Anda di halaman 1dari 72

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN


KEKAMBUHAN PASIEN GANGGUAN JIWA
HALUSINASI PENDENGARAN

( PENELITIAN KORELASI )

DISUSUN
OLEH :
NAMA : SELMI APRINATI
NIM : 2016.C.08A.0813

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020

SKRIPSI

i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN
KEKAMBUHAN PASIEN GANGGUAN JIWA
HALUSINASI PENDENGARAN

( PENELITIAN KORELASI )

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang Proposal Skripsi Dan
Melanjutkan Penelitian Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Stikes Eka Harap Palangka Raya

DISUSUN
OLEH :

NAMA : SELMI APRINATI


NIM : 2016.C.08A.0813

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020

/
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ii
ii
Nama : Selmi Aprinati
Tempat, Tanggal Lahir : Tumbang Saan 27 April 1999
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jln. G.obos XVI Blok E
No. Hp : 0821-5845-1721
E-mail : selmiaprinatie@gmail.com

Nama Orang Tua

Ayah : Sumanto Spd.Sd


Ibu : Liliwati
PENDIDIKAN :
1) Tahun 2004 - 2010 : SDN Tumbang Saan
2) Tahun 2010 - 2013 : SMPN-1 Permata Intan
3) Tahun 2013 - 2016 : SMAN-1 Permata Intan
4) Tahun 2016 – 2020 : STIKes Eka Harap Palangka Raya

SURAT PERNYATAAN

iii
iii
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Selmi Aprinati
Nim : 2016.C.08a.0813
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul Karya Tulis : “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan
Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa halusinasi pendengaran ”

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Proposal tersebut secara


keseluruhan adalah murni karya saya sendiri, bukan dibuat oleh orang lain,
baik sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi sebagian atau
keseluruhan dari proposal orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk
sebagai sumber pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila di kemudian hari didapatkan bukti bahwa proposal saya tersebut
merupakan hasil karya orang lain, dibuatkan oleh orang lain baik sebagian
maupun keseluruhan dan atau plagiasi karya orang lain, saya sanggup menerima
sanksi peninjauan kembali kelulusan saya, pembatalan kelulusan,
pembatalan dan penarikan ijazah saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa
paksaan dari pihak manapun. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Palangka Raya, , 2020


Yang Menyatakan,

SELMI APRINATI

LEMBAR PERSETUJUAN

iv
JUDUL : Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan
Pasien Gangguan Jiwa halusinasi pendengaran
NAMA : Selmi Aprinati
NIM : 2016.C.08a.0813

Skripsi ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal , 2020

Pembimbing I, Pembimbing II,

Vina Agustina, Ners, M.Kep. Wenna Araya, S.Psi., M.Pd.

PENETAPAN PANITIA PENGUJI PROPOSAL

v
JUDUL : Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan
Pasien Gangguan Jiwa halusinasi pendengaran
NAMA : Selmi Aprinati
NIM : 2016.C.08a.0813

Skripsi ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal 2020

Ketua : Dra. Mariaty Darmawan, MM (…………………….)

Anggota I : Vina Agustina, Ners., M.Kep (…………………….)

Anggota II : Wenna Araya, S.Psi., M.Pd (…………………….)

TIM PENGUJI :

Mengetahui,
Ketua unit pelaksana
Studi Sarjana Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

PENGESAHAN PROPOSAL

vi
Judul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan
Pasien Gangguan Jiwa halusinasi pendengaran
Nama : Selmi Aprinati
NIM : 2016.C.08a.0813

Skripsi ini telah diuji dan Disetujui Oleh Tim penguji


Tanggal ,2020

TIM PENGUJI :
Ketua : Dra. Mariaty Darmawan, MM (…………………….)

Anggota I : Vina Agustina, Ners., M.Kep (…………………….)

Anggota II : Wenna Araya, S.Psi., M.Pd (…………………….)

Mengetahui,

Ketua Ketua Unit Pelaksana


STIKes Eka Harap, Sarjana Keperawatan

Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes. Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

MOTTO

“Ketika orang lain meragukan mu, yang harus kamu


lakukan adalah percaya pada diri mu sendiri dan

vii
buktikan kemampuan mu’’

KATA PENGANTAR

viii
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa
halusinasi pendengaran”. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing dalam pembuatan
proposal ini, yaitu kepada:
1) Dr. Ardiansyah Arifin, MPH dan seluruh ketua yayasan Eka Harap Palangka
Raya yang telah menyediakan sarana dan prasarana kepada saya dalam
mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.
2) Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
3) Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. selaku ketua unit pelaksana Sarjana
Keperawatan yang memberikan dukungan dalam menyelesaikan proposal
ini
4) Vina Agustina Ners,. M.Kep pembimbing I yang telah membimbing
dengan sabar dan memberi saran dalam menyelesaikan proposal ini.
5) Wenna Araya,. S.Psi., M.Pd Pembimbing II yang telah membimbing dengan
sabar dan memberi saran dalam menyelesaikan proposal ini.
6) Dra. Mariaty Darmawan, MM selaku ketua penguji Proposal yang telah
meluangkan waktu dalam memberi saran-sarannya.
7) Seluruh pengajar dan pegawai yang tidak bisa disebut nama nya satu persatu
yang telah bersedia memberikan ilmu,membimbing,mendidik,dan
membantu penulis selama pembelajaran di Stikes Eka Harap Palangka
Raya.
8) Kedua Orang Tua beserta kedua saudara saya yang selalu memberikan doa
dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
9) Kedua sahabat saya yang selalu memberikan doa dan dukungan selama
proses penelitian dan penyusunan proposal ini.

ix
10) Seluruh teman–teman Program Studi Sarjana Keperawatan tingkat IV-B
yang telah memberi dukungan, serta semangat kepada penulis dalam
penyelesaian Proposal ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Proposal ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
penulisan Proposal ini dapat berguna bagi pembaca khususnya untuk mahasiswa
keperawatan.

Palangka Raya, , 2020

Penulis

x
ABSTRAK

Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien


Gangguan Jiwa halusinasi pendengaran
Selmi Aprinati tahun 2020
Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Eka Harap Palangka Raya
Pembimbing 1 Vina Agustina.,Ners.M.Kep
Pembimbing 2 Wenna Araya, S.Psi., M.Pd

xix + 49 Halaman + 9 Tabel + 1 Gambar + 3 Lampiran

Latar Belakang : Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses pikir, perilaku, dan persepsi penangkapan panca
indra. Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
Gejala dan tanda yang ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa antara lain
gangguan kognitif, gangguan proses pikir, gangguan kesadaran, gangguan emosi,
kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh. ( Stuart, 2017 )
Fenomena yang sering terjadi klien gangguan jiwa sering mengalami kekambuhan
karna kurangnya perhatian dari keluarga dan sering dikucilkan oleh masyarakat.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa halusinasi
pendengaran
Metode Penelitian: Metode perancangan pada penelitian ini adalah penelitian
korelasional. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data
sekunder.
Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil dari 3 penelitian didapatkan bahwa ada
hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan
jiwa halusinasi pendengaran.
Diskusi : Bagi responden diharapkan keluarga dapat membantu pasien agar tidak
terjadi kekambuhan pada gangguan jiwa halusinasi pendengaran
Kata Kunci: keluarga,kekambuhan,halusinasi pendengaran
Pustaka 29 ( 2017-2018 )

xi
ABSTRACT

Relationship between the level of family knowledge and the recurrence of


mental disorders in auditory hallucinations

Selmi Aprinati tahun 2020


Undergraduate Nursing Study Program, STIKes Eka Hope Palangka Raya
Advisor 1 Vina Agustina., Ners.M.Kep
Advisor 2 Wenna Araya, S.Psi., M.Pd

xix+ 49 Page + 9 Table + 1 Images + 3 attachment

Background : Mental disorders are brain disorders that are characterized by


disruption of emotions, thought processes, behavior, and perception of the
capture of the five senses. This mental disorder causes stress and suffering for
sufferers Symptoms and signs that are shown by people with mental disorders
include cognitive disorders, thought process disorders, disturbance of
consciousness, emotional disturbances, ability to think, and strange behavior.
(Stuart, 2017)
The phenomenon that often occurs mentally ill clients often experience recurrence
due to lack of attention from family and often ostracized by the community
Objective : This study aims to determine the relationship of the level of family
knowledge with the recurrence of mental hallucinations hearing loss patients.
Methods : The design method in this study is correlational research. The method
used in this study uses secondary data
Result : Based on the results of 3 studies found that there is a relationship
between the level of family knowledge with the recurrence of patients with mental
hallucinations.
Discussion : For respondents, it is hoped that the family can help the patient so
that there is no recurrence of auditory hallucinations mental disorders
Keywords : family, recurrence, auditory hallucinations
References 29 ( 2017-2018)

