungan
menunjukkan bahwa merokok dari lingkungan keluarga
prevalensi merokok pada (82,8%), teman sebaya (57%),
remaja usia 10-18 tahun sekolah (51,6%), masyarakat
mengalami peningkatan dari (78,5%) dengan hasil uji statistik
tahun 2013 (7,20%) ke tahun yang berhubungan yaitu dukungan
2018 (9,10%). Angka keluarga (p= 0,034), dukungan
tersebut masih sangat teman (p=0,023), dukungan
jauh dari target RPJMN 2019 masyarakat (p=0,020) dan yang tidak
yaitu sebesar 5,4%. berhubungan yaitu dukungan
Sedangkan perokok laki- sekolah (p=0,269).
laki usia >15 tahun pada tahun Pengetahuan merupakan hasil dari
2018 masih berada pada angka tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan manusia, sosial ekonomi,
pengindraan terhadap suatu kebudayaan (Wawan dan Dewi,
obyek tertentu. Pengindraan 2010).
terjadi melalui panca indera Perilaku yang dihadapi remaja di sekolah
manusia yaitu indra dapat dikatakan masih dalam kategori wajar
penglihatan, jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang
lain. Perilaku remaja yang bermasalah salah
penciuman, pendengaran, satunya adalah merokok dapat menghambat
rasa dan raba. Pengetahuan remaja untuk bersosialisasi dengan remaja
dan kognitif merupakan yang lain, guru, dan masyarakat. Perilaku
domain yang sangat penting menyimpang pada remaja merupakan perilaku
dalam membentuk tindakan yang kacau yang menyebabkan remaja
seseorang (Fitriani, 2011). menjadi gugup dan tidak terkontrol. Perilaku
Menurut Wawan dan Dewi menyimpang dapat berdampak negatif bagi
(2010) pengetahuan atau remaja yaitu tindakan yang tidak terkontrol
kognitif merupakan domain dan akan mengakibatkan pada sebuah
yang sangat penting untuk kejahatan.
terbentuknya tindakan Hasil penelitian Hasriani, Sewang, dan
seseorang (overt behavior). Muzakkir (2014), yang berjudul hubungan
Perilaku adalah respon pengetahuan dengan perilaku merokok siswa
individu terhadap suatu kelas 11 SMP Negeri 30 Makasar
stimulus atau suatu menunjukan bahwa hasil analisa statistik
tindakan yang dapat menunjukkan nilai p= 0,000 S a (0,05) maka
diamati dan mempunyai dapat diartikan ada hubungan yang signifikan
frekuensi spesifik, durasi antara pengetahuan dengan perilaku merokok.
dan tujuan baik disadari Hasil penelitian yang dilakukan Maseda,
maupun tidak. Perilaku Suba, dan Wongkar (2013), tentang hubungan
merupakan kumpulan pengetahuan dan sikap terhadap bahaya
berbagai faktor yangsaling merokok dengan perilaku merokok pada
berinteraksi. Dengan remaja putra di SMANegeri I Tompasobaru,
demikian disimpulkan nilai probabilitas hubungan pengetahuan
bahwa perilaku itu dibentuk tentang bahaya merokok dengan perilaku
melalui suatu proses dan merokok sebesar 0,015 sedangkan hubungan
berlangsung dalam sikap tentang bahaya merokok dengan
interaksi manusia dengan perilaku merokok sebesar 0,000 yang berarti
lingkungannya. Faktor yang ada hubungan antara pengetahuan dan sikap
mempengaruhi tentang bahaya merokok dengan perilaku
terbentuknya merokok pada remaja putra di SMA Negeri I
perilaku dibedakan menjadi Tompasobaru. Penelitian yang dilakukan
2 yaitu faktor intern dan Sutha (2016), tentang analisis kondisi
ekstern. Faktor intern lingkungan sosial terhadap perilaku merokok
mencakup pengetahuan, remaja di Kecamatan Pangarengan
kecerdasan, persepsi, Kabupaten Sampang diketahui ada hubungan
emosi, motivasi, yang antara anggota keluarga/orangtua dengan
berfungsi untuk rangsangan perilaku merokok, nilai x2= 0,000 <a= (0,05).
dari luar. Sedangkan faktor Dari beberapa penelitian di atas terdapat
ekstern meliputi lingkungan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
sekitar, baik fisik maupun merokok yaitu pengetahuan, sikap dan
non fisik seperti iklim, anggota keluarga yang merokok.
Hasil studi pendahuluan di responden yang diambil dengan tabel
SMA Negeri 8 Surakarta Kretjie.
dengan melakukan
wawancara langsung
dengan 5 siswa laki-laki. HASIL
Mereka mengatakan Karakteristik responden dalam
menghisap rokok dengan penelitian ini meliputi kelompok umur,
