Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sel darah putih (leukosit) dan
gangguan pembekuan darah”

Dosen : Dewi Apriliyanti, Ners. M. Kep

DI SUSUN OLEH :

Sapta 2018,C,10a,0984
Tri Harianto 2018.C.10a.0989

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah mata kuliah K3 keperawatan yang
berjudul “Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sel darah putih (leukosit) dan
gangguan pembekuan darah “ dengan tepat waktu.
Dan saya mengharapkan semoga makalah ini dapat menembah pengetahuan dan
pengalaman bagi teman-teman semua, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini agar dapat menjadi lebih baik lagi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan dosen yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Demikian makalah ini yang saya susun apa bila ada
tutur kata yang salah dan tidak berkenan dalam penyusunan makalah ini saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Palangka Raya, 18 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................
1.2 Tujuan............................................................................................................................
1.3 Ruang Lingkup…………………………………………………………………………
1.4  Tujuan dan Manfaat……………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

2.1 Konsep Dasar Sel darah putih, leukosit dan pembekuan darah.....................................

2.2 Fungsi Leukosit………………………………………………………………………..
2.3 Jenis – jenis Leukosit.....................................................................................................

2.3.1 Agranulosit…………………………………………………………………………..
2.3.1.1 Limfosit…………………………………………………………………………….

2.3.1.2 Monosit…………………………………………………………………………….

2.3.2 Granulosit…………………………………………………………………………….

2.3.2.1 Eosinofil……………………………………………………………………………
2.4 Kelainan Leukosit..........................................................................................................

2.4.1 Kelainan fungsi………………………………………………………………………


2.5 Definisi Hemostasis.........................................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................

3.2 Saran..............................................................................................................................

3.3 Daftar Pustaka................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang


            Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang
warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya kadar
oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon diogsida
warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah di ambil dengan cara bernapas, dan zat
tersebut sangat berguna pada peristiwa pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh. Vikositas/
kekentalan darah lebih kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,065, temperatur 380C,
dan PH 7,37-7,45.
            Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung.
Selama darah beredar dalam pembuluh maka darah akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari
pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan
mencampurkan ke dalam darah tersebut sedikit obat anti- pembekuan/ sitrus natrikus. Dan
keadaan ini akan sangat berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah.
            Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari
berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak sama,
bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung, atau pembuluh darah.
            Di dalam darah terdapat beberapa jenis sel-sel darah yang memiliki fungsi yang berbeda-
beda yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (sel
pembeku). Sel-sel darah tersebut sangat berperan penting dalam tubuh manusia, salah satunya
leukosit.
            Dalam suatu kejadian suatu penyakit tertentu yang disebabkan oleh invasi kuman
(misalnya bakteri) atau infeksi ke tubuh manusia, leukosit sangat berperan penting dalam
kejadian tersebut. Invasi bakteri atau lainnya ke dalam tubuh manusia akan terjadi proses
mekanisme pertahanan/perlawanan tubuh secara sistematis dari beberapa jenis-jenis sel darah
putih yang memiliki peranan tersendiri.
Dalam kehidupan sehari–hari, selalu saja ada kemungkinan rusak kesinambungan dinding
pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya,
dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk
menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah
dan terjadinya infeksi. Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita sadari,
jarang sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus luka kecil di
saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya tertelan duri ikan. Bisa
saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada kesadaran dari individu itu sendiri untuk
mengatasinya. Untunglah di dalam tubuh setiap manusia mempunyai suatu mekanisme
pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.
         Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan
pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera.