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................i


HALAMAN SAMPUL DALAM..........................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................ iii
SURAT PERTANYAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAN BEBAS
PLAGIASI............................................................................................................ iv
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................v
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI.................................................vi
PENGESAHAN SKRIPSI...................................................................................vii
HALAMAN MOTTO.........................................................................................viii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ix
ABSTRAK.............................................................................................................xi
ABSTRACT...........................................................................................................xii
DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii

BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................1


1.1 latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus ...............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................3
1.4.1 Manfaat Teoritis .............................................................................................3
1.4.2 Manfaat Praktis ..............................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4


2.1 Konsep Dasar Pengetahuan................................................................................4
...................................................................................................................................
2.1.1.1 Tingkat pengetahuan....................................................................................5
2.1.1.2 Jenis pengetahuan.........................................................................................6

xiii
2.1.1.3 Cara-cara memperoleh pengetahuan............................................................6
2.1.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan .........................................8
2.1.1.5 Pengukuran pengetahuan............................................................................12
2.2..Konsep Dasar keluarga ..................................................................................13
2.2.1 Definis keluarga ...........................................................................................13
2.2.2 Fungsi Dasar Keluarga..................................................................................13
2.2.3 Peran keluarga ..............................................................................................15
2.2.4 Dukungan Keluarga .....................................................................................15
2.3 Konsep dasar Kekambuhan pasien...................................................................16
2.3.1 Pengertian Kekambuhan Pasien....................................................................16
2.3.2 Faktor Penyebab Kekambuhan ....................................................................16
2.3.3 Angka Kejadian Kekambuhan......................................................................17
2.3.4 Keluarga Dalam Mencegah Klien Kambuhan..............................................17
2.4 Konsep Dasar ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa)....................................18
2.4.1 Definisi ODGJ...............................................................................................18
2.4.2 Penyebab gangguan Jiwa..............................................................................19
2.4.3 Klasifikasi gangguan Jiwa.............................................................................19
2.5 Konsep Dasar Halusinasi ................................................................................20
2.5.1 Definis Halusinasi ........................................................................................20
2.5.2 Jenis – Jenis Halusinasi ................................................................................20
2.5.3 Etiologi Halusinasi .......................................................................................21
2.5.4 Tanda dan gejala halusinasi .........................................................................22
2.6 Kerangka Konsep.............................................................................................23
2.7 Hipotesis...........................................................................................................24

BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................25


3.1 Perancangan Penelitian....................................................................................25
3.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................2
3.2.1 Kata kunci ....................................................................................................25
3.2.2 Database Penelusuran Data Sekunder ..........................................................26
3.3 Teknik Analisis Data (Data Sekunder)............................................................28
3.3.1 Sumber Data Sekunder.................................................................................29

xiv
3.4 Keterbatasan.....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Hubungan pengetahuan dengan sikap keluarga merawat klien
Dalam mengendalikan halusinasi di unit poliklinik jiwa................27

Tabel 3.1 Dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien


Halusinasi pendengaran di rumah sakit jiwa....................................27

Tabel 3.1 Faktor- faktor yang berhubungan dengan kekambuhan


Pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah sakit.......................27

Tabel 4.1 Daftar Hasil Penelusuran Literatur Sebagai Data Sekunder.............37

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Presentasi Karakteristik


Demografi Responden.....................................................................38

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Dan Frekuensi


Kekambuhan Pada Pasien Halusinasi Pendengar.............................38

Tabel 4.4 Distribusi data berdasarkan frekuensi faktor – faktor yang


berhubungan Dengan kekambuhan pada pasien halusinasi
pendengaran.....................................................................................39

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan


keluarga merawat klien dalam mengendalikan halusinasi...............40

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan


keluarga dengan sikap keluarga merawat klien dalam
mengendalikan halusinasi................................................................40

xvi
DAFTAR GAMBAR Hal

Gambar 2.1 Kerangka Konsep .....................................................................22

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengajuan Judul


Lampiran 2 Lembar konsultasi
Lampiran 3 Abstrak Jurnal penelitian terkait

xviii
xix
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,
proses pikir, perilaku, dan persepsi penangkapan panca indra. (Stuart, 2017 )
Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita Gejala dan
tanda yang ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan
kognitif, gangguan proses pikir, gangguan kesadaran, gangguan emosi,
kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh. Fenomena yang sering terjadi klien
halusinasi pendengaran sering mengalami kekambuhan karna kurangnya perhatian
dari keluarga, dan sering dikucilkan oleh masyarakat.
Berdasarkan Data Menurut WHO (2018) gangguan jiwa secara umum
terdapat lebih dari 23 juta orang jiwa di Indonesia, sekitar 90% halusinasi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran 50% halusinasi
penglihatan 20 % dan 10% adalah halusinasi pengecapan dan perabaan, pasien
dengan riwayat kambuh terbukti memiliki riwayat penyakit yang lebih kompleks,
terkait gejala psikopatologis parah, menggunakan zat, pelemahan fungsi dan
kurang kepatuhan terhadap pengobatan, kekambuhan sangat bervariasi dari 50%
sampai 92% baik di negara maju dan negara berkembang dan sekitar 78,16%.
Berdasarkan Data Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa kalawa Atei Palangka raya
ditemukan jumlah gangguan jiwa pada tahun 2018 kunjungan pasien rawat jalan
berjumlah 4.955 pasien, sedangkan pada tahun 2019 jumlah pasien rawat jalan
berjumlah 5.673 pasien, dan pada bulan januari tahun 2020 pasien rawat jalan
berjumlah 521 pasien.
Salah satu penyebab gangguan jiwa adalah suasana di rumah meliputi adanya
pertengkaran, salah pengertian di antara anggota keluarga, kurang kebahagiaan
dan kepercayaan di antara anggota keluarga Kekambuhan pada pasien gangguan
jiwa terjadi karena timbulnya gejala yang sama seperti sebelumnya. Frekuensi
kekambuhan merupakan masa atau saat-saat dimana gejala sebelumnya yang
dialami klien muncul kembali dan menyebabkan penderita gangguan jiwa tersebut
harus dirawat kembali, ada beberapa faktor mempengaruhi kekambuhan penderita

1
2

gangguan jiwa, antara lain dukungan keluarga, ketersediaan pelayanan kesehatan,


kepatuhan minum obat, dan faktor lingkungan yang kurang mendukung. (Stuart,
2017 )
Peran keluarga saat klien kembali kerumah keluarga berperan dalam
mengawasi dan memperhatikan klien agar klien tetap terjaga dan tidak putus
obat, dalam membantu dan memantau dan melatih klien untuk minum obat secara
teratur dan maupun melakukan aktivitas yang lain sehingga pasien mampu
mencapai derajat kesehatan secara maksimal. (Stuart & sundeen,2018).
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan
jiwa Halusinasi pendengaran Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang ‘Hubungan tingkat pengetahuan keluarga keluarga dengan kekambuhan
pasien gangguan jiwa halusinasi pendengaran’
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini yaitu “Bagaimana Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan
kekambuhan pasien gangguan jiwa halusinasi pendengaran ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat “Hubungan
tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.1.1 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan
pasien gangguan jiwa halusinasi pendengaran
1.1.2 Mengidentifikasi peran keluarga dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa
1.1.3 Menganalisa Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan
kekambuhan pasien gangguan jiwa

1.2 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :
3

1.2.1 Manfaat Teoritis


1.2.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan
ilmu pengetahuan dan memperkuat teori tentang pengetahuan keluarga
dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa
1.2.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dan dijadikan
dasar untuk memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa dan teknologi
khususnya dalam bidang kesehatan.
4
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan


Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas penggabungan atau
kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Segenap apa yang diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri &
Nurroh 2017).
Pengetahuan adalah proses kegiatan mental yang di kembangkan melalui
proses belajar dan disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan
melalui bentuk ingatan, pengetahuan diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai sumber (Budiman, 2017).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/mengetahui dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian
besar pengetahuan masyarakat atau manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo 2017 )
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu akibat proses penginderaan terhadap
subyek tertentu, yang berasal dari pendengaran dan penglihatan. Notoadmodjo
(2017) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari atau mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai terbentuk.
3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

5
6

2.1.1 Tingkat pengetahuan


Menurut Notoadmodjo (2017), tingkat pengetahuan seseorang terdiri
dari enam tingkatan, yaitu:
1) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2) Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya secara
benar.
3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
4) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi yang ada. Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
pengetahuan seseorang telah positif terhadap suatu hal, maka akan terbentuk
pula sikap positif terhadap hal tersebut. Apabila sikap seseorang telah positif
terhadap suatu hal maka diharapkan akan timbul niat untuk melaksanakan hal
tersebut. Akan tetapi niat-niat tersebut akan dipengaruhi beberapa hal diantaranya,
tersedianya sarana dan kemudahan lainnya dan pandangan orang disekitarnya
(orang tua, suami, tokoh masyarakat, guru, dan lain-lain).
2.1.2 Jenis pengetahuan
Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks
kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku
kesehatan. Jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
7

1) Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,
seperti keyakinan pribadi, persfektif dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang
sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali berisi kebisaan dan budaya bahkan bisa tidak didasari. Contoh
seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata ia
merokok ( Fitriani, 2017 )
2) Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan
atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi
kesehatan dan ia tidak merokok ( Fitriani, 2017 )
2.1.2.1 Cara-cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2017) terdapat beberapa cara memperoleh
pengetahuan, yaitu:
a. Cara kuno atau non modern
Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan
statistik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi:
(1) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak bisa dicoba kemungkinan
yang lain. Caranya coba salah ini dilakukan dengan menggunakan berbagai
kemungkinan dalam memecahkan masalah hingga masalah tersebut dapat
dipecahkan
(2) Cara kekuasan atau otoritas
Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan
oleh orang yang mempunyai aktifitas tanpa terlebih dahulu menguji atau
membuktikan kebenaran, baik berdasarkan fakta empiris ataupun penalaran
sendiri .Sumber pengetahuan dengan cara ini didapat dari pemimpin. Prinsip
8

cara ini adalah orang lain atau rakyat menerima pendapat yang dikemukakan
oleh orang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau
membuktikan kebenarannya .
(3) Pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa yang
lalu. Tetapi tidak semua pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis
dan logis.
(4) Melalui jalan pikiran
Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya manusia harus
menggunakan jalan pikirannya serta penalarannya. Banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan
seperti ini biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi
berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai
kebenaran yang mutlak. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia
telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan melalui pernyataan-pernyataan
khusus pada umum. Deduktif adalah proses pembuatan kesimpulan dari
pernyataan umum ke khusus
b. Cara modern atau ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis,
logis dan alamiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara
mengadakan observasi lansung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta
sehubungan dengan objek penelitiannya. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu:
(1) Metode induktif
Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam
atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan atau diklasifikasikan,
akhirnya diambil kesimpulan umum.
(2) Metode deduktif
9

Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk


seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya yang khusus.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2017) faktor yang mempengaruhi pengetahuan
antara lain yaitu:
1) Faktor pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan diluar sekolah (baik formal maupun nonformal),
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima informasi tentang objek
atau yang berkaitan dengan pengetahuan. Pengetahuan umumnya dapat diperoleh
dari informasi yang disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa.
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan
diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah
untuk menerima, serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang
akan semakin cenderung untuk mendapat informasi, baik dari orang lain maupun
dari media massa. Semakin banyak informasi yang masik semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh oleh pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek inilah
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap
makin positif terhadap objek tersebut.
2) Faktor informasi/media massa
Informasi adalah suatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga
10

dapat didefinisikan sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,


menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan
informasi dengan tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi).
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberi pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan
menyediakan macam-macam media massa yang dapat mempengarui pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sehingga sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti telivisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian
informasi sebagai tugas pokoknya. Media massa juga membawa pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya infomasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
3) Faktor pekerjaan
Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses
informasi yang dibutuhkan terhadap suatu objek. Seseorang yang bekerja disektor
formal memiliki akses yang lebih baik, terhadap berbagai informasi, termasuk
kesehatan .
4) Faktor pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan
pengetahuan dan ketermpilan profesional, serta dapat mengembangkan kemapun
mengambil keputusan yang merupakan manisfestasi dari keterpaduan menalar
secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerja.
Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak
pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula
pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat
11

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tantang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
5) Faktor keyakinan
Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara
turun-temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan
keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
6) Faktor sosial, budaya dan ekonomi
Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Kebiasaan dan
tradisi yang bisa dilakukan orang-orang tidak melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya siatu fasilitas yang diperlukan untuk kegitan tertentu
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang
7) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik atau tidak, yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
8) Usia
Usai mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta
lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya penyesuaian diri
menuju usia tua. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan
verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut:
(1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuan.
12

(2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan IQ (Intelligence Quotient) akan menurun sejalan dengan
bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti
kosa kata dan pengetahuan umum.
(3) Beberapa teori berpendapat ternyata IQ (Intelligence Quotient) seseorang
akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
Menurut Daryanto (2017 ) , terdapat 8 hal yang mempengaruhi pengetahuan
yaitu:
(1) Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan tangkah laku
seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita simpulkan bahwa
sebuah visi pendidikan yaitu untuk mencerdaskan manusia.
(2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang mendapatkan pengalaman
dan pengetahuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
(3) Pengalaman
Pengalaman merupakan sebuah kejadian atau peristiwa yang pernah dialami
oleh seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
(4) Usia Umur
Seseorang yang bertambah dapat membuat perubahan pada aspek fisik
psikologis dan kejiwaan. Dalam aspek psikologis taraf berfikir seseorang
semakin matang dan dewasa.
(5) Kebudayaan
Kebudayaan tempat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya cara berfikir dan perilaku
kita.
(6) Minat
Minat merupakan suatu bentuk keinginan dan ketertarikan terhadap sesuatu.
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
13

(7) Paparan informasi RUU


Teknologi informasi mengartikan informasi sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, dan menyimpan, manipulasi, mengumumkan,
menganalisa dan menyebarkan informasi dengan maksud dan tujuan tertentu
yang bisa didapatkan melalui media elektronik maupun cetak.
(8) Media
Contoh media yang didesain secara khusus untuk mencapai masyarakat luas
seperti televisi, radio, koran, majalah dan internet.
2.1.5 Pengukuran pengetahuan
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2017). Dalam mengukur pengetahuan harus
diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan. Penilaian
tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut:
1) Penilaian
Jika benar diberi nilai 1
Jika salah diberi nilai 0

N=

Keterangan
N : Nilai pengetahuan
Sp : Jumlah nilai yang diperoleh (jawaban benar x 1)
Sm: jumlah nilai maksimal
2) Kategori tingkat pengetahuan
(1) Baik =76-100%
(2) Cukup = 56-75%
(3) Kurang = ≤ 55%
pengkuran tingkat pengetahuan dilakukan bila seseorang mampu me
njawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka
dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan
jawaban yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan.
14

