Anda di halaman 1dari 135

KL.113.

010

HUBUNGAN SARANA SANITASI DASAR DAN PERILAKU IBU


DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
DI PEMUKIMAN RW 04 KEL. CIPINANG BESAR UTARA
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2017

DEVI ARIVIANI RIASAVITRI

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA
II KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
HUBUNGAN SARANA SANITASI DASAR DAN PERILAKU IBU
DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
DI PEMUKIMAN RW 04 KEL. CIPINANG BESAR UTARA
JAKARTA TIMUR
TAHUN 2017

Skripsi
Jenjang Pendidikan Tinggi Program Diploma IV

DEVI ARIVIANI RIASAVITRI


NIM P2.31.33.1.13.010

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA
II KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
RINGKASAN

Puskesmas Cipinang Besar Utara, kasus diare pada balita usia 0-59 bulan
sebanyak 431 tahun 2016, dan pada tahun 2017 sebanyak 177 balita (hanya
sampai bulan april tanggal 26). Berdasarkan uraian data sekunder yang ada,
maka penulis tertarik mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah
Skripsi dengan judul “Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dan Perilaku Ibu
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita di Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Jakarta Timur, Tahun 2017”.

Total populasi 106 ibu/pengasuh yang memiliki balita. Merupakan penelitian


studi deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada
bulan April - Mei di RW.004 Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur
Tahun 2017. Tujuannya untuk memperoleh gambaran tentang hubungan
sarana sanitasi dasar dan perilaku ibu di pemukiman RW 04 kel. CBU.

Hasilnya adalah SAB yang tidak memenuhi syarat sebanyak 37 (34,9%),


sarana jamban sehat yang tidak memenuhi syarat sebanyak 40 (37,7%),
SPAL yang tidak memenuhi syarat sebanyak 46 (43,4%), sarana
pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 60 (56,6%).
Pendidikan ibu yang rendah sebanyak 62 (58,5%), pekerjaan ibu yang tidak
bekerja sebanyak 97 (91,5%), pengetahuan ibu yang buruk sebanyak 13
(12,3%), perilaku cuci tangan ibu yang buruk sebanyak 32 (30,2%).

Kepustakaan : 31 (2005 – 2016)


Klasifikasi : Diare 3
Kesehatan Masyarakat 3
Skripsi 10
Undang-Undang 3
Elektronik Jurnal 5
Notoadmodjo 3
Profil 2
Statistik 2

ii
BIODATA PENULIS

Nama : Devi Ariviani Riasavitri


NPM : P2.31.33.1.13.010
Tempat, tanggal lahir :Jakarta, 25 Desember 1995
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :Jln. Balai Rakyat III, RT.014/01, No.27, Komplek
Dinas Kebersihan, Kel. Pondok Bambu, Kec.
Duren Sawit Jakarta Timur.

Telepon : 081315752595 / 089653141585


E-mail : devi_ariviani@yahoo.com
IG : deviarivianii
PENDIDIKAN
2000 – 2001 TK Kuncup Kencana
2001 – 2007 SDN pondok bambu 14 pagi
2007 – 2010 SMP Negeri 165 Jakarta Timur
2010 – 2013 SMA Pusaka Nusantara 1 Jakarta Timur

iii
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa

dan atas dukungan dan doa dari orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini

dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena

itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya khaturkan rasa syukur dan

terimakasih saya kepada: Tuhan yang Maha Esa, karena hanya atas izin

dan karunia-nya lah maka skripsi ini dapat dibuat dan selesai pada

waktunya. Puji syukur yang tak terhingga pada tuhan penguasa alam yang

meridhoi dan mengabulkan segala doa.

Terimaksih untuk kedua orang tua saya yang telah memberikan

dukungan moril maupun materi serta doa yang tiada henti untuk

kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan doa dan tiada doa

yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua.

Terimakasih untuk kakak dan adik tersayang yang senantiasa

memberikan dukungan, semangat, senyum dan doanya untuk keberhasilan

ini, cinta kalian adalah memberikan kobaran semangat yang menggebu.

Terimaksih untuk kekasih tersayang karna sudah meluangkan

waktunya untuk menemani mencari referensi, memberikan dukungan

semangat, senyum dan doanya atas keberhasilan ini.

Terimakasih untuk sahabat dan teman tersayang, canda, tawa,

tangis dan perjuangan yang kita lewati bersama dan dan terimakasih

untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini.

vi
Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan,

Sesungguhnya bersama ke sulitan ada kemudahan, Maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan) tetaplah bekerja keras

(untuk urusan yang lain)

- QS Al-Insyirah 5 – 7 –

Maknailah setiap harimu, dan selalu yakinlah kepada dirimu bahwa kamu

adalah sumber kebahagiaan untuk orang-orang yang kamu sayangi, dan

jadikanlah itu sebagai motivasimu

– Bastian Siregar–

Tidak ada kenyamanan dihari tua

Bagi meraka yang malas di masa muda

-Bob Sadino-

Orang yang pintar bukanlah orang yang merasa pintar, akan tetapi ia

adalah orang yang merasa bodoh, dengan begitu ia tidak akan

pernah

berhenti untuk terus belajar

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini
tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dan Perilaku Ibu
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Pemukiman Rw 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Tahun
2017”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan program Diploma IV (D4) Kesehatan Lingkungan Jurusan
Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat sederhana dan dalam
penulisannya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan Skripsi ini agar
menjadi lebih baik lagi.

Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih yang tulus dan
ikhlas penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua yaitu Ibu Istiharoh dan Bapak Makno yang telah
memberikan doa restu, dukungan moral maupun materiil kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
2. Bapak Kuat Prabowo, SKM., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di institusi ini.

viii
3. Ibu Sri Ani, SKM, MKM selaku Penguji Ahli yang bersedia
memberikan waktunya dan perhatiannya dalam sidang penulis serta
atas masukan-masukan yang diberikan.
4. Ibu Catur Puspawati, ST, MKM selaku Ketua Sidang Skripsi yang
dengan bersabar dan baik hati membantu penulis dan memberikan
waktunya untuk sidang penulis dan masukan-masukannya.
5. Bapak Drs. Sulistiono, SKM, M.Sc selaku Pembimbing Materi yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan
bimbingan dan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi
ini.
6. Ibu Rahayu Winarni, S.Pd selaku Pembimbing Teknis yang telah
meluangkan waktunya dan dengan sabar memberikan arahan serta
membantu melakukan perbaikan-perbaikan dalam teknik penulisan
Skripsi ini.
7. Dr. Susilo Nugroho selaku Kepala puskesmas Kecamatan Jatinegara
yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
8. Drg. Fika Maulari F selaku Kepala puskesmas Kelurahan Cipinang
Besar Utara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
9. Seluruh dosen dan staf Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II atas segala bantuan
yang telah diberikan.
10. Ratna Isti Novitasari, Khafi Fauzan Hafidz, Fajar Hikmattullah, serta

teman-teman terdekat penulis yang telah memberikan motivasi dalam

proses pembuatan skripsi dan membantu dalam doa.

Demikian Skripsi ini dibuat agar dapat bermanfaat bagi semua.


Jakarta, 4 Juli 2017
Penulis,

Devi Ariviani Riasavitri

ix
x
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT i
RINGKASAN ii
BIODATA PENULIS iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN iv
LEMBAR PENGESAHAN V
LEMBAR PERSEMBAHAN vi
LEMBAR MOTTO vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI X
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Ruang Lingkup 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.5.1 Bagi Pihak Institusi 5
1.5.2 Bagi Pihak Akademik 5
1.5.3 Bagi Mahasiswa 6
1.6 Sistematika Penulisan 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8


2.1 Kesehatan Lingkungan 8
2.1.1 Definisi Kesehatan Lingkungan 8
2.1.2 Tujuan Kesehatan Lingkungan 8
2.1.3 Upaya Kesehatan Lingkungan 9
2.2 Sanitasi Lingkungan 10
2.2.1 Definisi Sanitasi Lingkungan 10
2.3 Diare 11
2.3.1 Pengertian Diare 11
2.3.2 Jenis Diare 11
2.3.3 Penyebab Diare 12
2.3.4 Proses Penularan Diare 15

x
2.3.5 Gejala Diare 15
2.3.6 Pencegahan Diare 17
2.3.7 Penatalaksanaan Diare 18
2.4 Faktor yang Berhubungan Dengan Diare 20
2.4.1 Faktor Anak 20
2.4.2 Faktor Individu/Perilaku Ibu 22
2.4.3 Faktor Agent 25
2.4.4 Faktor Lingkungan/Sarana Sanitasi Dasar 26
2.5 Pembuangan Limbah 35
2.5.1 Definisi Pembuangan Kotoran (Jamban Keluarga) 35
2.5.2 Syarat-Syarat Jamban yang Sehat 35
2.5.3 Penentuan Letak Jamban Keluarga 36
2.5.4 Macam-Macam Jamban Keluarga 36
2.5.5 Pembuangan Air Limbah (Swage Disposal) 37
2.6 Pengelolaan Sampah 39
2.6.1 Definisi Sampah 39
2.6.2 Sumber-Sumber Sampah 40
2.6.3 Jenis-Jenis Sampah 41
2.6.4 Pengelolaan Sampah 41

BAB 3 GAMBARAN UMUM 44


3.1 Lokasi Penelitian 44
3.1.1 Kondisi Demografi Kelurahan Cipinang Besar Utara 44
3.1.2 Kondisi Geografi Kelurahan Cipinang Besar Utara 44
3.2 Struktur Organisasi 45

BAB 4 KERANGKA KONSEP 46


4.1 Kerangka Teori 46
4.2 Kerangka Konsep 47
4.3 Definisi Operasional 48
4.4 Karakteristik Sampel 51
4.5 Hipotesis 51

BAB 5 METODE PENELITIAN 52


5.1 Jenis Penelitian 52
5.2 Lokasi Penelitian 52
5.3 Populasi dan Sampel 52
5.3.1 Populasi 52
5.3.2 Sampel 52
5.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 55
5.4 Pengumpulan Data 56
5.4.1 Data Primer 56
5.4.2 Data Sekunder 56

x
5.5 Pengolahan dan Analisis Data 56
5.5.1 Pengolahan 56
5.5.2 Analisis 57
5.6 Kriteria Penilaian 59

BAB 6 HASIL PENELITIAN 62


6.1 Analisis Univariat 62
6.1.1 Distribusi Frekuensi Diare Pada Balita 62
6.1.2 Distribusi Frekuensi Diare Berdasarkan Sarana 63
Sanitasi Dasar
6.1.3 Diatribusi Faktor Ibu 64
6.2 Analisis Bivariat 65
6.2.1 Hubungan Antara Sarana Sanitasi Dasar Terhadap 65
Kejadian Diare Pada Balita
6.2.2 Hubungan Antara Perilaku Ibu Terhadap Kejadian 69
Kejadian Diare Pada Balita

BAB 7 PEMBAHASAN 73
7.1 Keterbatasan Penelitian 73
7.2 Distribusi Kejadian Diare Pada Balita 73
7.3 Distribusi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan 74
7.4 Distribusi Faktor Ibu 77
7.5 Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan Sarana 79
Sanitasi Dasar Lingkungan
7.5.1 Hubungan Sarana Air Bersih 79
7.5.2 Hubungan Sarana Jamban Sehat 80
7.5.3 Hubungan Sarana Pengolahan Air Limbah 81
7.5.4 Hubungan Sarana Pengelolaan Sampah 82
7.6 Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan Faktor 83
Ibu
7.6.1 Hubungan Pendidikan Ibu 83
7.6.2 Hubungan Pekerjaan Ibu 83
7.6.3 Hubungan Pengetahuan Ibu 84
7.6.4 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Ibu 85

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 86


8.1 Kesimpulan 86
8.2 Saran 87

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman


4.3 Definisi Operasional 48
6.1 Distribusi Frekuensi Diare Pada Balita Di 62
Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017
6.2 Distribusi Frekuensi Sarana Sanitasi Dasar 63
(SAB, Sarana Jamban Sehat, SPAL,
Sarana Pengelolaan Sampah) Di Wilayah
Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur Tahun 2017
6.3 Distribusi Frekuensi Faktor Ibu (Pendidikan, 64
Pekerjaan, Pengetahuan, Perilaku Cuci
Tangan) Di Wilayah Pemukiman RW 04
Kelurahan Cipinang Besar Utara
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur
Tahun 2017
6.4 Hubungan Sarana Air Bersih Terhadap 65
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Kecamatan Jatinegara,
Jakarta Timur Tahun 2017
6.5 Hubungan Sarana Jamban Sehat 66
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017
6.6 Hubungan Sarana Pengolahan Air Limbah 67
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017
6.7 Hubungan Sarana Pengelolaan Sampah 68
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan

xiii
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017
6.8 Hubungan Pendidikan Ibu Terhadap 69
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur Tahun 2017
6.9 Hubungan Pekerjaan Ibu Terhadap 70
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur Tahun 2017
6.10 Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap 71
Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Kecamatan Jatinegara, Jakarta
Timur Tahun 2017
6.11 Hubungan Perilaku Cuci Tangan Ibu 72
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran

1 Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara


2 Lembar Kuesioner
3 Lembar Ceklist
4 Output Perhitungan SPSS
5 Surat Permohonan Izin Penelitian
6 Surat Jawaban Suku Dinas Kesehatan
7 Surat Puskesmas Kecamatan Tembusan Puskesmas Kelurahan
Cipinang Besar Utara
8 Dokumentasi

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara Global data dari Gastroenterology Organisation Global Guideline


(2012), penyakit diare merupakan penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5
tahun. setiap tahunnya, ada sekitar 2 milliar kasus diare di seluruh dunia dengan
angka kematian 1,9 juta per tahun dari 18% jumlah kematian anak di bawah lima
tahun, berarti lebih dari 5000 anak- anak meninggal setiap hari akibat penyakit
diare, dari semua kematian anak akibat diare, 78% terjadi di kawasan Afrika dan
Asia Tenggara. Pada negara berkembang, diare disebabkan oleh makanan dan
sumber air yang terkontaminasi, sebesar 780 juta orang tidak memiliki akses
terhadap air minum dan 2,5 milliar orang tidak memiliki sanitasi, sebagian orang
yang meniggal akibat penyakit diare karena dehidrasi berat dan kehilangan cairan
menurut (WHO, 2013).
Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat, karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi menurut (Kemenkes RI, 2013), berdasarkan hasil Survey Morbiditas
dari tahun 2000 – 2010 , tahun 2000 IR penyakit diare 301 / 1000 penduduk,
tahun 2003 naik menjadi 374 /
1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 / 1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411 / 1000 penduduk.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case
Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan
dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009
terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah 7 kasus 5.756 orang, dengan kematian
100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
Kecamatan dengan jumlah penderita 4204

1
2

dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%). Salah satu langkah dalam pencapaian
target Millenium Development Goals MDG’s (GOAL ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan
survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan
Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama
kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik dirumah maupun di sarana kesehatan.Untuk
menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat
menurut (Kemenkes RI, 2011) yang dikutip dari jurnal ilmiah farmasi-UNSRAT
2016.
Berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun 2013 DKI Jakarta termasuk
provinsi dengan insidens diare tertinggi. Dimana karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).
Berdasarkan Profil Kesehatan Privinsi DKI Jakarta tahun 2015 ada
beberapa wilayah administratif dengan jumlah perkiraan kasus diare
terbesar, yaitu wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan
termasuk Jakarta Timur, jumlah kasus diare di puskesmas Kecamatan
Jatinegara 3.573 kasus pada tahun 2015 dan 6.349 kasus pada tahun 2016
tingginya kasus diare di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur disebabkan
karena kebersihan lingkungan yang buruk dan angka kemiskinan yang tinggi
di wilayah kota Administrasi Jakarta Timur. Data fasilitas perumahan non
permanen di wilayah kelurahan Cipinang Besar Utara 537 rumah pada
tahun 2016 tertinggi diantara Kelurahan lain pada Kecamatan Jatinegara.
Menurut Kecamatan Jatinegara, Kelurahan Cipinang Besar Utara adalah
salah satu Kelurahan di DKI yang berpenduduk padat dan cenderung
kumuh dengan jumlah penduduk sekitar 40.000 jiwa/RW dengan kepadatan
penduduk 495,98 penduduk per km² merupakan wilayah terpadat. Masalah
yang dihadapi masyarakat Cipinang Besar Utara adalah banjir, kebakaran
dan konflik horizontal.
Berdasarkan data register puskesmas Cipinang Besar Utara, jumlah
kasus diare pada balita usia 0-59 bulan sebanyak 431 balita, laki-laki 232
3

balita dan perempuan 199 balita pada tahun 2016, dan pada tahun 2017
jumlah kasus diare pada balita usia 0-59 bulan sebanyak 177 balita, laki-laki
72 balita dan perempuan 105 balita (hanya sampai bulan april tanggal 26).
Berdasarkan data register puskesmas Cipinang Besar Utara, jumlah
kasus diare pada balita usia 0-59 dari 14 rukun warga, kejadian diare
banyak terjadi pada wilayah RW 04 dengan jumlah 69 balita mengalami
diare pada tahun 2016, dan pada tahun 2017 wilayah RW 04 mengalami
kasus diare pada balita usia 0-59 dengan jumlah 18 balita (hanya sampai
bulan april tanggal 26), dari 14 rukun warga, RW 04 merupakan salah satu
wilayah yang kejadian diare nya terbanyak, dikarenakan wilayah RW 04
merupakan wilayah kumuh, sarana sanitasinya masih kurang baik
berdasarkan data puskesmas Cipinang besar utara, masih banyak
bangunan non permanen(453) rumah dan semi permanen(1785) rumah,
untuk sarana jamban keluarga masih banyak warga di RW 04 yang tidak
memiliki kamar mandi sendiri, bahkan hampir setiap RW masih memiliki
MCK dengan jumlah 1135, dan masih ada warga di kelurahan Cipinang
Besar Utara yang BAB di sungai sebanyak 129 orang.
Diare merupakan salah satu topik kesehatan yang sering diteliti, dari
data puskesmas Cipinang Besar Utara memiliki kasus diare besar, terutama
pada balita dengan sarana sanitasi yang buruk. Berdasarkan teori sanitasi
buruk dan perilaku ibu yang buruk sangat berpengaruh terhadap kejadian
diare sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dan Perilaku Ibu Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Pemukiman RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara Jakarta Timur
Tahun 2017
4

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan sarana sanitasi dasar dan perilaku ibu dengan


kejadian diare pada balita di pemukiman RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara,
Jakarta Timur?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dan Perilaku Ibu Dengan


Kejadian Diare Pada Balita Di Pemukiman RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara
Jakarta Timur Timur Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran besarnya kejadian diare pada balita di


pemukiman RW 04Kel. Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun
2017
2. Mengetahui gambaran kondisi sanitasi dasar (sarana air bersih,
jamban sehat, sarana pengolahan air limbah(SPAL), pengelolaan
sampah) di pemukiman RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara, Jakarta
Timur Tahun 2017
3. Mengetahui gambaran perilaku ibu (pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan, perilaku cuci tangan) di pemukiman RW 04 Kel.
Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun 2017
4. Mengetahui hubungan antara kejadian diare pada balita dengan
sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban sehat, sarana
pengolahan air limbah(SPAL), pengelolaan sampah) di pemukiman
RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun 2017
5

5. Mengetahui hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita


dengan faktor perilaku ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
perilaku cuci tangan) di RW 04 wilayah pemukiman Kelurahan
Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun 2017

1.4 Ruang lingkup

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi hanya pada wilayah


pemukiman RW 04 Kel. Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun 2017
dan pada pembahasan mengenai sarana sanitasi dasar (sarana air bersih,
jamban sehat, sarana pengolahan air limbah(SPAL), pengelolaan sampah)
dan perilaku ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, perilaku cuci tangan)
terhadap penyakit diare pada balita umur 0-59 bulan

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Bagi Penulis

1. Menambah pengalaman dan wawasan tentang penyakit Diare pada


balita, khususnya yang terjadi diwilayah RW. 04, Kelurahan Cipinang
Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
2. Mengaplikasikan ilmu sekaligus mengembangkan kemampuan
akademik yang didapat selama pembelajaran di bangku kuliah.

