(LITERATUR REVIEW)
OLEH:
DANDUNG SETIADI
NIM: 2017.C.09a.0880
OLEH:
DANDUNG SETIADI
(NIM : 2017.C.09A.0880)
i
MOTTO
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 2017.C.09a.0880
iii
PENGESAHAN
NIM : 2017.C.09a.0880
Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji
Pada Tanggal, ..... April 2021
Mengetahui,
Ketua Ketua
STIKes Eka Harap, Prodi Sarjana Keperawatan,
iv
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIASI
Dandung Setiadi
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja”.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Palangka Raya. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1) Bapak Dr. Ardiansyah Arifin, MPH dan seluruh staf Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan sarana dan prasarana kepada penulis
dalam mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
3) Ibu Suryagustina, Ners., M.Kep. Selaku ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan Eka Harap Palangka Raya dan selaku Ketua Dewan Penguji.
4) Ibu Vina Agustina, Ners., M.Kep. Selaku sekretaris Program Studi Sarjana
Keperawatan Eka Harap Palangka Raya.
5) Ibu Siti Santy Sianipar, S.Kep., M.Kes. Selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
6) Ibu Wenna Araya, S.Psi. M.Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak
memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan proposal ini.
7) Seluruh Staf Pengajar Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap
Palangka Raya yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan selama
ini.
vi
8) Kepada Ayah, Ibu, kakak sepupu dan adik-adik tercinta, yang selalu memberikan
bantuan dukungan material dan moral, bimbingan, dorongan, motivasi maupun
doa untuk kesuksesan dalam penyusunan proposal.
9) Sahabat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan ini
yaitu Rosyanus Pakpahan, Sapto Widiantoro, Riki Gunawan, dan Antoni
Fandefitson
10) Seluruh teman-teman Program Studi Sarjana Keperawatan Angkatan IX, dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
11) Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis menyelesaikan
proposal ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan serta budi baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta proposal ini dapat bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima
kasih.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN SAMPUL i
MOTTO ii
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN BEBAS PLAGIASI v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR BAGAN xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaaf Penelitian 3
Viii
3.5 Tahapan Pengumpulan Data 14
3.6 Metode Analisa 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.4 Diagram 3.1 Diagram flow Seleksi literatur review hubungan fungsi
afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja
………... 13
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
menjadi perokok berat dan terkena beberapa penyakit kronis. Pada umumnya orang
tua merupakan model bagi anak-anak yang di besarkan, termasuk perilaku, sikap dan
konsep pemikiran yang ditanamkan pada anak.Hubungan antara orang tua dan anak
merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk perilaku anak yang lebih baik
(Kemenkes RI, 2015). Fenomena yang terjadi pada kalangan remaja dimana
menurunnya fungsi afektif keluarga, sehingga menimbulkan kenakalan pada remaja
khususnya seperti merokok (Setyoningrum dan Nurmanita, 2019)
Menurut World Health Organization, di dunia sekitar 1,3 miliar remaja yang
merokok (WHO, 2020). Di Indonesia sendiri sebanyak 28,69 % pria berusia di atas
15 tahun tercatat sebagai perokok, angka tertinggi terdapat di lampung pada tahun
2020 yaitu dengan presentase 33,43 dan angka terendah pada tahun 2020 yaitu
terdapat di Bali dengan presentase 20,50 (BPS Indonesia, 2020). Berdasarkan data
badan pusat statistik di Kalimantan tengah angka kejadian merokok pada remaja pada
tahun 2018 sekitar 32,64%, pada tahun 2019 sekitar 29,84%, dan pada tahun 2020
sekitar 28,89% (BPS Indonesia, 2020). Menurut penelitian (Setyoningrum, 2009),
menjelaskan bahwa usia 13 tahun sebanyak 6 siswa dengan presentasinya (18,8%)
selanjutnya usia 14 tahun sebanyak 22 siswa dengan presentasinya (68,8%) dan usia
15 tahun sebanyak 4 siswa yaitu (12,5). Dan menurut penelitian (Nurmanita, 2017),
perokok di Indonesia semakin meningkat ada remaja dengan usia 13-15 tahun
terdapat 20% perokok, dimana 41% diantaranya adalah remaja laki-laki, jumlah
tersebut meningkat dua kali lipat di tahun 2016 sebesar 23,1% Sebanyak 37,3%
pelajar merokok dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali merokok sebelum berumur 10
tahun (30,9%), penduduk yang merokok 1-10 batang per hari di Jawa Tengah
sebanyak 62,7%.
Penyebab remaja yang beresiko tinggi untuk merokok diantaranya pengetahuan
dan teman, seandainya orang tua dan teman merokok, maka sangat akan
memungkinkan untuk diikuti remaja (Poltekkes Depkes RI 2016). Faktor lain yang
mempengaruhi perilaku merokok adalah kurangnya perhatian dari orang tua karena
kesibukan dan sosial ekonomi yang tinggi sehingga remaja sangat mudah
mendapatkan rokok. Remaja memiliki keluarga akan tetapi mereka jarang
memberikan kasih sayangnya karena orang tua sibuk bekerja. Dampak merokok bagi
remaja gangguan pertumbuhan serta perkembangan paru pada remaja yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kronis saat mereka beranjak dewasa. Contohnya
penyakit yang sering dikenal kanker mulut, kanker tenggorokan dan kanker paru.
Diharapkan kepada keluarga untuk selalu membimbing dan mengajarkan
anaknya agar tidak jatuh kedalam jalan yang tidak baik misalnya dalam pergaulan
minum-minuman keras dan juga merokok tips agar anak remaja berhenti dari
merokok adalah mulai dari niat dalam diri sendiri untuk berhenti merokok, orang tua
bimbing anak dengan lembut, persiapkan diri, beri contoh, perhatikan pergaulannya,
memberikan penyeluhan pendidikan kesehatan tentang edukasi bahaya rokok supaya
remaja mengetahui bahaya merokok. Dalam peran perawat dapat memberikan
penyeluhan bahaya merokok baik melalui kegiatan yang ada dimasyarakat atau pun
dilakukan disekolah-sekolah yang menjadi sasaran dalam penyeluhan. (Raihana
Irma1 ; Suryane Sulistiana Susanti, 2019)
4
5
3) Ikatan dan identifikasi; dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru.
Ikatan anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan
penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
2. 3 Konsep Remaja
2.3.1 Pengertian remaja
Remaja merupakan fase perkembangan yang dinamis yang dialami seseorang
dalam siklus kehidupan. Pada masa ini terjadi percepatan perkembangan fisik,
mental, emosional, sosial dan hal ini berlangsung pada dekade kedua masa
kehidupan. Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun dan menurut undang-
undang No.4 remaja adalah sebelum mencapai usia 21 tahun (WHO, 2016). Usia
remaja dimulai antara usia 10-22 tahun (Santrock, 2016). Masa remaja merupakan
masa pertumbuhan hingga mencapai kematangan yang dimulai dengan perubahan
pubertas. Masa remaja terdiri atas tiga sub fase yaitu remaja awal (11-14 tahun),
remaja pertengahan (15-17 tahun), remaja akhir (18-20 tahun) (Wong, 2017).
10
11
Literatur sesuai
INKLUSI kriteria inklusi
(n=7)
Diagram 3.1 Diagram flow Seleksi literatur review hubungan fungsi afektif
keluarga dengan perilaku merokok pada remaja
13
Irma, R., & Susanti, S. S. (2016). Fungsi Keluarga Dengan Perilaku Merokok
Pada Remaja. Jim Fkep, 4.
Isnaniar, Nurlita, W., & Amaliah, R. (2019). Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Perilaku Merokok. Prosiding Sainstekes, 2.
Istyanto, F. and Maghfiroh, A. (2021) ‘Pengetahuan Sikap dan Perilaku Merokok
Pada Remaja’, Peran Mikronutrisi Sebagai Upaya Pencegahan Covif-19,
11, pp. 1–10.
Rahmawati, W., & Sodik, M. A. (2018). Perilaku Merokok Pada Remaja. Institut
Ilmu Kesehatan Strada Indonesia, 17.
Tantri, A., Fajar, N. A., & Utama, F. (2018). Hubungan Persepsi Terhadap
Peringatan Bahaya Merokok . Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 74-82.
(., 2019). A. (2019) ‘Perilaku Merokok Ditinjau dari Konformitas Teman Sebaya
dan Harga Diri pada Remaja di SMK IX Lurah Kota Jambi’, JIGC
(Journal of Islamic i1.22. Guidance and Counseling), 3(1), pp. 11–24. doi:
10.30631/jigc.v3
Lampiran 1
PEMBAHASAN
1. Gambaran Fungsi Afektif Keluarga di SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besarfungsi afektif keluarga di SMP Negeri 5
Ungaran masuk dalam kategori baik yaitu sebesar 76 orang (63,3%).
Menurut penelitian dari (Bibit Priyatin, 2009), apabila orang tua terlalu memberikan
kebebasan terahadap remaja tanpa pengendalian dan pengawasan yang tepat dapat berakibat
terjadinya tindakan yang menyimpang terhadap remaja, yaitu kebebasan tanpa diimbangi tanggung
jawab remaja sehingga remaja itu sendiri dapat
Mengabaikan pengendalian dan pengawasan dari orang tua.
Remaja yang memperolah dukungan sosial akan menyakini bahwa ia dicintai, dirawat,
dihargai, berharga, dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Bentuk-bentuk dukungan
sosial yang dapat diterima individu adalah dukungan secara emosional, dukungan instrumental,
dukungan informasi dan dukungan pertemanan (Sarafino, 2006).