2.2 Konsep Dasar Keluarga


2.2.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang tergabung karena
hubungan darah atau pengangkatan, perkawinan dan mereka hidup dalam satu
atap rumah tangga, melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya dan
memiliki peran masing-masing dalam menciptakan rasa serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman dalam Setiana 2017). konsep keluarga adalah terdapat
sekumpulan manusia yang dihubungkan oleh suatu ikatan perkawinan antara laki-
laki dan perempuan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan serta
mempertahankan budaya yang umum, untuk meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota.
2.2.2 Fungsi Dasar Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2017) :
1. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubugngan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh
anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.
2. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial. Sosialisasi dimulai sejak
manusia lahir.Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar
bersosialisasi.Keberhasilan perembangan individu dan keluarga dicapai
melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi.Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma,
budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain
15

untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk


membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggoat keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan,
pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat dengan
penghasilan tidak seimbang antara suami dan istri hal ini menjadikan
permasalahan yang berujung pada perceraian.
5. Fungsi Perawatan atau Pemeliharan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit.Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga.Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan.Keluarga
yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan.
2.2.3 Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu.
Adapun macam peranan dalam keluarga antara lain :
1. Peran Ayah
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah
berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah,
serta pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota
dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan
di mana dia tinggal.
2. Peran Ibu
Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran
ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh dan
pendidik anak-anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya
sedang tidak ada dirumah, mengurus rumah tangga, serta dapat juga
16

berperan sebagai pencari nafkah. Selain itu ibu juga berperan sebagai salah
satu anggota kelompok dari peranan sosial serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
3. Peran Anak
Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.
2.2.4 Dukungan Keluarga
Dukungan sosial dari keluarga dapat berupa dukungan internal dan
eksternal. Keluarga memiliki berbagai dukungan suportif seperti dukungan
emosional, informatif, penghargaan dan instrumental mendefinisikan dukungan
keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga. Dukungan keluarga
menagacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh keluarga sebagai
sesuatu yang dapat dilakukan untuk keluarga tersebut. Dukungan keluarga dapat
berupa dukungan internal, yaitu seperti dukungan dari suami atau istri atau
dukungan dari saudara kandung dan dukungan eksternal, yaitu seperti dukungan
dari keluarga besar atau dukungan social.
2.3 Konsep dasar Kekambuhan pasien
2.3.1 Pengertian Kekambuhan Pasien
Pengertian Kekambuhan Kambuh didefinisikan sebagai berulangnya atau
kambuhnya gejala penyakit status mental serupa dengan apa yang telah dialami
sebelumnya The Free Dictionary ( Tlhowe, et al. 2018)
Mencegah kekambuhan sangat penting karena mengurangi dampak negatif
dari penyakit mental pada individu, keluarga dan masyarakat. Mencegah
kambuh dapat meningkatkan kualitas hidup orang dengan penyakit mental, yang
memungkinkan mereka ikut berperan dalam kegiatan rekreasi, pekerjaan,
bersosialisasi, dan keluarga juga dapat menjadi pendekatan yang sangat
berharga dalam mencegah kekambuhan (Tlhowe, et all. 2018).
Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah tampaknya
mereda. Pada gangguan jiwa kronis diperkirankan mengalami kekambuhan 50%
pada tahun pertama, dan 70% pada tahun kedua. Kekambuhan biasanya terjadi
karena adanya kejadian-kejadian buruk sebelum nya. (Darlond, 2018)
17

2.2.2 Faktor Penyebab Kekambuhan


Menurut Yosep & Sutini (2017) mengatakan salah satu faktor penyebab
kambuh gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku
klien di rumah. klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan kambuh 50% pada
tahun pertama, 70% pada tahun kedua, dan 100% pada tahun kelima setelah
pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah di rumah atau di masyarakat.
Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, (Yosep &
Sutini, 2017).
1) Klien Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat
secara teratur mempunyai kecendrungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah
sakit tidak memakan obat secara teratur
2) Dokter (pemberian resep) Makan obat yang teratur dapat mengurami
kambuh, namun pemakain obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan
efek samping Tardive Diskinesia yang dapat menggangu hubungan sosial
seperti gerakan yang tidak terkontrol. Dokter yang memberi resep
diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis terapiutik yang dapat
mencegah kambuh dan efek samping.
3) Penanggung jawab klien, Setelah pulang ke rumah maka perawat
puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.
4) Keluarga memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi (bermusuhan, mengkritik, banyak melibatkan diri dengan klien
diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan, hasilnya 57% kembali dirawat
dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat
dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu klien
juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat,
menikah) maupun yang menyedihkan (kematian atau kecelakaan). Dengan
terapi keluarga klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress.
2.2.3 Angka Kejadian Kekambuhan
Keluarga merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
kesembuhan pasien gangguan jiwa. Keluarga merupakan lingkungan terdekat
pasien. Dengan keluarga yang bersikap terapeutik dan mendukung pasien, masa
18

kesembuhan pasien dapat dipertahankan selama mungkin.Sebaliknya, jika


keluarga kurang mendukung, angka kekambuhan menjadi lebih cepat.
Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa angka kambuh pada pasien gangguan
jiwa tanpa terapi keluarga sebesar 25-50%, sedangkan angka kambuh pada pasien
yang mendapat terapi keluarga adalah sebesar 5-10% (Keliat & Akemat, 2017).
2.2.4 Keluarga Dalam Mencegah Klien Kambuhan
1. Keluarga merupakan tempat individu pertama memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungan.
2. Keluarga merupakan suatu sistem yang utuh dan tidak terpisahkan
sehingga jika ada satu yang terganggu yang lain ikut terganggu.
3. Keluarga merupakan salah satu penyebab klien gangguan jiwa menjadi
kambuh lagi. Oleh karena itu diharapkan jika keluarga ikut berperan dalam
mencegah klien kambuh setidaknya membantu klien untuk dapat
mempertahankan derajat kesehatan mentalnya karena keluarga secara
emosional tidak dapat dipisahkan dengan mudah (Nasir & Muhith, 2017).
4. Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan
lanjutan pada puskesmas di wilayah yang mempunyai program kesehatan
jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien dapat mengaggap rumah
klien sebagai “ruangan perawatam”. Perawat, klien, dan keluarga besar
sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan
masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang
jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas. Jadwal kunjungan
rumah dan after care dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan klien.
Perawat membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri di lingkungan
keluarga, 26 dalam hal sosialisasi, perawatan mandiri dan kemampuan
memecahkan masalah. Perawat dapat memantau dan mengidentifikasi
gejala kambuh dan segera melakukan tindakan sehingga dapat dicegah
perawatan kembali di rumah sakit (Yosep & Sutini, 2017).
2.4 Konsep Dasar ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa)
2.4.1 Definisi ODGJ
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang
ditunjukkan pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas
19

kehidupan dan disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis,


bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial maupun konflik dengan
masyarakat ( Stuart, 2018 ).
Gangguan jiwa adalah merupakan masalah kesehatan yang memengaruhi
bagaimana seseorang berpikir, berperilaku, dan berinteraksi dengan orang lain
secara signifikan. Jika tidak diobati, orang yang mengalami gangguan jiwa
akan sulit beraktivitas, bekerja, dan bahkan berinteraksi dengan orang lain.
(Keliat & Akemat, 2017).
Sedangkan gangguan jiwa merupakan pola perilaku, sindrom yang
secara klinis bermakna berhubungan dengan penderitaan, distress dan
menimbulkan hendaya pada lebih atau satu fungsi kehidupan manusia.
gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. banyak
yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang
tidak wajar atau tumpul.
2.4.2 Penyebab gangguan Jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan dalam mencari penyebab gangguan
jiwa, unsur ini harus diperhatikan. gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah
unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya
(Maramis, 2017).
1. Faktor somatik (somatogenik)
yakni akibat gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, dan
neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik,
serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik)
yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan
antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan
masyarakat. selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi,
konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk
menghadapi masalah. apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat
20

mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang


berlebihan.
2. Faktor sosial budaya
yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat
ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi
prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai,
serta pengaruh rasial dan keagamaan.
2.4.3 Klasifikasi gangguan Jiwa
Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian,
yaitu
1. Gangguan jiwa Psikotik
Adalah yang meliputi gangguan otak organik ditandai dengan hilangnya
kemampuan menilai realita, di tandau waham, delusi dan halusinasi.
2. Gangguan jiwa Neurotik
Adalah gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya merupakan
suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik dalam jiwanya, namun
umumnya penderita tidak menyadari bahwa ada hubungan antara gejala-
gejala yang di rasakan dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa di
tandai kehilangan atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan
kecemasan (ansietas) .
2.4.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan jiwa Menurut Maramis (2017 ) adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan kesadaran
Kesadaran merupakan kemampuan individu dalam mengadakan
pembatasan terhadap lingkungan nya serta dengan diri nya sendiri
( melalui pasca indranya ). Apabila kesadaran tersebut baik maka
orientasinya ( waktu,tempat,dan orang lain ) dan pengertian yang baik
serta pemakian informasi yang masuk secara efektif ( melalui ingatan
dan pertimbang ).
2. Gangguan Ingatan
21