alasan mengikuti teman dan sedangkan analisis univariat meliputi
tidak mengetahui dampak tingkat pengetahuan dan lingkungan
dari merokok bagi sosial serta perilaku merokok, yaitu
kesehatan, sehingga siswa sebagai berikut:
laki laki menganggap
bahwa merokok itu hal
yang biasa. Dari Tabel 2 diketahui ada 53 responden
Perbedaan penelitian ini (81,5%) mempunyai tingkat pengetahuan
dengan penelitian tinggi, 12 responden (18,5%) mempunyai
sebelumnya adalah variabel tingkat pengetahuan sedang dan tidak ada
yang diambil dan lokasi responden dengan tingkat
penelitian. pengetahuan rendah.
Ditemukan sebagian besar responden
sejumlah 49 orang (75,4%) dengan
lingkungan keluarga merokok, 55 orang
TUJUAN PENELITIAN (84,6%) lingkungan sekolah merokok dan
Mengetahui hubungan 52 (80%) lingkungan masyarakat sekitar
tingkat pengetahuan dan rumah merokok. Paling banyak 53
faktor lingkungan sosial responden (81,5%) (r) mempunyai perilaku
(%) (%)
dengan perilaku merokok merokok ringan dan 12 responden
Tingkat Pengetahuan
siswa laki-laki di SMA (18,5%) perilaku merokoknya
Negeri
Tinggi8 Surakarta. 49 4 53
sedang.
(100) Tabel 3.
(92,5) (7,5) -0,591 0,000
Sedang 4 8 12
METODE (33,3) (66,7) (100)
Penelitian ini adalah
Lingkungan Keluarga
penelitian
Merokok observasional
37 12 49
(100)
analitik dengan desain (75,5) (24,5) 0,272 0,028
korelasi
Tidak merokok menggunakan 16 0 16
pendekatan cross sectional. (100) (0) (100)
AlatLingkungan
ukur Sekolah
yang digunakan
kuesioner.Data
Merokok 43
dianalisa 12 55
(100)
(78,2) (21,8) 0,203 0,105
menggunakan uji Korelasi
Tidak merokok 10 4 10
Spearman Rank (Rho). (100) (7,3) (100)
Lingkungan Masyarakat
Merokok 40 12 52
(100)
(76,9) (23,1) 0,238 0,056
SUBJEK
Tidak merokok 13 0 13
Penelitian dilakukan
(100)di SMA (0) (100)
Negeri 8 Surakarta dengan Dari koefisien korelasi untuk tingkat
populasi siswa laki-laki yang pengetahuan didapatkan sebesar - 0,591 artinya
merokok dan sampel siswa kekuatan korelasi sedang dan menunjukkan
kelas XI dan XII sebanyak 65 korelasi negatif yang berarti bahwa semakin
1 tinggi pengetahuan semakin media sosial, serta poster- poster tentang
2 rendahkekuatan korelasi lemah dan bahaya merokok yang ditempel di
3 menunjukkan korelasi positif yang majalah dinding sekolah. Hal ini seperti
berarti bahwa lingkungan keluarga yang dikemukakan oleh Induniasih dan
yang merokok menaikkan perilaku Ratna (2017), pengetahuan adalah hasil
merokok. yang didapat setelah orang melakukan
Sedangkan hasil analisa bivariat penginderaan terhadap objek tertentu.
untuk lingkungan sekolah (p=0,105) Sebagian besar pengetahuan diperoleh
dan lingkungan masyarakat melalui mata dan telinga. Pengetahuan
(p=0,056) menunjukkan bahwa p- merupakan pedoman dalam membentuk
value > 0,05 yang berarti tidak tindakan seseorang. Responden sedang
terdapat hubungan antara menjalani pendidikan sekolah menengah
lingkungan sekolah dan lingkungan atas dimana para siswa akan dibekali
masyarakat dengan perilaku pendidikan tentang kesehatan melalui
merokok.Pada Tabel 4 di atas pembelajaran yang diberikan. Seperti
menunjukkan bahwa variabel yang yang dikemukakan
paling dominan terhadap perilaku oleh Notoatmodjo (2014), bahwa
merokok adalah tingkat pengetahuan pengetahuan dipengaruhi oleh faktor
dengan p-value 0,000, dan pendidikan formal dan sangat erat
didapatkan nilai Nagelkerke R hubungannya. Diharapkan dengan
Square sebesar 0,561 artinya bahwa pendidikan yang tinggi maka akan
variabel perilaku merokok 56,1% semakin luas pengetahuannya. Semakin
dipengaruhi oleh variabel tingkat banyak aspek positif dan objek yang
pengetahuan sedangkan 43,9% diketahui, maka akan menimbulkan
dipengaruhi oleh faktor lain yang sikap semakin positif terhadap objek
tidak terdapat dalam variabel tertentu. Seperti yang dibuktikan oleh
penelitian ini. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh
variabel yang lain menunjukkan Dharmawati dan Wirata (2016), dengan
tidak ada pengaruh pada perilaku hasil penelitian terdapat hubungan antara