Fungsi afektif diantaranya adalah menciptakan dan memelihara sebuah sistem saling asuh
(mutual nurturance) dalam keluarga, keseimbangan saling menghormati,pertalian (bonding) atau
kasih sayang (attachment), dan keterpisahan dan kepaduan(Friedman, 2010).
2. Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja di SMP Negeri 5 Ungaran Kabupaten
Semarang
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar memiliki perilaku merokok sedang, yaitu
sejumlah 46 orang (38,3%).
Merokok merupakan sebuah aktivitas yang menyenangkan bagi seseorang pecandu
rokok.Sebenarnya, kebiasaan merokok apalagi menjadi seorang pecandu rokok tidak muncul secara
langsung.Akan tetapi, perilaku meorkok tidak hanya sekedar kebiasaan, karena efek
ketergantungan terhadap zat yang terkandung dalam rokok.Hal inilah yang mebuat perilaku
merokok, bukan hanya sekedar dilihat dari tingkah lakunya tetapi juga dari sisi ketergantungannya
2
(Rochayati, 2015).
Menurut Cahanar dan Suhada (2006), bila tidak merokok akan merasa susah berkonsentrasi,
gelisah bahkan tidak jadi gemuk, sedangkan bila merokok akan merasa lebih dewasa dan bisa
timbul ide-ide atau inspirasi. Faktor-faktor psikologis dan fisiologis inilah yang banyak
mempengaruhi kebiasaan merokok dimasyarakat.
Dilihat dari jenis kelamin, remaja laki-laki lebih banyak melakukan perilaku kenakalan
(perilaku merokok) disebabkan karena remaja laki-laki lebih aktif secara motorik dan memiliki
pengendalian diri yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan (Fuadah, 2011).
Menurut Syamsu, (2010) sebagai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-
nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Siswa perempuan yang berada
didalam kelompok teman sebaya cenderung
untuk menyamakan kebiasaan dan budaya temannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum, Trilonggani, dan Nurhalinah (2011) juga
menunjukkan bahwa keluarga dengan fungsi afektif keluarga yang adekuat mampu menciptakan
hubungan baik dalam saling menghormati hak, kebutuhan, dan tanggung jawab sehingga remaja
terhindar dari kenakalan remaja salah satunya yaitu perilaku merokok.
3. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja di SMP
Negeri 5 Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang memiliki fungsi afektif keluarga kurang
baik dengan perilaku merokok sangat kuat yaitu sejumlah 15 siswa (34,1%). Hal ini disebabkan
karena.Peranan orang tua dalam mendidik anak sanat diperlukan didalam pembentukan perilaku
yag baik, apabila di lingkungan keluargnya merokok maka remaja tersebut juga akan mengikuti
kebasaan yang dilakukan oleh keluargnya.
Menurut penelitian (Eby, 2012), pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga juga
berpengaruh terhadap timbulnya perilaku menyimpang pada anak. Golongan usia remaja yang
rentan terpengaruh kebiasaan merokok ini salah satunya adalah berasal dari suasana rumah tangga
yang tidak bahagia, dimana sebagai orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya dan suka
memberikan hukuman secara fisik yang terlalu keras. Sehingga bagi keluarga yang pelaksanaan
peran dan fungsi afektifnya baik maka kemungkinan anaknya melakukan perilaku merokok dan
meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok sangat rendah. Semakin baik pelaksanaan peran
dan fungsi afektif keluarga akan semakin ringan derajat merokok yang dilakukan oleh
anaksebaliknya semakin kurang pelaksanaan peran dan fungsi afektif keluarga akan semakin berat
derajat merokok yang dilakukan.
Menurut Triswanto (2007), menjelaskan bahwa biasanya faktor yang paling besar anakusia
remaja merokok adalah dari kebiasaan orang tuanya sendiri sebagai figure taula dan bagi anak.
Sebagai contoh jika ada orang tua yang merokok kebanyakan anak akan mencontoh perilaku yang
dilakukan orang tuanya yaitu merokok.
Sedangkan siswa yang memiliki fungsi afektif keluarga baik dengan perilaku merokok
sedang yaitu sejumlah 35 siswa (46,1%). Adanya dukungan keluarga seperti perhatian orang tua
terhadap aktivitas anak, penerapan disiplin yang efektif, mendengarkan pendapat anak dan adanya
kasih sayang dari orang tuadapat menjadi pemicu anak untuk tidak melakukan perilaku
menyimpang seperti merokok.
Perlunya orang tua keluarga dalam memberikan pola asuh seperti fungsi afektif keluarga
kepada remaja dengan baik, dan diharapkan juga kasih sayang yang diberikan oleh orang tua ibu
dan bapak kepada anak tidak dibeda-bedakan. Fungsi afektif yang tidak baik akan berpengaruh
pada perilaku yang menyimpang dari remaja salah satunya adalah merokok (Marsito, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariska (2014) yang
melakukan penelitian tentang hubungan antara peran keluarga dengan perilaku merokok pada
remaja laki-laki kelas XI.Penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara peran keluarga dengan perilaku merokok pada remaaj laki-laki kelas XI di SMK
Tunas Bangsa Sukoharjo. Sumbangan efektif peran keluarga sebesar 23,6%.Hal tersebut berarti
2
terdapat 76,4% faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja selain peran
keluarga.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar remaja di SMP Negeri 5 Ungaran masuk dalam kategori baik dalam fungsi
afektif keluarga yaitu sebesar 76 orang (63,3%).
2. Sebagian besar remaja di SMP Negeri 5 Ungaran memiliki perilaku merokok sedang, yaitu
sejumlah 46 orang (38,3%).
3. Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan fungsi afektif keluarga dengan perilaku merokok pada remaja di SMP Negeri 5
Ungaran.
SARAN
1. Bagi Remaja
Remaja hendaknya lebih terbuka dalam berkomunikasi terhadap keluarga agar setiap remaja
yang menghadapi masalah dapat terselesaikan dengan baik dan tidak melampiaskan ke hal-hal yang
negatif seperti perilaku merokok.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dan memperhatikan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok selain fungsi afketif keluarga, seperti teman
sebaya dan pengaruh media massa, disarankan juga dapat menggunakan metode penelitian yang
berbeda sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih luas.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Instansi pendidikan hendaknya lebih meningkatkan perhatian dan pengawasan terhadap
perilaku remaja dan terus berupaya memberikan pendidikan moral yang dapat mengurangi perilaku
menyimpang salah satunya adalah merokok, sepertimenambahkan ekstrakurikuler yang dapat di
jadikan remaja sebagai tempat mengekspresikan dirinya
4. Bagi Pelayanan Kesehatan
Institusi pelayanan kesehatan hendaknya dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat khususnya remaja dengan lebih aktif melakukan promosi dan
pemberian konseling dalam perkumpulan atau kegiatan remaja mengenai berbagai bahaya dan
dampak dari merokok.
5. Bagi Keluarga
Dapat menjadi masukan untuk keluarga dalam memberikan fungsi afektif dengan
meningkatkan pemberian tindakan perhatian, kasih sayang, serta dukungan yang baik kepada
remaja sehingga dapat mengurangi perilaku merokok pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Cahanar dan Suhada, I. 2006. Makanan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Kompas.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2017. Rokok Ancam Kita dan Pembangunan. Di Unduh dari
:https://dinkesjatengprov.go.id [diakses pada 8/10/2018].
Eby, R. 2012.Hubungan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Derajat
Merokok Pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15 Tahun) di SMP N 3 Ungaran.Skripsi.
Semarang. Universitas Ngudi Waluyo. [Diakses pada 30/07/2019].
Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik. Edisi 5.Jakarta :
EGC.Fuadah, Maziyyatul. 2011. Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Meorokok Pada Mahasiswa Laki- Laki Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Angkatan
2009.Skripsi.Depok Universitas Indonesia.[Diakses pada 10/05/2019].
2
Kusumaningrum, Arie dkk. 2011. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap Kecerdasan
Emosional Remaja. Jurnal PSIK Fk Unsri, PSIK FK Unsri, Dinkes Ogan Ilir. [Diakses pada
10/05/2019].
Marsito, Junaiti Sahar, Mustikasari. 2009. Kontribusi Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku Remaja
Merokok Di Sma/Smk Kecamatan Gombong, Kebumen Jawa Tengah.Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 5(3), pp. 158– 173.[Diakses pada 8/10/2018].
Notoatmodjo. 2014. Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Priyatin, Bibit dkk. 2009. Pengaruh Fungsi Keluarga Terhadap Perilaku Merokok Remaja Di Desa
Waluyorejo Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, 5(1), pp. 11– 25.[Diakses pada 8/10/2018].
Rochayati, A.S., Hidayat, E. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja Di
Sekolah Menengah Kejuruan Kabupaten Kuningan. Jurnal Keperawatan Soedirman, 10(1),
pp. 1–12.[Diakses pada 8/10/2018].
Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA: John
Wiley & Sons.
2
Lampiran 2
ABSTRACT
Background: Inclusion of the dangers smoking and warning on the cigarette packages generate multiple views in
society, especially among teenagers, because teenagers are easily affected by something new, unique, and
interesting. The aim of study to know the perception of the dangers smoking and warning on the cigarette
packages of male teenagers about behavior smoking in Palembang.
Method: The method of this study is quantitative with cross sectional study. The population of this study is male
teenagers in Palembang are selected as the samples by using multistage random sampling. The data collection was
done through interview method by using questionnaire. The data analysis technique with multiple logistic
regression test.