Ingatan berdasarkan tiga proses yaitu, pencatatan atau regritasi


( mencatat atau meregritasi suatu pengalaman didalam susunan saraf
pusat ), penahan atau ritensi ( menyimpan atau menahan catatan
tersebut ) dan pemanggilan kembali atau “recall” ( mengingat atau
mengeluarka kembali cacatan itu ).
3. Gangguan orientasi
Adalah disorientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan
dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang. Gangguan afek atau
emosi afek adalah nada perasaan,menyenangkan atau tidak ( seperti
kebanggaan, kekecewaan, kasih sayang ) yang menyertai suatu pikiran
dan biasa nya bermanifestasi afek keluar dan disertai olek banyak
komponen psiologik. Emosi adalah manisfestasi afek keluar dan
disertai banyak komponen psiologi dan berlangsung relatif tidak lama.
2.5 Konsep Dasar Halusinasi
2.5.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; halusinasi merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau penghidungan.Klien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Keliat, 2017)
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Farida, 2017).
2.5.2 Jenis – jenis halusinasi
Menurut Farida ( 2017 ) halusinasi terdiri dari tujuh jenis:
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
22

2. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang
menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penciuman
Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau
bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke,
kejang atau dimensia.
4. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Halusinasi Perabaan
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
2.5.3 Etiologi Halusinasi
a) Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetrytranferase
akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
23

dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depan nya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
2.5.4 Tanda dan gejala Halusinasi
1. berbicara dan tertawa sendiri
2. bersikap seperti mendengar sesuatu
3. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengar kan sesuatu
4. merasa ada yang memangilkannya dan berbicara dengan nya
5. ingin memukul atau melempar barang
24

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Nursalam, 2017).
Dalam penelitian ini akan di lihat Hubungan tingkat pengetahuan keluarga
dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada bagan kerangka konsep berikut:

Variabel Independen: Variabel Dependen:


Tingkat Pengetahuan keluarga kekambuhan pasien Gangguan jiwa
1. Tahu Halusinasi pendengaran
2. Memahami 1. Pengertian Kekambuhan pasien
1) Definisi keluarga 2. Faktor penyebab kekambuhan
2) Fungsi Dasar keluarga 3. Keluarga dalam mencegah
3) Peran keluarga kekambuhan
4) Dukungan keluarga

Kategori Pengetahuan:
1. Tingkat pengetahuan baik:
76-100%
2. Tingkat pengetahuan cukup:
56-75%
3. Tingkat pengetahuan
kurang: ≤ 55%

Keterangan:

: Tidak diteliti

: Di teliti

: Berhubungan

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan tingkat pengetahuan keluarga


dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa Halusinasi pendengaran.
25

2.7 Hipotesis
Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata Hipo (lemah) dan
Tesis (pernyataan) yaitu suatu pernyataan yang masih lemah membutuhkan
pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus
ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam
penelitian. Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian. Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang
hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu
pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2017).
Hipotesis dibagi menjadi dua jenis menurut Nursalam (2017) yang masing-
masing memiliki arti sebagai berikut:
1. Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interprestasi hasil statistik. Hipotesis nol (H0) dapat sederhana
atau kompleks dan bersifat sebab atau akibat. Misalnya pengaruh teori
adaptasi terhadap perbaikan kinerja perawat. Maka dalam H0; tidak adanya
pengaruh penerapan teori adaptasi terhadap perbaikan tenaga kerja perawat.
2. Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih
variabel. Hubungan, pengaruh, dan perbedaan tersebut dapat sederhana atau
kompleks dan bersifat sebab akibat (Nursalam, 2017)
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah hipotesis alternatif
(H0/H1)yaitu:
H1 : Ada Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa
26
27

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Perancangan Penelitian


Metode perancangan adalah penelitian korelasional. Metode yang di
gunakan pada penelitian menggunakan data sekunder. Metode korelasional adalah
suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih
(Nursalam, 2017). Jenis penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental dengan
rencangan penelitian korelasional (Cross Sectional).
Rancangan Cross Sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali
pada satu saat (Nursalam, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien gangguan
jiwa.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang penting bagi kegiatan
penelitian, karena pengumpulan data tersebut akan menentukan berhasil tidaknya
suatu penelitian. Sehingga dalam pemilihan teknik pengumpulan data harus
cermat. Sumber data pada perancangan ini menggunakan Data Sekunder. Dimana
data sekunder merupakan sumber data yang didapatkan dari sumber pendukung
untuk membantu mengungkapkan data yang diharapkan, sehingga akan
membantu memperjelas data primer yang sudah didapat.
3.2.1 Kata Kunci
Proses penelusuran jurnal melalui database menggunakan keyword dan
boolean operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk
memperluas atau menspesifikkan pencarian. Penggunaan kata kunci ini
mempermudah dalam penentuan jurnal yang akan digunakan dalam review
penelitian ini. Adapun kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
“tingkat pengetahuan keluarga” AND “Kekambuhan pasien gangguan jiwa
halusinasi pendengaran”

27
28

3.2.2 Data base Penelusuran Data Sekunder


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh bukan dari pengumpulan data secara langsung, tetapi diperoleh dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sumber
data sekunder yang didapat berupa artikel atau jurnal yang relevan dengan topik
dilakukan menggunakan database akademik melalui Google Scholar.
29

Tabel 3.1 Daftar Jurnal Penelitian Untuk Data Sekunder Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa
No. Judul Jurnal Penelitian Penerbit Tahun

1 Hubungan pengetahuan dengan sikap keluarga Dian Rahmi 2018


merawat Klien dalam mengendalikan halusinasi di
unit poliklinik jiwa
2 Dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan Chindy Maria Orizani 2017
pasien Halusinasi pendengaran di rumah sakit jiwa
3 Faktor- faktor yang berhubungan dengan Elmiana 2017
kekambuhan Pada pasien halusinasi pendengaran
di Rumah sakit
30

3.3 Teknik Analisis Data (Data Sekunder)


Metode analisis data sekunder merupakan salah satu metode penelitian yang
prosedurnya mengumpulkan data dan menganalisis data. Menurut Dinukil
Johnston (2017) mengatakan bahwa data sekunder merupakan analisis lebih lanjut
dari himpunan data yang sudah ada, yang memunculkan tafsiran, simpulan atau
pengetahuan sebagai tambahan terhadap atau yang berbeda dari apa yang telah
disajikan dalam keseluruhan dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula.
Analisis data sekunder dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Analisis Data Sekunder bukan metode analisis data, melainkan metode
(strategi) penelitian.
2) Analisis Data Sekunder memanfaatkan data sekunder yang sudah tersedia, baik
dari hasil penelitian orang lain atau dari data administratif kelembagaan. Dalam
hal ini penelitian Analisa Data Sekunder tidak mengumpulkan data sendiri,
melainkan mencari data dari hasil penelitian terdahulu, mencari data
dokumenter, data yang sudah dikumpulkan oleh orang lain dan
didokumentasikan atau telah di publikasikan.
3) Analisis Data Sekunder berupa menggali dan menemukan permasalahan
(pernyataan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian
terdahulu.
Wallace Foundation (Workbook B; Secondary Data Analysis –
www.wallacefoundation.org, merumuskan langkah-langkah penelitian analisis
data sekunder itu sebagai berikut:
1) Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas,
Dinas Pendidikan dan sebagainya).
2) Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”).
3) Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari
berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”).
4) Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data
kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya).
31