merokok. tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan kesehatan gigi dengan nilai
signifikasi (0,037 < 0,05). Adanya
PEMBAHASAN hubungan antara pendidikan dengan
Berdasarkan hasil analisa tingkatpengetahuan karena tidak dapat
univariat di atas ditemukan ada dipungkiri bahwa makin tinggi tingkat
53 responden (81,5%) atau pendidikan seseorang semakin tinggi
sebagian besar responden pula mereka menerima informasi dan
mempunyai tingkat pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan tinggi, 12 pengetahuan yang dimiliki. Peningkatan
responden (18,5%) mempunyai pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
tingkat pengetahuan rendah. pendidikan formal saja, tetapi juga dapat
Responden sebagian besar diperoleh dari pendidikan non formal.
memiliki tingkat pengetahuan Seperti yang diungkapkan Long dalam
tinggi karena sudah banyak Nursalam dan Pariani (2010), informasi
sosialisasi tentang dampak merupakan fungsi penting untuk
merokok dan bahaya merokok membantu mengurangi rasa cemas.
yang diperoleh baik dari Seseorang yang mendapat informasi
penyuluhan kesehatan, akan mempertinggi tingkat pengetahuan
bimbingan konseling guru, terhadap suatu hal. Responden juga
banyak mendapatkan informasi mengadopsi perilaku baru di dalam
tentang merokok dari media diri orang tersebut terjadi proses
yang lain selain pendidikan yang berurutan, yakni menyadari
formal seperti dari media dalam arti mengetahui terlebih
elektroknik dan media sosial. dahulu terhadap stimulus (objek).
Hal ini diperkuat oleh Dengan adanya pengetahuan
penelitian yang dilakukan responden dapat
Hakim dan Kadarullah (2016), mempertimbangkan baik buruknya perilaku
dengan hasil penelitian atau tindakan yang akan dilakukan. Hal ini
menggunakan uji Korelasi diperkuat dengan penelitian yang dilakukan
Spearman Rank (Rho) Rahayu (2017) dengan hasil penelitian
menunjukkan koefisien menunjukkan Chi Kuadrat hitung = 4,057
korelasi sebesar 0,492 dengan dengan p= 0,044. Oleh karena hasil
nilai signifikasi 0,00< 0,05. Hal perhitungan menunjukkan
ini menunjukkan bahwa ada bahwa p < 0,05 maka dapat diartikan terdapat
hubungan banyaknya media hubungan yang signifikan antara tingkat
massa dengan tingkat pengetahuan bahaya merokok dengan perilaku
pengetahuan kesehatan merokok pada mahasiswa di Universitas
reproduksi pada remaja di Muhammadiyah Surakarta.
SMAN 1 Purwokerto. Didukung pula oleh penelitian Andika,
Hasil penelitian hubungan Khairsyaf dan Pertiwi (2016) yang
tingkat pengetahuan dengan mendapatkan hasil setengah responden
perilaku merokok berpengetahuan baik (60%), sedangkan
didapatkan hasil angka sisanya berpengetahuan cukup (21%) dan
koefisen korelasi (r)= - berpengetahuan buruk (19%). Secara statistik
0,591 yang berarti tingkat terdapat hubungan yang bermakna antara
korelasi sedang antara tingkat pengetahuan dengan kejadian
variabel tingkat merokok (p = 0,000). Pengetahuan dan
pengetahuan dengan kognitif merupakan domain yang sangat
perilaku merokok. Hasil penting dalam membentuk tindakan seseorang
nilai signifikansi untuk (Fitriani, 2011). Menurut Induniasih dan
penelitian ini adalah 0,000 Ratna (2016), perilaku tidak selalu mengikuti
(a < 0,05) yang dapat dan didasari dengan pengetahuan dan sikap
diartikan ada hubungan positif. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi,
yang signifikan antara perilaku yang positif yang didasari oleh
tingkat pengetahuan yang memadai tentang perilaku
pengetahuan dengan kesehatan akan membuat seseorang
perilaku merokok pada berperilaku sehat lebih langgeng atau awet.
siswa laki-laki di SMA Hasil analisis multivariat didapatkan hasil
Negeri 8 Surakarta. variabel yang paling dominan terhadap
Menurut Rogers yang perilaku merokok adalah tingkat pengetahuan
dikutip oleh Wawan dan dengan p-value0,000 dan didapatkan nilai
Dewi (2010), perilaku Nagelkerke R Square sebesar 0,561 artinya
adalah semua kegiatan atau bahwa variabel perilaku merokok 56,1%
aktifitas manusia baik yang dipengaruhi oleh variabel tingkat