1.5.2 Manfaat Bagi Akademik

Penulis berharap melalui penelitian ini agar penelitian ini dapat


digunakan sebagai bahan masukkan dan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya serta dapat menambah referensi keperpustakaan Politeknik
Kesehatan Kemenken Jakarta II Jurusan Kesehatan Lingkungan, tentang
penyakit Diare pada balita
.
6

1.5.3 Manfaat Bagi Institusi dan Masyarakat

Penulis beharap melalui penelitian ini yaitu agar penelitian ini dapat
digunakan sebagai tambahan masukan dan informasi yang terkait dengan
penyakit Diare, dan menjadi bahan masukan atau evaluasi serta dijadikan
perencanaan program kesehatan sehingga dapat menurunkan kejadian
Diare pada balita diwilayah RW. 04, Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. serta dapat dijadikan masukan juga
untuk meningkatkan kualitas kesehatan penghuninya, khususnya untuk
masalah penyakit Diare.

Dan untuk masyarakat luas juga dapat menjadi tambahan informasi agar
masyarakat memahami lebih mendalam seputar penyakit Diare, dan cara
pencegahannya sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai


berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang yang mendasari pembuatan skripsi, rumusan
masalah, tujuan dari pembuatan skripsi, ruang lingkup yang akan diambil,
manfaat yang didapat serta sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi kepustakaan yang terkait dengan masalah yg akan diteliti
untuk dijadikan dasar teori usulan penelitian dalam skripsi.
BAB 3 GAMBARAN UMUM
Bab ini berisi lokasi, demografi, kondisi geografis, dan struktur organisasi
puskesmas Kel.Cipinang Besar Utara
7

BAB 4 KERANGKA KONSEP


Bab ini berisi kerangka teori, kerangka konsep dan definisi operasional
yang akan digunakan.
BAB 5 METODE PENELITIAN
Bab ini berisi jenis penelitian yang digunakan, lokasi penelitian yang akan
diambil, waktu penelitian, jumlah populasi dan sampel, pengumpulan data,
dan pengolahan data.
BAB 6 HASIL
Bab ini berisi hasil yang telah di dapat melalui proses observasi peneliti.
BAB 7 PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan yang diperoleh dari hasil observasi peneliti.
BAB 8 KESIMPULAN, SARAN
Bab ini berisi beberapa kesimpulan dan sari dari hasil yang di bahas
peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini berisi daftar rujukan yang digunakan peneliti dalam penyusunan
skripsi serta yang akan digunakan dalam penelitian.
LAMPIRAN
Bagian ini berisi data atau dokumen yang berkaitan dengan kelengkapan
skripsi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Lingkungan


2.1.1 Definisi Kesehatan Lingkungan

Secara sederhana definisi kesehatan lingkungan menurut Peraturan


Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan
penyakit atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial. Sementara itu, World Health Organization (WHO,
2015) menjelaskan bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan definisi
Kesehatan Lingkungan menurut Himpunan Ahli Kesehatan Indonesia
(HAKLI) adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menompang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya
untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.Berdasarkan definisi dari beberapa organisasi kesehatan, maka
dapat dibuat definisi konseptual dari pengertian kesehatan lingkungan.
Definisi konseptual kesehatan lingkuan adalah upaya pencegahan atau
memutus mata rantai penularan penyakit dari faktor risiko meliputi aspek
air, udara, vektor, makanan dan minuman, pengolahan sampah.

2.1.2 Tujuan Kesehatan Lingkungan

Terciptanya keadaan yang serasi sempurna dari semua faktor yang ada
dilingkungan fisik manusia, sehingga perkembangan fisik manusia dapat

8
9

diuntungkan, kesehatan dan kelangungan hidup manusia dapat dipelihara


dan ditingkatkan.Tujuan ini diperinci atas :
a. Melakukan koreksi, yakni memperkecil atau memodifikasi terjadinya
bahaya dari lingkungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hidup
manusia.
b. Melakukan pencegahan, dalam arti mengefisienkan pengaturan
sumber-sumber lingkungan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia serta untuk menghindarkannya dari
bahaya.

2.1.3 Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan ialah setiap kegiatan untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat.
Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan ini, baik kesehatan individu,
kelompok, atau masyarakat, harus diupayakan. Upaya mewujudkan
kesehatan ini dilakukan oleh individu, kelompok, masyarakat, lembaga
pemerintahan, ataupun swadaya masyarakat (LSM).
Winslow (1920) seorang ahli kesehatan masyarakat, membuat batasan
yang sampai sekarang masih relevan, yaitu kesehatan masyarakat (public
health) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup,
dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian
masyarakat :
a. Perbaikan sanitasi lingkungan.
b. Pembersihan penyakit-penyakit menular.
c. Pendidikan untuk kebersihan perorangan (personal hygiene).
d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk
diagnosis dini serta pengobatan.
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin agar setiap orang
terpenuhi kebutuhan hidupnya yang layak dalam memelihara
kesehatan.
10

2.2 Sanitasi Lingkungan


2.2.1 Definisi Sanitasi Lingkungan

Kesehatan Lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum


optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka
kejadian penyakit menular dimasyarakat. Pada saat negara lain pola
penyakit sudah bergeser menjadi penyakit degenerative, Indonesia masih
direpotkan oleh kasus Demam Berdarah, Diare, Kusta, serta hepatitis A,
yang seakan tidak ada habisnya.
Mempelajari ilmu kesehatan lingkungan juga tak terlepas dari istilah
sanitasi yang permasalahannya sangat dekat dengan lingkungan
permukiman. Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang
menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan
lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya
kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai
dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber
air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan
munculnya beberapa penyakit. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 965/MENKES/SK/XI/1992, sanitasi adalah
segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), sanitasi yaitu usaha untuk membina dan menciptakan
suatu keadaan yang baik dibidang kesehatan, terutama kesehatan
masyarakat. Sehingga sanitasi lingkungan berarti cara menyehatkan
lingkungan hidup terutama lingkungan fisik, yaitu tanah, air dan udara.
Menurut (Anwar 2013) sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah
kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh
positif terhadap status kesehatan yang optimum pula. Sedangkan menurut
(Notoadmojo, 2003) sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu
lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan
air bersih dan sebagainya.
11

Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas 2013 meliputi


penggunaan fasilitas buang air bersih (BAB), jenis tempat BAB, tempat
pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan air limbah,jenis tempat
penampungan sampah dan cara pengolahan sampah yang perlu
diperhatikan agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan atau
menimbulkan berbagai macam penyakit.

2.3 Diare
2.3.1 Pengertian Diare

Menurut WHO, diare adalah berak cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam,
dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja darpada menhitung
frekuensi berak. Menurut Depkes RI (2011) diare adalah suatu kondisi
dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga
kali atau lebih dalam sehari).
Diare menurut Nugroho (2011) adalah peradang pada mukosa lambung
dan usus halus yang menyebabkan meningkatnya frekuensi BAB dan
berkurangnya konsistensi fases. Diare menurut penulis adalah buang air
besar dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari dan konsistensi cair,
baik yang disertai lendir maupun darah (pada anak 3 kali dan pada bayi 4
kali sehari).

2.3.2 Jenis Diare

Menurut Depkes RI (2002) yang di kutip dari Herlina Sihombing,


berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :
a. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
12

b. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare Persisten
Diare persisten yaitu, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan
dan gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin
juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau
penyakit lainnya.

Menurut (Dr. Widoyono, 2011) berdasarkan tingkat dehidrasinya, diare


dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Diare tanpa dehidrasi
Biasanya anak merasa normal, tidak rewel atau gelisah, masih bisa
main seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih
ingin makan dan minum seperti biasa.
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit
masih kembalidengan cepat jika dicubit.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit
turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.

2.3.3 Penyebab Diare

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam


golongan besar, yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit),
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya.
13

Penyebab yang sering ditemukan dilapanganataupun secara klinis adalah


diare yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).
a) Infeksi
Infeksi yaitu peradangan usus karena agen penyebab infeksi merupakan
penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun parasit.
1. Bakteri
Beberapa bakteri yang menjadi agen penyebab diare akut, antara
lain Vibrio cholera, Shigella, Salmonella sp, Escherichia coli, Bacillus
cereus, Clostridium perfinger, Staphylococus sp, Cafylobacter
aeromonas dan bakteri-bakteri yang tergolong dalam non pathogenic
bactheria bila terdapat dalam jumlah berlebihan.
2. Virus
Jenis virus yang dapat menyebabkan terjadinya diare akut antara
lain Rotavirus, Norwalk virus, Adenovirus, Cytomegalovirus, Herpes
simplex virus dan Enterovirus.
3. Parasit
Parasit merupakan salah satu penyebab diare akut yang masuk
kedalam tubuh manusia melalui makanan atau air. Parasit penyebab
diare akut antara lain:
- Protozoa (Entamoba histolica, Giardia lambia, Balatidium coli,
Crypto
sparidium dan Balistic humanis).
- Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Storngyloides).
- Jamur (Candida)

b) Malabsorpsi
Ada beberapa jenis malabsorpsi yang menyebabkan diare, yaitu
malabsorpsi karbohidrat, lemak dan protein.
14

c) Alergi
Alergi yang paling banyak terjadi dan menyebabkan diare adalah jenis
alergi terhadap susu. Alergi ini biasanya timbul sejak anak mulai minum
susu dan menghilang setelah berusia 2 tahun.

d) Keracunan
Keracunan makanan merupakan salah satu penyebab diare akut. Hal ini
dapat terjadi karena makanan itu sendiri yang mengandung racun atau
makanan tersebut mengandung bakteri yang beracun seperti Clostridium
botolinum dan Staphylococus. Selain hal diatas disebabkan oleh
keracunan bahan-bahan kimia serta keracunan oleh racun yang
dikandung dan diproduksi oleh jasad renik (Algae), ikan, buah-buahan
dan sayuran.

Menurut (Dirjen PPM&PL) penyebab diare pada balita disebabkan oleh


berbagai faktor yaitu kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,
seperti :
a. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah
dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.
b. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi dan
balita yang sering memasukkan tangan/ mainan/ apapun kedalam mulut.
Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa
hari.
c. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air
dengan benar atau tidak sampai mendidih.
d. Pencucian dan pemakaian pada botol susu yang tidak bersih terutama
pada bayi dan anak yang mengkonsumsi susu formula dengan
menggunakan botol.
e. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar
atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkonsumsi
perabotan dan alat-alat yang dipegang.
15

2.3.4 Proses Penularan

Penyakit diare dapat terjadi melalui transmisi fecal oral, sumber


pathogen berasal dari kotoran manusia atau hewan dan sampai kepada
manusia secara tidak langsung melalui makanan atau minuman. Transmisi
dapat terjadi melalui tangan, vektor, tanah, air permukaan, air tanah, tempat
sampah, saluran pembuangan air limbah, pembuangan tinja hingga
makanan dan minuman tercemar tinja. Selain itu dapat berasal dari
muntahan penderita yang mengandung kuman penyebab penyakit diare
(Rifka, 2016).

2.3.5 Gejala Diare

Beberapa gejala dan tanda diare antara lain :


1. Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis bahkan gelisah
2. Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan
berbau amis
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan:
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang atau berat.
2. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
16

dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh


berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3. Gangguan Asam Basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat
untuk membantu meningkatkan PH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglekimia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami
malnutrisi (kurang gizi). Hipoglekimia dapat menyebabkan koma.
Penyebab yang pasti belom dapat diketahui, kemungkinan karena
cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan
instraseluler sehingga terjadi endema otak yang mengakibatkan
koma.
5. Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan
output yang berlebihan. Hal ini bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi).

Derajad dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :


1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih
bisa main seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak beratm
anak masih ingin makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau
gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat
bila dicubit.
3. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung,
pada cubitan kulit turgor kembali melambat, napas cepat, anak
terlihat lemah.
(Dr. Widoyono, 2011)
17

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera


dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi
berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan Ringer
Laktat sebelum dianjurkan terapi oral (Dirjen PPM&PL, 2005)

2.3.6 Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI (2014), kegiatan pencegahan penyakit daire yang


benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2
tahun, untuk memberikan pertahanan tubuh yang baik bagi anak, agar
tidak mudah sakit dan memproteksi anak dari bahaya bakteri dan
organism lainnya yang akan menyebabkan diare.
2. Memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) sesuai umur, diberikan
bertahap untuk membiasakan anak makan-makanan orang dewasa,
pada tahap ini merupakan masa yang berbahaya bagi anak karena
perilaku dalam memberikan makan pendamping ASI dapat
mengakibatkan anak berisiko terkena diare ataupun penyakit lainnya.
Maka sangat perlu diperhatikan cara pengolahan dan penyajian untuk
anak.
3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih
yang
Cukup, hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan pada air yang
terkontaminasi oleh kuman. Dapat diketahui sebagian besar kuman
infeksius masuk melalui fecal-oral, kuman tersebut dapat ditularkan
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar tinja. Oleh karena
itu penyakit diare ini dapat dicegah melalui air yang bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminasi kuman penyakit diare.
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah
buang
18

air besar, merupakan salah satu proteksi diri terhindar dari bahaya
penyakit diare. Namun perilaku ini banyak diabaikan oleh masyarakat.
5. Buang air besar di jamban, perlu diketahui penggunaan jamban
berpengaruh terhadap kejadian diare, dikarenakan diare biasanya
disebabkan oleh sanitasi yang buruk.
6. Membuang tinja bayi dengan benar, merupakan tindakan yang harus
diperhatikan, karena tinja bayi dapat menularkan penyakit pada anak-
anak maupun orang tua. Oleh karena itu perlu diperhatikan tata cara
pembuangan tinja yang bersih dan benar.
7. Memberikan imunisasi campak, bertujuan untuk menghindari anak
terkena campak . karena anak yang menderita campak biasanya sering
disertai dengan diare, maka pada anak-anak perlu diperhatikan
kelengkapan imunisasinya.

2.3.7 Penatalaksaan Diare

Prinsip tatalaksana diare adalah Lintas diare (Lima Langkah Tuntaskan


Diare), yang terdiri dari (Kemenkes RI, 2014) :
1. Oralit Osmolarit Rendah
Pencegahan terhadap terjadinya diare dapat dilakukan di rumah dengan
memberikan oralit pada anak yang sedang diare. Apabila dirumah tidak
sedia oralit, dapat diberikan tajin, kuah sayur, kuah sip, sari buah, air the
dan air matang sebagai pengganti oralit. Apabila dehidrasi lebih parah
(terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke pelayanan
kesehatan setempat untuk mendapatkan pengobatan lebih cepat.
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam penyatuan
protein dan asam nukleat pada tubuh. Zinc berperan sebagai katalisator
reaksi-reaksi biokimia. Zinc juga menghambat enzim INOS (inducible
nitric oxide synthase), dimana ekskresi enzim ini mengalami
hipersekresi. Pemberian zinc selama diare mampu mengurangi lama dan
19

tingkat keparahan diare dan mengurangi frekuensi buang air besar,


mengurangi volume tinja serta mengurangi kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya.
a. Pemberian zinc diberikan <6 bulan sebanyak 10 mg (tablet) zinc per
hari
b. Pada anak usia >6 bulan diberikan 1 tablet zinc 20 mg dan pemberian
zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun sudah membaik untuk
mencegah diare yang berkelanjutan selama 3 bulan kedepan.
3. Pemberian ASI/ makanan
Untuk penderita diare pemberian makanan merupakan hal yang penting
untung memberikan gizi pada penderita dan mencegah berkurangnya
berat badan. Untuk anak yang mengalami diare harus diberikan ASI lebih
sering dari biasanya.
4. Pemberian Antibiotika
Pemberian antibiotika hanya diberikan pada anak dengan diare berdarah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera dan pneumonia.
Obat-obatan anti diuretic tidak boleh diberikan pada anak yang diare
karena tidak bermanfaat bagi penderita. Untuk obat muntah tidak
disarankan terkecuali penderita mengalami muntah berat. Obat-obatan
ini tidak berpengaruh menghilangkan dehidrasi atau meningkatkan status
gizi pada anak. Pada pemberian obat antiprotozoal diberikan bila benar
diare disebabkan karena adanya parasit seperti amuba dan giardia.
5. Pemberian Nasehat
Pentingnya peran serta keluarga untuk melakukan pencegahan maupun
penanggulangan bagi penderita merupakan bentuk pertolongan pertama
bagi penderita, maka ibu atau keluarga perlu diberikan nasihat
bagaimana cara memberikan cairan (oralit) atau apa saja pengganti
cairan bila tidak tersedianya oralit dan pentingnya tersedianya obat zinc
dirumah serta kapan harus membawa penderita ke pelayanan
kesehatan, bila terdapat gejala diare lebih sering, muntah berulang,
20

penderita sangat haus, makan atau minum sedikit, timbulnya demam,


tinja berdarah dan diare tidak membaik selama 3 hari.