3.3.1 Sumber Data Sekunder


McCaston (2017; menukil Shell) menyebutkan sumber data sekunder itu
antara lain sebagai tertera dalam skema berikut:
1) Secondary Data Sources
2) Government Documents
3) Official Statistics
4) Technical Reports
5) Scholarly Journals
6) Trade Journals
7) Review Articles
8) Reference Books
9) Research Institutions
10) Universities
11) Libraries, Library Search Engines
12) Computerized Databases
13) The World Wide Web
Sumber data sekunder yang digunakan dalam perencanaan penelitian, yaitu
sebagai berikut:
1) Scholarly Journals
2) Trade Journals
3) Universities
Analisis data merupakan uraian korelasi yang menjadi alasan dalam
perancangan penelitian yang ingin di teliti oleh si peneliti. Teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif, dengan hasil data
yang didapat dari hasil data sekunder antara lain :
1) Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah bentuk analisis yang memfokuskan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Reduksi data dilakukan dengan
cara menyaring data yang dapat digunakan sebagai acuan dan membuang data
yang tidak perlu. Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data awal yang
32

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data ini berlangsung


secara terus-menerus selama penelitian berlangsung. Selama proses reduksi data
berlangsung, tahapan selanjutnya ialah:
(1) Mengkategorikan data (Coding) ialah upaya memilah-milah setiap satuan
data ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan .
(2) Interpretasi data ialah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang
telah dianalisis atau dengan kata lain, interpretasi merupakan penjelasan yang
terinci tentang arti yang sebenarnya dari data penelitian.
2) Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun,
gambaran dalam bentuk narasi lengkap sehingga memberi kemungkinan akan
adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif
(berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan yang disusun
menggunakan Bahasa yang mudah dipahami. Maksud dari teks naratif ialah
peneliti mendeskripsikan informasi yang telah diklasifikasikan sebelumnya
mengenai persepsi pemustaka tentang kinerja pustakawan yang kemudian
dibentuk simpulan dan selanjutnya simpulan tersebut disajikan dalam bentuk teks
naratif.
3) Penarikan Kesimpulan (Conclusion/Verying)
Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang memberikan penjelasan
dari sebuah rumusan masalah sehingga diketahui tindakan apa yang harus
dilakukan. Kesimpulan ini bersifat sementara karena akan terus berkembang
sejalan dengan penelitian baru dikedepannya. Penarikan kesimpulan juga
merupakan suatu cara untuk mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari
lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kualitas
dari fenomena dan proporsi.
3.4 Keterbatasan
Penelitian saat ini memiliki keterbatasan yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk dilakukan penelitian dimasa yang akan datang. Penelitian
dengan keterbatasan tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian, Peneliti
lebih perlu mendalami lagi mengenai pengumpulan data sekunder,Peneliti lebih
perlu mencari data di website dan berbagai Refernsi lainnya.
33
34

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Analisis Data Sekunder ini disintesis menggunakan metode narative dengan
mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil yang
diukur untuk menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan kriteria
inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama
peneliti, tahun terbit, judul, metode dan hasil penelitian serta database.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang
didapatkan melalui penelusuran jurnal penelitian terkait melalui Database
Akademik Google Scholar

34
35

Tabel 4.1 Daftar Hasil Penelusuran Literatur Sebagai Data Sekunder.


Jurnal, Metode
No. Author Tahun Volume, Judul (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian Database

Angka Instrumen, Analisis)

1 Dian 2018 Jurnal Vol. hubungan pengetahuan D: Cross Sectional Penelitian menunjukan Google scholar
XII. No.8, dengan sikap keluarga S: Accidental Sampling bahwa Dari 70 responden
Rahmi
2018 merawat V: Hubungan pengetahuan didapatkan hasil
klien dalam dengan sikap keluarga sebanyak 67,1% memiliki
mengendalikan halusinasi merawat klien dalam pengetahuan yang rendah
di unit poliklinik jiwa mengendalikan halusinasi tentang merawat klien
I:Menggunakan Kuesioner. halusinasi.
A: Uji chi-square
36

Jurnal, Metode
No. Author Tahun Volume, Judul (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian Database

Angka Instrumen, Analisis)

2 Chindy 2017 Jurnal Dukungan keluarga D: Cross Sectional Berdasarkan hasil Google scholar
vol.4 dengan S: purposive sampling penelitian dari
Maria
no.1, frekuensi kekambuhan V: Dukungan keluarga dukungan keluarga
Orizani pasien halusinasi didapatkan yang tertinggi
dengan frekuensi
pendengaran di rumah  Kekambuhan pasien yaitu dukungan keluarga
sakit jiwa menur  halusinasi pendengaran cukup sebanyak 18
surabaya I: menggunakan kuesioner. responden (45%) yang
A: Uji Spearman Rank artinya keluarga telah
mampu memberikan 2-3
dukungan keluarga
terhadap pasien (dukungan
keluarga penilaian,
instrumental, emosional,
dan informasional).
37

Jurnal, Metode
No. Author Tahun Volume, Judul (Desain, Sampel, Variabel, Hasil Penelitian Database

Angka Instrumen, Analisis)


38

3 Elmiana 2017 Jurnal,Vol. faktor – faktor yang D: Cross Sectional Berdasarkan hasil penelitian Google scholar
IV, No.3 berhubungan dengan S: Purvosive Sampling dapat disimpulkan bahwa hasil
kekambuhan V: faktor – faktor yang berhubungan uji statistik dengan menggunakan
pada pasien halusinasi dengan kekambuhan uji Chi-Square tidak memenuhi
pendengaran pada pasien halusinasi pendengaran syarat karena terdapat 2 sel yang
di ruangan I: Kuesioner nilainya kurang dari 5 dan
nyiur rumah sakit A: Uji Chi-square jumlah sampel sebanyak 44
responden, maka diperoleh nilai
signifikansi dengan melihat nilai
continuity correction (p)=0,000
dengan ketetapan nilai α=0,05
artinya p<0,05 hal ini
menunjukkan bahwa Ha
diterima.
39

4.1.1.1 Karakteristik Responden Hubungan dukungan keluarga dengan


frekuensi kekambuhan pasien Halusinasi pendengaran
Berikut ini adalah hasil identifikasi Hubungan dukungan keluarga dengan
frekuensi kekambuhan pasien Halusinasi pendengaran yang didapatkan dari hasil
penelitian jurnal Chindy Maria Orizani Tahun 2017 , tentang Hubungan dukungan
keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien Halusinasi pendengaran.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Presentasi Karakteristik Demografi Responden
No Karakte-ristik Jumlah Prosentase
1 Jenis Kelamin
Laki-Laki 16 orang 40 %
Perempuan 24orang 60 %
Total 40 orang 100 %
2 Usia (tahun)
20-30 3 orang 7,5 %
30-40 6 orang 15 %
40-50 8 orang 20 %
50-60 17 orang 42,5 %
70-80 5 orang 12,5 %
Total 39 orang 97,5 %

3 Pendidikan
SD 3 orang 7,5 %
SMP 3 orang 7,5 %
SMA 26 orang 6,5 %
D3/S1 8 orang 20 %
40 orang

Sumber Sekunder : Chindy Maria Orizani ( 2017 : 9 )


Berdasarkan Tabel 4.2 data hasil penelitian tentang karakteristik
responden diketahui bahwa menunjukkan karakteristik responden berdasarkan
umur yang paling banyak adalah umur 50-60 tahun sebanyak 17 responden
(42,5%), berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan
sebanyak 24 responden (24%), berdasarkan pendidikan yang paling banyak adalah
SMA sebanyak 26 responden (65%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Dan Frekuensi Kekambuhan
Pada Pasien Halusinasi Pendengar.
No Variabel F %
1 Dukungan keluarga
Baik 14 35
Cukup 18 45
Kurang 8 20
40