dapat diamati pengetahuan. Hasil nilai OR = 30,000 untuk
langsungmaupun tidak pengetahuan menunjukkan hasil analisis ini
dapat diamati oleh pihak sah untuk diinterpretasikan dalam analisis
luar. Sedangkan sebelum pengaruh bersama-sama (multivariat)
karena nilai OR > 2. Dari hasil bahwa tingkah laku, pertumbuhan
analisa tersebut menunjukkan bahwa dan
pengetahuan kuat dalam merubah perkembangan seseorang dapat
atau membentuk perilaku seseorang dipengaruhi oleh kondisi dan alam
dibandingkan faktor yang lain. Hal yang ditinggali oleh seseorang,
ini diperkuat oleh penelitian yang karena seseorang yang tinggal di
dilakukan Rochayati dan Hidayat suatu lingkungan dengan
(2015), dengan hasil faktor yang waktu
paling dominan mempengaruhi yang
kebiasaan merokok pada remaja lama menyebabkan
SMK adalah pengetahuan remaja
tentang rokok dengan nilai RO = tingkah
8,842. Menurut Induniasih dan Ratna laku seseorang berubah
(2016), pemberian informasi- sesuai dengan lingkungan
informasi tentang cara mencapai tersebut.
hidup sehat, cara memelihara Hasbullah (2015), juga
kesehatan, cara menghindari menyebutkan bahwa terdapat
penyakit, dan sebagainya akan tiga
membuat pengetahuan tentang hal- lingkungan
hal yang berkaitan dengan kesehatan yang mempengaruhi
akan meningkat. Pengetahuan- tumbuh
pengetahuan tersebut sedikit demi kembang dan perilaku anak
sedikit akan dapat menggugah yaitu lingkungan keluarga, sekolah
kesadaran tentang pentingnya dan masyarakat. Seperti
berperilaku sehat sesuai dengan halnya
pengetahuan kesehatan yang telah penelitian
diberikan. yang dilakukan Windahsari,
Pada tabel 2 ditemukan Candrawati dan Warsono (2017),
sejumlah 49 orang (75,4%) membuktikan bahwa sebagian besar
dengan lingkungan 17 (68,0%) responden
keluarga merokok, 55 remaja
orang (84,6%) lingkungan di Desa T
teman sekolah merokok dan Mojokerto
52 (80%) lingkungan berada pada
tetangganya merokok. faktor lingkungan merokok dan
Dapat disimpulkan sebagian besar 18
sebagian besar siswa yang (72,0%)
merokok lingkungan responden
sosialnya juga perokok. memiliki perilaku merokok kategori
Menurut pendapat Sartain sedang dengan uji Spearman rho
dalam Hasbullah (2015), didapatkan nilai p value = 0,005<a
lingkungan pengaruhnya (0,05) yang
sangat besar terhadap anak berarti H0
sebab sebagaimanapun anak ditolak, artinya
tinggal dalam suatu ada hubungan faktor
lingkungan yang disadari lingkungan dengan perilaku
atau tidak pasti merokok pada remaja laki-laki di
akanmempengaruhi anak. Desa T kabupaten Mojokerto,
Pendapat ini menunjukkan dimana semakin negatif lingkungan
akan menyebabkan artinya terdapat hubungan antara
semakin tinggi pula lingkungan keluarga dengan perilaku
perilaku merokok pada merokok remaja di SMPN I
remaja. Dari analisa Slogohimo Wonogiri. Begitu pula
bivariat didapatkan hasil penelitian yang dilakukan
hanya faktor lingkungan Sulistyawan (2012) dengan hasil ada
keluarga yang memiliki hubungan orangtua yang merokok
hubungan yang signifikan (p=0,000) dan saudara serumah
dengan perilaku merokok yang merokok (p=0,001) dengan
walapun nilai koefisien perilaku merokok siswa SMP Negeri
korelasinya lemah dengan 3 Tangerang Selatan.
nilai (p=0,028, r=0,272). Secara bivariat variabel lingkungan
Sesuai dengan yang sekolah dan masyarakat
diungkapkan oleh (King, menunjukkan tidak terdapat
2013), bahwa keluarga hubungan yang signifikan dengan
merupakan lingkungan perilaku merokok dengan nilai
yang sangat berpengaruh (p=0,105, r=0,203) untuk lingkungan
bagi perkembangan anak sekolah dan (p=0,056, r=0,238)
yang bertanggung jawab untuk lingkungan masyarakat. Hal
terhadap penanaman nilai ini didukung oleh penelitian
dan norma dalam terdahulu yang dilakukan oleh
pembentukan perilaku Febrianika, Widjanarko dan
anak. Orang tua menjadi Kusumawati (2016) dengan hasil
panutan bagi anak-anaknya penelitian tidak ada hubungan antara
baik perilaku positif lingkungan sekolah dengan perilaku
maupun negatif. Pola asuh merokok (p=0,269). Didukung pula
yang salah dari orang tua oleh penelitian yang dilakukan oleh