Result: Statistics test showed that the variables associated with the smoking behavior was perceived susceptibility,
perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, and cues to actio), while the variable that was not
associated with the smoking behavior is variable self efficacy (p=0,734). The result multivariate analysis showed
that the variable that most influence on smoking behavior was length of perceived susceptibility.
Conclusion: The study concluded perceived susceptibility, perceived benefits, and perceived barriers are risks
factors for male teenagers about behavior smoking in Palembang. Attention from the family is needed to reduce
smoking behavior, especially among teenagers.
2
ABSTRAK
Latar Belakang: Pencantuman iklan peringatan bahaya merokok di kemasan rokok menimbulkan berbagai macam
pandangan di kalangan masyarakat terutama di kalangan remaja, karena remaja mudah terpengaruh terhadap
sesuatu yang baru, unik, dan menarik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi terhadap peringatan bahaya
merokok pada kemasan rokok dan hubunganya dengan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah
remaja laki-laki di Kota Palembang dengan sampel 125 responden yang dipilih menggunakan multistage random
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Teknik analisis data
dilakukan dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil Penelitian: Statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah
persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persespi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat untuk bertindak,
sementara variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku merokok adalah variabel efikasi diri. Hasil analisis
multivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku merokok adalah persepsi
kerentanan.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan persepsi keseriusan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan
merupakan risiko penyebab perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Perhatian dari keluarga sangat di
perlukan untuk mengurangi perilaku merokok terutama di kalangan remaja.
Alamat Koresponding: Afria Tantri, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih KM. 32, Indralaya
Indah Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, email : ms.afriatantri18@gmail.com
METODE
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini remaja laki-laki yang berada di
Kota Palembang. Sebanyak 125 responden
usia 10-19 tahun menjadi sampel dalam
penelitian ini. pengambilan sampel dengan
menggunakan teknik multistagerandom
sampling. Pengumpulan data penelitian
menggunakan kuesioner. Variabel dependen
dalam penelitian adalah perilaku merokok,
2
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Persepsi Remaja Laki-Laki terhadap Peringatan Bahaya dan Perilaku Merokok Remaja Laki-Laki di
Kota Palembang
Variabel N f (%)
Perilaku Merokok
Merokok 82 65,6
Tidak Merokok 43 34,4
Persepsi Kerentanan
Rendah 71 56,8
Tinggi 54 43,2
Persepsi Keseriusan
Rendah 68 54,4
Tinggi 57 45,6
Persepsi Manfaat
Rendah 75 60,0
Tinggi 50 40,0
Persepsi Hambatan
Rendah 56 44,8
Tinggi 69 55,2
Efikasi Diri
Rendah 91 72,8
Tinggi 34 27,2
Isyarat Untuk Bertindak
Rendah 66 52,8
Tinggi 59 47,2
2
Tabel 2.
Hubungan Persepsi terhadap Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok dengan Perilaku
Merokok pada Remaja Laki-Laki di Kota Palembang
Perilaku Merokok
Variabel p-value PR
Merokok Tidak Merokok n
% n% (95%CI)
2
Tinggi 15 18,3 39 90,7
Persepsi Keseriusan 0,000 5,5
Rendah 56 68,3 12 27,9 (2,469-12,541)
Tinggi 26 31,7 31 72,1
Persepsi Manfaat 0,001 3,6
Rendah 58 70,7 17 39,5 (1,703-8,019)
Tinggi 24 29,3 26 60,5
Persepsi Hambatan 0,000 9,6
Rendah 50 61,0 6 14,0 (3,653-15,418)
Tinggi 32 39,0 37 86,0
Efikasi Diri 0,734 1,2
Rendah 61 74,4 30 69,8 (0,555-2,853)
Tinggi 21 25,6 13 30,2
Isyarat Untuk Bertindak 0,050 2,2
Rendah 49 59,8 17 39,5 (1,068-4,827)
Tinggi 33 40,2 26 60,5
Tabel 3.
Hubungan Persepsi terhadap Peringatan Bahaya Merokok pada Kemasan Rokok dengan
Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki di Kota Palembang
Variabel Model
p-value Exp (B)
(95% CI)
Persepsi 0,000 25,421(7,402-
Kerentanan 87,304)
Persepsi 0,128 2,460(0,771-7,848)
Keseriusan
Persepsi 0,507 1,486(0,461-4,787)
Manfaat
Persepsi 0,011 4,958(1,454-16,905)
Hambatan
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara persepsi manfaat dengan perilaku
merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki tidak merasakan adanya
manfaat yang didapatkan setelah melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada
kemasan rokok sehingga mereka merokok sebesar 60,0%.
Berdasarkan analisis di lapangan, remaja laki-laki tidak merasakan manfaat dari
aturan pemerintan mengenai pencantuman gambar berbagai penyakit yang ada di kemasan
rokok, mereka merasa pengetahuan mereka tidak bertambah setelah melihat dan membaca
iklan tersebut karena mereka sudah mengetahuinya terlebih dahulu dan remaja laki-laki
akan tetap saja merokok karena merasa sudah ketagihan sehingga sulit untuk menjauhi
rokok. Sesuai degan sebuah teori yang menyatakan persepsi yang dirasakan responden
menyebabkan adanya perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh keyakinan mengenai
manfaat yang dirasakan untuk
mengurangi ancaman penyakit, manfaat yang dirasakan merujuk individu untuk beperilaku
mengurangi risiko penyakit dan manfaat yang dirasakan juga merujuk kepada penilaian
individu dalam berperilaku untuk mengurangi risiko.11
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan antara
persepsi manfaat yang dirasakan dari tindakan pencegahan pada pasien yang merokok di
Puskesmas Ciputat Tanggerang Selatan dan peneliti lain yang juga menyatakan terdapat
hubungan antara persepsi manfaat yang dirasakan dari tindakan perilaku pencegahan
hipertensi akibat rokok.18,19Remaja laki-laki dengan persepsi manfaat rendah, remaja laki-
laki merasa sudah menderita penyakit sebelum mereka merokok sehingga mereka tidak
memperdulikan iklan peringatan pada kemasan rokok tersebut. Seseorang cenderung akan
menerapkan suatu perilaku yang sehat ketika ia merasakan perilaku tersebut dapat
berdampak positif bagi kesehatannya begitupun sebaliknya.17
Hasil penelitian dengan uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara persepsi
hambatan dengan perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki
merasakan tidak adanya hambatan yang dirasakan untuk merokok setelah melihat dan
membaca iklan peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok sebesar 55,2%. Pada
penelitian ini remaja laki-laki dengan persepsi hambatan yang rendah, remaja laki- laki
tidak merasakan adanya rintangan atau penghalang untuk mereka merokok meskipun telah
melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada kemasan rokok.
Analisis lebih lanjut dari hasil pengamatan di lapangan, remaja laki-laki beranggapan
gambar berbagai penyakit yang ada di kemasan rokok bertujuan untukmenakut-nakuti para
perokok aktif agar mereka berhenti merokok dan remaja laki-laki tidak memperdulikan
setiap gambar penyakit yang ada di kemasan rokok karena mereka tidak mempercayai akan
gambar tersebut. Hambatan yang dirasakan ini termasuk suatu konsekuensi negatif yang
timbul ketika mengambil suatu tindakan tertentu termasuk tuntutan fisik, psikologis, dan
keuangan.20
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan antara
persepsi hambatan yang dirasakan responden dalam upaya berhenti merokok terhadap tipe
perilaku merokok.21Persepsi hambatan merupakan pandangan atau penilaian individu
mengenai ada atau tidak ada hambatan yang dirasakan setelah melihat dan membaca iklan
peringatan bahaya merokok tersebut.18
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku
merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Hasil analisis kuesioner remaja laki-laki
meyakini anak-anak yang terpapar asap rokok akan berbahaya bagi kesehatan mereka dan
penyakit akibat rokok yang tertera di kemasan rokok akan di derita oleh responden yang
belum merokok dalam jangka waktu yang lama. Efikasi diri mempengaruhi seberapa besar
usaha seseorang saat akan mencoba sesuatu hal yang baru dalam mengatasi masalah yang
muncul.22
Penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara keyakinan terhadap kemampuan diri untuk berhenti
merokok.23 Pada penelitian ini kemampuan diri remaja laki-laki tinggi, remaja laki-laki
memiliki keyakinan yang kuat untuk tidak merokok karena sudah jelas jika merokok
berbahaya bagi kesehatan. Efikasi diri berupa keyakinan seseorang dapat berhasil
mengeksekusi perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan suatu tindakan.18
Semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi perilaku sehat, jika perilaku sehat
subjek tinggi artinya subjek tidak melakukan perilaku berisiko terhadap kesehatan. 22Remaja
laki-laki merasa memiliki kemampuan diri yang baik dalam menanggapi gambar bahaya
merokok yang ada pada kemasan rokok sehingga membuat remaja laki-laki tidak merokok.