2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare

Berdasarkan teori John Gordon menyebutkan sehat atau sakitnya


seseorang disebabkan oleh 3 faktor yaitu Agent (penyebab penyakit), Host
(Pejamu), dan Environment. Apabila ketiga faktor tersebut dalam posisi
seimbang, sehingga tercipta kondisi seseorang sehat. Perubahan dari salah
satu faktor akan merubah keseimbangan antara ketiga faktor tersebut, yang
berakibat bertambah atau berkurangnya suatu penyakit pada seseorang.
(Rifka, 2016)

2.4.1 Faktor Anak

Faktor anak merupakan pengaruh kejadian diare yang datang dari


kondisi anak.
1. Umur Anak
Pada bayi dan balita merupakan kelompok umur yang rentan. Pada
kelompok ini akan lebih mudah terkena penyakit infeksi dan juga dapat
menderita sakit yang lebih berat. Pada bayi dan balita juga lebih rentan
mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya akibat terjadinya malnutrisi
dan dapat juga mengakibatkan kematian.
Menurut kasman (2004) umur 12-59 bulan mulai dapat beraktivitas
diluar pengawasan ibunya dibanding balita umur >12 bulan. Kemampuan
balita beraktivitas diluar pengawasan ibunya memungkinkan balita untuk
terpapar faktor-faktor risiko terkena diare lebih besar.
21

2. Jenis Kelamin
Menurut Giyantini dalam (Hardiansyah, 2013) jenis kelamin bayi
berhubungan dengan kejadian diare pada bayi. Bayi berjenis kelamin
laki-laki berisiko mengalami diare 1,42 kali dibandingkan dengan bayi
perempuan. Sedangkan menurut Harianto dalam (Hardiansyah, 2013)
bayi laki-laki berisiko mengalami diare 1,12 kali dibandingkan dengan
bayi perempuan. Kemungkinan karena pada anak laki-laki lebih aktif
dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah, sehingga mudah
terpapar dengan agen penyebab diare.

3. Pemberian ASI Eksklusif


ASI eksklusif adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja tanpa
memberikan tambahan makanan atau minuman lain. ASI adalah
makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup
dan sesuai untuk kebutuhan bayi, sehingga bayi tumbuh dan
berkembang dengan baik (Proverawati, 2012).
ASI merupakan makanan yang sangat bergizi bagi bayi, juga baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, mengandung
ImunoglobinA, laktoferin, Iysozim, faktor bifidus dan lain-lain yang
mampu menjaga daya tahan tubuh bayi (Yuana, 2015).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunogolik dengan adanya
antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora Normal
usus bayi-bayi yang disusui mencegah timbulnya bakteri penyebab
diare. (Dirjen PPM&PL).

4. Status Imunisasi Campak


Menurut Dirjen PPM&PL dalam Apriasdittika (2010) pada masa
sekarang, imunisasi telah diterima sebagai salah satu intervensi utama
22

yang berhasil guna dalam upaya kelangsungan hidup anak. Pemberian


imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkana penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai
diare. Oleh karena itu pemberian imunisasi campak segera setelah 9
bulan. (Dirjen PPM&PL, 2005)

5. Status Gizi Anak


Status gizi adalah kondisi tubuh yang sehat karena adanya asupan
zat gizi yang terdapat di makanan dan minuman yang dikonsumsi yang
dihubungkan dengan kebutuhan pada kasus gizi buruk yang terkena
diare akan cenderung lebih berat sakitnya dan lebih lama, angka
kematian pada kasus gizi buruk yang terkena diare lebih tinggi
dibandingkan kasus diare dengan gizi yang baik. Pada dasarnya
penyebab diare pada anak gizi buruk sama dengan anak gizi baik,
namun berkurangnya imunitas pada anak gizi buruk kemungkinan timbul
karena kuman yang oppurtunistik menjadi lebih besar dan penyebab
malabsorpsi menjadi lebih besar, untuk patogenesisnya sama dengan
diare yang persisten yaitu bertumpu pada kerusakan mukosa, tetapi
dibedakan dengan kondisi mukosanya, pada anak gizi buruk kerusakan
mukosa terjadi di mukosa yang telah atropik dan mengalami metaplasia
dehingga dampak akan lebi besar dan pemulihannya lenih lama
(Kemenkes RI, 2014) tentang buku pedoman tatalaksana diare.

2.4.2 Faktor Individu / Perilaku Ibu

1. Umur Ibu
Umur ibu bagian penting sebagai faktor penentu utama baik dan
buruknya perilaku ibu dalam menentukan bagaimana respon cepat ibu
dalam penanggulangan diare pada anaknya, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Wijaya (2012) menegaskan bahwa balitanya yang
terkena diare banyak terjadi pada kelompok umur ibu yang berisiko
23

tinggi. Kelompok umur ibu yang berisiko tinggi < 20 tahun dan >35 tahun
(Jurnal.litbang.depkes)

2. Pendidikan Ibu
Pendidikan itu sendiri bermakna sebagai proses pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau dan mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Berdasarkan teori, pendekatan melalui
pendidikan berpengaruh sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan
dan dapat memandirikan seseorang dalam mengambil keputusan
(Notoadmodjo, 2010).
Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam
mengalokasikan sumber daya untuk pemeliharaan anak-anak guna
mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut (Sihombing,
2011) orang yang meemiliki tingkat pendidikan lebih tinggi maka lebih
berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang
masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.
Sedangkan, orang yang berpendidikan rendah dapat mengakibatkan
orang tua tidak banyak mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan
dalam mengasuh anak (Hardiansyah, 2013)

3. Pekerjaan
Pada ibu yang bekerja, kesibukan dan tuntutan karir menjadi alasan
dalam memperhatikan kesehatan anak. Di Indonesia terlihat adanya
penurunan terhadap pemberian ASI. Kecenderungan ini terlihat dari
masyarakat yang meniru gaya hidup yang modern sehingga
mengabaikan pemberian ASI pada anak. Ibu yang bekerja biasanya
akan memberikan anak susu formula dibandingkan ASI. Pemberian ASI
pada anak merupakan salah satu penanggulangan diare pada anak
(Yuana, 2015).
24

4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya). Hasil tersebut sangan dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek, tentu saja setiap
orang mempunyai tingkat intensitas yang berbeda-beda.secara garis
besar pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yakni :
a. Tahu (Know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)

5. Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)


Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan
dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebagian besar kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman
tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja
yang mengandung mikroorganisme pathogen dengan melalui air minum.
Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena
lewat tangan yang tidak bersih makanan minuman tercemar kuman
penyakit masuk ke tubuh manusia. (Hardiansyah, 2013)
Salah satu upaya kegiatan pencegahan diare dapat dilakukan dari
kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan menggunakan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare. (Dirjen PPM&PL)
25

Perilaku cuci tangan adalah kegiatan atau aktifitas yang biasa


dilakukanoleh organism atau makhluk hidup dalam menjalankan
hidupnya. Perilaku sehat adalah sekumpulan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan upaya seseorang dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesehatannya, salah satu contohnya yaitu gaya hidup
positif seperti mencuci, tangan menggunakan sabun (Notoadmodjo,
2010)
Perilaku ini merupakan tindakan sederhana yang sangat bermanfaat
untuk mencegah penularan penyakit. Beberapa penelitian telah
menunjukan bahwa kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dapat
mengurangi kejadian penyakit diare lebih dari 40% (Yuana, 2015)
Pada penelitian yang dilakukan iswani (2011) menunjukn bahwa
kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan
pada anak berpeluang 6 kali untuk mengalami penyakit diare.

2.4.3 Faktor Agent


Beberapa etiologi yang potensial menimbulkan KLB diare menurut Dirjen
PP&PL tentang pedoman tatalaksana diare, 2014. Dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Tabel 2.1
Faktor Agent Penyebab Diare

Kuman Masa Tunas Gejala Cara Penularan


Vibrio cholera Beberapa Mencret Melalui makanan dan
jam sampai 5 mendadak, minuman yang
hari kadang muntah. terkontaminasi.
Vibrio 2-3 hari Sakit perut, mual, Melalui ikan (makanan
parahaemolytic demam, sakit laut) yang
kepala, kadang terkontaminasi.
26

seperti disentri.
Streptococcus 2-6 jam Mual, muntah, Melalui, daging, telur,
aureus mencret, suhu makanan kaleng dan
badan tinggi. roti yang terkontaminasi.
Salmonella sp 12-24 jam Mencret, demam, Melalui daging, susu,
sakit perut. telur yang
terkontaminasi.
Clostridium 6-24 jam Mencret, mual, Melalui daging,
perfringens biasanya 10- muntah. makanan kaleng yang
12 jam terkontaminasi.
Bacillus cereus 1-6 jam, 6-24 Mencret, mual, Melalui bubur kaleng,
jam muntah. pudding yang
terkontaminasi.
Shigella sp 2-3 hari Mencret, sakit Melalui saus dan
perut, tinja makanan kaleng yang
berlendir. terkontaminasi.
Streptococcus 5-20 jam Mual, muntah, Melalui makanan yang
faecalis mencret. terkontaminasi.
Enterococcus 2-18 jam Mual, muntah, Melalui makanan kaleng
mencret. yang terkontaminasi.
Sumber : Pedoman Penanganan Diare (Dirjen PP&PL Tahun 2009)

2.4.4 Faktor Lingkungan/ Sarana Sanitasi Dasar

1. Sarana Air Bersih


Air merupakan zat yang paling dalam kehidupan setelah udara. Sekitar
¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup
lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Penyakit-penyakit yang menyerang
manusia dapat juga ditularkan dan disebarkan melalui air. Kondisi tersebut
tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit dimana-mana.
27

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/IX/1990 tentang persyaratan


kualitas air bersih, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan, yang baru dapat
diminum apabila telah dimasak. atau Kepmenkes RI No.
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan dan
kualitas air minum. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan
atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung di minum. Air yang tidak bersih dapat memicu terjadinya
suatu penyakit melalui kuman-kuman yang ditularkan melalui jalur air
(waterborn disease) sebagaimana halnya penyakit daire. (Apriasditika,
2010).
a. Syarat Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/IX/1990 tentang
persyaratan kualitas air bersih. Syarat kualitas air bersih harus
memenuhi persyaratan yaitu :

1. Syarat fisik
Air yang kualitasnya baik harus memenuhi syarat fisik, sebagai
berikut:
- Jernih atau tidak keruh
- Tidak berwarna
- Rasanya tawar
- Tidak berbau
- Tidak mengandung zat padat
- Temperaturnya normal

2. Syarat kimia
Air yang tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk
kesehatan seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung mineral-
mineral serta zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah
28

ditentukan. Kualitas air tergolong baik bila syarat kimia, sebagai


berikut :
- pH netral
- Tidak mengandung bahan kimia beracun
- Tidak mengandung garam atau ion-ion logam
- Kesadahan rendah
- Tidak mengandung bahan organik

3. Syarat mikrobiologi
Air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Penyakit-
penyakit yang sering menular melalui perantara air dikenal
dengan “water-borne disease” karena bibit-bibit penyakit tersebut
keluar bersama faeces manusia. Sebagai penunjuk bahwa air
telah dikotori oleh faeces manusia adanya bakteri Escherichia
coli, karena bakteri ini selalu terdapat dalam faeces manusia baik
yang berasal dari orang sakit maupun sehat.
Dikarenakan tidak mungkin menyediakan air yang steril maka
air boleh mengandung bakteri tanah yang saprophyt (tidak
patogen) dalam batas-batas tertentu. Air dikatakan memenuhi
syarat bakteriologis bila :
- Tidak mengandung bakteri patogen misalnya bakteri golongan
E.coli
- Tidak mengandung bakteri non patogen seperti Phytoplankton.

4. Syarat radioaktif
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu terkena radiasi
yang datang dari lingkungan, tetapi radiasi alamiah ini tidak cukup
untuk menimbulkan kelainan-kelainan psikologi pada tubuh,
dengan perkembangan dari industri nuklir dan penggunaan hasil
prosuksinya. Sejumlah kecil dari pertambahan radiasi tidak dapat
dihindarkan
29

Menghindari atau melindungi tubuh dari radiasi, tetapi


perlindungan secara sempurna terhadap radiasi hampir tidak
mungkin. Bila diperkirakan akan terjadi radiasi maka haruslah
diusahakan menghindari atau mengurangi radiasi tersebut sampai
tingkat yang paling kecil. Buangan dari industri sering kali
mencemari sumber air, dengan demikian adanya zat radioaktif di
dalam air minum harus sesuai dengan persyaratan.

b. Sumber Air Bersih


Air yang berada di permukaan bumi dapat berasal dari berbagai
sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air
hujan, air permukaan dan air tanah.
1. Air hujan (angkasa)
Air hujan atau air angkasa merupakan sumber utama air di
bumi. Air ini dapat dijadikan sebagai sumber air minum, tetapi air
ini tidak mengandung kalsium, sehingga perlu dilakukan
penambahan kalsium. Walau saat presipitasi merupakan air yang
paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran
ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di
atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme
dan gas (karbondioksida, nitrogen dan amonia).

2. Air permukaan
Air permukaan yang meliputi: badan-badan air semacam
sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun dan sumur permukaan.
Sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi. Oleh karena keadaan terbuka, maka air permukaan mudah
terkena pengaruh pencemaran, baik oleh tanah, sampah, maupun
lainnya. Air seperti ini harus mendapat disinfeksi yang baik
sebelum didistribusikan kepada konsumen. Pembebasan tempat
pengambilan air harus diletakkan di atas aliran dan sejauh
30

mungkin dari tempat buangan air limbah industri dan air bekas
pengairan pertanian.

3. Air tanah (ground water)


Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi
yang kemudian mengalami per lokasi atau penyerapan ke dalam
tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah bawah tanah,
sehingga membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni
dibandingkan proses yang telah dialami air hujan tersebut, di
dalam perjalanannya ke air permukaan. Air tanah memiliki
beberapa kelebihan dibanding sumber air lain, diantaranya air
tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu
mengalami proses purifikasi atau penjernihan, persediaan air
tanah juga cukup banyak sepanjang tahun, saat musim kemarau
sekalipun. Air tanah juga memili beberapa kerugian atau
kelemahan dibanding sumber air lainnya. Air tanah mengandung
zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang
tinggi dari zat-zat mineral semacam magnesium, kalsium dan
logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air.
Selain itu, untuk mengalirkan air ke atas permukaan diperlukan
pompa. Air tanah umumnya merupakan sumber yang paling
cocok dan menyenangkan dalam penyediaan air bersih
masyarakat kecil. Melindungi sumber air tanah dari setiap
kontaminasi adalah penting. Oleh karena itu, sumber air tanah
harus dijauhkan dari setiap sumber pengotoran seperti jamban,
septic tank, tempat pembuangan air limbah dan tempat
pembuangan air bekas irigasi.
31

c. Sarana Penyediaan Air Bersih


Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan membersihkan kotoran yang ada
di sekitar rumah. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju
setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan
di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari.
Ditinjau dari buku ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan
sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya
penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap
individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon. Kebutuhan
air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar
kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan analisis WHO
pada negara-negara maju, setiap orang memerlukan air antara 60-
120 liter per hari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari.
Menurut Depkes RI (2005), berapa sumber air yang menghasilkan
air bersih dan umumnya digunakan masyarakat di Indonesia
diantaranya adalah sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan
air hujan, perlindungan mata air, sistem perpipaan, dan terminal air:
1. Sumur Gali (SGL)
Salah satu sarana penyediaan air bersih dengan cara
menggali tanah sampai mendapatkan lapisan air dengan
kedalaman tertentu yang terdiri dari bibir sumur, dinding sumur,
lantai sumur, saluran air limbah dan dilengkapi dengan kerekan
timba dengan gulungannya atau pompa. Dalam pembuatan sumur
gali perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Jarak antara sumur gali dengan sumber pencemar (tempat
pembuangan sampah, rol/parit, tempat penampungan tinja)
minimal 11 meter.
32

- Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman minimal 3


meter dari permukaan tanah.
- Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang kedap air
setinggi minimal 80 cm. sebaiknya diberi penutup agar air hujan
dan kotoran lainnya tidak dapat masuk kedalam sumur.
- Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1 meter dari
tepi bibir atau dinding sumur dengan ketebalan 10-20 cm.
- Saluran air limbah ±10 meter dari sumur gali dan sumur
peresapan air buangan yang dibuat dari bahan kedap air dan licin.
- Tali dan timba tidak terletak dilantai.