dapatmenyebabkan anaknya Widianti dan Wahyono (2014),
terjerumus ke dalam dengan hasil uji Chi kuadrat
perbuatan yang diperoleh nilai p = 0,083 (p > 0,05)
menyimpang seperti yang berarti tidak ada hubungan
merokok, memakai obat- yang signifikan antara perilaku guru
obatan terlarang, pergaulan dengan perilaku merokok di salah
bebas. Hal ini sesuai satu SMP Negeri di Kota Bogor. Hal
dengan penelitian yang ini dimungkinkan karena adanya
dilakukan Riadinata (2018) peraturan yang ketat
dengan hasil penelitian p- dilingkungan sekolah tentang larangan
value = 0,009 (p < 0,05), merokok di lingkungan sekolah. Berdasarkan
yang artinya terdapat hasil penelitian, lingkungan masyarakat juga
hubungan antara kurang berpengaruh membentuk perilaku
lingkungan keluarga merokok siswa SMA Negeri 8 Surakarta.
dengan perilaku merokok Meskipun semua orang tahu akan bahaya
pada remaja di desa yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku
Gonilan Kartasura. Sejalan merokok masih merupakan perilaku yang
juga dengan penelitian yang dapat ditoleransi oleh masyarakat dan
dilakukan oleh Kustanti dianggap hal yang wajar oleh masyarakat
(2014) yang menunjukkan disekitar. Hal ini didukung oleh penelitian
uji hipotesisnya dengan yang dilakukan Fikriyah dan Febrijanto
hasil p- value 0,003 yang (2012), setelah dilakukan uji statistik Regresi
Linier Ganda yang didasarkan taraf SARAN
kemaknaan yang ditetapkan (a S Perilaku merokok merupakan
0,05) didapatkan p = 0,760 maka Ho perilaku yang memberikan banyak
diterima dan Ha ditolak yang artinya dampak negatif pada remaja untuk
tidak ada pengaruh faktor itu diharapkan pihak sekolah dapat
lingkungan terhadap perilaku mengadakan edukasi berkala kepada
merokok pada mahasiswa laki-laki di siswa dan orangtua tentang rokok
asrama putra STIKES RS Baptis dan bahayanya untuk mencegah
Kediri. Berbeda dengan penelitian perilaku merokok pada siswa.
yang dilakukan oleh Riyandi, Keluarga dapat memberikan
Wiyono dan Candrawati (2017) perhatian dan peraturan yang tegas
dengan hasil penelitian terdapat untuk anak serta menjadi role model
hubungan lingkungan sosial dengan yang baik untuk mencegah perilaku
perilaku merokok pada wanita di merokok.
Kota Malang dengan hasil p-value= Peneliti selanjutnya dapat melakukan
0,003 penelitian yang berkaitan dengan
< a (0,05). Begitu juga penelitian perilaku merokok menggunakan
yang dilakukan oleh Setiana dan cakupan responden yang lebih luas
Tahlil (2016) dengan hasil ada dan faktor-faktor yang lain seperti
hubungan lingkungan sosial dengan pendidikan, pola asuh, dukungan
perilaku merokok remaja (p = keluarga, sikap maupun motivasi.
0,001), dan ada hubungan
lingkungan kultural dengan perilaku
merokok remaja (p = 0,006).
DAFTAR PUSTAKA
Andika, D., O. Khairsyah dan D. Pertiwi
KESIMPULAN 2016. Hubungan
Pengetahuan dengan Kejadian
Hasil analisa bivariat untuk tingkat
pengetahuan (p=0,001) dan Merokok pada Pelajar SMPN 1
lingkungan keluarga (p=0,028) Pariaman.
menunjukkan bahwa p-value < 0,05 http://jurnal.fk.unand.ac.id Diakses
yang berarti bahwa ada hubungan pada tanggal 22 April 2020.
antara tingkat pengetahuan tentang
merokok dan lingkungan keluarga Dharmawati, A. I. G. A. dan Wirata,
dengan perilaku merokok dan tidak I. N. 2016. “Hubungan Tingkat
terdapat hubungan antara lingkungan Pendidikan, Umur dan Masa
sekolah (p=0,105) dan lingkungan Kerja”. Jurnal Kesehatan Gigi.
masyarakat denganperilaku merokok Volume 4. Diakses 15 April
(p=0,056). Sedangkan saat dianalisa 2020.
bersama- sama variabel yang paling Febrianika, R., B. Widjanarko, dan
dominan terhadap perilaku merokok A. Kusumawati. 2016.
adalah tingkat pengetahuan dengan Hubungan Faktor Lingkungan
p-value 0,000 dan didapatkan nilai Sosial dengan Perilaku Merokok
Nagelkerke R Square sebesar 0,561
artinya bahwa variabel perilaku
merokok 56,1% dipengaruhi oleh
variabel tingkat pengetahuan.
Siswa Laki- Laki di SMA X Kabupaten Kudus. https://ejournal3.
undip.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.