Hal ini disebabkan oleh berbagai aspek, perilaku tersebut dipengaruhi oleh tiga komponen
yaitu sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku.24
Niat berperilaku dalam penelitian ini meliputi sikap responden setelah melihat dan
membaca iklan bahaya merokok pada kemasan rokok, responden masih ragu terhadap
dampak yang akan terjadi jika merokok dapat dilihat dari kuesioner dimana responden ragu
tidak akan terkena dampak penyakit akibat merokok karena baru merokok. Norma subjektif
berupa hak pribadi responden untuk menentukan apa yang akan dilakukan, dimana
responden akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya,
dalam hal ini responden memiliki kepercayaan yang tinggi sehingga memutuskan untuk
tidak merokok. Persepsi kontrol perilaku berupa pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, dalam hal ini responden memiliki kemampuan untuk tidak
merokok karena responden merasa biasa saja setelah melihat dan membaca iklan bahaya
merokok pada kemasan rokok.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara isyarat untuk bertindak dengan
perilaku merokok remaja laki-laki di Kota Palembang. Remaja laki-laki akan melakukan
suatu tindakan setelah melihat dan membaca iklan bahaya merokok pada
kemasan rokok sebesar 52,8%. Isyarat untuk bertindak berpengaruh terhadap ancaman
penyakit, sehingga responden yang menyatakan besarnya ancaman yang dirasakan
mempengaruhi dorongan untuk melakukan sesuatu, berupa strategi untuk meningkatkan
kesadaran, strategi untuk mengaktifkan kesiapan, dan sebagai sistem pengingat yang
tepat.20
Teori ini sesuai dengan fakta di lapangan, dapat dilihat dari analisis kuesioner
responden tidak takut untuk merokok meskipun telah dipasang gambar penyakit pada
kemasan rokok, dan responden tidak akan berhenti merokok walaupun pemerintah telah
mencantumkan penyakit akibat merokok pada kemasan rokok. Isyarat untuk bertindak
berupa sumber darimana individu mendapatkan informasi mengenai masalah kesehatan
yang terjadi.25Informasi berupa media iklan pada kemasan rokok sebagai faktor yang
mempengaruhi persepsi. Media yang dapat mempengaruhi persepsi ancaman responden
yang kemudian memiliki niatan untuk mengubah perilaku adalah media yang mempunyai
tingkat kejelasan, keseraman, dan informatif yang baik.10
Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh positif
peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok terhadap motivasi perokok untuk
berhenti merokok dan penelitian lain yang juga menyatakan mahasiswa berniat untuk
mengurangi konsumsi rokok setelah melihat gambar peringatan yang ada di kemasan
rokok.10,26 Isyarat untuk bertindak dapat dipengaruhi dari isyarat internal dan eksternal. 15
Isyarat internal mencakup isyarat untuk bertindak yang berasal dari dalam diri individu.
Isyarat eksternal mencakup tindakan dan informasi dari orang lain, dalam hal ini iklan
bahaya merokok yang terdapat di kemasan rokok dinilai efektif karena langsung
menunjukkan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat dari perilaku merokok, tetapi
komposisi iklan bergambar merokok masih belum mampu membuat responden untuk tidak
ABSTRAK PENDAHULUAN
Pola asuh orangtua adalah suatu
keseluruhan interaksi orangtua dan anak, Remaja (Adolesecent) merupakan
dimana orangtua yang memberikan periode kritis peralihan dari anak menjadi
dorongan bagi anak dengan mengubah dewasa. Secara psikososial, pertumbuhan
tingkah laku anak. (Tridhonanto, 2014). pada masa remaja (adolescent) dibagi dalam
Perilaku merupakan respon atau reaksi 3 tahap yaitu early, middle, dan late
seseorang terhadap stimulus (rangsangan adolescent. Batasan usia untuk remaja
dari luar).(Skinner (1938) dalam Indonesia adalah 11-24 tahun. Masa remaja
Notoatmodjo (2007). Tujuan penelitian awal merupakan masa transisi, dimana
adalah untuk mengetahui Hubungan Pola usianya berkisar antara 13-16 atau 17 tahun
Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Merokok dan akhir masa remaja dari 16 atau 17-18
Pada Remaja di SMK PGRI Pekanbaru. tahun (Batubara, 2010). Remaja merupakan
Jenis penelitian yang digunakan adalah kelompok tertinggi yang rentang terhadap
pengaruh iklan, baik media massa (cetak sosial atau perilaku seorang anak.Keluarga
dan elektronik) maupun papan iklan juga dapat memberikan dasar pembentukan
dipinggir jalan (Biilboard). Sekitar 86% tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan
remaja di dunia menghisap satu jenis merek kepada anak di lingkungan sosial(Kartono,
rokok yang paling sering diiklankan, 2010).
terutama televisi sedangkan orang dewasa Menurut Riskesdas 2010, umur
hanya 30% yang memilih jenis rokok yang pertama kali merokok pada usia 10-14 tahun
sama meskipun kemungkinannya mereka sebesar 9,6%, pada usia 15-19 tahun sebesar
lebih sering menyaksikan iklannya 36,3%. DataRiset Kesehatan Dasar tahun
dibandingkan remaja (Kurniawan, 2012). 2011 menyebutkan bahwa penduduk
Merokok merupakan kebiasaan berumur di atas 10 tahun yang merokok
remaja yang sulit dihindari, kebiasaan sebesar 29,2% dan angka tersebut meningkat
merokok pada remaja dipengaruhi oleh sebesar 34,7% pada tahun 2012
berbagai faktor, antara lain masa untukkelompok umur di atas 15 tahun .
perkembangan anak mencari identitas diri Sedangkan Data Riskesdas tahun 2013
dan selalu ingin mencoba hal baru yang ada menunjukkan sebanyak 18% remaja berumur
di lingkungannya. Oleh karena itu, keluarga 10-14 tahun dan 55,4% remaja umur 15-19
dan teman sebaya adalah orang-orang yang tahun saat ini merokok(Wijaya, 2016).
akan sangat mempengaruhi kebiasaaan Proporsi perokok di Riau tahun 2007-2013
remaja. Jika orang tua dan teman sebaya yaitu 24,2 %, dengan proporsi perokok setiap
merokok, maka sangat memungkinkan hari pada usia 15-19 tahun yaitu 8,5% dan
untuk diikuti remaja (Poltekkes Depkes RI, perokok kadang-kadang sebesar 5,8%.
2010). Perilaku merokok seorang remaja Adapun kota Pekanbaru memiliki proporsi
dipengaruhi oleh peran keluarga seperti kebiasaan merokok perokok setiap hari pada
pola asuh orang tua, dimana peran ibu penduduk umur ≥ 10 tahun sebesar 19,4%
dalam keluarga adalah sebagai pendidik, dan perokok kadang-kadang 5,1%
teladan, sedangkan peran ayah (Alamsyah Agus,2016).
berpartisipasi dalam pendidikan anak. Jika Hasil survey awal yang dilakukan
dalam keluarga remaja ada yang merokok, peneliti di SMK PGRI Pekanbaru pada
maka remaja akan meniru dan melakukan tanggal 7 Agustus 2018 menunjukkan bahwa
hal yang sama seperti yang dilakukan oleh dari 10 responden yang dilakukan penelitian
keluarganya (Aryani, 2010). bahwa ke 10 responden terdapat 5 orang
Pada dasarnya pola asuh dapat (50%) yang berada dalam pola asuh
diartikan sebagai seluruh cara perlakuan demokratis, 5 orang (50%) yang berada
orang tua yang diterapkan pada anak. pola dalam pola asuh otoriter, tidak ada yang
asuh orang tua kepada anak dan remaja berada dalam pola asuh permisif, 8 orang
adalah salah satu faktor yang signifikan (80%) yang merokok, 2 orang (20%) yang
turut membentuk perilaku dan karakter tidak merokok, 7 orang (70%) yang orang
seorang anak, hal ini didasari bahwa tuanya merokok, dan 3 orang (30%) yang
pendidikan dalam keluarga merupakan orang tuanya tidak merokok.
pendidikan yang utama bagi anak, dan pola
asuh orang tua merupakan interaksi sosial A. Konsep Pola Asuh Orang Tua
awal untuk mengenalkan anak pada 1. Definisi Pola Asuh Orang Tua
peraturan, norma, dan nilai yang berlaku di Pola asuh merupakan pola interaksi
masyarakat. Pola asuh orang tua dibagi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana
menjadi tiga tipe, yaitu otoriter, demokratis, cara sikap atau perilaku orang tua saat
dan permisif ( Agus, 2012 ). Pola asuh berinteraksi dengan anak, termasuk cara
sangat mempengaruhi peran dan fungsi penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma,
keluarga. Pengaruh keluarga dalam memberikan perhatian dan kasih sayang serta
pembentukan dan perkembangan menunjukkan sikap dan perilaku baik
kepribadian anak sangat besar dimana anak sehingga dijadikan panutan bagi anaknya
tidak bertindak sehendak hati dan mampu (Theresia,2009). Pola asuh adalah salah satu
mengendalikan diri dalam berinteraksi faktor yang secara signifikan turut
membentuk perilaku dan karakter seorang anak, tidak berharap yang berlebihan
anak, hal ini didasari bahwa pendidikan yang lebih melampaui kemampuan anak,
dalam keluarga merupakan pendidikan yang (f) memberikan kebebasan kepada anak
utama dan pertama bagi anak, yang tidak untuk memilih dan melakukan suatu
bisa digantikan oleh lembaga pendidikan tindakan, (g) pendekatannya kepada
manapun (Agus, 2012). Pola asuh orangtua anak bersifat hangat.