1.2       Rumusan Masalah


1.2.1    Apakah yang dimaksud dengan Leukosit/Sel darah putih?
1.2.2    Bagaimana fungsi Leukosit/Sel darah putih dalam tubuh?
1.2.3    Jenis – jenis Leukosit/Sel darah putih?
1.2.4    Kelainan-kelainan apa saja yang timbul pada leukosit?
1.2.5 Bagaimana proses pembekuan darah ?
1.2.6 Apa saja gangguan pada pembekuan darah ?
1.2.7 Apa saja yang termasuk Faktor – faktor pembekuan darah?
1.2.8 Bagaimana proses pembekuan darah ?
1.3       Ruang Lingkup
1.3.1    Pengertian Leukosit/Sel darah putih.
1.3.2    Fungsi Leukosit/Sel darah putih dalam tubuh.
1.3.3    Jenis – jenis Leukosit/Sel darah putih.
1.3.4    Kelainan-kelainan Leukosit
1.3.5 Pengertian Hemostasis
1.3.6 Pembekuan Darah
1.3.7 Gangguan Pembekuan Darah
1.4       Tujuan dan Manfaat
1.4.1    Tujuan
            Mendefinisikan tentang darah dan Leukosit/Sel darah putih, fungsi Leukosit/Sel darah putih
dalam tubuh, jenis – jenis Leukosit itu sendiri dan Kelainan-kelainan Leukosit dan
mendefinisikan tentang Hemostasis dan macam luka serta pengendaliannya, Pembekuan Darah,
faktor-faktor pembekuan darah, proses pembekuan darah dan gangguan pembekuan darah

1.4.2    Manfaat
            Agar penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang Leukosit/Sel darah putih secara
rinci/detail.
Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darh dan
gangguan pembekuan darah .
BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Definisi

            Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell, WBC, leukocyte) adalah sel
yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih
tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding
kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih
di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih .Dalam
kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes.

            Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan
tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu
bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau
mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau bereproduksi
dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic
pluripotent yang ada pada sumsum tulang.

            Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit apabila kita lihat di bawah
mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam- macam inti sel sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna).

            Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit termasuk
makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik.