Fikriyah, S dan Y. Febrijanto. 2012.


Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Mahasiswa Laki- Laki di


Asrama Putra http://puslit2.petra.ac.id/ejournal

/index.php/stikes/article. Diakses tanggal 23 April 2020.


Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hakim, A. dan O. Kadarullah. 2016. Pengaruh Informasi Media Massa terhadap


Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA.

http://jurnalnasional.ump.ac.id/in dex.php/PSYCHOIDEA/article/vi
ew. Diakses tanggal 15 April 2020.
Hasbullah. 2015. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Hasriani, N. Sewang dan H. Muzakkir. 2014. Hubungan Pengetahuan dengan


Perilaku Merokok Siswa Kelas II SMP Negeri 30 Makasar.
http://ejournal.Stikesnh.ac.id.

Diakses pada tanggal 10 Desember 2019.


Induniasih dan W. Ratna. 2017. Promosi Kesehatan; Pendidikan Kesehatan
dalam Keperawatan. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Kementerian Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Kementerian


Kesehatan RI, Jakarta.

. 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Kementerian


Kesehatan RI, Jakarta.

King, L. A. 2013. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Salemba


Medika, Jakarta.Kustanti, A. A. 2014. Hubungan Antara Pengaruh
Keluarga, Pengaruh Teman dan Pengaruh Iklan terhadap Perilaku Merokok
pada Remaja di SMP N 1 Slogohimo, Wonogiri.
http:eprints.ums.ac.id. diakses 22 Februari 2020.

Maseda, D. R., B. Suba, dan D. Wongkar. 2013. Hubungan Pengetahuan dan


Sikap tentang Bahaya Merokok dengan perilaku Merokok pada Remaja
Putra di SMA Negeri 1 Tompasobaru. https://ejournal. Unsrat.ac.id.
Diakses tanggal 12 Desember 2019.

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam dan S. Pariani. 2010. Pendekatan Praktis Metodologi Riset


Keperawatan. CV. Agung Seto, Jakarta.
Rahayu, P. 2017. Hubungan antara Pengetahuan Bahaya Merokok dengan
Perilaku Merokok pada Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah
Surakarta. http://eprints.ums.ac.id. Diakses 22 April 2020.