adalah suatu keseluruhan interaksi orangtua
dan anak, dimana orangtua yang
memberikan dorongan bagi anak dengan b. Pola asuh Otoriter
mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan Gaya yang membatasi, menghukum,
nilai–nilai yang dianggap paling tepat bagi memandang pentingnya kontrol dan
orangtua agar anak bisa mandiri, tumbuh kepatuhan tanpa syarat.Orang tua mendesak
serta berkembang secara sehat dan optimal, anak untuk mengikuti arahan dan
memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat menghormati pekerjaan dan upaya
rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi mereka.Cenderung tidak bersikap hangat
untuk sukses (Tridhonanto, 2014). kepada anak.Anak dari orang tua otoriter
2. Bentuk Pola Asuh seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder
Menurut Baumrind (dalam papalia, 2008), ketika membandingkan diri dengan orang
terdapat 3 macam pola asuh orang tua : lain, tidak mampu memulai aktifitas,
a. Pola Asuh Demokratis memiliki kemampuan komunikasi yang
Pola asuh demokratis adalah pola lemah (Papalia, 2008). Menurut Depkes
asuh yang memprioritaskan kepentingan Jakarta I (2012), sikap orangtua yang otoriter
anak, akan tetapi tidak ragu-ragu dimana mau menang sendiri, selalu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan mengatur, semua perintah harus diikuti tanpa
pola asuh ini bersikap rasional, selalu memperhatikan pendapat dan kemauan anak,
mendasari tindakannya pada rasio atau akan sangat berpengaruh pada perkembangan
pemikiranpemikiran.Bersikap realistis kepribadian remaja. Ia akan berkembang
terhadap kemampuan anak, tidak berharap menjadi penakut, tidak memiliki rasa percaya
yang berlebihan yang melampaui diri, merasa tidak berharga, sehingga proses
kemampuan anak.Memberikan kebebasan sosialisasi menjadi terganggu. Oleh karena
kepada anak untuk memilih dan melakukan itu Tridhonanto (2014) menjelaskan ciri-ciri
suatu tindakan, dan pendekatannya kepada pola asuh otoriter, yaitu : (a) anak harus
anak bersifat hangat. tunduk dan patuh terhadap kehendak
Sedangkan menurut Tridhonanto orangtua, (b) pengontrolan orangtua terhadap
(2014), pola asuh demokratis adalah pola perilaku anak sangat ketat, (c) anak hampir
asuh orangtua yang menerapkan perlakuan tidak pernah mendapatkan pujian, (d)
kepada anak dalam rangka membentuk orangtua tidak memberikan kompromi dan
kepribadian anak dengan cara komunikasi hanya bersifat satu arah.
memprioritaskan kepentingan anak yang c. Pola asuh Permisif
bersikap rasional atau Universitas Sumatera Gaya pengasuhan dimana orang tua
Utara pemikiran-pemikiran. Dengan ciri- sangat terlibat dengan anak, namun tidak
ciri yakni: terlalu menuntut atau mengontrol.
a) anak diberi kesempatan untuk mandiri Membiarkan anak melakukan apa yang
dan mengembangkan kontrol internal, mereka inginkan. Anak menerima sedikit
(b) anak diakui sebagai pribadi oleh bimbingan dari orang tua, sehingga anak sulit
orangtua dan turut dilibatkan dalam dalam membedakan perilaku yang benar atau
pengambilan keputusan, (c) tidak.Serta orang tua menerapkan disiplin
menerapkan peraturan serta mengatur yang tidak konsisten sehingga menyebabkan
kehidupan anak, (d) memprioritaskan anak berperilaku agresif.Anak yang memiliki
kepentingan anak, akan tetapi ragu- orang tua permissive kesulitan untuk
ragu mengendalikan mereka, (e) mengendalikan perilakunya, kesulitan
bersikap realistis terhadap kemampuan berhubungan dengan teman sebaya, kurang
mandiri dan kurang eksplorasi (Parke & melawan arus terhadap lingkungan
Gauvain, 2009). Menurut Tridhonanto sosial.Biasanya pola asuh ini disebabkan oleh
(2014), pola asuh permisif adalah pola asuh kekhawatiran orangtua.Orangtua khawatir
orangtua pada anak dalam rangka kemudian secara sadar atau tidak membuat
membentuk kepribadian anak dengan cara anak mengalami pembatasan ruang gerak,
memberikan kesempatan pada anaknya mengalami pengekangan kreativitas dan
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan pembunuhan rasa ingin tahu (Aprilianto,
yang cukup darinya. Pola asuh permisif 2007).
memiliki ciri-ciri yakni: (a) orangtua c. Dampak positif pola asuh permisif.
bersikap acceptance tinggi namun kontrol Orangtua akan lebih mudah mengasuh
rendah, anak diizinkan membuat keputusan anak karena kurangnya kontrol terhadap
sendiri dan dapat berhak sendiri (b) anak. Bila anak mampu mengatur seluruh
orangtua memberikan kebebasan kepada pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan
anak untuk Universitas Sumatera Utara baik, kemungkinan kebebasan yang
menyatakan dorongan atau keinginannya, diberikan oleh orangtua dapat
(c) orangtua kurang menerapkan hukuman dipergunakan untuk mengembangkan
pada anak, bahkan hampir tidak kreativitas dan bakatnya, sehingga ia
menggunakan hukuman. menjadi seorang individu yang dewasa,
3. Dampak Pola Asuh Terhadap Perilaku inisiatif, dan kreatif (Dariyo, 2007).
Merokok Artinya, dampak positif akan tergantung
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada bagaimana anak menyikapi sikap
berdampak positif dan negatif, yaitu : orangtua yang permisif.
a. Dampak positif pola asuh demokratis. Dampak negatif pola asuh permisif. Anak
Anak akan lebih kompeten akan tumbuh menjadi remaja yang tidak
bersosialisasi, mampu bergantung pada terkontrol. Anak memiliki kesempatan untuk
dirinya sendiri dan bertanggung jawab melakukan hal-hal yang berkaitan dengan
secara sosial. Anak pun memiliki pergaulan bebas yang pada akhirnya
kebebasan berpendapat dan kebebasan merugikan pihak anak dan orangtua. Dampak
untuk mengembangkan kreatifitas. negatif pola asuh ini juga akan membuat
anak memiliki kemampuan komunikasi yang
Orangtua pun akan tetap membimbing
buruk.
anak dan mempertimbangkan semua
METODE PENELITIAN
pendapat-pendapat anak(King, 2014).
Dampak negatif pola asuh Desain penelitian ini adalah cross
demokratis.Walaupun pola asuh demokratis Sectional , yaitu suatu penelitian untuk
lebih banyak memiliki dampak positif, mempelajari dinamika korelasi antara faktor
namun terkadang juga dapat menimbulkan dan resiko dengan efek dengan cara
masalah apabila anak atau orangtua kurang pendekatan, observasi atau pengumpulan
memiliki waktu untuk berkomunikasi. data sekaligus pada satu saat itu juga
b. Dampak positif pola asuh otoriter. Pola (Notoatmodjo, 2005). Populasi adalah
asuh ini lebih banyak memiliki dampak keseluruhan obyek penelitian atau obyek
negatif. Anak akan lebih disiplin karena yang akan dilakukan penelitian
orangtua bersikap tegas dan memerintah. (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan defenisi
Orangtua pun akan lebih mudah di atas, populasi dalam penelitian ini adalah
mengasuh anak karena anak takkan siswa kelas X SMK PGRIPekanbaru dengan
memiliki masalah di bidang pelajaran jumlah sebanyak 442 Siswa. Sampel adalah
dan tidak akan terjerumus ke dalam bagian dari populasi yang dipilih dengan
kenakalan remaja atau pergaulan bebas. metode sampling tertentu untuk bisa
Dampak negatif pola asuh otoriter.Menurut memenuhi atau mewakili populasi
Dariyo (2007) anak yang didik dengan pola (Nursalam, 2008). Teknik pengambilan
asuh otoriter cenderung tumbuh sampel pada penelitian ini adalah simple
berkembang menjadi pribadi yang suka random sampling yaitu pengambilan sampel
membantah, memberontak dan berani dengan cara acak dengan memperhatikan
strata yang ada dalam anggota populasi dilkukan agar diketahui adakah hubungan
berdasarkan proporsi jumlah di masing- antara pola asuh orang tua dengan perilaku
masing kelas menggunakan cara undian merokok pada remaja. Pada penelitian ini
(Notoatmodjo, 2005). menggunakan SPSS (Statistical Product And
Pengumpulan data adalah proses Service Soluttion) menggunakan dengan uji
pendekatan kepada subjek yang diperlukan statistik chi square. Apabila di dapatkan hasil
dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). p value ≤ 0.05, maka dapat di katakan
Proses pengumpulan data dilakukan terdapat hubungan antara variabel
ditempat penelitian dengan prosedur independen dengan variabel dependen, jika
sebagai berikut: dalam penelitian ini di dapatkan hasil p-value > 0,05, maka dapat
instrumen yang digunakan adalah dengan di katakan tidak terdapat hubungan antara
kuesioner, Kuesioner merupakan suatu alat variabel independen dengan variabel
pengumpul data dengan cara memberikan dependen.