2. Sumur Pompa Tangan


Sumur pompa merupakan sarana penyediaan air bersih yang
mempergunakan pompa baik pompa tangan (manual) maupun
pompa listrik untuk menaikkan air dari lubang sumur.
a) Sumur Pompa Tangan (SPT)
Berdasarkan kedalaman muka air yang diisapnya terdapat tiga
jenis sumur pompa tangan yaitu :
- Sumur Pompa Tangan Dangkal (SPTDK)
SPTDK merupakan sumur yang dilengkapi dengan pompa
tangan yang bisa menghisap air secara teoritis dengan
tekanan 1 atmosfir, tetapi dalam praktik (setelah dikurangi
gaya gesek dan lainnya) dapat menaikkan air dari
kedalaman 7 meter atau kurang. Pompa tangan dapat
dipasang pada sumur gali dan membuat lubang atau sumur
dengan jala pemboran maupun penyidukan.
- Sumur Pompa Tangan Sedang (SPTS)
SPTS merupakan sumur yang dilengkapi dengan pompa
tangan yang bisa menghisap air dengan kedalaman antara
7-20meter.
- Sumur Pompa Tangan Dalam (SPTDL)
33

SPTDL merupakan lubang atau sumur yang dilengkapi


dengan pompa tangan yang bisa menghisap air dengan
kedalaman 20-30 meter. Lubang atau sumur biasanya
dibuat dengan cara pemboran.

b) Sumur Pompa Listrik (SPL)


Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja SPL sama
dengan SPT, hanya bedanya kalau SPL menggunakan tenaga
listrik. Jenis-jenis SPL seperti SPT untuk sumur dangkal yaitu
dengan kedalaman sampai 30 meter dan pompa selam
(submersible pump) untuk kedalaman lebih dari 30 meter.
Persyaratan teknis sumur pompa dari segi kesehatan :
- Lokasi, lantai dan SPAL sama dengan persyaratan lokasi,
lantai dan SPAL sumur gali
- Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat
air (concrete seal) sekurang-kurangnya 3 meter dari
permukaan tanah.
- Ujung bawah pipa dipasang dop, bagian luar pipa saringan
diberi kerikil dengan diameter 2-3 cm.
- Klep dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar
tidak memerlukan pancingan.
- Dudukan pompa harus kuat, rapat air dan tidak retak
dengan ketinggian 50-60cm.

c) Perlindungan Air Hujan (PAH)


Penampungan air hujan (PAH) adalah sarana penyediaan
air bersih yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai
persediaan air bersih dan pengadaan air bersih.

d) Perlindungan Mata Air


34

Salah satu tanah yang mempunyai debit air yang cukup


baik dalam jumlah dan kualitas adalah mata air. Ada dua hal
yang perlu diperhatikan dalam perlindungan mata air antara
lain peningkatan jumlah dan mutu air setelah diadakan
perlindungan dan mencegah pengotoran yang mungkin timbul
yang berasal dari luar.

e) Ledeng atau Sistem Perpipaan


Ledeng atau perpipaan adalah sarana penyediaan air
bersih yang menggunakan jaringan pipa. Sumber air yang
berasal dari PDAM ini sebelum didistribusikan kepada
masyarakat telah terlebih dahulu diolah dan airnya akan
tersedia secara terus-menerus baik pada saat musim kemarau
maupun musim hujan. Beberapa syarat perpipaan yang
penting, antara lain:
- Pemasangan pipa tidak boleh terendam air kotor atau air
sungai
- Bak penampung harus kedap air dan tidak dapat tercemar
oleh kontaminan
- Bak pengambilan air dari sarana perpipaan harus melalui
kran.
- Pipa distribusi yang dipakai harus terbuat dari bahan yang
tidak mengandung atau melarutkan bahan kimia.
- Sebelum disalurkan ke konsumen, sumber air utama yang
digunakan harus diolah dulu dengan metode yang tepat

f) Terminal Air (TA)


Beberapa syarat terminal air yang penting, antara lain:
1. Kran pengambilan air setinggi 50 – 70 cm dari lantai
2. Bak penampung air dibuat kedap air, kuat, tidak korosif,
dan dilengkapi lubang pengontrol dan pipa penguras
35

3. Bak air yang tidak dapat dijangkau langsung oleh mobil


tangki, aliran air dari mobil harus menggunakan pipa yang
dilengkapi tutup pengaman
4. Lantai tempat pengambilan air harus kedap air dan kuat
5. Terdapat saluran pembuangan air limbah.

2.5 Pembuangan Limbah dan Ekskreta


2.5.1 Definisi Pembuangan Kotoran (Jamban keluarga)

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan


mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga
kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori
lingkungan pemukiman menurut Depkes RI, Pedoman Teknis Pelaksanaan
Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Ditjen PPM & PLP, Jakarta,
1995 h.55).
Pelaksaan sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat
hubungannya dengan adat istiadat/ kebiasaan manusia. Kebiasaan
membuang kotoran yang tidak sehat dan keadaan sarana jamban yang
tidak saniter merupakan penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Tinja
akan terhanyut oleh air hujan, terbawa oleh binatang/serangga, kaki orang
dan lain-lain. Oleh karena itu, berhasilnya sistem pembuangan kotoran ini
tergantung dari tingkah laku masyarakat.

2.5.2 Syarat-syarat Jamban yang Sehat :

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang


memenuhi syarat kesehatan, yaitu :
- Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air
permukiman
- Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter
- Konstruksi kuat
36

- Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008)


- Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa)
- Dibersihkan minimal 2 kali dalam sebulan
- Ventilasi 20% dari luas lantai
- Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
terang
- Murah
- Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain
tertutup juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

2.5.3 Penentuan Letak Jamban Keluarga

Dalam penentuan letak jamban keluarga harus diperhatikan jaraknya


terhadap sumber air minum yang ada. Pada umumnya di Indonesia
jaraknya berkisar lebih dari 10 meter. Penentuan jarak ini sebenarnya
tergantung pada beberapa faktor antara lain :
- Keadaan daerah, berupa dataran atau lereng (pegunungan)
- Keadaan permukaan air tanah
- Sifat, macam dan susunan tanahnya, yaitu tanah kapur, tanah liat, tanah
berbatu dan lain-lain.

2.5.4 Macam-macam Jamban Keluarga

1. Kakus Gali/Cemlpung
Kakus ini sangat sederhana, sehingga dapat dipakai oleh masyarakat di
pedesaan, tetapi kakus ini dianggap kurang saniter karena :
- Masih menimbulkan pencemaran bau
- Masih memungkinkan timbulnya serangga berkumpul, apalagi jika
kebersihannya tidak dijaga dan lubang kakus tidak ditutup
37

2. Kakus Type Leher Angsa


Kakus ini dianjurkan terutama bagi daerah yang mudah mendapat air
karena type kakus ini membutuhkan air banyak. Keuntungannya :
- Mengurangi/menghindari gangguan lalat dan serangga lain.
- Mengurangi timbulnya pencemaran bau
- Dapat dipakai secara aman oleh keluarga
- Dapat dipasang di didalam

3. Kakus Type Septik Tank


Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobic. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam
pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman
pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank bisa terjadi dari dua bak
atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur
sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau
tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor
di dalam bak tersebut. Di dalam bak bagian pertama akan terdapat
proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Di dalam bak
terdapat tiga macam lapisan diantaranya :
a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat.
b. Lapisan cair.
c. Lapisan endap (lumpur).

2.5.5 Pembuangan Air Limbah (swage Disposal)

Air limbah adalah air yang tidak dipakai (bebas pakai). Air limbah meliputi
semua air kotoran yang berasal dari perumahan (kamar mandi, tempat
cuci, juga dapur) yang berasal dari industri-industri dan juga air hujan. Cara
pembuangan air limbah dapat dilakukan dengan cara campuran, yaitu air
hujan bersama-sama air kotoran dan cara terpisah, yaitu air hujan dibuang
terpisah dari air kotoran.
38

Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan


menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filarial. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman,
secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga
tidak menimbulkan bau yang tidak menjadi tempat perindukan nyamuk
(Kemenkes, 2011).
Air limbah khususnya air limbah rumah tangga perlu diolah atau
pembuangannya perlu diatur dengan maksud :
- Mencegah pengotoran sumber air rumah tangga
- Menjaga makanan yang dicuci dnegan air
- Menghindari pengotoran air permukiman
- Perlindungan terhadap makhluk hidup dalam kolam atau kali
- Menghilangkan adanya baud an pemandangan tidak sedap
- Menghilangkan tempat berkembang biaknya sumber penyakit
Adanya beberapa model atau cara pembuangan air limbah yang ada di
masyarakat dan memenuhi syarat antara lain :
a. Dengan Pengenceran (Disposal by dilution)
Air limbah dibuang ke kali, sungai, danau atau laut agar dapat
pengenceran. Dengan cara itu air limbah dapat mengalami proses self
purification, cara ini hanya dapat dilakukan pada badan air yang
memiliki kuantitas air yang banyak minimal 30-40 kali pengenceran
dan air badan air cukup mengandung O₂ dalam artinya harus mengalir
dan badan air tersebut diperuntukkan bagi kegunaan lain.
b. Model Sumur Resapan (Cesspool)
Caseepool ini menyerupai sumur tapi digunakan untuk membuang air
limbah, dibuat pada tanah yang poreus (berpasir) agar air buangan
meresap ke dalam tanah, bagian atas terbuat dari tembok agar tidak
tem bus air. Syarat dari pembuatan sumur resapan cesspool ini
39

letaknya harus jauh dari sumber air (sumur) minimal 45 meter dan dari
pondasi rumah minimal 6 meter.
c. Model Septic Tank
Merupakan cara yang terbaik yang dianjurkan WHO, tapi biayanya
mahal, teknik sukar dan memerlukan tanah yang luas.
Septic tank terdiri atas 4 bagian yaitu :
a) Ruang pembusukan, disini sewage akan bertahan 1-3 hari dan
akan mengalami perombakan oleh bakteri-bakteri pembusuk. Hasil
perombakan ini berupa gas, cairan dan lumpur. Gas dan cairan
akan masuk ke bagian dosing chamber, sedangkan lumpur masuk
ke dalam ruang lumpur yang mengalir karena dasar ruang
pembusukan dibuat miring.
b) Ruang lumpur, merupakan tempat penampungan lumpur yang
terjadi pada proses pembusukan. Bila lumpurnya sudah penuh
dipompa keluar.
c) Dosing Chamber terdapat siphon Mc Donald, gunanya untuk
mengatur kecepatan air yang akan dialirkan ke bidang resapan,
supaya teratur merata. Dosing chamber dalam septic tank bisa
ditiadakan.
d) Bidang resapan berguna untuk menyerap cairan yang keluar dari
dosing chamber dan menyaring dari bakteri-bakteri pathogen serta
bibit penyakit lainnya. Bidang resapan ini minimal panjangnya 10
meter dan dibuat pada tanah poreus.

2.6 Pengelolaan Sampah


2.6.1 Definisi Sampah

Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoadmojo h.191 sampah adalah sesuatu


bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau
benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat
40

batasan, sampah adlah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia,
dan tidak terjadi dengan sendirinya.

2.6.2 Sumber-Sumber Sampah

a.) Sampah yang berasal dari permukiman


Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan
rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti: sisa
makanan, kertas/plastic pembungkus makanan, daun dll
b.) Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti;pasar, tempat
hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah
ini berupa kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya.
c.) Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah yang berasal dari perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan dan sebagainya. Umumnya sampah ini
bersifat kering dan mudah terbakar.
d.) Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri
dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, plastic dan
sebagainya.
e.) Sampah yang berasal dari industry
Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan
barang, logam, plastic, kayu, kaleng dan sebagainya.
f.) Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari pelabuhan atau pertanian, misalnya;
jerami, sisa sayur mayur dan sebagainya.
g.) Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan
Sampah ini dapt berupa kotoran ternak, sisa makan ternak, bangkai
binatang dan sebgainya.
41

2.6.3 Jenis-Jenis Sampah

a) Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya:


- sampah an-organik, adlah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plasatik dan
sebagainya.
- sampah organic, adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-
buahan dan sebagainya
b) Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar-sampah yang
mudah terbakar, mislanya karet, kertas, kayu dan sebagainya.
Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas,
besi/logam bekas dan sebagainya.

2.6.4 Pengelolaan Sampah

a) Tempat Pembuangan Sampah


Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah
dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi
mengganggu kesehatan ;lingkungan atau kesehatan masyarakat.
Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan
sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal
(pembuangan akhir).
1) Keadaan tempat sampah
Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang
perlu diperhatikan adalah:

a) Penyimpanan setempat (onsite storage)


Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya
42

serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu, persyaratan


container sampah harus mendapat perhatian.
b) Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya
serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu, persyaratan
container sampah harus mendapat perhatian.
c) Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah
Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana
sampah tersebut diangkut dengan alat angkut sampah.
Sebelum sampai ketempat pembuangan kadang-kadang perlu
adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini
sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan
lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak
ke truk pemadat. Adapun syarat tempat sampah yang
dianjurkan :
- Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat dan tidak mudah
bocor.
- Mempunyai tutup yang mudah dibuka, dikosongkan isinya,
mudah dibersihkan.
- Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang.
Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah
sementara (Mubarak dan Chayatin, 2009):
- Terdapat dua pintu : untuk masuk dan untuk keluar.
- Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari.
- Tidak terletak pada daerah rawan banjir
- Volume tempat penampungan sementara mampu
menampung sampah untuk tiga hari.
- Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah
masuknya lalat.
- Harus ada kran air untuk membersihkan.
- Tidak menjadi perindukan vector
43

- Mudah di jangkau oleh masyarakat/ dan kendaraan


pengangkut.

d) Pemusnahan dan Pengolahan Sampah


- Di taman (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan
membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan
dan ditimbun dengan tanah.
- Dibakar (Incenerator), yaitu memusnahkan sampah dengan
jalan membakar di dalam tungku pembakaran
(Incenerator).
- Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan sampah
menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organic
daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain yang dapat
membusuk.

2) Vektor Lalat
Vektor adalah salah satu mata rantai dari penularan penyakit. Lalat
adalah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan
seperti thpus perut, kolera, diare dan disentri.
Sampah yang mudah membusuk merupakan media tempat berkembang
biaknya lalat. Bahan-bahan organic yang membusuk, baunya
merangsang lalat untuk datang mengerumuni, karena bahan-bahan yang
membusuk tersebut merupakan makanan mereka. Adapun komponen-
komponen dalam sistem pengelolaan sampah yang harus mendapat
perhatian agar lalat tidak ada kesempatan untuk bersarang dan
berkembang biak adalah mulai dari penyimpanan sementara,
pengumpulan sampah dari penyimpanan setempat ke tempat
pengolahan sampah (TPS), transport dan tempat pembuangan akhir
(TPA) menurut (Sarudji, D, 2006)
BAB 3
GAMBARAN UMUM

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah kerja puskesmas Kelurahan


Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur maka dari itu penulis akan
menjelaskan mengenai gambaran umum lokasi penelitian.

3.1.1 Demografi Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jakarta


Timur

Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara mempunyai luas wilayah


+/-115,20 Ha (1,15 km). Kelurahan Cipinang Besar Utara memiliki 14 rukun
warga, 129 rukun tetangga, jumlah KK 17057 dan jumlah penduduk
kelurahan Cipinang Besar Utara 55.803 jiwa.
Batas-batas wilayah Kelurahan Cipinang Besar Utara:

 Sebelah Utara : Kelurahan Pisangan Baru Kecamatan


Matraman
dibatasi dengan rel kereta api.
 Sebelah Selatan : Kelurahan Cipinang Cempedak dibatasi oleh
Jl.Pedati.
 SebelahTimur : Jalan Cipinang Jaya dibatasi oleh Jl. DI
Panjaitan.
 Sebelah Barat : Kelurahan Bali Mester dibatasi oleh Kali
Baru.

44
45

3.1.2 Kondisi Geografi dan Iklim di Kelurahan Cipinang Besar Utara

Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter


di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6˚ 12’ Lintang Selatan dan 106˚
48’ Bujur Timur. Luas Wilayah propinsi DKI Jakarta terdiri dari daratan
seluas 662,33 km². selain itu terdapat ±110 pulau seluas 869,61 Ha yang
tersebar di Kepulauan Seribu dan 29 buah sungai/saluran/kanal yang
sebagian digunakan sebagai sumber air minum dan usaha perikanan.
Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur
sepanjang ±35km yang menjadi tempat bermuaranya 19 buah sungai/kali
menurut sumber BPLHD Prov. DKI Jakarta yaitu Ciliwung, Krukut,
Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Sungai Grogol, Kali Cideng,
Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter, Cakung, Buaran, Kalibaru Baru Barat,
Cengkareng Drain, Jati Kramat, Cakung Drain, Ancol, Banjir Kanal Barat,
Banjir Kanal Timur. Sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan
dengan wilayah provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bekasi dan Depok)
sebe;ah Barat dengan Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang) dan di
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Kelurahan Cipinang Besar Utara adalah salah satu Kelurahan di DKI yang
berpenduduk padat dan cenderung kumuh dengan jumlah penduduk sekitar
40.000 jiwa/RW. Masalah yang dihadapi masyarakat CBU adalah banjir,
kebakaran dn konflik horizontal.

3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara

Struktur Organisasi Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara


(Terlampir).
BAB 4
KERANGKA TEORI

4.1 Kerangka Teori

Beberapa hal atau faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada
balita adalah faktor balita, faktor lingkungan, faktor manusia (perilaku),
faktor agent, serta musim atau iklim tertentu. Reny (2002), Kasman (2004),
Notoadmodjo (2010), Dr. widoyono (2011), Koco (2015) :

Faktor Balita :
Umur
Status gizi
Jenis kelamin
Status imunisasi campak
Asi ekslusif

Faktor Lingkungan/ sarana


fisik sanitasi dasar :
Sarana air bersih KEJADIAN DIARE PADA BALITA
Jamban sehat
Saranapembuangan air limbah
Pengelolaan sampah

Faktor individu/Perilaku Ibu :


Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu Faktor Agent :
Pengetahuan Ibu -Bakteri(Vibrio
cholera,
Perilaku cuci tangan
salmonella, shigella, E. coli).
-Virus(rotavirus,adenovirus,
enterovirus).