Riadinata, E. 2018. Hubungan Lingkungan Keluarga dan Teman Sebaya


dengan Perilaku Merokok pada Remaja Usia 18-

22 tahun di Desa Gonilan Kartasura. http://eprints.ums.ac.id.


Diakses 22 April 2020.

Riyandi, G., J. Wiyono dan E. Candrawati. 2017. Hubungan lingkungan sosial


dengan perilaku merokok pada wanita di Kota Malang.

https://publikasi.unitri.ac.id. Diakses tanggal 23 April 2020.


Rochayati, A. S., dan E. Hidayat. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perilaku Merokok Remaja di Sekolah
Menengah Kejurusan

Kabupaten Kuningan.

http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article. Diakses
tanggal 22 April 2020.
Setiana, A. D., dan T. Tahlil. 2016. Faktor Lingkungan dan Hubungannya dengan
Perilaku Merokok Remaja di Aceh Besar. http://www.jim.unsyiah.ac.id.

Diakses tanggal 23 April 2020. Sholeh, A. N. 2017. Panduan


Merokok untuk Pelajar, Guru dan Orang Tua. Erlangga, Jakarta.

Sulistyawan, A. 2015. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan


Perilaku Merokok Siswa. http://repository.uinjkt.ac.id.

Diakses tanggal 22 April 2020. Sutha, D. W. 2016. Analisis


Lingkungan Sosial terhadap Perilaku Merokok Remaja di Kecamatan
Pangarengan

Kabupaten Sampang. Http://jurnal-yrsdds.ac.id.stikes. Diakses


tanggal 30 Desember 2019.Wawan, A. dan M. Dewi. 2010. Teori & Pengukuran
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika, Yogyakarta.

Widianti, E.V.M. dan T.Y.M. Wahyono. 2014. Faktor-faktor yang


Berhubungan dengan Perilaku Merokok Siswa SMP Negeri “X” di Kota
Bogor. http://lib.ui.ac.id. Diakses 23

April 2020.
Windahsari, N., E. Candrawati dan Warsono. 2017. Hubungan
Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Laki-
laki di Desa T Kabupaten Mojokerto. https://publikasi.unitri.ac.id/inde
x.php/fikes/article. Diakses tanggal 22 April 2020
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dandung Setiadi


Tempat Tanggal lahir : Maliku, 17 Mei 1999
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Rajawali 7 Srikandi 3 No.4, Palangka Raya
No. HP : 0813-5094-3523
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Email : setiadidandung56@gmail.com
Daftar Riwayat Pendidikan
1. Tahun 2004-2005 TK Tadika Mesra Maliku
2. Tahun 2005-2011 : SD Negeri 1 Maliku
3. Tahun 2011-2014 : SMP Negeri 1 Maliku
4. Tahun 2014-2017 : SMA Negeri 1 Maliku
5. Tahun 2017- 2021 : STIKES Eka Harap Program Studi Sarjana
Keperawatan.

Data Orang Tua


Ayah : Kilat, S.Pd. SD
Pekerjaan : PNS
Ibu : (Alm) Lilie, S.Pd
Pekerjaan : PNS

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com
LEMBAR KONSULTASI UJIAN AKHIR PROGRAM MAHASISWA
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021

NAMA : DANDUNG SETIADI

NIM : 2017.C.09a.0880

PEMBIMBING : 1.Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes

2. Wenna Araya, S.Psi., M.Si

JUDUL : Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku

Merokok Pada Remaja


KEGIATAN BIMBINGAN PROPOSAL

NAMA : Dandung Setiadi


NIM : 2019.C.09a.0880
PRODI : S1 Keperawatan Tingkat IV B
DOSEN : Siti Santy Sianipar, S. Kep., M.Kes
Catatan Pembimbing Tanda Tangan
No Hari/Tgl/Waktu
Pembimbing Mahasiswa
1. Senin 22 Maret ACC Judul Proposal dan perbaiki
2020 latar belakang