2 Frekuensi kambuh
Rendah 15 37,5
Sedang 16 40
Tinggi 9 22,5

Hasil Uji Spearman Rank Test P=0,085


Sumber Jurnal : Chindy Maria Orizani ( 2017 : 10 )
Berdasarkan Tabel 4.3 data hasil penelitian tentang karakteristik responden
diketahui bahwa menunjukan dukungan keluarga yang terbanyak adalah
dukungan keluarga dengan kategori sedang sebesar 18 responden ( 45%) dan
untuk frekuensi kekambuhan pasien halusinasi dengar lebih banyak pasien yang
frekuensi kekambuhannya dalam kategori sedang sebanyak 16 pasien (40%).
Tabel 4.4 Distribusi data berdasarkan frekuensi faktor – faktor yang berhubungan
dengan kekambuhan pada pasien halusinasi pendengaran
Frekuensi Jumlah Persentase
kekambuhan

Kekambuhan rendah 9 20,5


Kekambuhan tinggi 35 79,5
Total 44 100
Sumber jurnal Elmiana ( 2017 : 34 )
Berdasarkan tabel 4.4 Data diperoleh data jumlah responden terbesar
berada pada responden yang mendapat frekuensi kekambuhan tinggi yaitu 35
(79,5%) responden. Jumlah responden terkecil berada pada responden yang
mendapat frekuensi kekambuhan rendah yaitu 9 (20,5%) responden.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square tidak
memenuhi syarat karena terdapat 2 sel yang nilainya kurang dari 5 dan jumlah
sampel sebanyak 44 responden, maka diperoleh nilai signifikansi dengan melihat
nilai continuity correction (p)=0,000 dengan ketetapan nilai α=0,05 artinya
p<0,05 hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima adanya faktor – faktor yang
berhubungan dengan kekambuhan pada pasien halusinasi pendengaran.
41

4.1.1.2 Hasil Analisis hubungan pengetahuan dengan sikap keluarga


merawat Klien dalam mengendalikan halusinasi
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan
keluarga merawat klien dalam mengendalikan halusinasi
No Pengetahuan Keluarga F %
1 Rendah
48 53,3
Tinggi 42 46,7
Total 90 100,0
Sumber Jurnal Dian Rahmi ( 2018 )
Berdasarkan Tabel 4.5 data hasil dapat terlihat bahwa lebih dari separoh
(53,3%) responden berpengetahuan rendah, sedangkan kurang dari separoh
(46,7%) responden berpengetahuan tinggi. Dari hasil penelitian yang telah
diperoleh separoh responden memiliki pengetahuan rendah merawat klien dalam
mengendalikan halusinasi. Dalam hal ini dengan pengetahuan rendah tersebut
sehingga responden merasa kesulitan untuk merawat klien dalam mengendalikan
halusinasi.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pengetahuan keluarga
dengan sikap keluarga merawat klien dalam mengendalikan
halusinasi
Pengetahuan Sikap Keluarga Merawat klien Jumlah
mengendalikan Halusinasi
keluarga P Value
Negatif Positif
F % f % F %
Rendah 35 72,9 13 27,1 48 100
0,02
Tinggi 20 47,6 22 52,4 42 100
5

Jumlah 55 61,1 35 38,9 90 100


Sumber jurnal Dian Rahmi ( 2018)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa, dari 90 responden terdapat 48 responden
berpengetahuan rendah, dan 35 orang (72,9%) keluarga bersikap negatif dalam merawat
klien mengendalikan halusinasi. Dibandingkan dari 42 responden berpengetahuan
tinggi, terdapat 20 orang (47,6%) sikap keluarga positif dalam merawat klien
mengendalikan halusinasi. Dari hasil uji statistik diperoleh p=0,025 (p<0,05) berarti
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga
merawat klien mengendalikan halusinasi

4.1 Pembahasan
42

4.1.1 Hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien


Halusinasi pendengaran
Berdasarkan hasil penelitian jurnal Chindy Maria Orizani Tahun 2017
menunjukan responden berdasarkan umur yang paling banyak adalah umur 50-60
tahun sebanyak 17 responden (42,5%), berdasarkan jenis kelamin yang paling
banyak adalah perempuan sebanyak 24 responden (24%), berdasarkan pendidikan
yang paling banyak adalah SMA sebanyak 26 responden (65%). Berdasarkan
hasil penelitian Jurnal Elmiana Tahun 2017 menunjukan jumlah Data responden
terbesar berada pada responden yang mendapat frekuensi kekambuhan tinggi yaitu
35 (79,5%) responden. Jumlah responden terkecil berada pada responden yang
mendapat frekuensi kekambuhan rendah yaitu 9 (20,5%) responden dengan hasil
uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat karena
terdapat 2 sel yang nilainya kurang dari 5 dan jumlah sampel sebanyak 44
responden, maka diperoleh nilai signifikansi dengan melihat nilai continuity
correction (p)=0,000 dengan ketetapan nilai α=0,05 artinya p<0,05 hal ini
menunjukkan bahwa Ha diterima adanya faktor – faktor yang berhubungan
dengan kekambuhan pada pasien halusinasi pendengaran.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/mengetahui dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian
besar pengetahuan masyarakat atau manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2017). Pengetahuan adalah
pemahaman teoritis dan praktis (know-how) yang dimiliki oleh manusia.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat penting bagi intelegensia orang
tersebut. Pengetahuan dapat disimpan dalam buku, teknologi, praktik, dan tradisi.
Pengetahuan yang disimpat tersebut dapat mengalami transformasi jika digunakan
sebagaimana mestinya. Pengetahuan berperan penting terhadap kehidupan dan
perkembangan individu, masyarakat, atau oraganisasi oraganisasi (Budiman 2017)
Menurut Notoatmodjo (2017) cara memperoleh pengetahuan didapat dari berbagai
macam cara, salah satunya berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman ini
merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran
43

pengetahuan. Pengalaman pribadi dapat menjadi acuan untuk bertidak didalam


kesehatan.Menurut Budiman, (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, yaitu: faktor internal meliputi pendidikan, minat, pengalaman, usia
dan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu ekonomi, informasi, kebudayaan,
dan lingkungan. Menurut (Notoatmodjo 2017) pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu Tahu (Know), Memahami
(Comprehension), Aplikasi (Application), Analisis (Analysis), Sintesis (Synthesis)
dan Evaluasi (Evaluation).
Berdasarkan hasil fakta dan teori maka peneliti berpendapat bahwa tidak
didapatkan kesenjangan antara fakta dan teori dimana hasil penelitian didapatkan
lebih dominan responden yang memiliki pengetahuan yang baik. Menurut peneliti
pendidikan yang baik membuat pengetahuan responden akan menjadi lebih baik
hal ini dikarenakan responden yang memiliki pendidikan yang tinggi banyak
memperoleh informasi dan pengalaman dibandingkan yang berpendidikan rendah
sehingga tingkat pengetahuanya menjadi lebih baik. Pendidikan adalah salah satu
upaya untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam maupun di
luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. pengetahuan seseorang akan
bertambah dengan di perolehnya informasi-informasi tertentu sehingga akan
terjadi peningkatan pengetahuan. Dengan peningkatan pengetahuan tersebut maka
akan terjadi peningkatan sikap kesehatan dalam diri individu yang berdasarkan
kesadaran dan kemauan individu. Selain itu pengetahuan juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu usia, lingkungan, informasi atau media massa, sosial budaya
dan ekonomi.
4.1.2 Hasil Analisis hubungan pengetahuan dengan sikap keluarga
merawat
Klien dalam mengendalikan halusinasi
Berdasarkan Jurnal Dian Rahmi Tahun 2018 hasil data menunjukan dapat
terlihat bahwa lebih dari separoh (53,3%) responden berpengetahuan rendah,
sedangkan kurang dari separoh (46,7%) responden berpengetahuan tinggi. Dari
hasil penelitian yang telah diperoleh separoh responden memiliki pengetahuan
rendah merawat klien dalam mengendalikan halusinasi. Dalam hal ini dengan
pengetahuan rendah tersebut sehingga responden merasa kesulitan untuk merawat
44