daftar pertanyaan kepada responden untuk
selanjutnya responden bisa memberikan PEMBAHASAN
jawaban atas pertanyaan tersebut (Arikunto,
2006). Pengumpulan data dilakukan untuk Berdasarkan penelitian yang dilakukan
mengetahui adakah hubungan pola asuh pada tangal 29-30 November 2018 di SMK
orang tua dengan perilaku merokok pada PGRI Pekanbaru, dari 100 responden dapat
remaja di SMK PGRI Pekanbaru, adapun diperoleh data-data mengenai pola asuh
jenis pertanyaan yang digunakan adalah orang tua dengan perilaku merokok pada
pertanyaan tertutup yang berbentuk remaja sebagai berikut :
Dichotomous Choice. Dalam pertanyaan ini No Kategori Frekuensi Persen
hanya disediakan 2 jawaban/ alternatif dan tase
A Kategori Umur
responden hanya memilih satu diantaranya Responden
(Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini 1 16 26 32,1
menggunakan metode kuantitas, yaitu 2 17 32 39,5
mengolah data yang berbentuk angka, baik 3 18 14 17,3
sebagai hasil pengukuran maupun hasil 4 19 9 11,1
konveksi (Chandra, 2008). B Pola Asuh Orang f %
Tua
1. Analisa Univariat 1 Demokratis 53 65,5
Analisa ini bertujuan untuk 2 Otoriter 18 22,2
mempermudah interprestasi data ke dalam 3 Permisif 10 12,3
bentuk tabel dan uraian dalam bentuk teks C Jumlah Rokok f %
untuk mendapatkan gambaran tentang yang dikonsumsi
dalam sehari
distribusi frekuensi dari semua tabel baik
1 1 batang 17 21,0
independen maupun dependen. Analisa 2 2batang 26 32,1
univariat dilakukan terhadap tiap variabel 3 3batang 38 46,9
satu persatu. Setelah hasil analisa univariat D Orang Tua F %
didapatkan barulah data di analisa Responden yang
Merokok
menggunakan analisa bivariat.
1 Ya 58 71,6
2. Analisa Bivariat 2 Tidak 23 28,4
Analisa bivariat adalah analisis yang E. Usia Awal F %
digunakan untuk mencari/mengetahui Responden
adanya hubungan antara dua variabel, yaitu Merokok
1 13 11 13,6
variabel independen dan dependen. 2 14 14 17,3
Variabel independen dalam penelitian ini 3 15 26 32,1
adalah pola asuh orang tua sedangkan 4 16 20 24,7
dependen yaitu perilaku merokok pada 5 17 9 11,1
remaja. Analisa ini dilakukan dengan 6 18 1 1,2
membuat tabel silang antara variabel, data
yang diolah menurut masing masing item
indikator pola asuh orang tua, hal ini
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan orang tua dalam kategori demokratis. Pola
Perilaku Merokok Pada Remaja asuh orang tua tidak mempunyai hubungan
Bedasarkan hasil penelitian yang yang signifikan dengan perilaku merokok
dilakukan peneliti pada bulan November remaja dengan p=0,492, artinya seperti apa
2018 di SMK PGRI Pekanbaru dengan pola asuh orang tua tidak mempengaruhi
judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua perilaku merokok remaja. Sehingga dapat
dengan Perilaku Merokok diasumsikan bahwa perilaku merokok remaja
tidak selalu berhubungan dengan pola asuh
Pada Remaja’’, di dapatkan hasil dari yang diterapkan karena banyak faktor yang
53 (65,4%) yang berada di pola asuh dapat mempengaruhi peningkatan perilaku
demokratis dengan 34 (30,2%) yang merokok pada remaja. Alasan pertama Yang
melakukan perilaku merokok dengan mendorong perilaku merokok remaja
jumlah 3 batang rokok dalam sehari. yaitupola asuh orang tua. Pada deskripsi data
Menurut hasil yang diperoleh dari penelitian diketahui responden paling banyak
penelitian ini dari 81 responden terdapat memiliki pola asuh yang demokratis. Namun
pola asuh demokratis dengan 12 responden dari hasil penelitian pola asuh orang tua
yang merokok sebanyak 1 batang, 17 dengan perilaku merokok tidak mempunyai
responden merokok dengan 2 batang, 34 hubungan yang signifikan.
responden merokok dengan 3 batang, pola Alasan kedua yaitu dipengaruhi oleh
asuh otoriter dengan 4 responden yang teman sebaya. Berbagai fakta
merokok sebanyak 1 batang, 3 responden mengungkapkan bahwa semakin banyak
yang merokok sebanyak 2 batang, 11 remaja merokok maka semakin besar
responden yang merokok dengan 3 batang, kemungkinan teman-temannya adalah
pola asuh permisif dengan 1 responden perokok juga dan demikian sebaliknya. Masa
yang merokok sebanyak 1 batang, 6 remaja dianggap sebagai masa pencarian
responden yang merokok sebanyak 2 identitas diri. Pada periode ini pergaulan
batang, 3 responden yang merokok terhadap kelompok sebaya memiliki peran
sebanyak 3 batang, dan berdasarkan penting bagi remaja. Alasan ketiga adalah
statistik tidak terdapat hubungan yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Orang
signifikan antara hubungan pola asuh orang mencoba merokok karena alasan ingin tahu
tua dengan perilaku merokok pada remaja, atau ingin melepaskan diri dari beban
yang dibuktikan dengan nilai p-value >0,05 diri/stress. Begitupula yang terjadi pada diri
yaitu 0,212. remaja, dengan tuntutan belajar yang
Hasil penelitian diatas sesuai dengan dianggap berat remaja cenderung ingin
penelitian yang dilakukan oleh Desi Tri melepaskan diri dari beban diri ataupun stres
Wulandari (2011), didapatkan bahwa dari oleh karena tuntutan belajar tersebut. Selain
29 responden (80,5%) memiliki pola asuh itu ada pula tuntutan orangtua yang dirasakan
orangtua dalam kategori demokratis , dan oleh remaja sehingga membuat remaja
tidak terdapat hubungan yang signifikan cenderung menjadikan beban berat. Hasil
antara pola asuh orang tua dengan perilaku penelitian ini juga didukung oleh penelitian
merokok paa remaja dengan nilai p=0,479. Ardhiansyah, dkk (2016) yang mendapatkan
Hasil penelitian ini juga didukung dengan penerapan pola asuh orangtua di Dusun Jetis
penelitian yang dilakukan oleh Ramona Desa Wotanngare Kecamatan Kalitidu
Hotnida Sari Nasution (2017), didapatkan Kabupaten Bojonegoro tidak terdapat
bahwa dari51responden (51%) memiliki hubungan antara pola asuh orang tua dengan
pola asuh orang tuadalam kategori perilaku merokok pada remaja. Hal ini
demokratis , dan tidak terdapat hubungan dikarenakan selain dipengaruhi pola asuh
yang signifikan antara pola asuh orang tua orangtua, dapat juga dipengaruhi teman
dengan perilaku merokok paa remaja sebaya, iklan rokok, kepribadian remaja.
dengan nilai p=0,588. Penelitian ini Dimana mayoritas remaja memiliki
sebanding dengan penelitian Ida Nurjayanti kepribadian introvet yang cenderung tertutup
(2011), mendapatkan sebagian besar remaja maka remaja akan cenderung memilih untuk
19 responden (53,0%) memiliki pola asuh menyimpan permasalahan yang dialami,
tidak tertarik menceritakan kepadaorangtua Tentang Seks Dan Perilaku Seks Remaja
sehingga mengalihkan pikiran maupun Awal Pada Siswa Di SMP Semarang.
permasalahan dengan merokok. Dalam hal http://jurnal.abdihusada.ac.id. Diakses
ini dapat disimpulkan bahwa pola asuh tanggal 6 Desember 2014.
orang tua tidak selalu menjadi faktor yang Papalia, D. E., Wendkos, S., & Feldman,
mempengaruhi aktivitas remaja dalam R. D.(2008). Human development.
merokok, terdapat banyak faktor yang
menyebabkan remaja merokok, remaja Jakarta: Kencana. Parke, R.D., & Gauvain,
tetap akan melakukan aktivitas merokok M.(2009). Child psychology a
meskipun dengan pola asuh demokratis contemporary viewpoint. 7th. New York
yang dianggap paling baik diterapkan oleh
orang tua. Sanjiwani, N.L.,& Budisetyani,I.G. (2014).
KESIMPULAN
Pola Asuh Permisif Ibu Dan
Berdasarkan hasil penelitian yang
Perilaku Merokok Pada Remaja
dilakukan dengan cara menyebarkan
kuisioner yang berisikan pernyataan pola Laki-laki Di SMA Negeri I
asuh dan perilaku merokok dapat Semarapura.
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan http://repository.ac.id/bitstrea
antara pola asuh orang tua dengan perilaku m/123456789/33659/5/Chapte
merokok pada remaja. Diharapkan orang
tua sebaiknya menerapkan komunikasi r%201.pdf. Diakses tanggal 12
terbuka dengan remaja terkait tindakan Januari 2015.
perilaku meroko
Santrock, J.W.(2003). Adolescent. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Erlangga.