Siti Santy Dandung Setiadi


Sianipar, S.
Kep., M.Kes
2 Selasa 23 Maret 1. Perbaikan latar belakang :
2021 Dalam latar belakang ada 4
alenia :
1) Alenia introduksi :
jelaskan tentang fungsi
keluarga efektif dan Siti Santy
Sianipar, S. Dandung Setiadi
tentang merokok bukan
hanya pengertian tetapi Kep., M.Kes
hubungannya dan
ditambahkan dengan
fenomena yang ada
2) Alenia Justifikasi :
Jabarkan data atau jumlah
remaja yang merokok
baik secara WHO,
nasional maupun data
yang di kalteng atau
P.Raya dan artikel terkait
3) Alenia Kronologis :
Sebab – Akibat, jelaskan
disebabkan karena apa
terjadi masalah tersebut
dan apa akibatnya atau
dampaknya jika masalah
tersebut terjadi
4) Alenia Solusi : bagaimana
solusinya dan apa peran
Perawat
2. Rumusan masalah selalu
diakhiri tanda tanya
3. Manfaat diperhatikan untuk
lebih difokuskan baik secara
IPTEK maupun Mahasiswa
4. Perbaiki Daftar Pustaka
5. Perhatikan penulisan
referensi dan tahunnnya
3 29 Maret 2021 - Perbaiki alenia introduksi
- Perhatikan tahun Tahun
referensi
- tambahkan pravelensi
perokok di Indonesia
pada remaja Siti Santy Dandung Setiadi
Sianipar, S.
Kep., M.Kes
4 31 maret 2021 - Perhatikan penulisan
Merokok disebabkan karena apa
1. Perhatikan penulisan
referensi
2. Kenapa penyebab remaja
merokok dialinea 3 Siti Santy Dandung Setiadi
3. Who nasional tambahkan Sianipar, S.
data Kep., M.Kes
4. Seperti apa dampak bila
merokok ?
5. Bab 2 2.1 konsep dasar
fungsi keluarga
2.2 konsep merokok
5 6 april 2021 2.3 konsep remaja
Dan tuliskan penomoran nya
Tambahkan masalah dan
referensinya
Siti Santy Dandung Setiadi
Sianipar, S.
Kep., M.Kes
6 9 april 2021 1. Perhatikan penulisannya
2. Data perokok pada remaja
3. Perhatikan jarak tepi atau
marginnya Dandung Setiadi
Siti Santy
4. Tambahkan data perokok Sianipar, S.
pada remaja ? Kep., M.Kes
5. Perhatikan tanda baca
7 17 april 2021 1. Tambahkan peran
perawat ?
2. Fungsi afektif nya mana ?
3. Artikel di cantumkan Siti Santy
semuanya Sianipar, S. Dandung Setiadi
Kep., M.Kes
8 25 april 2021 1. Fenomena nya tidak
nyambung
2. Ditambahkan data
justifikasi tentang
fenomenanya berdasarkan
artikel terkait Siti Santy Dandung Setiadi
3. Diagram flow nya Sianipar, S.
4. Perhatikan penulisan Kep., M.Kes
5. Gak nyambung fenomena
nya
6. Ditambahkan data
justifikasi
7. Diagram flow nya
8. Untuk alinea 1, 2 bisa di
ambil dari artikel terkait ya
dan dicari masalahnya...
lengkapi artikelnya
9 26 april 2021 1. Fenomena nya ambil dari
salah satu artikelnya yang
ada dilampiran, dan datanya
dimasukkan dalam data
justifikasi perhatikan
kembali untuk ukuran font Siti Santy Dandung Setiadi
dalam artikelnya. Sianipar, S.
Kep., M.Kes

10 27 april 2021 1. Tamnbahan dialinea 2


untuk hasil penelitian sesuai
fenomenanya ya dan
diperbaiki tabel lembar
konsultasinya. Dan tulis
nama dan nama dosen
Siti Santy Dandung Setiadi
pembimbing
Sianipar, S.
Kep., M.Kes
KEGIATAN BIMBINGAN PROPOSAL

NAMA : Dandung Setiadi


NIM : 2019.C.09a.0880
PRODI : S1 Keperawatan Tingkat IV B
DOSEN : Wenna Araya, S.Psi., M.Si
Catatan Pembimbing Tanda Tangan
No Hari/Tgl/Waktu
Pembimbing Mahasiswa
1. 7 april 2021 1. Baca kembali secara teliti
terhadap setiap kata dan
kalimat yang digunakan
pada proposal ini,
2. Perbaiki penulisan
proposal ini sesuai Dandung Setiadi
ketentuan panduan LR
3. Membuat daftar artikel
yang digunakan pada
proposal ini,
4. Lembar pustaka gunakan
lembar tersendiri terpisah
dari bab 1-3

Anda mungkin juga menyukai