klien dalam mengendalikan halusinasi. Berdasarkan Hasil data dapat dilihat


bahwa, dari 90 responden terdapat 48 responden berpengetahuan rendah, dan 35
orang (72,9%) keluarga bersikap negatif dalam merawat klien mengendalikan
halusinasi. Dibandingkan dari 42 responden berpengetahuan tinggi, terdapat 20
orang (47,6%) sikap keluarga positif dalam merawat klien mengendalikan
halusinasi. Dari hasil uji statistik diperoleh p=0,025 (p<0,05) berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga
merawat klien mengendalikan halusinasi. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2017)
Menurut Notoatmodjo (2017) cara memperoleh pengetahuan didapat dari berbagai
macam cara, salah satunya berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman ini
merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Pengalaman pribadi dapat menjadi acuan untuk bertidak didalam
kesehatan. Menurut Budiman (2017) Berbagai Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan antara lain Umur, Sumber Informasi, Pekerjaan, Pengalaman,
Pendidikan.
Berdasarkan hasil fakta dan teori maka peneliti berpendapat bahwa tidak
didapatkan kesenjangan antara fakta dan teori dimana hasil penelitian didapatkan
lebih dominan responden yang memiliki pengetahuan yang baik. Menurut peneliti
pendidikan yang baik membuat pengetahuan responden akan menjadi lebih baik
hal ini dikarenakan responden yang memiliki pendidikan yang tinggi banyak
memperoleh informasi dan pengalaman dibandingkan yang berpendidikan rendah
sehingga tingkat pengetahuanya menjadi lebih baik Dukungan sosial dari keluarga
dapat berupa dukungan internal dan eksternal. Keluarga memiliki berbagai
dukungan suportif seperti dukungan emosional, informatif, penghargaan dan
instrumental mendefinisikan dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan
antara keluarga. Dukungan keluarga menagacu pada dukungan-dukungan yang
dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat dilakukan untuk keluarga
45

tersebut. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan internal, yaitu seperti


dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung dan dukungan
eksternal, yaitu seperti dukungan dari keluarga besar atau dukungan sosial

.
46
47

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien
Halusinasi pendengaran
Berdasarkan hasil penelitian jurnal Chindy Maria Orizani Tahun 2017
menunjukan responden berdasarkan umur yang paling banyak adalah umur 50-60
tahun sebanyak 17 responden (42,5%), berdasarkan jenis kelamin yang paling
banyak adalah perempuan sebanyak 24 responden (24%), berdasarkan pendidikan
yang paling banyak adalah SMA sebanyak 26 responden (65%).
5.1.2 Hasil Analisis hubungan pengetahuan dengan sikap keluarga merawat
Klien dalam mengendalikan halusinasi
Berdasarkan Jurnal Dian Rahmi Tahun 2018 hasil data menunjukan dapat
terlihat bahwa lebih dari separoh (53,3%) responden berpengetahuan rendah,
sedangkan kurang dari separoh (46,7%) responden berpengetahuan tinggi. Dari
hasil penelitian yang telah diperoleh separoh responden memiliki pengetahuan
rendah merawat klien dalam mengendalikan halusinasi. Dalam hal ini dengan
pengetahuan rendah tersebut sehingga responden merasa kesulitan untuk merawat
klien dalam mengendalikan halusinasi. Berdasarkan Hasil data dapat dilihat
bahwa, dari 90 responden terdapat 48 responden berpengetahuan rendah, dan 35
orang (72,9%) keluarga bersikap negatif dalam merawat klien mengendalikan
halusinasi. Dibandingkan dari 42 responden berpengetahuan tinggi, terdapat 20
orang (47,6%) sikap keluarga positif dalam merawat klien mengendalikan
halusinasi. Dari hasil uji statistik diperoleh p=0,025 (p<0,05) berarti terdapat
hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga
merawat klien mengendalikan halusinasi.
5.2 Saran
5.2.1 Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan perbandingan jika suatu saat
dilakukan penelitian dan dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangaan pembelajaran serta bahan bacaan di perpustakaan.

46
48

5.2.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk meningkatkan
pemahaman keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa halusinasi
pedengaran
5.2.3 Untuk peneliti selanjutnya khususnya dalam keperawatan agar meneliti
Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa Halusinasi pendengaran.
49

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, 2017. Prosedur Penelitian Suatu Pendekantan Praktek. Jakarta:Rineka


Cipta
Friedman & Setiana 2017 Hubungan Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat
Klien Prilaku Kekerasan Dengan Kekambuhan Di Instalasi Gawat Darurat
RS.Jiwa Jakarta: Salemba medika
Farida 2017. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. Jakarta :
EGC
Fitriani 2017. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Prilaku manusia.
Yogykarta: Nuha Medika
Keliat, B. A., & Akemat. 2017. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa
Jakarta: EGC
Maramis, 2018 Dasar – Dasar keperawatan jiwa. jakarta : Salemba medika
Mcaston & menukil Shell, 2017 Metode penelitian kuantitatif . jakarta : Salemba
medika
Nasir & Muhith, 2017 Buku ajar keperawatan jiwa jakarta : Salemba medika
Notoadmodjo, 2017. Hubungan dukungan keluarga dengan kekambuhan pasien
skizofernia Jakarta: EGC,
Notoatmodjo, 2017 Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2017 Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Stuart, G. W, dan Sundeen, S. J. 2018.Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Stuart, 2017. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Edisi
Indonesia . Jakarta. Elsevier
Suriasumantri 2017 Keperawatan kelurga Teori dan tindakan keperawatan.
Jakarta : Salemba medika
Tlhowe, et al. 2017 Hubungan dukungan dan beban keluarga dalam merawat
anggota keluarga gangguan jiwa. Jurnal keperawatan jiwa jakarta :
Salemba medika
Yosep & Sutini 2017 proses keperawatan kesehatan jiwa ; Edisi 2. Jakarta ; EGC
50

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
Jalan Beliang No. 110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707

LEMBAR KONSULTASI UJIAN AKHIR PROGRAM


MAHASISWA PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
ANGKATAN VIII TAHUN AJARAN 2019 – 2020

Nama : Selmi Aprinati


NIM : 2016.C.08a.0813
Judul Proposal : Hubungan tingkat Pengetahuan Keluarga dengan
kekambuhan pasien Gangguan jiwa
Pembimbing : 1. Vina Agustina, Ners., M.Kep.

2. Wenna Araya, S.Psi., M.Pd

( )
51

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
Jalan Beliang No. 110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707

LEMBAR KONSULTASI BIMBINGAN PROPOSAL/ SKRIPSI


MAHASISWA

Tanda Tangan
No Hari/Tgl/ Waktu Catatan Pembimbing
Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis 06 Agustus 1. Perbaiki lampiran tambahkan
2020 jurnal terkaiti
2. Perbaiki latar belakang sesuai
saran Selmi Aprinati Vina Agustina, Ners.,

3. Proposal Acc lanjut BAB 4 dan M.Kep


BAB 5
4. Segera konsultasikan
2

Selmi Aprinati Vina Agustina, Ners.,

M.Kep

Tanda Tangan
No Hari/Tgl/ Waktu Catatan Pembimbing
Mahasiswa Pembimbing
52

1 Kamis 25 juni 1. Ganti Judul Hubungan


2020 Tingkat Pengetahuan
Selmi Aprinati Vina Agustina, Ners.,
Keluarga Dengan
kekambuhan pasien gangguan M.Kep

jiwa
2. Cari Jurnal terkait Mengenai
Judul tersebut
3. Acc Judul Buat BAB 1 sampai
BAB 3
2 Senin 29 Juni 3. BAB 1 Perbaiki di bagian
2020 fenomena sesuai yang disaran
kan
4. Perbaiki Kerangka Konsep Selmi Aprinati Vina Agustina, Ners.,

Sesuai yang disarankan M.Kep

3 Selasa 30 Juni 1. Acc proposal


2020
Selmi Aprinati Vina Agustina, Ners.,

M.Kep

Tanda Tangan
No Hari/Tgl/ Waktu Catatan Pembimbing
Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis 2 juli 2020 1. Daftar pustaka diurutkan
53

sesuai abcd
2. Sertakan seluruh sumber
Wenna Araya, S.Psi.,
rujukan yang digunakan pada Selmi Aprinati
M.Pd
rancangan penelitian ini pada
daftar pustaka
3. Selamat belajar dan segera
perbaiki
2 Sabtu 4 juli 2020 1. Proposal Acc
2. Selamat belajar

Selmi Aprinati Wenna Araya, S.Psi.,


M.Pd

Anda mungkin juga menyukai