2.2       Fungsi Leukosit


            Fungsinya sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit /
bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di
dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut yaitu mengangkut / membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
            Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap
mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka memakan
bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui mikroskop adakalanya dapat
dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu
menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat
bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian
tubuh.
Dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap
organisme hidup dan menghancurkannya,menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran,
serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim
yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan
membuangnya. dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan
penyembuhannya dimungkinkan.
            Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama
sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah
beisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel
nanah. demikian juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi
dengan sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan
oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
2.3       Jenis – jenis Leukosit
2.3.1    Agranulosit
            Agranula terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
2.3.1.1 Limfosit
            Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah bening yang berbentuk sferis, berukuran
yang relatif lebih kecil daripada makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris tengah 6-8
µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung pada satu
sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya sedikit. Limfosit-limfosit
dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama yakni Limfosit B dan Limfosit T. Limfosit B
berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel  plasma, yang
menghasilkan antibody sedangkan Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah
ke kelenjar thymus, dimana mereka mengalami pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan mana
bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam
pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.
2.3.1.2 Monosit
            Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter
9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya
eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak dengan
pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom
primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom,
pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan
mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan
ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan
mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan
komplemen.
2.3.2 Granulosit         
            Granulosit Disebut juga leukosit granular (granulocytes, polymorphonuclear, PMN)
adalah sebuah sub-kelompok sel darah putih yang mempunyai granula dalam sitoplasmanya.
Tiga jenis granulosit dengan inti sel yang berlainan dikeluarkan oleh sumsum tulang sebagai
protein komplemen wewenang (regulatory complement system).
leukosit bergranula terbagi menjadi 3 jenis yaitu :
2.3.2.1 Eosinofil
Eosinofil (eosinophil, acidophil) adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang
berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberap infeksi pada
makhluk vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan
mekanisme alergi.
Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang
sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah.
Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, eosinofil peroksidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase, [plasminogen] dan beberapa asam amino yang dirilis
melalui proses degranulasi setelah eosinofil teraktivasi. Zat-zat ini bersifat toksin terhadap
parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi.
Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran
jaringan yang tidak diperlukan.
Individu normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1 hingga 6% terhadap sel darah putih
dengan ukuran sekitar 12 – 17 mikrometer.
Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan sambungan antara korteks otak
besar dan timus, dan di dalam saluran pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan lymph nodes.
Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal,
keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil
dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari
di dalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi
2.3.2.2 Neutrofil
            Neutrofil (neutrophil, polymorphonuclear neutrophilic leukocyte, PMN) adalah bagian
sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan
basofil yang mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena
bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
            Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses
peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi di suatu
tempat. Dengan sifat fagositik yang mirip dengan makrofaga, neutrofil menyerang patogen
dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun yang mengandung
bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
            Rasio sel darah putih dari neutrofil umumnya mencapai 50-60%. Sumsum tulang normal
orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi
sepuluh kali lipatnya juga terjadi inflamasi akut.
            Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap morfologis:
mielocit, metamielocit, neutrofil non segmen (band), neutrofil segmen.Neutrofil segmen
merupakan sel aktif dengan kapasitas penuh, yang mengandung granula sitoplasmik (primer atau
azurofil, sekunder, atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang
rusak terlihat sebagai nanah.
2.3.2.3 Basofil
            Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01–0,3% dari
sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmik dengan dua lobus.
Seperti granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam kondisi
tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin, heparin, kondroitin, elastase
dan lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam sitokina. Basofil memainkan peran dalam
reaksi alergi (seperti asma).
2.4       Kelainan Leukosit
            Dapat berupa kelainan kualitatif dan kelainan kuantitatif
            Kelainan kualitatif (fungsi dan morfologi)
2.4.1    Kelainan fungsi
2.4.1.1 kelainan fungsi leukosit
2.4.1.2 Kelainan fungsi granulosit
2.4.1.3 Kelainan fungsi kemotaksis
2.4.1.3 Kelainan fungsi fagositosis
2.4.1.4 Kelainan fungsi menelan dan membunuh kuman
2.4.1.5 Kelainan fungsi limfosit
2.4.2    Kelainan morfologi leukosit
2.4.2.1 Kelainan sitoplasma
· Granulasi toksik (infeksi bakteri akut, luka bakar, intoksikasi)
· Agranulasi polimorfonuklear (leukemia, sindrom mielodisplasia)
· Badan dohle(keracunan, luka bakar, infeksi berat)
· Batang aurer (leukemia mieloid akut)
· Limfositik plasma biru (infeksi virus, mononukleosis infeksiosa)
· Smudge sel (leukemia limfositik kronik)
· Vakuolisasi (keracunan, infeksi berat)
2.4.2.2 Kelainan inti sel
·         Hipersegmentasi (an.megaloblastik, infeksi,uremia, LGK)
·         Inti piknotik (sepsis, leukemia)
·         anomali Pelger Huet (leukemia kronik, mielodisplastik)
Kelainan Kuantitatif yakni :
2.4.1    Leukositosis
2.4.1.1 Neutofilia (infeksi bakteri akut)
2.4.1.2 Basofilia (gangguan mieloproliferatif
2.4.1.3 Monositosis (infeksi kronis, malaria, riketsia, penyakit kolagen vaskular,dan lain lain)
2.4.1.4 Limfositosis (gangguan imunologik berkepanjangan, infeksi virus)
2.4.1.5 Eosinofilia ( hay fever, penyakit kulit alergi, infeksi parasit, reaksi obat,
dan lain lain)
2.4.2    Leukopenia
2.4.2.1 Neutropenia (obat kemoterapi kanker, toksin, respon imun, hematologik,
            infeksi)
2.4.2.2 Limfopenia ( destruksi, infeksi virus , HIV)
2.4.2.3 Eosinopenia (obat, stress)
2.4.3    Kelainan Leukosit Proliferative
2.4.3.1 Mieloproliferatif
·         Akut : Leukemia granulositik akut, Leukemia progranulositik akut, Leukemia
mielomonositik akut, Leukemia monositik akut, Eritroleukemia, Leukemia
megakarioblas akut
·         Kronis : Leukemia granulositik kronis, Polisitemia vera (peningkatan jumlah SDM),
Trombositemia essensial (proliferasi berlebihan sel turunan megakariosit serta
pembentukan , Trombosit dalam jumlah yang sangat besar), Mielofibrosis dengan
metaplasia mieloid (proliferasi tidak terkendali sel hematopoietik dalam organ
ekstramedular dan fibrosis di sumsum tulang)
2.4.3.2 Limfoproliferatif
· Pada sumsum tulang dibagi menjadi akut dan kronis
· Pada kelenjar limfe dan organ dibagi menjadi penyakit hodgkin dan non-hodgkin). 
Memperlihatkan sel Reed-Sternberg)Hampir selalu berasal dari kelenjar limfe dan
menyebar ke  kelenjar limfe didekatnya.
· Pada diskrasia sel plasma dibagi menjadi mieloma multiple dan makroglobunemia
waldemstrom's, dll
2.5 Definisi Hemostasis
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang
amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan,
serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini
mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit 
(platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan
bekuan.
      Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon
segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding
pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang
teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan
terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini
kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui
jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.
2.5.1 Macam-macam luka dan Upaya pengendaliannya
Luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya kesinambungan dinding pembuluh darah di
suatu tempat, sehingga terjadi hubungan langsung antara ruang intravaskuler dengan ruang
ekstravaskuler, termasuk dunia luar.
Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka. Dari
kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat membawa
padarenjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya.

Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha untuk
mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang berguna
untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan darah atau resorpsi.
Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula (regenerasi) yang rusak pada waktu
luka
2.5.2     Pembekuan Darah

2.5.2.1  Faktor Pembekuan darah


Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu
tromboblastin, protrombin, Ca 2+  dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada 12
faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak pada table berikut ini.
Faktor Nama
I Fibrinogen
II Protrombin
III Tromboplastin ( faktor jaringan)
IV Ca2+
V Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob)
VII Prokonvertin
VIII Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG)
IX Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas)
IX Faktor stuart-power
X Anteseden tromboplastin plasma (PTA)
XII Faktor hageman
XIII Faktor Laki-Lorand
Tabel 1.1 faktor pembekuan darah. 3\
2.5.2.2  Proses Pembekuan Darah ( Koagulasi )
Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai
bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang berdekatan, pada
darah, atau berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen atau
unsure jaringan lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian tersebut,
mekanisme ini menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang selanjutnya akan
mengubah protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh langkah berikutnya.
Mekanisme secara umum, pembekuan terjadi melalui tiga langkah utama:
 Sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh darah yang ruak, maka rangkaian reaksi
kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin factor
pembekuan dara. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi
yang disebut activator protrombin.
 Aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi thrombin.
 Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang
merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan.

Mekanisme Koagulasi, terdiri dari dua jalur yaitu :


 Melalui jalur Ekstrinsik yang dimulai dengan terjadinya trauma pada dinding pembuluh dan
jaringan sekitarnya
 Melalui jalur Instrinsik yang berawal di dalam darah itu sendiri.
Pada kedua jalur ini, baik Ekstrinsik maupun Instrinsik, berbagai protein plasma, terutama
betaglobulin, memegang peranan utama. Bersama dengan factor-faktor lain yang telah
diuraikan dan terlibat dalam proses pembekuan, semuanya disebut factor-faktor pembekuan
darah, dan pada umumnya, semua itu dalam bentuk enzim-enzim proteolitik yang inaktif.
Bila berubah menjadi aktif, kerja enzimmatiknya akan menimbulkan proses pembekuan
berupa reaksi-reaksi yang beruntun dan bertingkat.