46
47

4.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, penelitian disesuaikan terhadap tema dan


masalah yang akan peneliti lakukan, maka faktor-faktor yang diteliti dan
dituangkan dalam kerangka konsep hanyalah faktor lingkungan meliputi
sarana fisik sanitasi dasar dan faktor individu/perilaku ibu(kebiasaan cuci
tangan pakai sabun).

Faktor Lingkungan/ sarana fisik sanitasi dasar :


Sarana air bersih
Jamban sehat
Saranapembuangan air limbah (SPAL)
Pengelolaan sampah

KEJADIAN DIARE PADA BALITA

Faktor individu/Perilaku Ibu :


Pendidikan ibu
Pekerjaan ibu
Pengetahuan Ibu
Perilaku cuci tangan
48

4.3 Definisi Operasional

Definisi variabel yang berkaitan dengan penelitian atau variabel yang terikat
pada kejadian diare pada balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Definisi Operasional

Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Dan Perilaku Ibu dengan Kejadian Diare
pada Balita Di Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Jakarta Timur Tahun 2017

No Nama Definisi Operasional Alat ukur Cara Kategori Skala


Variabel Pengukuran
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Variabel Dependen
1. Kejadian Balita yang mengalami Kuesione Wawancara 1=diare, Ordin
Diare pada buang air besar lebih dari r Langsung bila al
Balita 3 kali sehari dengan sesuai
konsistensi tinja lembek definisi
atau cair. 0=tidak
diare,
bila tidak
sesuai
definisi
Variabel Independen
Sarana Air
Bersih
2. Kualitas Melihat kualitas air Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Fisik Air secara fisik dari warna Langsung memenu al
Bersih (jernih atau tidak keruh), hi syarat
tidak berbau. 2=Meme
nuhi
syarat
3. Sumber Sarana yang digunakan Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Sarana Air untuk penyediaan air Langsung memenu al
Bersih bersih bila memenuhi hi syarat
(SAB) syarat kesehatan jika 2=Meme
yang digunakan PAM dan nuhi
49

SPT dalam. syarat


4. Jarak SAB Jarak letak sarana air Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
ke sumber bersih ke sumber Langsung memenu al
pencemaran pencemaran lebih jauh hi syarat
dari 10 meter. 2=Meme
nuhi
syarat
5. Jamban Jamban yang Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Sehat menggunakan jamban Langsung memenu al
leher angsa dengan hi syarat
septic tank. 2=Meme
nuhi
syarat
6. Kebersihan Kondisi jamban yang Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Jamban dimiliki RW 04 dalam Langsung memenu al
keadaan bersih, terawat hi syarat
baik, tidak ada kotoran 2=Meme
yang tersisa di kloset. nuhi
syarat
7. Sarana Sarana pembuangan air Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Pembuanga limbah (SPAL) yang Langsung memenu al
n Air hi syarat
dimiliki oleh pemukiman
Limbah 2=Meme
(SPAL) RW 04 dalam keadaan nuhi
tertutup tidak mencemari syarat

air bersih, lancar dan


tidak menimbulkan
genangan air, tidak bau,
tidak becek dan mengalir
ke tempat terbuka/
dialirkan ke comberan.
8. Pengelolaa
n Sampah
Tempat Tempat pewadahan Checklist Observasi 1=Tidak Ordin
Pembuanga sampah pada rumah Langsung memenu al
n Sampah dalam kondisi tertutup hi syarat
Sementara dan kedap air. 2=Meme
50

nuhi
syarat
9. Pendidikan Jenjang atau strata Kuesione Wawancara 1=tinggi, Ordin
Ibu sekolah yang telah r bila al
ditamatkan Ibu minimal
tamat
SLTA
0=bila
tidak
sekolah
atau
hanya
sampai
tamat
SLTP
10. Pekerjaan Merupakan tugas rutin Kuesione Wawancara Bekerja = Nomi
Ibu yang dilakukan Ibu di r 1 jika nal
rumah atau diluar rumah punya
yang menghasilkan uang pekerjaan
diluar/diru
mah yang
menghasi
lkan
uang.
tidak
bekerja =
2 jika
tidak
mempuny
ai
pekerjaan
yang
menghasi
lkan
uang.
11. Pengetahua Suatu penguasaan teori Kuesione Wawancara 1=kurang
n Ibu yang dimiliki oleh setiap r baik
Ibu yang khusus 2=baik
mengenai diare pada
anak
51

12. Perilaku Suatu tindakan Kuesione Wawancara 1=kurang Ordin


Cuci membersihkan tangan r baik al
Tangan menggunakan sabun 2=baik
Pakai
Sabun

4.4 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita berusia 0-59
bulan yang tersebar pada RW 04 di Wilayah kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur dan bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.

4.5 Hipotesis

Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita dengan sarana
sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban sehat, sarana pembuangan air
limbah, pengelolaan sampah) di RW 04 wilayah pemukiman Kelurahan
Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur Tahun 2017
2. Ada hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita dengan faktor
perilaku ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, perilaku cuci tangan)
di RW 04 wilayah pemukiman Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jakarta
Timur Tahun 2017
BAB 5

METODE PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan


pendekatan cross sectional, yaitu penelitian non eksperimental dan analisa
statistik untuk melihat faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada
balita berdasarkan faktor lingkungan dan faktor perilaku ibu.

5.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cipinang


Besar Utara, Jakarta Timur.

5.3 Populasi Dan Sampel


5.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita 0-59
bulan yang tercatat di RW 04 Wilayah Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Jakarta Timur. Dengan jumlah keseluruhan populasi sebanyak 300 ibu
yang memiliki balita yang tercatat di posyandu RW 04.

5.3.2 Sampel

Sampel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak balita 0-59
bulan, yang diambil secara acak sederhana, karena balita belum dapat
diwawancara, maka ibu atau pengasuh balita masuk kedalam sampel yang
jumlahnya sama dengan sampel balita. Dengan besar sampel minimal yang
akan diambil berdasarkan rumus (Notoadmodjo, 2010) sebagai berikut:

52
53

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal.

Z(1-α/2) = Nilai Z pada derajat keprcayaan (95%) = 1,96

P = proporsi kasus diare pada balita di DKI Jakarta 51%

d² = ketetapan relatif yang digunakan = 10% (0,1)

Dari rumus diatas diperoleh besar sampel :

n = 96,001584 = 96 responden
Antisipasi Drop Out = besar sampel x 10%
= 96 x 10% = 9,6
= 96 + 9,6 = 105,6
Jadi jumlah sampel keseluruhan = 106 responden.

Besar sampel dilakukan dengan menetapkan jumlah sampel keseluruhan


dengan menggunakan rumus estimasi proporsi, kemudian menentukan
sampel RW secara proposional yang jumlahnya dapat mewakili sampel
keseluruhan. Sampel yang diambil menggunakan metode quota sampling,
dimana sampel yang akan diambil ditentukan terlebih dahulu jumlahnya.
Jika jumlah tersebut sudah dicapai, maka pengumpulan data berhenti.
(Hastono, 2011)
Perhitungan besar sampel dengan rumus :

Setelah dilakukan perhitungan, didapat hasil :


54

Total = 106 responden


55

5.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoadmodjo,
2010). Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di kelurahan Cipinang
Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
2. Ibu rumah tangga yang memiliki balita berusia 0-59 bulan.
3. Ibu rumah tangga yang bersedia partisipasi dalam penelitian ini
sebagai responden.
4. Ibu rumah tangga yang dapat berkomunikasi dengan baik, sehat
jasmani dan rohani.

b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoadmodjo, 2010).
1. Ibu rumah tangga yang tidak bertempat tinggal di kelurahan
Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
2. Ibu rumah tangga yang tidak memiliki balita berusia 0-59 bulan.
3. Ibu rumah tangga yang tidak bersedia partisipasi dalam penelitian
ini sebagai responden.
4. Ibu rumah tangga yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik,
sehat jasmani dan rohani.

c. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel pada setiap RT dilakukan dengan
metode acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu setiap
anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2014).
56

Pengambilan sampel dengan metode acak sederhana (Simple


Random Sampling) dilakukan dengan cara mengundi anggota
populasi. Terlebih dahulu setiap anggota populasi diberi nomor yang
sesuai dengan jumlah anggota populasi dalam secarik kertas. Kertas-
kertas tersebut kemudian digulung dan dimasukkan kedalam sebuah
kotak. Setelah dikocok, sejumlah kertas diambil sesuai dengan jumlah
sampel yang telah ditentukan. Nomor-nomor anggota populasi yang
terambil akan menjadi sampel yang terpilih dalam penelitian.

5.4 Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder. Data


sekunder didapat dengan hasil pencatatan Puskesmas Kelurahan CBU.
Data primer didapat dari hasil wawancara dengan responden kelurahan
Cipinang Besar Utara.

5.4.1 Data Primer

Yaitu data yang diperoleh penulis secara langsung, diantaranya adalah


dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian dan wawancara
dengan menggunakan lembar kuesioner kepada seluruh ibu yang memiliki
balita di wilayah penelitian.

5.4.2 Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar


Utara, Kantor Kelurahan Cipinang Besar Utara dan Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur.
57

5.5 Pengolahan Dan Analisis Data


5.5.1 Pengolahan

a) Editing
Pada tahap ini, penulis memeriksa data yang telah terkumpul agar
dapat diperiksa kelengkapannya dan kesinambungannya.
b) Coding
Yaitu penyederhanaan data dengan menggunakan kode-kode
tertentu, yang dilakukan untuk menyederhanakan jawaban responden
dengan memberikan tanda-tanda tertentu. Tujuan pengkodean
adalah untuk memudahkan pengolahan data.

c) Tabulating
Pada tahap ini, penulis memindahkan data ke dalam bentuk tabel,
atau bisa juga dengan memasukkan data wawancara dan observasi
lapangan ke dalam komputer program statistik.

d) Entry Data
Suatu proses memasukan data yang telah diperoleh menggunakan
fasilitas computer dengan menggunakan sistem atau program
computer.

e) Cleaning Data
Yaitu data yang telah selesai di entry di lihat kembali apakah ada
kesalahan atau tidak.

5.5.2 Analisis

a. Univariat
analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian
58

(Notoadmodjo, 2010). Analisis univariate dengan menggunakan


analisa frekuensi dan statistik deskriptif. Dengan membuat tabel
distribusi frekuensi masing-masing variabel-variabel dependen
(kejadian diare pada anak balita) dan independen (kondisi rumah,
sarana penyediaan air bersih, jamban keluarga, pengelolaan air
limbah dan pengelolaan sampah) untuk mengetahui normalitas dan
distribusi, sebagai acuan analisa lebih lanjut.

b. Bivariat

Analisis bivariate adalah analisis yang dilakukan terhadap dua


variabel yang di duga berhubungan atau berkorelasi (Notoadmodjo,
2010). Dengan membuat tabel silang antara variabel independen
(kondisi rumah, sarana penyediaan air bersih, jamban keluarga,
pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah) dengan variabel
dependen (kejadian diare pada anak balita) menggunakan uji kai
kuadrat berpedoman pada rumus :

Keterangan: X² = Nilai kai kuadrat


∑ = Jumlah
O = Nilai yang diamati (observed)
E = Nilai yang diharapkan (Expected)
Untuk menilai beda proporsi hubungan setiap variabel ditetapkan
signifikan hubungan pada derajat penolakan X = 5% (P < 0,05) jika
nilai P yang didapat lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis pada skripsi
diterima berarti antara dua variabel yang dianalisa berhubungan
bermakna.

Untuk mengetahui besarnya hubungan atau konstribusi


persentase berapa kali antara variabel terikat dan tidak terikat yang
terpapar dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji Odd Rasio.
59

Jika nilai OR> 1,0 maka nilai independen (unsur lingkungan


fisik/tingkat resiko pencemaran ada hubungan sebagai penyebab
resiko timbulnya kejadian diare pada anak usia balita. Nilai OR =1
tidak ada hubungan antara kedua variabel.

Rumus teori odds Ratio (OR) adalah :

Dengan mengetahui nilai OR, maka dapat diketahui pola


hubungan dari fungsi fisik/tingkat resiko pencermaran dengan
peristiwa kejadian diare pada anak balita, disimpulkan sebagai resiko
penularan kuman (Agent) atau sebagai penghalang (Barrier).
Arah hubungan melalui Confidensi interval 95% (95% CI),
hubungan pada koefisien kontigensi (Contigency coefficient = CC)
mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Nilai OR > 0,1 dan Pv <0,05 maka hubungan antara variabel
independen dan dependen secara signifikan sifat hubungan
sebagai risiko terhadap keluaran (out come).
2. Nilai OR >1,0 tetapi Pv >0,05 terjadi hubungan risiko secara
kebetulan.
3. Nilai OR = 1,0 berarti tidak ada hubungan.
4. Nilai OR < 1,0 dan nilai Pv <0,05 sifat hubungan mencegah risiko
secara signifikan.
5. Nilai OR < 1,0 dan Pv >0,05 sifat mencegah secara kebetulan.
(Notoadmodjo, 2010)
60

5.6 Kriteria Penilaian

1. Kriteria Penilaian Kuesioner


Adapun penilaian untuk hasil kuesioner, pertanyaan tentang
pengetahuan berjumlah 10 pertanyaan mempunyai bobot nilai tiap
pilihan sebagai berikut :
a. Pilihan 1 mempunyai bobot 2, untuk jawaban yang paling benar
b. Pilhan 2 mempunyai bobot 1, untuk jawaban yang mendekati benar
c. Pilihan 3 mempunyai bobot 0, untuk jawaban yang salah
Sistem penilaian yang digunakan, berdasarkan buku Metodelogi
Penelitian Kesehatan (Notoadmodjo, 2010) adalah sebagai berikut :
1. Mencari nilai terendah dan tertinggi dari scoring
2. Menentukan banyaknya kelas, ada tiga kelas yaitu baik, cukup, kurang
3. Mencari interval (besar kelas) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
C = Kelas interval
Xn = Nilai tertinggi

Xi = Nilai terendah

K = Banyaknya kelas

Batas-batas penilaian pada setiap kuesioner untuk kategori


pengetahuan adalah :
Rentang Nilai Kriteria
1 – 10 Buruk
11 – 19 Baik

2. Kriteria Penilaian Checklist


Penilaian pemeriksaan menggunakan checklist berikut ditentukan
berdasarkan :
61

a. Komponen yang dinilai memiliki nilai yang telah ditentukan


b. Perolehan angka penilaian adalah membandingkan nilai komponen
yang telah ditentukan dengan keadaan komponen yang sebenarnya
c. Skor
Cara pengisian:
1) Komponen yang dinilai
Apabila kenyataan yang ada tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana tercantum pada kolom yang dinilai, maka nilainya
adalah nol (0). Sebaliknya apabila memenuhi persyaratan maka
nilainya adalah sebesar nilai yang tercantum pada kolom “Nilai”
2) Variabel
Setiap bagian atau kegiatan dari variabel memiliki nilai antara 0 (0)
sampai dengan 100
3) Skor
Skor adalah perkalian antara bobot dengan nilai yang diperoleh
4) Kesimpulan hasil penelitian pemeriksaan kondisi sarana sanitasi
lingkungan dinyatakan memenuhi persyaratan kesehatan apabila
memperoleh skor hasil penilaian kesehatan lingkungan sebesar
sekurang-kurangnya 75% dari skor maksimal yang diperiksa.

Untuk penilaian data hasil checklist dalam buku Statistic dan Aplikasi
Edisi Keenam J.Supranto memberikan penilaian untuk setiap variabel
pengamatan. Adapun rumus perhitungan checklist adalah :
BAB 6

HASIL PENELITIAN

6.1 Analisis Univariat


6.1.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 6.1

Distribusi Frekuensi Diare pada Balita


Di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

NO. Diare Jumlah Persentase(%)


1. Diare 37 34,9
2. Tidak Diare 69 65,1
Total 106 100
Sumber : Data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan tabel 6.1 dari 106 responden, balita yang mengalami buang air
besar dengan konsistensi tinja lembek/cair pada 3 bulan terakhir sebanyak 37
balita (34,9%), dan balita yang tidak mengalami buang air besar dengan
konsistensi tinja lembek/cair pada 3 bulan terakhir sebanyak 69 balita (65,1%).

62
63

6.1.2 Distribusi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan (Sarana Air Bersih,


Sarana Jamban Sehat, Sarana Pengolahan Air Limbah, Sarana
Pengelolaan Sampah)

Tabel 6.2

Distribusi Frekuensi Sarana Sanitasi Dasar (Sarana Air Bersih, Sarana


Jamban Sehat, Sarana Pengolahan Air Limbah, Sarana Pengelolaan
Sampah) di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Sarana Sanitasi Dasar Jumlah Persentase (%)

1. Sarana Air Bersih

Tidak Memenuhi Syarat 37 34,9


Memenuhi Syarat 69 65,1
Total 106 100

2. Sarana Jamban Sehat


Tidak Memenuhi Syarat 40 37,7
Memenuhi Syarat 66 62,3
Total 106 100

3. Sarana Pengolahan Air Limbah


Tidak Memenuhi Syarat 46 43,4
Memenuhi Syarat 60 56,6
Total 106 100

4. Sarana Pengelolaan Sampah


Tidak Memenuhi Syarat 60 56,6
Memenuhi Syarat 46 43,4
Total 106 100
Sumber : Data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan tabel 6.2 dapat diketahui dari 106 responden yang diteliti diperoleh
hasil gambaran sanitasi lingkungan sebagai berikut :
64

1. Sebagian besar 69 rumah (65,0%) sarana air bersih memenuhi syarat.


2. Sebagian besar 66 rumah (62,3%) sarana jamban sehat memenuhi
syarat.
3. Sebagian besar 60 rumah (56,6%) sarana pengolahan air limbah
memenuhi syarat.
4. Sebagian besar 60 rumah (56,6%) sarana pengelolaan sampah tidak
memenuhi syarat.