* yulia_s.kepns@yahoo.co.id
between family affective functions and
smoking behavior in adolescents in
ABSTRAK Pidodokulon village. Research design using
Fungsi afektif keluarga adalah fungsi cross-sectional descriptive. The sample of this
internal keluarga, kegagalan menjalankan study were all adolescents who were active
fungsi ini akan timbul masalah seperti smokers in Pidodokulon Village as many as
perceraian, kenakalan pada anak seperti 115 adolescents, sampling techniques using
merokok, minum-minuman keras dan lain- a total sample. This research tool uses a
ain. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui questionnaire that has been tested for
hubungan antara fungsi afektif keluarga validity and reliability. Univariate analysis
`dengan perilaku merokok pada remaja di used frequency percentage distribution and
desa Pidodokulon. Desain penelitian tendency central. Bivariate analysis using the
menggunakan deskriptifcross-sectional. Rank Spearman test. The results of the study
Sampel penelitian ini adalah semua remaja showed that the majority were mild and
perokok aktif di Desa Pidodokulon moderate smokers as many as 75 (68%),
sebanyak 115 remaja, tehnik pengambilan heavy smokers were 40 (34.8%). The majority
sampel menggunakan total sampling. Alat of the family affective function is as much as
penelitian ini menggunakan kuesioner yang 65 (56.5%) while the affective function is less
sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. than 50 (43.5%). Bivariate analysis using
Analisis univariat menggunakan distribusi Spearman rank statistical test obtained
presentase frekuensi dan tendency central. value-value = 0.157 (p> 0.05) which means
Analisis bivariat menggunakan uji statistic there is no relationship between affective
Rank Spearman. Hasil penelitian functions of the family and teen smoking
didapatkan data mayoritas adalah perokok behavior. It is expected that adolescents can
ringan dan sedang sebanyak 75 (68%), reduce or stop smoking and parents as the
perokok berat sebanyak 40 (34,8%). Fungsi first environment of adolescence can provide
afektif keluarga mayoritas baik sebanyak 65 an example to adolescents, especially healthy
(56,5%) sedangkan fungsi afektif kurang living behavior.
baik sebanyak 50 (43,5%). Analisa bivariat
menggunaka uji statistik rank spearman Keywords: adolescence; family affective
didapatkan nilaip-value = 0,157 ( p > 0,05 ) function; smoking behaviorPENDAHULUAN
yang berarti tidak ada hubungan
Masa remaja adalah masa dimana seorang
anak sedang berada dalam pencarian jati
dirinya, ingin mengenal siapa dirinya
RELATIONSHIPBETWEEN FAMILY sebenarnya, remaja biasanya akan mencoba
AFFECTIVE FUNCTION AND sesuatu hal yang baru dalam hidupnya
SMOKING BEHAVIOR IN
ADOLESCENT
ABSTRACT
The affective funtion of the family is an
internal function of the family, failure to
carry out this function will result in
problems such as divorce, delinquency in
children such as smoking, drinking and
others. To determine the relationship
(Rice & Dolgin, 2008). Masa remaja merupakan remaja meliputi perubahan perkembangan fisik,
periode masa perubahan, masa usia kognitif, kepribadian dan psikososial (Krori,
bermasalah, perubahan yang terjadi pada 2011). Masa remaja
sebagai periode pelatihan yang bukan lagi fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, fungsi
sebagai masa kanak-kanak tetapi belum reproduksi dan fungsi perawatan
cukup dianggap sebagai orang dewasa,
keadaan tersebut membuat remaja
mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilakunya (Hurlock,
2011).
Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga
aspek, yakni fisik, psikis dan sosial,
ketiga aspek tersebut akan tetapi sulit
untuk ditarik garis yang tegas batas-
batasannya secara lebih terinci, perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi
dari berbagai gejala kejiwaan seperti
pengetahuan, keinginan kehendak, minat,
motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2012).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan
pendekatan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Desa
Pidodokulon Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal berjumlah 224 remaja dengan rentang
umur 12 tahun sampai 18 tahun, dari jumlah tersebut didapatkan 115 remaja yang merokok
dan 109 remaja tidak merokok. Sampel penelitian ini adalah semua remaja di Desa
Pidodokulon yang merokok aktif sejumlah 115 remaja.
Tabel 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n=115)
Usia Mean ± SD Min-Maks CI 95%
Remaja 16,13 1,636 12-18 16,38
Tabel 2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan (n=115)
Karakteristik Responden f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 112 97,4
Perempuan 3 2,6
Pendidikan
Tidak sekolah 4 3,5
SD 1 0,9
SMP 40 34,8
SMA 70 60,9
Tabel 3.
Fungsi Afektif Keluarga dan Fungsi Afektif Keluarga (n=115)
Variabel F %
Fungsi afektif keluarga
Baik 65 56,5
Kurang baik 50 43,5
Perilaku merokok
Ringan dan Sedang 75 65,2
Berat 40 34,8
Tabel 4.
Hubungan Antara fungsi Afektif Keluarga dengan Perilaku Merokok Remaja (n=115)
Perilaku merokok
Fungsi afektif keluarga r = 0,133
p = 0,157 (> 0,005)
n = 115
Sukendro, S. (2007).FilosofiRokok.
EDUKATIF: JURNAL
ILMU PENDIDIKAN
Rinda Fithriyana1
Abstrak
Abstract
Adolescence is a time when an individual experiences transfer
from one stage to the next and experiences changes in both
emotions, body, interests, behavior patterns and is also full of
problems. The problem that often occurs in adolescence is
promiscuity. One of the causes of promiscuity in adolescents is
the affective function of the family. The purpose of this study
was to determine the relationship between family affective
functions of promiscuity in adolescents. The research design
used was descriptive analytic with cross sectional approach. This
research was conducted at MTS Nurul Hasanah Tanggayun with
a sample of 147 people. The sampling technique used is total
sampling. Analysis of the data used is Univariate Analysis and
Bivariate Analysis with Chi Square test. The results of the study
were processed using the Chi Square test and obtained P value
0.006 <0.05 with a value of OR 2,826, which means there is a
relationship between the affective function of the family and
adolescent free association. The results of the study are
expected to be an input for educational institutions to be able to
pay attention to adolescent relationships in their school
environment.
Corresponding author :
Address : Jl. Tuanku Tambusai No. 23 Bangkinang
2656-8063 (Media Cetak) Email:
rindaup@gmail.com
2656-8071 (Media Online)
PENDAHULUAN
Remaja merupakan suatu masa dimana seseorang individu
mengalami peralihan dari satu tahap ketahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku dan juga
penuh dengan masalah-masalah. Perubahan yang paling menonjol
adalah perubahan fisik, terutama pada organ-organ seksualnya. Remaja
mulai menaruh minat pada lawan jenis dan hal-hal yang berbau
seksualitas, terkadang diikuti dengan berbagai macam perilaku yang
mengarah pada perilaku seksual (Hurlock, 2013).
Menurut World Health Organitation (WHO), remaja adalah
penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam
rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24
tahun dan belum menikah. Pada tahun 2010 jumlah remaja umur 10-24
tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta jiwa, untuk remaja laki-laki
sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) sedangkan
perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%) dari jumlah penduduk
Indonesia yaitu sebesar 237,6 juta jiwa (Diana dalam InfoDATIN,
2014).
Remaja dengan rasa keingintahuannya yang sangat
besar cenderung melakukan hal-hal yang baru, termasuk dalam
kegiatan seksual. Para remaja akan mencari informasi yang
terkait dengan hal berbau seksualitas dan akan melakukan
berbagai cara untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut,
tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi padanya. Hal ini
akan membuat remaja akan mudah untuk melakukan tindakan
yang menyimpang. Salah satu contoh tindakan menyimpang
yang dilakukan remaja adalah banyaknya terjadi perilaku
seksualitas (Hurlock, 2013).
Berdasarkan survei SKRRI dalam BKKBN (2014)
menunjukkan pengalamanberpacaran remaja di Indonesia
cenderung semakin berani dan lebih terbuka yaitu; 1.
Berpegangan tangan, laki-laki 69% dan perempuan 68,3%,
2.
Berciuman laki-laki 41,2% dan perempuan 29,3%
3. Meraba/merangsang, laki-laki 26,5% dan perempuan 9,1%.
Berdasarkan hasil survei di 33 provinsi di Indonesia pada tahun
2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah remaja yang
mengaku pernah berhubungan seks diluar nikah yaitu 62,7%,
20% dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar
nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21%
diantaranya pernah melakukan aborsi.
Pergaulan bebas merupakan salah satu bentuk perilaku
menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah
melewati batas-batas norma yang ada. Baik di lingkungan
maupun dari media massa. Remaja begitu mudah mengikuti
ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah dengan alasan suka sama suka dan saling mencintai.
Remaja tidak pernah berpikir akibat lanjut yang ditimbulkan.
Kebanyakan remaja ingin melakukan hubungan seks karena
remaja sekarang dalam menjalani hubungan (berpacaran) yang
sangat berani, misalnya berpegangan tangan, saling bersentuhan
bibir atau dorongan untuk hasrat seksual (Sarwono, 2011).
Perilaku seks remaja yang tidak bertanggung jawab akan
mengakibatkan masalah yang mengganggu kehidupan remaja.
Remaja yang sudah mencapai kematangan seksual memiliki
dorongan untuk memuaskan kebutuhan seksualnya, tetapi dari
sisi kebudayaan dan norma- norma sosial yang ada
dimasyarakat, melarang pemuasan kebutuhan seksual diluar
pernikahan, sehingga remaja harus mampu mengontrol
pergaulannya (Hidayat, 2009).
Menurut Purnawan dalam Yuliadi (2010), ada beberapa
faktor yang mendorong remaja melakukan seks bebas yaitu dari
faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adala
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif
memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang mempunyai
karakteristik tertentu didalam kehidupan manusia yang dinamakan
variabel (Nasir, 2011). Penelitian ini menggunakan desain korelasi
dengan pendekatan cross sectional. Menurut Hidayat (2014), cross
sectional merupakan rancangan penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu
antara variabel bebas (Fungsi Afektif) dengan variabel terikat
(Pergaulan Bebas Remaja).
