DISUSUN OLEH :
NAMA : Sapta
NIM : 2018.C.10a.0984
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………...
1.3 Tujuan.................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..….
2.1 Perspektif keperawatan.......................................................................................
2.2 Konsep perawatan paliatif..................................................................................
2.3 Etik dalam perawatan paliatif..............................................................................
2.4 Kebijakan Nasional terkait perawatan paliatif………………………………….
2.5 Teknik menyampaikan berita buruk ..…………………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah tertinggi kedua dengan anak yang membutuhkan
perawatan paliatif (24%) termasuk Indonesia (WHO, 2014). Perkembangan perawatan
paliatif di Indonesia masih belum merata. Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota provinsi yaitu Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Sedangkan pasien membutuhkan pelayanan
perawatan paliatif yang bermutu, komprehensif dan holistik. Sehingga Departemen
Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang perawatan paliatif agar dapat
memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan perawatan
paliatif (SK Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 812/ Menkes/ SK/ VII/ 2007).
Perawatan paliatif pada anak sangat penting. Perawatan paliatif pada anak dapat
meningkatkan kualitas hidup pada anak maupun keluarga dan dapat membantu keluarga
dalam mengambil keputusan terkait perawatan pada anak. Perawatan paliatif juga dapat
meningkatkan sistem koping pada anak (Sharon et al, 2007). Selain itu, perawatan paliatif
dapat memastikan kualitas hidup yang terbaik pada anak maupun keluarga. Perawatan paliatif
dapat meningkatkan kesejahteraan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada anak dan
keluarga (Liben et al, 2008).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Perspektif keperawatan
2. Mengetahui Konsep perawatan
3. Mengetahui Etik dalam perawatan paliatif
4. Mengetahui Kebijakan Nasional terkait perawatan paliatif
5. Mengetahui Teknik menyampaikan berita buruk
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perspektif keperawatan
2.1.1 Falsafah Keperawatan Jiwa
Individu memiliki harkat dan martabat sehingga masing-masing individu perlu
dihargai. Tujuan individu meliputi tumbuh,sehat,otonomi dan aktualisasi diri. Masing-masing
individu tersebut berpotensi untuk berubah, oleh kita tahu bahwa manusia ialah mahkluk
holistik yang mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Semua individu perilakunya
bermakna, perilaku individu tersebut meliputi : persepsi,pikiran,perasaan dan tindakan.
2.1.2 Pengertian Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi yang terintegrasi. Keperawatan jiwa merupakan
bidang spesialisasi praktik keperawatan yg menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA).
Menurut Dorothy , Cecilia : keperawatan kesehatan jiwa merupakan “proses dimana
perawat membantu individu / kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif ,
meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis serta agar lebih berproduktif
di masyarakat.”
Menurut Stuart Sundeen : keperawatan mental ialah “ proses interpersonal dalam
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang berpengaruh pada fungsi integrasi. Pasien
tersebut bisa individu, keluarga,kelompok,organisasi atau masyarakat. Tiga area praktik
keperawatan mental yaitu perawatan langsung , komunikasi , management.”
3
pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun.
Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda.
Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif
adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial
mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.
4
Prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat
mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak
dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien
baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat
harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai
dengan asas keadilan.
4. Non-maleficence (tidak merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian
transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin
memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse
darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi
penyalahgunaan prinsip non maleficince.
5. Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar
klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif.
Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk
rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada
dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan
suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan
kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan
kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini
dihadapkan oleh konflik kejujuran.
6. Fidelity (Menepati janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu
5
perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada
orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang
keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan
kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitasi)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada
diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat
salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat,
dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan
professional.
1. Pasien harus memahami pelaksanaan perawatan paliatif
6
4. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan sebaiknya pada
pasien sendiriapabila masih kompeten dgn anggota keluarga sebagai saksi
7
4. Berbicara sambil menatap matanya
Salah satu strategi jitu untuk menyampaikan berita buruk adalah dengan menatap
lawan bicara Anda. Pertama-tama ajaklah duduk mereka karena posisi berdiri dapat membuat
lawan bicara Anda terintimidasi, terutama saat memberitahu kabar buruk.
Selain itu, tatap matanya dan beritahu apa yang harus Anda katakan. Memang
terdengar klise, tetapi setidaknya menatap mata lawan bicara adalah hal yang cukup sopan
untuk dilakukan ketika berbicara, terutama mengenai kabar buruk.