6.1.3 Ditribusi Faktor Ibu

Tabel 6.3

Distribusi Frekuensi Faktor Ibu (Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan,


Perilaku Cuci Tangan) di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan
Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun
2017

No Faktor Ibu Jumlah Persentase(%)


1. Pendidikan
Rendah 62 58,5
Tinggi 44 41,5
Total 106 100
2. Pekerjaan
Bekerja 9 8,5
Tidak bekerja 97 91,5
Total 106 100
3. Pengetahuan
Buruk 13 12,3
Baik 93 87,7
Total 106 100
4. Perilaku Cuci Tangan
Buruk 32 30,2
Baik 74 69,8
Total 106 100
Sumber : Data primer, terolah tahun 2017
65

Berdasarkan tabel 6.3 dapat diketahui dari 106 responden ibu/pengasuh balita
yang diteliti diperoleh hasil gambaran perilaku ibu sebagai berikut :
1. Sebagian besar 62 ibu/pengasuh balita (58,5%) berpendidikan rendah.
2. Sebagian besar 97 ibu/pengasuh balita (91,5%) tidak bekerja.
3. Sebagian besar 93 ibu/pengasuh balita (87,7%) berpengetahuan baik.
4. Sebagian besar 74 ibu/pengasuh balita (69,8%) berprilaku cuci tangan
baik.

6.2 Analisis Bivariat


6.2.1 Hubungan Antara Sarana Sanitasi Dasar (Sarana Air Bersih, Sarana
Jamban Sehat, Sarana Pengolahan Air Limbah, Sarana Pengelolaan
Sampah) Terhadap Kejadian Diare pada Balita

Tabel 6.4

Hubungan Sarana Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita


di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Sarana Air Kejadian Diare Total OR 95% P


Bersih Diare Tidak Value
diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. TMS 9 24,3 28 75,7 37 34,9 0,471 0,144


2. MS 28 40,6 41 59,4 69 65,1 (0,193 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 1,148)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.4 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 9 balita terkena diare (24,3%) memiliki sarana air bersih yang
tidak memenuhi syarat, sedangkan 28 balita yang terkena diare (40,6%)
memiliki sarana air bersih memenuhi syarat. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-
66

value = 0,144 yang berarti tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita di pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017. dengan OR 0,471
yang berarti Balita yang memiliki sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat
lebih beresiko terkena diare dibanding balita yang memiliki sarana air bersih
yang memenuhi syarat.

Tabel 6.5

Hubungan Sarana Jamban Sehat Terhadap Kejadian Diare Pada


Balita di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Sarana Kejadian Diare Total OR 95% P


Jamban Diare Tidak Value
Sehat diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. TMS 12 30,1 28 70,1 40 37,7 0,703 0,539


2. MS 25 37,9 41 62,1 66 62,3 (0,304 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 1,627)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.5 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 12 balita terkena diare (30,1%) memiliki sarana jamban sehat
yang tidak memenuhi syarat, sedangkan 25 balita terkena diare (37,9%)
memiliki sarana jamban sehat yang memenuhi syarat. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P-value = 0,539 yang berarti tidak ada hubungan antara sarana
jamban sehat dengan kejadian diare pada balita di pemukiman RW 04
Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun
2017. dengan OR 0,703 yang berarti balita yang beresiko memiliki sarana
67

jamban sehat tidak memenuhi syarat, memiliki resiko yang sama terkena diare
dengan bayi yang memiliki sarana jamban sehat memenuhi syarat.

Tabel 6.6

Hubungan Sarana Pengolahan Air Limbah Terhadap Kejadian Diare


Pada Balita di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Sarana Kejadian Diare Total OR 95% P


Pengolahan Diare Tidak Value
Air Limbah diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. TMS 15 32,6 31 67,4 46 43,4 0,836 0,819


2. MS 22 36,7 38 63,3 60 56,6 (0,372 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 1,878)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.6 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 15 balita terkena diare (32,6%) memiliki sarana pengolahan
air limbah yang tidak memenuhi syarat, sedangkan 22 balita terkena diare
(36,7%) memiliki sarana pengolahan air limbah yang memenuhi syarat. Hasil uji
statistik diperoleh nilai P-value = 0,819 yang berarti tidak ada hubungan antara
sarana pengolahan air limbah dengan kejadian diare pada balita di pemukiman
RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur
Tahun 2017. dengan OR 0,836 yang berarti balita yang beresiko memiliki
sarana pengolahan air limbah tidak memenuhi syarat, memiliki resiko yang
sama terkena diare dengan bayi yang memiliki sarana pengolahan air limbah
memenuhi syarat.
68

Tabel 6.7

Hubungan Sarana Pengelolaan Sampah Terhadap Kejadian Diare


Pada Balita di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Sarana Kejadian Diare Total OR 95% P


Pengelolaan Diare Tidak Value
Sampah diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. TMS 26 43,3 34 56,7 60 56,6 2,779 0,032


2. MS 11 23,9 35 76,1 46 43,4 (1,170 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 6,605)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.7 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 26 balita terkena diare (43,3%) memiliki sarana pengelolaan
sampah yang tidak memenuhi syarat, sedangkan 11 balita terkena diare
(23,9%) memiliki sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Hasil uji
statistik diperoleh nilai P-value = 0,032 yang berarti ada hubungan antara
sarana pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita di pemukiman
RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur
Tahun 2017. dengan OR 2,779 yang berarti balita yang memiliki sarana
pengelolaan sampah tidak memenuhi syarat mempunyai resiko 2 kali untuk
menderita diare dibandingkan dengan balita yang memiliki sarana pengelolaan
sampah memenuhi syarat.
69

6.2.2 Hubungan Antara Faktor Ibu (Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan,


Perilaku Cuci Tangan) Terhadap Kejadian Diare Pada Balita

Tabel 6.8

Hubungan Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita di


Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Pendidikan Kejadian Diare Total OR 95% P Value


Ibu Diare Tidak
diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. Rendah 18 29,1 44 71,1 62 58,5 0,538 0,194


2. Tinggi 19 43,2 25 56,8 44 41,5 (0,239 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 1,210)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.8 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 18 balita terkena diare (29,1%) dengan tingkat pendidikan ibu
rendah, sedangkan sebanyak 19 balita terkena diare (43,2%) dengan tingkat
pendidikan ibu tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value = 0,194 yang
berarti tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada
balita di pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017. dengan OR 0,538 yang berarti balita
yang memiliki ibu berpendidikan rendah lebih beresiko terkena diare dibanding
balita yang memiliki ibu berpendidikan tinggi.
70

Tabel 6.9

Hubungan Pekerjaan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita di


Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Pekerjaan Ibu Kejadian Diare Total OR 95% P Value


Diare Tidak
diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. Bekerja 1 11,1 8 88,9 9 8,5 0,212 0,230


2. Tidak bekerja 36 37,1 61 62,9 97 91,5 (0,25 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 1,763)
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.9 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 1 balita terkena diare (11,1%) dengan ibu yang bekerja,
sedangkan sebanyak 19 balita terkena diare (43,2%) dengan ibu yang tidak
bekerja. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value = 0,230 yang berarti tidak ada
hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita di
pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara,
Jakarta Timur Tahun 2017. dengan OR 0,538 yang berarti balita yang memiliki
ibu tidak bekerja lebih beresiko terkena diare dibanding balita yang memiliki ibu
bekerja.
71

Tabel 6.10

Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita di


Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Pengetahuan Kejadian Diare Total OR 95% P


Ibu Diare Tidak Value
diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. Buruk 5 38,5 8 61,5 13 12,3 1,191 1.000


2. Baik 32 34,4 61 65,6 93 87,7 (0,360 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 3,942
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.10 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 5 balita terkena diare (38,5%) dengan tingkat pengetahuan
ibu buruk, sedangkan sebanyak 32 balita terkena diare (34,4%) dengan tingkat
pengetahuan ibu baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value = 1.000 yang
berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada
balita di pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara, Kecamatan
Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017. dengan OR 1,191 yang berarti balita
yang beresiko ibu dengan pengetahuan buruk memiliki resiko yang sama
terkena diare terhadap balita yang memiliki ibu dengan pengetahuan baik.
72

Tabel 6.11

Hubungan Perilaku Cuci Tangan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada


Balita di Wilayah Pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar
Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017

No Perilaku Cuci Kejadian Diare Total OR 95% P


Tangan Diare Tidak Value
diare

∑ % ∑ % ∑ %

1. Buruk 6 18,8 26 81,3 32 32,2 0,320 0,038


2. Baik 31 41,9 43 58,1 74 69,8 (0,118 –
Jumlah 37 34,9 69 65,1 106 100 0,871
Sumber : data primer, terolah tahun 2017

Berdasarkan Tabel 6.11 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, diperoleh
bahwa sebanyak 6 balita terkena diare (18,8%) dengan perilaku cuci tangan ibu
yang buruk, sedangkan sebanyak 31 balita terkena diare (41,9%) dengan
tingkat pengetahuan ibu baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value = 0,038
yang berarti ada hubungan antara perilaku cuci tangan ibu dengan kejadian
diare pada balita di pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur Tahun 2017. dengan OR 0,320 yang
berarti balita yang beresiko terhadap ibu perilaku cuci tangan buruk memiliki
resiko yang sama terkena diare terhadap balita yang memiliki ibu dengan
perilaku cuci tangan baik.
BAB 7

PEMBAHASAN

7.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis masih menemukan keterbatasan yaitu :


1. Dalam penelitian ini keterbatasan penelitian meliputi adanya diagnosis diare
pada balita yang hanya berdasarkan hasil wawancara responden, hal ini
dapat menimbulkan bias karena diare seharusnya ditentukan dengan
diagnosis yang lebih tepat yaitu dengan catatan medis dokter, jenis diare
juga tidak diketahui secara pasti, dimana dapat berpotensi bias karena
dimungkinkan diare terjadi karena infeksi lain atau tertular dari responden
lain.
2. Saat pengumpulan data secara door to door, beberapa responden kurang
bersedia saat penulis ingin melihat sarana air bersih, sarana jamban, sarana
pengolahan air limbah, sarana pengelolaan sampah dirumah karena merasa
malu dengan rumah yang belum rapi. Setelah diberi penjelasan tentang
maksud dan tujuan penulis, responden akhirnya bersedia untuk mengizinkan
penulis mengobservasi lingkungan rumah.
3. Ada beberapa responden menjawab kuesioner dengan bantuan kader,
sehingga peneliti tidak tahu apakah responden benar mengetahui jawaban
dari kuesioner tersebut.
.
7.2 Distribusi Kejadian Diare Pada Balita

Berdasarkan hasil tabel 6.1 diketahui bahwa dari 106 responden yang ada di
wilayah pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan
Jatinegara Jakarta Timur, sebagian besar yakni 69 balita (65,1%) tidak
menderita diare. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat penelitian sebagian

73
74

besar balita di wilayah pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara


Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur tidak mengalami gejala mencret-mencret
sebanyak lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi tinja lembek/cair,
dapat juga disertai dengan darah dan atau lender.

Walaupun kejadian diare lebih kecil dibandingkan yang tidak mengalami diare,
apabila kejadian diare ini tidak ditangani secara serius oleh petugas kesehatan
maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan penyakit
diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam
menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasinya
kepada masyarakat mengenai tatalaksana diare dapat dengan meningkatkan
sosialisasi kepada masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang
direkomendasikan oleh Kementrian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) yang ditujukan bagi
penderita diare yang bertujuan untuk mencegah dan mengobati dehidrasi,
mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan
sesudah diare serta memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare
menjadi berat. Dilakukan pula tindakan pencegahan untuk menuntas mata
rantai penularan melalui penyuluhan pemberian ASI, makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, penggunaan
jamban, membuang tinja bayi yang benar dan pemberian imunisasi campak.

7.3 Distribusi Sarana Sanitasi Dasar Lingkungan (Sarana Air Bersih,


Sarana Jamban Sehat, Sarana Pengolahan Air Limbah, Sarana
Pengelolaan Sampah)

1. Sarana Air Bersih

Berdasarkan hasil tabel 6.2 diketahui bahwa 106 rumah yang diteliti, sebagian
besar 69 rumah (65,0%) sarana air bersih memenuhi syarat.
75

Sarana air bersih yang dilihat pada penelitian ini adalah kondisi fisik dari PDAM,
sumur pompa listrik, sumur gali dan sumur pompa tangan dalam. Sebagian
besar sarana air bersih responden adalah PDAM dan sumur pompa listrik yang
memenuhi syarat secara fisik. Untuk sarana air bersih PDAM yang digunakan
pipa distribusinya tidak bocor, kran bersih dan terawat sedangkan untuk sumur
pompa listrik yang digunakan lubang sumur tertutup dan terlindungi dari
pencemaran, pipa distribusi tidak bocor dan jarak sumber air dari sumber
pencemar lebih dari 10 meter.

Sarana air bersih yang memenuhi syarat dapat mengurangi risiko pencemaran
sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar
kesehatan (Feliciana, 2004).

2. Sarana Jamban Sehat

Berdasarkan hasil tabel 6.2 diketahui bahwa dari 106 rumah, sebagian besar
sarana jamban memenuhi syarat sebanyak 67 rumah (63,2%).

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, responden sudah buang air besar di


jamban dan sebagian besar responden memakai jamban yang memenuhi
syarat karena sudah memiliki jamban berbentuk leher angsa, tersedia air yang
cukup. Jamban sehat merupakan fasilitas penampung untuk tinja yang
berfungsi untuk memutus rantai penularan penyakit yang terdapat di tinja.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya
penyebaran penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain
penyakit diare.

Menurut Pusat Promosi Kesehatan Setjen Kemenkes (2012), pentingnya


menggunakan jamban adalah menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak
berbau, tidak mencemari sumber air yang ada, tidak mengundang datangnya
lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri,
76

thypus, kecacingan, penyakit infeksi saluran pencemaran, penyakit kulit dan


keracunan.

3. Sarana Pengolahan Air Limbah

Berdasarkan hasil tabel 6.2 diketahui bahwa dari 106 rumah yang di observasi,
sebagian besar 60 rumah (56,6%) sarana pengolahan air limbah memenuhi
syarat.
Dari hasil observasi di lapangan, SPAL responden sebagian saluran dialirkan
ke comberan tertutup tidak mencemari air bersih, saluran lancar juga tidak
menimbulkan bau.

Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan
bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit seperti
leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filarial. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air
limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang tidak menjadi
tempat perindukan nyamuk (Kemenkes, 2011).

4. Sarana Pengelolaan Sampah

Berdasarkan hasil tabel 6.2 diketahui bahwa dari 106 rumah yang di observasi,
sebagian besar 56 rumah (51,8%) sarana pengelolaan sampah tidak memenuhi
syarat.

Saat observasi di lapangan, sebagian besar sarana pengelolaan sampah


sementara responden tidak memenuhi syarat karena memiliki tempat sampah
terbuka atau tidak mempunyai tutup, tempat sampahnya mudah bocor, dan
tidak dilapisi plastic didalamnya. Menurut Buletin Jendela Diare Tentang Situasi
Diare di Indonesia tahun 2011, sampah merupakan sumber penyakit dan
77

tempat berkembangbiaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa


dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan
kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan
yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu sebaiknya masyarakat memakai tempat
sampah di dalam rumah yang tertutup, kedap air dan malapisi plastic
didalamnya agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap sehingga vektor
penyakit tidak hinggap dan berkembang biak.

7.4 Distribusi Perilaku Ibu (Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Perilaku


Cuci Tangan)

1. Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil tabel 6.3 diketahui bahwa dari 106 responden yang di
wawancara, sebagian besar 62 ibu/pengasuh (58,5%) berpendidikan rendah.

Orang yang berpendidikan rendah dapat mengakibatkan orang tua tidak banyak
mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dalam mengasuh balita. Pendidikan
bermakna sebagai proses pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat
mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Berdasarkan
teori, pendekatan melalui pendidikan berpengaruh sebagai upaya pemecahan
masalah kesehatan dan dapat memandirikan seseorang dalam mengambil
keputusan. Orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi maka lebih
berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah
kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik (Hardiansyah, 2013).

2. Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil tabel 6.3 diketahui bahwa dari 106 responden yang di
wawancara, sebagian besar 97 ibu/pengasuh (91,5%) tidak bekerja.
78

Ibu yang bekerja tuntutan karir dan kesibukan menjadikan alasan dalam
memperhatikan kesehatan balita. Di Indonesia terutama di kota-kota ini terlihat
adanya penurunan terhadap pemberian ASI. Kecenderungan ini terlihat dari
masyarakat yang meniru gaya hidup yang modern. Ibu yang bekerja biasanya
akan memberikan balita susu formula di bandingkan ASI (Yuana, 2015).

3. Pengetahuan Ibu

Berdasarkan hasil tabel 6.3 diketahui bahwa dari 106 responden yang di
wawancara, sebagian besar 93 ibu/pengasuh (97,7%) berpengetahuan baik.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telingga, dsb).
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh
Kasman (2004) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan kejadian diare.

4. Perilaku Cuci Tangan Ibu

Berdasarkan hasil tabel 6.3 diketahui bahwa dari 106 responden yang di
wawancara, sebagian besar 74 ibu/pengasuh (69,8%) berprilaku cuci tangan
baik.

Upaya kegiatan pencegahan diare dapat dilakukan dari kebiasaan yang


berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja balita, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi makan balita dan sebelum makan, mempunyai
dampak dalam kejadian diare (Dirjen PPM&PL).
79

7.5 Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan Sarana Sanitasi


Dasar Lingkungan

7.5.1 Hubungan Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.4 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, sarana air
bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 37 rumah (34,9%) dan sebagian
besar 28 balita (75,7%) tidak diare. P-value = 0,144 dengan OR 0,471 (95% Cl
= 0,193-1,148) yang berarti tidak ada hubungan antara sarana air bersih
dengan kejadian diare pada balita.