Pergaulan Bebas
Berdasarkan hasil penelitian, dari 147 remaja, mayoritas
pergaulan bebas berada pada kelompok Ya mengalami
Pergaulan Bebas yaitu sebanyak 82 orang (55,8%) dan
kelompok yang tidak mengalami pergaulan bebas sebanyak 65
orang (42,2%).
Pergaulan bebas adalah suatu hubungan yang meliputi
tingkah laku individu yang melewati batas-batas norma yang
ada dalam perihal bergaul dengan orang lain dan hal ini
merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang
(Poedarminto dalam Chusna, 2011).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Pradyanita (2013) dimana dari hasil penelitian terhadap
120 responden didapatkan 57,50% mempunyai perilaku negatif
dan 42,50% responden mempunyai perilaku positif yang
meliputi kenakalan remaja, dan perilaku penyimpangan sosial.
Penyebab yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku
menyimpang dalam pergaulan bebas karena pengaruh teman
sebaya dan pengaruh lingkungan.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan peralihan dari anak-anak ke dewasa. Pada
bahwa perilaku pergaulan bebas dikalangan masa remaja akan terjadi perubahan baik
remaja masih cukup tinggi sehingga sangat fisik maupun psikologis (Hurlock, 2013).
diperlukan pengawasan dari sekolah dan peran Dalam proses perubahan yang dialami
orang tua untuk memberikan pendidikan remaja, keluarga merupakan tempat awal
kepada remaja. Adapun perilaku menyimpang dimana remaja melakukan proses
yang sering dilakukan oleh remaja seperti sosialisasi dan mengenal segala sesuatu.
perkelahian antar pelajar, membolos sekolah, Didalam keluarga memiliki fungsi
berpacaran, dan tindakan kriminal. Hal ini afektifyang akan memenuhi kebutuhan
disebabkan oleh cara dari remaja itu bergaul. psikis yang meliputi saling mengasihi,
saling menghargai sehingga akan
Hubungan Fungsi Afektif Keluarga
menyebabkan pembentukan konsep diri
Dengan Pergaulan Bebas Remaja Di
pada remaja yang positif. Jika kebutuhan
MTS Swasta Nurul Hasanah psikis tersebut tidak terpenuhi akan
Tenggayun menyebabkan remaja melakukan perilaku
Hasil uji statistik Chi square diperoleh menyimpang seperti pergaulan bebas
nilai P velue 0,005 lebih kecil dari 0,05, (Friedman, 2010).
dengan demikian Ha gagal ditolak yang Penelitian ini didukung oleh
artinya ada hubungan fungsi afektif keluarga Christiyanti (2010) yang mengatakan bahwa
dengan pergaulan bebas remaja di MTS Nurul orang tua dengan remaja yang melakukan
Hasanah Tenggayun dengan nilai OR 2,8 perilaku kenakalan remaja mempunyai
didapatkan bahwa responden dengan fungsi kualitas hubungan komunikasi yang buruk,
afektif keluarga yang tidak terpenuhi tidak mempunyai kedekatan dan keterbukaan
cenderung beresiko mengalami pergaulan yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan
bebas 2,8 kali dibandingkan responden yang anatara orang tua dan anak.
fungsi afektif keluarga terpenuhi. Penelitian yang dilakukan oleh Sawo
Hasil analisis dari 147 responden yang (2009) juga mengatakan bahwa keluarga–
tidak terpenuhi fungsi afektif keluarga keluarga di kota besar sulit untuk
didapatkan pergaulan bebas yang beresiko melaksanakan peranya secara penuh, hal ini
sebanyak 62 orang (42,2%) dan yang tidak disebabkan karena kecenderungan adanya
beresiko sebanyak 34 orang (23,1%) kesibukan orang tua dan kondisi kehidupan
sedangkan yang terpenuhi fungsi afektif kota membatasi pelaksanaan fungsi dan peran.
keluarga didapatkan pergaulan bebas beresiko Dari hasil penelitian diatas peneliti
sebanyak 20 orang (13,6%) dan yang tidak berasumsi bahwa remaja yang fungsi afektif
beresiko ada 31 orang (21,1%). Jadi remaja keluarganya tidak terpenuhi cenderung
yang fungsi afektif keluarga tidak terpenuhi beresiko terhadap pergaulan bebas sedangkan
termasuk dalam pergaulan bebas yang remaja yang fungsi afektif keluarganya
beresiko. terpenuhi cenderung tidak beresiko terhadap
Remaja merupakan suatu pegaulan bebas.
masa dimana inividu mengalami
KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 96
Dari hasil penelitian yang telah remaja mayoritas fungsi afektif keluarga yang
BKKBN. (2014). Pengelolaan PIK Remaja. Nasir (2011). Buku Ajar Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta. Nuha Medika
Jakarta : BKKBN
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian
Chusna, Y.N. (2011). Peranan Aktivitas “Qalbun Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Salim” Sebagai Upaya Preventif Pergaulan
Bebas Bagi Siswa Smp. Kelas VII – VIII Di Notoatmodjo, S. (2012). Perilaku Kesehatan
Yayasan Lembaga Pendidikan Islam As Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
Sa’adah Benowo Surabaya. Nursalam (2009). Konsep dan Penerapan
http://eprints.uns.ac.id. Di akses tanggal 2 Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Agustus 2016 Jakarta : Salemba Medika
Christiyanti, D. (2010). Memahami komunikasi Potter, & Perry. (2010). Fundamental
antar pribadi orang tua-anak yang terlibat Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
dalam kenakalan remaja. Diakses tanggal
Rahmadita, E & Apriyatmoko, R. (2013).
27 Agustus 2016. Hubungan Pelaksanaan Peran Dan Fungsi
Dari http://eprints.undip.ac.id Afektif Keluarga Terhadap Derajat Merokok
Pada Perokok Aktif Siswa Laki-Laki (13-15
Fatimah,E. (2006). Psikologi Perkembangan
Tahun) Di SMP 3 Ungaran. Dari
(Perkembangan Peserta didik). Bandung :
http://perpusnwu.web.id.com. Di akses
CV. Pustaka Setia
pada tanggal 23 Agustus 2016
Friedman, M.M. (2010) Buku Ajar Keperawatan
Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan Analisis Data
Keluarga. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi Remaja.
Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sawo, I. (2009). Tesis:fungsi keluarga
dalam menanggulangi kenakalan
remaja
Jakarta: TIM
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian tentang hubungan
karakteritik dan pengetahuan remaja tentang
rokok dengan perilaku merokok remaja dapat
dilihat dalam beberapa tabel berikut ini.
HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN DAN
LINGKUNGAN SOSIAL Kata kunci: lingkungan sosial, pengetahuan, perilaku
DENGAN PERILAKU merokok
MEROKOK
Latar Belakang. Merokok dapat
THE RELATIONSHIP OF LEVEL
menyebabkan gangguan
kesehatan. Riskesdas tahun KNOWLEDGE AND SOCIAL
2018 menunjukkan bahwa ENVIRONMENT WITH SMOKING
prevalensi merokok pada remaja BEHAVIOR
usia 10-18 tahun mengalami
peningkatan dari tahun 2013 Abstract
(7,20%) ke tahun 2018 (9,10%)
sehingga masih sangat jauh dari
Background. Smoking can cause health
target RPJMN 2019 yaitu
problems. Riskesdas in 2018 showed that
sebesar 5,4%.
the prevalence of smoking in adolescents
Tujuan Penelitian. Mengetahui aged 10-18 years has increased from 2013
hubungan tingkat pengetahuan (7.20%) to 2018 (9.10%) so that it is still
dan faktor lingkungan sosial very far from the RPJMN of 2019 was 5.4%.
dengan perilaku merokok.
The Aim of the Study. To determine the
Subyek dan Metode. Penelitian relationship of the level of knowledge and
ini merupakan analitik social environmental factors with smoking
observasional dengan desain behavior of students of SMA Negeri 8
korelasional. Subyek penelitian Surakarta.
siswa laki-laki yang merokok di
Subjects and Methods. This research is an
SMA Negeri 8, sampel diambil
observational analytic with correlational
berdasarkan tabel Kretjie, data
design. Subjects were male students who
dianalisa dengan uji Korelasi
smoked in SMA Negeri 8, samples were
Spearman Rank.
taken based on the Kretjie table, data were
Hasil Penelitian. Terdapat analyzed with the Spearman Rank
hubungan tingkat pengetahuan Correlation test. Results. There is a
(p=0,001; r =-0,591) dan relationship between the level of
lingkungan keluarga (p=0,028; knowledge (p = 0.001; r = -0.591) and the
r=0,272) tetapi tidak terdapat family environment (p = 0.028; r = 0.272)
hubungan lingkungan sekolah but there is no relationship between the
(p=0,105) dan lingkungan school environment (p = 0.105) and the
masyarakat (p=0,056) dengan community environment (p = 0.056) with
perilaku merokok. smoking behavior.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/in dex.php/PSYCHOIDEA/article/vi
ew. Diakses tanggal 15 April 2020.
Hasbullah. 2015. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Kabupaten Kuningan.
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article. Diakses
tanggal 22 April 2020.
Setiana, A. D., dan T. Tahlil. 2016. Faktor Lingkungan dan Hubungannya dengan
Perilaku Merokok Remaja di Aceh Besar. http://www.jim.unsyiah.ac.id.
April 2020.
Windahsari, N., E. Candrawati dan Warsono. 2017. Hubungan
Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Laki-
laki di Desa T Kabupaten Mojokerto. https://publikasi.unitri.ac.id/inde
x.php/fikes/article. Diakses tanggal 22 April 2020
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NIM : 2017.C.09a.0880