5. Tidak perlu mengulang-ulang perkataan
Hindari berbicara terlalu lama dan tidak langsung ke intinya. Berikan apa yang harus
lawan bicara Anda tahu dan biarkan dia bertanya seputar masalah ini. Tentu saja Anda harus
jujur jika mengetahui jawabannya dan mengatakan tidak tahu apabila memang tidak
memahaminya.
Apabila lawan bicara Anda belum paham atau cenderung menolak berita tersebut,
Anda harus menghargainya karena tidak semua orang dapat langsung menerima kabar buruk.
6. Minta bantuan
Strategi lainnya dalam menyampaikan berita buruk adalah membawa teman atau
dukungan. Jika memberitahu kabar buruk adalah hal yang cukup berat dan sulit bagi Anda,
cobalah untuk membawa seseorang yang bisa mendukung kalian berdua secara moral. Selain
itu, Anda bisa juga meminta bantuan kepada ahli tentang masalah yang akan Anda bawa.
Strategi menyampaikan berita buruk sebenarnya mudah jika dibaca, namun sulit
ketika dipraktekan. Oleh karena itu, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah
mempersiapkan diri. Berterus terang secara terburu-buru terkadang bisa membuat kata-kata
sulit dipahami atau menimbulkan salah prasangka.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perspektif keperawatan jiwa merupakan “proses dimana perawat membantu individu /
kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif , meningkatkan pola hubungan
antar pribadi yang lebih harmonis serta agar lebih berproduktif di masyarakat.”
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk
perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala
penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan
dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang menghadapi
yang serius, penyakit yang kompleks.
Kode etik merupakan seperangkat system norma,nilai dan aturan , baik tertulis
maupun tidak tertulis yang berlaku bagi semua anggota organisasi profesi tertentu. Kode etik
merupakan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dalam
menjalankan kewajiban profesi. Prinsip dasar kode etika dalah menghargai hak dan martabat
manusia.
Kabar atau berita buruk memang tidak pernah bagus untuk disampaikan. Oleh karena
itu, bagaimana cara Anda menyampaikan kabar tersebut akan sangat berpengaruh terhadap
reaksi penerimanya. Nah, agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ini beberapa
strategi untuk menyampaikan berita buruk supaya diterima lebih baik.
3.2 Saran
1. Mahasiswa mampu memahami Perspektif keperawatan jiwa merupakan “proses dimana
perawat membantu individu / kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif ,
meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis serta agar lebih
berproduktif di masyarakat.”
2. Mahasiswa dapat menerapkan Kode etik merupakan standar profesional yang digunakan
sebagai pedoman perilaku dalam menjalankan kewajiban profesi.
3. Seorangan perawat dapat menyampaikan Kabar atau berita buruk menggunakan strategi
yang untuk menyampaikan berita buruk supaya diterima lebih baik.
9
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efy. “KERAGAMAN BUDAYA DAN PERSPEKTIF TRANSKULTURAL
DALAM KEPERAWATAN”. http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/
transkulturalnursing.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Andrew, M.M. and Boyle, J.S.
(1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2 nd Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot
Company, hal 1-131. Elsaerodji, Fahmi. “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Perspektif
Sosial Budaya Jawa”. http://atfahmi.depsos.org/2011/01/27/pertumbuhan-dan-
perkembangan-anak-perspektifsosial-budaya-jawa.html. css (23 Oktober 2011) Ginger, J. N.
dan Davidhizar (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St. Louis:
Mosby, hal 1-157. Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of
Nursing: Concepts, Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal.
205-221. Novieastari, Enie. “Perkembangan Transkultural dalam Keperawatan”.
http://staff.ui.
ac.id/internal/132014715/material/PerkembanganTranskulturaldalamKeperawatan.pdf.
Aplication pdf (18 Oktober 2011) Novieastari, Enie. “Transcultural Nursing Care”.
http://staff.ui.ac.id/internal/132014715/ material/NursingPerspectiveinTranscultural.pdf.
Aplication pdf (18 Oktober 2011) Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan
Transkultural. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005).
Fundamentals of Nursing: Concepts, Procces, and Practice. 6 th Ed. St. Louis, MI: Elsevier
Mosby. Hal. 118-136. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7 th Ed.
(Terj. dr. Adrina Ferderika). Jakarta: Salemba Medika
10