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita karena pada penelitian ini yang dilihat adalah kondisi
dari kualitas fisik sarana air bersih, jenis sarana air bersih yang digunakan dan
jarak sumber air dari sumber pencemar diperoleh hasil bahwa sebagian besar
yang menderita diare adalah responden yang memiliki sarana air bersih dengan
menggunakan PDAM, hal tersebut menunjukkan sarana air bersih bukan faktor
yang mempengaruhi terjadinya diare, karena PDAM merupakan sumber air
bersih yang memenuhi syarat. Air bersih yg tidak memenuhi syarat
menggunakan sumur gali atau SPT dangkal.

Pencemaran terhadap air bersih yang dapat menyebabkan diare tidak hanya
dari kondisi sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat, dapat juga terjadi
pada tahap pengambilan air dari sumbernya maupun pada tahap penyimpanan.
Masing-masing tahap mempunyai risiko pencemaran ulang. Pencemaran
tergantung kepada perilaku atau kebiasaan masyarakat yang buruk dalam
penanganan air bersih. Penyebab lain juga, sebelum air tersebut dipergunakan,
telah melakukan pengolahan sederhana seperti menyaring atau merebus air
sampai matang. Air yang digunakan untuk minum dimasak sampai mendidih
dan biarkan beberapa menit agar mikroorganisme pathogen mati. Selain
80

dengan cara mendidihkan, desinfeksi dan filtrasi juga dapat menurunkan risiko
diare (Hidayanti, 2012 dalam Antika, 2016

Hasil ini sama dengan penelitian (cita, 2014) yang menunjukkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan kejadian diare pada
balita.
Walaupun tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian diare
pada balita, kondisi fisik sarana air bersih yang digunakan juga perlu
diperhatikan untuk mengurangi risiko terjadinya pencemaran pada air bersih,
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pengawasan oleh petugas
puskesmas dengan melaksanakan inspeksi sanitasi sarana air bersih yang
berisiko terjadinya pencemaran.

7.5.2 Hubungan Sarana Jamban Sehat dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.5 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, sarana
jamban sehat yang tidak memenuhi syarat sebanyak 39 rumah (36,8%) dan
sebagian besar 28 balita (71,8%) tidak diare. P-value = 0,539 dengan OR 0,703
(95% Cl = 0,304-1,627) yang berarti tidak ada hubungan antara sarana jamban
sehat dengan kejadian diare pada balita.

Tidak terdapat hubungan antara sarana jamban sehat dengan kejadian diare
pada balita karena pada saat observasi di lapangan sarana jamban yang
digunakan sudah baik, sebagian besar responden sudah memiliki jamban
berbentuk leher angsa, tidak mengotori air permukaan sekitar dan letak lubang
penampungan 10-15 meter dari sumber air, sehingga sarana jamban sehat
bukan faktor risiko terjadinya diare melainkan masih ada faktor risiko lain yang
erat hubungannya dengan penyakit diare.
81

Hasil ini sejalan dengan penelitian (Fardani, 2013) (Antika, 2016) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sarana
pembuangan tinja dengan kejadian diare akut pada balita.

Menurut Buletin Jendela Diare Tentang Situasi Diare di Indonesia tahun 2011,
pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap
penyakit diare.

7.5.3 Hubungan Sarana Pengolahan Air Limbah dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.6 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, sarana
pengolahan air limbah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 46 rumah
(43,4%) dan sebagian besar 31 balita (67,4%) tidak diare. P-value = 0,819
dengan OR 0,836 (95% Cl = 0,372-1,878) yang berarti tidak ada hubungan
antara sarana pengolahan air limbah dengan kejadian diare pada balita.

Tidak terdapat hubungan antara sarana pengolahan air limbah dengan kejadian
diare pada balita karena pada saat observasi di lapangan sarana sarana
pengolahan air limbah yang digunakan sudah baik, sebagian besar responden
sudah dialirkan ke comberan tertutup tidak mencemari air bersih, saluran lancar
juga tidak menimbulkan bau.
, sehingga sarana pengolahan air limbah bukan faktor risiko terjadinya diare
melainkan masih ada faktor risiko lain yang erat hubungannya dengan penyakit
diare.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014, proses


pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga untuk
menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan
penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah cair rumah tangga
diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah
82

rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang
dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan
disalurkan ke saluran pembuangan air limbah.

Air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan masyarakat lingkungan hidup antara lain menjadi
transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit terutama diare, kolera, tifus
abdominalis, disentri baesiller, menjadi media berkembangnya bakteri
pathogen, menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk atau tempat hidup larva
nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak enak,
dan menjadi sumber pencemaran air permukaan, air tanah, dan lingkungan
hidup lainnya (Notoatmodjo, 2011)

7.5.4 Hubungan Sarana Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.7 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, sarana
pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 60 rumah (56,6%)
dan sebagian besar 34 balita (56,7%) tidak diare. P-value = 0,032 dengan OR
2,279 (95% Cl = 1,170-6,605) yang berarti ada hubungan antara sarana
pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita.

Terdapat hubungan antara sarana pengelolaan sampah dengan kejadian diare


pada balita karena sebagian besar masyarakat di pemukiman RW 4 masih ada
yang membuang sampah di halaman sekitar rumah dan dan sungai khususnya
warga yang tinggal di dekat bantaran sungai. Pembuangan sampah yang
dilakukan secara tidak sehat atau tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menyebabkan terjadinya bau tidak sedap dan memengaruhi estetika. Sampah
yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi tempat berkembangbiaknya
serangga pembawa penyakit seperti lalat yang dapat menularkan penyakit
diare.
83

Hal ini, sama dengan penelitian (R.Azizah, 2013) yang menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara sarana pengelolaan sampah dengan
kejadian diare pada balita.

7.6 Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan Periaku Ibu


7.6.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare

Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan kejadian diare pada balita. Dengan OR 0,538 yang berarti
ibu yang berpendidikan rendah mempunyai risiko sama untuk balitanya terkena
diare dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

Menurut (Notoatmodjo, 2010) pendekatan melalui pendidikan berpengaruh


sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan dan dapat memandirikan
seseorang dalam mengambil keputusan, orang yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi maka lebih berorientasi pada tindakan preventif,
mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status
kesehatan yang lebih baik.

Sedangkan orang yang berpendidikan rendah dapat mengakibatkan orang tua


tidak banyak mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dalam mengasuh
balita. Dalam penelitian ini pendidikan tidak ada hubungan dikarenakan pada
saat ini pendidikan tidak hanya pendidikan formal saja tetapi sudah adanya
penyuluhan dari posyandu, tv dan media massa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Yuana, 2015) (Rifka, 2016) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu
dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,194. Namun penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian (Sihombing, 2011) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare pada balita.
84

7.6.2 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.9 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti,
ibu/pengasuh balita yang tidak bekerja sebanyak 97 balita (91,5%) dan
sebagian besar 61 balita (62,9%) tidak diare. P-value = 0,230 dengan OR 0,212
(95% Cl = 0,25-1,1763) yang berarti tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu
dengan kejadian diare pada balita.

Ibu yang bekerja dan tidak bekerja memiliki risiko yang sama untuk balitanya
terkena diare. Ibu yang bekerja kesibukan dan tuntutan karir menjadikan alasan
dalam memperhatikan kesehatan balita. Di Indonesia terutama di kota-kota ini
terlihat adanya penurunan terhadap pemberian ASI. Kecenderungan ini terlihat
dari masyarakat yang meniru gaya hidup yang modern sehingga mengabaikan
pemberian ASI pada balita. Ibu yang bekerja biasanya akan memberikan balita
susu formula d bandingkan ASI. Pemberian Asi pada balita merupakan salah
satu penanggulangandiare pada balita (Rifka, 2016)
Penelitian ini sejalan dengan Gayati (2000) yang menemukan tidak ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada
balita dengan p = 0,378. Pada masa sekarang ibu yang tidak bekerja tetap
memperkatian balitanya.

7.6.3 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare

Berdasarkan Tabel 6.10 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti,
pengetahuan ibu/pengasuh balita yang buruk sebanyak 13 rumah (12,3%) dan
sebagian besar 8 balita (61,5%) tidak diare. P-value = 1.000 dengan OR 1,191
(95% Cl = 0,360-3,942) yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan
ibu dengan kejadian diare pada balita.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang


terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb).
85

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat


yang bebeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh dalam penularan penyakit diare, semakin tinggi
pengetahuan ibu balita tentang diare maka akan mendorong langkah
pencegahan untuk tidak terkena diare.
Ibu yang berpengetahuan kurang maupun ibu yang berpengetahuan baik
mempunyai risiko yang sama untuk balitanya menderita diare.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Iswati, 2011 yang
menyatakan bahwa pengetahuan ibu menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita. Hal ini
disebabkan karena ibu/pengasuh balita sebagian besar sudah mengganggu
tentang penyakit diare dari penyuluhan Posyandu yang diadakan rutin sebulan
sekali di RW 04.

7.6.4 Hubungan Perilaku Ibu Cuci Tangan Pakai Sabun

Berdasarkan Tabel 6.11 dapat diketahui dari 106 rumah yang diteliti, perilaku
ibu/pengasuh balita yang cuci tangan buruk sebanyak 32 rumah (32,2%) dan
sebagian besar 26 balita (81,3%) tidak diare. P-value = 0,038 dengan OR 0,320
(95% Cl = 0,118-1,871) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara
perilaku cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada balita.

Upaya kegiatan pencegahan diare dapat dilakukkan dari kebiasaan yang


berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja balita, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi makan balita dan sebelum makan, mempunyai
dampak kejadian diare (Dirjen PPM&PL)
86

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Iswati, 2011) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan
ibu dengan kejadian diare pada balita dengan risiko 6 kali untuk mengalami
diare.
BAB 8

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada balita di wilayah kerja


Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan Jakarta Timur Tahun
2017, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 106 responden yang terkena diare sebanyak 37 balita (34,9%).
2. Gambaran sarana sanitasi lingkungan dasar di wilayah pemukiman RW 04
Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur yaitu sarana air bersih yang
tidak memenuhi syarat sebanyak 37 rumah (34,9%), sarana jamban sehat
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 40 rumah (37,7%), sarana
pengolahan air limbah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 46 rumah
(43,4%), sarana pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat sebanyak
60 rumah (56,6%).
3. Gambaran perilaku ibu di wilayah pemukiman RW 04 Kelurahan Cipinang
Besar Utara Jakarta Timur pendidikan ibu yang rendah sebanyak 62
ibu/pengasuh balita (58,5%), pekerjaan ibu yang tidak bekerja sebanyak 97
ibu/pengasuh balita (91,5%), pengetahuan ibu yang buruk sebanyak 13
ibu/pengasuh balita (12,3%), perilaku cuci tangan ibu yang buruk sebanyak
32 ibu/pengasuh balita (30,2%).
4. Hubungan antara kejadian diare pada balita dengan sarana sanitasi dasar:
a. Tidak terdapat hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian diare
pada balita
b. Tidak terdapat hubungan antara sarana jamban sehat dengan kejadian
diare pada balita
c. Tidak terdapat hubungan antara sarana pengolahan air limbah dengan
kejadian diare pada balita

87
88

d. Terdapat hubungan antara sarana pengelolaan sampah dengan kejadian


diare pada balita

5. Hubungan antara kejadian diare pada balita dengan faktor ibu:


a. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare
pada balita.
b. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare
pada balita.
c. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare
pada balita.
d. Terdapat hubungan antara perilaku cuci tangan ibu dengan kejadian
diare pada balita.

8.2 Saran

1. Masyarakat

Saran untuk masyarakat RW 04 Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan


Jatinegara Jakarta Timur yang di sampaikan oleh kader :
1) Perlu sosialisasi pencegahan diare bagi ibu-ibu pada saat arisan.
2) Harap lebih ditingkatkan lagi kegiatan mencuci tangan pakai sabun
dengan baik dan benar. Diutamakan sesudah buang air besar atau kecil,
sebelum dan sesudah makan, sebelum menyuapi dan membersihkan
kotoran balita.
3) Dari sarana sanitasi dasar perlu digalakan perbaikan tempat sampah
yang tertutup dan kedap air agar terhindar dari vektor serta tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap.
4) Perilaku ibu dari segi pendidikan perlu ditingkatkan dari pendidikan non
formal.
89

2. Puskesmas

Perlu melakukan penyuluhan khusus mengenai diare untuk ibu-ibu di RW 04


Kelurahan Cipinang Besar Utara.

3. Peneliti lain

1) Variabel yang diteliti, dalam penelitian ini terbatas hanya pada faktor
lingkungan dan faktor ibu, maka bagi peneliti lain agar dapat melakukan
penelitian dengan variabel yang lebih luas seperti karakteristik balita atau
jajanan dan makanan yang dikonsumsi oleh balita.

2) Penelitian ini perlu dikembangkan dengan menggunakan rancangan,


metode, serta analisis lain agar diperoleh hasil yang lebih baik oleh
peneliti lain.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah.
2012 Hubungan Faktor Individu Dan Karakteristik Sanitasi Air
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 10 - 59 bulan di
Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota
Bekasi 2013
Jakarta: Skripsi UIN Jakarta

Ginanjar, R.
2008 Hubungan Jenis Sumber Air Bersih Dan Kondisi Fisik Air
Bersih Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukmajaya
Jakarta: Skripsi UIN Jakarta

Sihombing, H.
2011 Hubungan Kondisi Fisik Sarana Air Bersih dengan
Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Tugu Depok.
Depok: Universitas Indonesia
Proverawati, A.
2012 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kementerian Kesehatan RI
2007 Riskesdas. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Jakarta: Kemenkes RI

2002 Buku Pedoman Pelaksanaa Program P2 Diare


Jakarta: Depkes RI

2011 Buletin Diare


Jakarta: Kemenkes RI

2001 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1216 Tentang


Pedoman Pemberantasan Diare
Jakarta: Kemenkes RI

Mutmainnah, T.
2011 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Status Imunisasi
Campak Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di
Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang
Semarang: Skripsi: Universitas Muhammadiyah
Semarang
Notoatmodjo, S
2005 Metodelogi Penelitian Kesehatan
Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S
2012 Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Jakarta: Rineka Cipta

Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.


http://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia Juni 4, 2016

P2PL, D
2011 Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare
Jakarta: Depkes RI

PL, D. P
2009 Pedoman Pengendalian Penyakit Diare
Jakarta: Depkes RI

P2PL, D
2014 Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare
Jakarta: Depkes RI
Rosa, S. D
2011 Hubungan Pengelolaan AIr Minum Rumah Tangga Dan
Perilaku Sehat Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Puskesmas Cipayung Kota Depok
Jakarta: Skripsi: Universitas Indonesia

Sugiyono, D
2013 Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D

Syarat Sarana Air Bersih. http://helpingpeopleideas.com/publichealth/syarat-sarana-


penyediaan-air-bersih/ Mei 18, 2016

Top 10 Causes Of Death. http://www.who.int February 23, 2016

Widoyono, D
2008 Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya
Jakarta: Erlangga

Fardani, S. A
2013 Hubungan Escherichia Coli dalam Air minum dan Kondisi
Sarana Sanitasi Dasar Dengan Kejadian Diare Akut Pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok.
Depok: Universitas Indonesia
Hidayanti, R.
2012 Faktor Risiko Diare Di Kecamatan Cisarua, Ciledug dan
Megamendung Kabupaten Bogor Tahun 2012. Depok:
Universitas Indonesia
Iskandar, K.
2005 Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Dengan Perilaku
Hidup Bersih, Sarana Air Bersih dan Jamban di Wilayah
Puskesmas Kasomalang Kecamatan Jalancagak
Kabupaten Subang Bulan Maret-Juni Depok: Universitas
Indonesia
Supranto, J.
2000 Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Giyantini, T
2000 Faktor-Faktor yang Berhubungan pada balita di
kecamatan duren sawit jakarta timur. Depok: Universitas
Indonesia
Yuana, E. I
2004 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan kejadian diare
pada balita di puskesmas kecamatan cakung. Depok:
Universitas Indonesia
Hardiyansyah, B.
2013 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare Akut
Pada Balita di Tiga Puskesmas (Labuan,Pagelaran dan
Cibaliung). Depok: Universitas Indonesia.
Feliciana
2004 Hubungan Sarana Air Bersih, Jamban dan Sarana
Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Kabupaten Tangerang Tahun 2003. Depok:
Universitas Indonesia.
Apriasditika, R
2010 Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Penyakit Diare Pada
Balita di RW 007 Kelurahan Larangan Utara Tangerang.
Jakarta Politeknik Kesehatan Jakarta Jurusan esehatan
Lingkungan.
Cita, R. S
2014 Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan
di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013. Tangerang: Universitas
Islam Negeri
Chandra, B
2007 Pengantar Kesehatan Lingkungan Jakarta: EGC.
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2

LEMBAR KUESIONER
PENELITIAN SARANA SANITASI DASAR DAN PERILAKU IBU DENGAN
KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PEMUKIMAN KEL. CIPINANG BESAR
UTARA, JAKARTA TIMUR TAHUN 2017

Data Umum
No. Urut Responden :
Tanggal :
Nama Ibu :
Jenis Kelamin Anak : P/L
Umur Anak :

Cara pengisian :
1. Baca dengan baik pertanyaan dibawah ini
2. Kemudian lingkari jawaban yang menurut anda benar

01 Apakah anak ibu pernah mengalami 1. Diare


buang air besar dengan konsistensi tinja 2. Tidak diare
cair selama 3 bulan terakhir
FAKTOR IBU
02 Pendidikan terakhir Ibu 1. Tidak tamat SD
2. SLTP
3. SLTA
4. Perguruan tinggi
03 Apakah Ibu bekerja 1. Bekerja
2. Tidak bekerja

PENGETAHUAN
P1 Menurut ibu apa yang dimaksud 1. BAB yang lembek/cair
dengan diare dengan frekuensi lebih
sering dan (>3x)
2. BAB yang lembek
dengan frekuensi 1 hari
sekali
3. Tidak tahu
P2 Menurut ibu, mana yang merupakan 1. Tinja
tanda dan gejala diare cair/lembek/mencret,
buang air besar yang
terus menerus/ lebih
dari 3 kali dalam
sehari, anak terlihat
lemas, gelisah dan
tidak mau makan
2. Tinjanya lembek atau
cair, buang air besar
hanya 1 kali sehari
3. Tidak tahu
P3 Menurut ibu apa penyebab terjadinya 1. Bakteri/kuman
diare 2. Virus
3. Tidak tahu
P4 Menurut ibi, melalui apa cara 1. Makanan, minuman
penularannya yang terkontaminasi
kuman, serta dari tinja
2. Udara dan keringat
3. Tidak tahu
P5 Menurut ibu, apakah penyebab 1. Kekurangan cairan
kematian yang disebabkan oleh diare tubuh
2. Kekurangan makanan
3. Tidak tahu
P6 Menurut ibu, seperti apakah 1. Mencuci tangan
pencegahan daire sebelum dan sesudah
makan, menjaga
kesehatan diri dan
lingkungan
2. Cukup mencuci tangan
sesudah makan saja
3. Tidak tahu
P7 Jika anak ibu mengalami diare 1. Menghentikan
(mencret), kemudian muntah saat pemberian minum
diberi minum, hal apa yang akan ibu setelah 10 menit,
lakukan? kemudian diberikan
lagi secara perlahan –
lahan
2. Menghentikan
pemberian minum
3. Tidak tahu
P8 Menurut ibu apa yang akan dialami 1. Anak akan kekurangan
anak saat diare (mencret) bila tidak cairan hingga dapat
ditangani segera mengalami kematian
2. Anak akan bertambah
parah
3. Tidak tahu
P9 Bagaimana tindakan ibu, saat anak 1. Diberikan minum lebih
mengalami diare dari biasanya untuk
mencegah dehidrasi
saat diare atau
kekurangan cairan
tubuh
2. Didiamkan saja, karena
biasanya anak diare
menandakan
bertambahnya
kepintaran anak
3. Tidak tahu
P10 Menurut ibu, kondisi bagaimana yang 1. Demam terus-menerus,
harus membawa anak untuk segera ada darah pada tinja
dibawa ke pelayanan kesehatan anak, tidak mau makan
(puskesmas/rumah sakit) dan minum
2. Demam sudah mulai
turun
3. Tidak tahu
PERILAKU CUCI TANGAN
A1 Apakah ibu mencuci tangan sebelum 1. Tidak
dan sesudah makan 2. Ya
A2 Jika iya, apakah ibu menggunakan 1. Tidak
sabun 2. Ya
A3 Apakah setelah buang air besar ibu 1. Tidak
mencuci tangan 2. Ya
A4 Jika iya, apakah ibu menggunakan 1. Tidak
sabun 2. Ya
A5 Apakah setelah membersihkan kotoran 1. Tidak
anak ibu mencuci tangan 2. Ya
A6 Jika iya, apakah ibu menggunakan 1. Tidak
sabun 2. Ya
LAMPIRAN 3

LEMBAR CHECKLIST
PENELITIAN SARANA SANITASI DASAR DAN PERILAKU IBU DENGAN
KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PEMUKIMAN KEL. CIPINANG BESAR
UTARA, JAKARTA TIMUR TAHUN 2017

Kondisi Sarana Air Bersih (SAB)


No. Variabel Ya Tidak
1. Kualitas Fisik Sarana Air Bersih
a. Tidak berbau
b. Tidak berwarna
c. Tidak berasa
2. Jenis Sarana Air Bersih
a. PAM/ ledeng
b. SPT dalam
3 Jarak Sumber Air ke Sumber Pencemar
a. >10 meter
Total

Kondisi Jamban
No. Variabel Ya Tidak
4 Jamban Sehat
a. Terdapat jamban keluarga sendiri di dalam rumah
b. Menggunakan jamban leher angsa dengan Septic Tank.
c. Menggunakan jamban leher angsa
d. Lantai jamban secara fisik terlihat bersih dan tidak licin
e. Tersedia cukup air untk buang air besar

Sarana Pengolahan Air Limbah (SPAL)


No. Variabel Ya Tidak
5 SPAL
a. Tertutup tidak mencemari air bersih
b. Lancar dan tidak menimbulkan genangan air
c. Tidak bau, becek
d. Mengalir ke tempat terbuka/ dialirkan ke comberan
e. Tersedia cukup air untk buang air besar

Pengelolaan Sampah
No. Variabel Ya Tidak
6 Tempat Pembuangan Sampah Sementara
a. Dibuang ketempat yg tertutup
b. Kedap air
LAMPIRAN 4
Statistics

Apak
ah
anak Kondi kondisi Perilaku
ibu si kondisi sarana cuci
pern saran kondi sarana pengelo Pengetahuan tangan
ah a air si pengol l aan yg ibu yg
diare bersi jamb a han sampah Pendidi Pekerj dikelompokk dikelompo
? h a air ? k an a an a kkan
? n? limbah? Ibu? ibu? n

N Valid 106 106 106 106 106 106 106 106 106
Missi 0 0 0 0 0 0 0 0 0
ng
Mean 1,65 1,65 1,62 1,57 1,42 1,42 1,92 ,88 ,70
Median 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00 1,00 2,00 1,00 1,00
Mode 2 2 2 2 1 1 2 1 1
Minimum 1 1 1 1 1 1 1 0 0
Maximum 2 2 2 2 2 2 2 1 1

Apakah anak ibu pernah diare?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid diare 37 34,9 34,9 34,9


tidak diare 69 65,1 65,1 100,0
Total 106 100,0 100,0

Kondisi sarana air bersih?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 37 34,9 34,9 34,9


memenuhi syarat 69 65,1 65,1 100,0
Total 106 100,0 100,0

kondisi jamban?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 40 37,7 37,7 37,7


memenuhi syarat 66 62,3 62,3 100,0
Total 106 100,0 100,0
kondisi sarana pengolahan air limbah?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 46 43,4 43,4 43,4


memenuhi syarat 60 56,6 56,6 100,0
Total 106 100,0 100,0

kondisi sarana pengelolaan sampah?


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak memenuhi syarat 61 57,5 57,5 57,5


memenuhi syarat 45 42,5 42,5 100,0
Total 106 100,0 100,0

Pendidikan Ibu?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid rendah 62 58,5 58,5 58,5


tinggi 44 41,5 41,5 100,0
Total 106 100,0 100,0

Pekerjaan ibu?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid bekerja 9 8,5 8,5 8,5


tidak bekerja 97 91,5 91,5 100,0
Total 106 100,0 100,0

Pengetahuan yg dikelompokkan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 13 12,3 12,3 12,3


baik 93 87,7 87,7 100,0
Total 106 100,0 100,0
Perilaku cuci tangan ibu yg dikelompokkan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 32 30,2 30,2 30,2


baik 74 69,8 69,8 100,0
Total 106 100,0 100,0

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent

Kondisi sarana air bersih? * 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%


Apakah anak ibu pernah
diare?
kondisi jamban? * Apakah 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
anak ibu pernah diare?
kondisi sarana pengolahan 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
air limbah? * Apakah anak
ibu pernah diare?
kondisi sarana pengelolaan 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
sampah? * Apakah anak ibu
pernah diare?

Crosstab
Apakah anak ibu pernah
diare?

Diare tidak diare Total

Kondisi sarana air tidak memenuhi Count 9 28 37


bersih? syarat % within Kondisi 24,3% 75,7% 100,0%
sarana air bersih?

% within Apakah anak 24,3% 40,6% 34,9%


ibu pernah diare?

memenuhi syarat Count 28 41 69

% within Kondisi 40,6% 59,4% 100,0%


sarana air
bersih? 75,7% 59,4% 65,1%
% within Apakah anak
ibu pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Kondisi 34,9% 65,1% 100,0%
sarana air bersih?
% within Apakah anak 100,0% 100,0% 100,0%
ibu pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value Df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 2,801a 1 ,094


Continuity Correction b
2,131 1 ,144
Likelihood Ratio 2,890 1 ,089
Fisher's Exact Test ,134 ,071
Linear-by-Linear 2,774 1 ,096
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,92.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kondisi ,471 ,193 1,148


sarana air bersih? (tidak
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort Apakah anak ibu ,599 ,317 1,132
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,274 ,975 1,664
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah
diare?

diare tidak diare Total

Kondisi sarana air tidak Count 9 28 37


memenuhi bersih? syarat % within Kondisi 24,3% 75,7% 100,0%
sarana air
bersih?
% within Apakah anak 24,3% 40,6% 34,9%
ibu pernah diare?

memenuhi syarat Count 28 41 69

% within Kondisi 40,6% 59,4% 100,0%


sarana air bersih?
% within Apakah anak 75,7% 59,4% 65,1%
ibu pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Kondisi 34,9% 65,1% 100,0%
sarana air bersih?

% within Apakah anak 100,0% 100,0% 100,0%


ibu pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 2,801a 1 ,094


Continuity Correctionb 2,131 1 ,144
Likelihood Ratio 2,890 1 ,089
Fisher's Exact Test ,134 ,071
Linear-by-Linear 2,774 1 ,096
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,92.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Kondisi ,471 ,193 1,148


sarana air bersih? (tidak
memenuhi syarat /
memenuhi syarat)
For cohort Apakah anak ibu ,599 ,317 1,132
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,274 ,975 1,664
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106
Crosstab
Apakah anak ibu pernah
diare?

diare tidak diare Total

kondisi tidak memenuhi Count 12 28 40


jamban? syarat % within kondisi 30,0% 70,0% 100,0%
jamban?
% within Apakah anak 32,4% 40,6% 37,7%
ibu pernah diare?

memenuhi syarat Count 25 41 66

% within 37,9% 62,1% 100,0%


kondisi
jamban? 67,6% 59,4% 62,3%
% within Apakah anak
ibu pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within kondisi 34,9% 65,1% 100,0%
jamban?

% within Apakah anak 100,0% 100,0% 100,0%


ibu pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square ,680a 1 ,409


Continuity Correction b
,378 1 ,539
Likelihood Ratio ,688 1 ,407
Fisher's Exact Test ,529 ,271
Linear-by-Linear ,674 1 ,412
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,96.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for kondisi ,703 ,304 1,627


jamban? (tidak memenuhi
syarat / memenuhi syarat)
For cohort Apakah anak ibu ,792 ,450 1,394
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,127 ,854 1,486
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah
diare?

diare tidak diare Total

kondisi sarana tidak memenuhi Count 15 31 46


pengolahan air syarat % within kondisi 32,6% 67,4% 100,0%
limbah? sarana pengolahan air
limbah?
% within Apakah anak 40,5% 44,9% 43,4%
ibu pernah diare?

memenuhi syarat Count 22 38 60

% within kondisi 36,7% 63,3% 100,0%


sarana pengolahan
air limbah?

% within Apakah anak 59,5% 55,1% 56,6%


ibu pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within kondisi 34,9% 65,1% 100,0%
sarana pengolahan air
limbah?

% within Apakah anak 100,0% 100,0% 100,0%


ibu pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square ,189 a


1 ,664
Continuity Correction b
,052 1 ,819
Likelihood Ratio ,189 1 ,664
Fisher's Exact Test ,687 ,411
Linear-by-Linear ,187 1 ,665
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,06.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for kondisi ,836 ,372 1,878


sarana pengolahan air
limbah? (tidak memenuhi
syarat / memenuhi syarat)
For cohort Apakah anak ibu ,889 ,522 1,514
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,064 ,806 1,406
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah
diare?

diare tidak diare Total


kondisi sarana tidak memenuhi Count 27 34 61
pengelolaan sampah? syarat % within kondisi 44,3% 55,7% 100,0%
sarana pengelolaan
sampah?
% within Apakah anak 73,0% 49,3% 57,5%
ibu pernah diare?

memenuhi syarat Count 10 35 45

% within kondisi 22,2% 77,8% 100,0%


sarana
pengelolaan
sampah? 27,0% 50,7% 42,5%
% within Apakah anak
ibu pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within kondisi 34,9% 65,1% 100,0%
sarana pengelolaan
sampah?
% within Apakah anak 100,0% 100,0% 100,0%
ibu pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 5,536a 1 ,019


Continuity Correction b
4,609 1 ,032
Likelihood Ratio 5,702 1 ,017
Fisher's Exact Test ,024 ,015
Linear-by-Linear 5,484 1 ,019
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,71.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for kondisi 2,779 1,170 6,605


sarana pengelolaan
sampah? (tidak memenuhi
syarat / memenuhi syarat)
For cohort Apakah anak ibu 1,992 1,077 3,684
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu ,717 ,546 ,941
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Ibu? * Apakah 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%


anak ibu pernah diare?
Pekerjaan ibu? * Apakah 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
anak ibu pernah diare?
Pengetahuan yg 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
dikelompokkan * Apakah
anak ibu pernah diare?
Perilaku cuci tangan ibu yg 106 100,0% 0 ,0% 106 100,0%
dikelompokkan * Apakah
anak ibu pernah diare?

Crosstab
Apakah anak ibu pernah diare?
diare tidak diare Total

Pendidikan Ibu? rendah Count 18 44 62


% within Pendidikan Ibu? 29,0% 71,0% 100,0%

% within Apakah anak ibu 48,6% 63,8% 58,5%


pernah diare?

tinggi Count 19 25 44
% within Pendidikan Ibu? 43,2% 56,8% 100,0%

% within Apakah anak ibu 51,4% 36,2% 41,5%


pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Pendidikan Ibu? 34,9% 65,1% 100,0%

% within Apakah anak ibu 100,0% 100,0% 100,0%


pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 2,268a 1 ,132


Continuity Correction b
1,688 1 ,194
Likelihood Ratio 2,256 1 ,133
Fisher's Exact Test ,152 ,097
Linear-by-Linear 2,246 1 ,134
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,36.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper

Odds Ratio for Pendidikan ,538 ,239 1,210


Ibu? (rendah / tinggi)
For cohort Apakah anak ibu ,672 ,401 1,126
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,249 ,923 1,691
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah diare?
diare tidak diare Total

Pekerjaan ibu? bekerja Count 1 8 9


% within Pekerjaan ibu? 11,1% 88,9% 100,0%

% within Apakah anak ibu 2,7% 11,6% 8,5%


pernah diare?

tidak bekerja Count 36 61 97


% within Pekerjaan ibu? 37,1% 62,9% 100,0%

% within Apakah anak ibu 97,3% 88,4% 91,5%


pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Pekerjaan ibu? 34,9% 65,1% 100,0%

% within Apakah anak ibu 100,0% 100,0% 100,0%


pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 2,451a 1 ,117


Continuity Correctionb 1,440 1 ,230
Likelihood Ratio 2,902 1 ,088
Fisher's Exact Test ,157 ,111
Linear-by-Linear 2,428 1 ,119
Association
N of Valid Cases 106

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,14.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pekerjaan ,212 ,025 1,763


ibu? (bekerja / tidak
bekerja)
For cohort Apakah anak ibu ,299 ,046 1,935
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,413 1,072 1,865
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah diare?
diare tidak diare Total
Pengetahuan yg buruk Count 5 8 13
dikelompokkan % within Pengetahuan 38,5% 61,5% 100,0%

yg dikelompokkan
% within Apakah anak ibu 13,5% 11,6% 12,3%

pernah diare?
baik Count 32 61 93

% within Pengetahuan 34,4% 65,6% 100,0%


yg dikelompokkan
% within Apakah anak ibu 86,5% 88,4% 87,7%
pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Pengetahuan yg 34,9% 65,1% 100,0%
dikelompokkan

% within Apakah anak ibu 100,0% 100,0% 100,0%


pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square ,082a 1 ,774


Continuity Correction b
,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,081 1 ,775
Fisher's Exact Test ,765 ,500
Linear-by-Linear ,082 1 ,775
Association
N of Valid Cases 106

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,54.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for 1,191 ,360 3,942


Pengetahuan yg
dikelompokkan (buruk /
baik)
For cohort Apakah anak ibu 1,118 ,532 2,349
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu ,938 ,596 1,478
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106

Crosstab
Apakah anak ibu pernah diare?
diare tidak diare Total

Perilaku cuci tangan ibu buruk Count 6 26 32


yg dikelompokkan 18,8% 81,3% 100,0%
% within Perilaku
cuci tangan ibu yg
dikelompokkan

% within Apakah anak ibu 16,2% 37,7% 30,2%

pernah diare?
baik Count 31 43 74

% within Perilaku 41,9% 58,1% 100,0%


cuci tangan ibu yg
dikelompokkan

% within Apakah anak ibu 83,8% 62,3% 69,8%


pernah diare?
Total Count 37 69 106
% within Perilaku 34,9% 65,1% 100,0%
cuci tangan ibu yg
dikelompokkan
% within Apakah anak ibu 100,0% 100,0% 100,0%
pernah diare?

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 5,265a 1 ,022


Continuity Correction b
4,296 1 ,038
Likelihood Ratio 5,618 1 ,018
Fisher's Exact Test ,027 ,017
Linear-by-Linear 5,216 1 ,022
Association
N of Valid Cases 106

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,17.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku cuci ,320 ,118 ,871


tangan ibu yg
dikelompokkan (buruk /
baik)
For cohort Apakah anak ibu ,448 ,207 ,966
pernah diare? = diare
For cohort Apakah anak ibu 1,398 1,083 1,805
pernah diare? = tidak diare
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 8

DOKUMENTASI

Kondisi kamar Kondisi kamar Kondisi jalanan, dan


mandi tanpa mandi bersih. SPAL yang ditutupi
menggunakan kayu.

Kondisi masyarakat yang Kondisi rumah yang Kondisi sungai yang


masih menggunakan sumur dekat dipenuhi dengan
pompa tangan dangkal.Kondisi sampah.
SPAL Responde
n pada
yang saat di
wawancar

Anda mungkin juga menyukai