2.5.3 Mekanisme Pembekuan Darah


Sebagian besar factor pembekuanditandai dengan angka Romawi. Bila kita ingin
mengatakan bentuk factor yang telah teraktivasi,maka kita harus menambah huruf “a” setelah
angka romawi,.
2.5.3.1 Mekanisme Ekstrinsik
Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembentukan activator protrombin dimulai dengan
dinding pembuluh luar yang rusak, dan berlangsung melalui langkah-langkah, yaitu :
 Pelepasan factor jaringan. Jaringan yang luka melepaskan beberapa factor yang disebut
factor jaringanatau tromboblastin jaringan. Faktor ini terutama terdiri dari fosfolipid dari
membrane jaringan dan kompleks lipoprotein yang mengandung enzim preteolitik yang
tinggi.

 Aktivasi Faktor X- peranan factor VII dan factor jaringan. Kompleks lipoprotein dari
factor jaringan selanjutnya bergabung dengan factor VII dan bersamaan dengan hadirnya
ion kalsium, factor ini bekerja sebagai enzim terhadap factor X untuk membentuk factor
X yang teraktivasi.
 Efek dari factor X yang teraktivasi dalam membantu aktifator protrombin-peranan factor
V. Faktor X yang teraktivasi segera berikatan dengan fosfolipid jaringan, atau dengan
fosfolipidtambahan yang dilepaskan dari trombosi, juga dengan factor V, yang
membentuk senyawa yang disebut activator protrombin. Kemudian senyawa ini memecah
protrombin menjadi trombin, dan berlangsunglah proses pembekuan darah. Pada tahap
permulaan, factor V yang terdapat dalam kompleks activator protrombin bersifat inaktif,
tetapi sekali proses pembekuan darah ini dimulai dan thrombin mulai terbentuk, kerja
proteolitik dari thrombin akan mengaktifkan akselerator tambahan yang kuat dalam
mengaktifkan protrombin. Pada akhirnya, factor X yang teaktivasilah yang menyebabkan
pemecahan protrombin menjadi thrombin.

2.5.3.2     Mekanisme Instrinsik
       Mekanisme kedua untuk pembentukan activator protrombin, dan dengan demikian juga
merupakan awal dari proses pembekuan, dimulai dengan terjadinya trauma terhadap darah itu
sendiri atau berkontak dengan kolagen pada dinding pembuluh darahyang rusak, dan kemudian
berlangsunglah serangkaian reaksi yang bertingkat.

 Pengaktifan factor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena
trauma. Trauma terhadap darah atau berkontaknya darah dengan kolagen pembuluh
darahakan mengubah dua factor pembekuan penting dalam darah: Faktor XII dan
Trombosit. Bila factor XII terganggu, misalnya karena berkontak dengan kolagen atau
dengan permukaan yang basah seperti gelas, ia akan berubah menjadi bentuk baru yaitu
sebagai enzim proteolitik yang disebut factor XII yang teraktivasi. Pada saat
bersamaan,trauma terhadap darah juga akan merusak trombosit akibat bersentuhan
dengan kolagen atau dengan permukaan basah,dan ini akan melepaskan fosfolipid
trombosit yang mengandung lipoprotein, yang disebut 3 faktor pembekuan selanjutnya.

 Pengaktifan factor XI, Faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
factor XI dan juga mengaktifkannya, ini merupakan langkah kedua dalam jalur Instrinsik.
Reaksi ini memerlukan Kininogen HMW( berat molekul tinggi), dan dipercepat oleh
prekalikrein.

 Pengaktifan factor IX oleh factor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap
factor XI dan mengaktifkannya.

 Pengaktifan factor X-peranan Faktor VIII. Faktor IX yang teraktivasi, yang bekerja sama
dengan factor VIII teraktivasi dan dengan Fosfolipid trombosit dan factor 3 dari
trombosit yang rusak, mengaktifkan factor X.
 Kerja factor X teraktivasi dalam pembentukan aktivastor protrombin-peranan factor V.
Langkah dalam jalur instrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah pada jalur
ekstrinsik. Artinya, Faktor X yang teraktivasi berbentuk suatu kompleks yang disebut
activator protrombin.

 Peranan ion kalsium dalam jalur instrinsik dan ekstrinsik


      Ion kalsium diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat semua reaksi. Oleh karena
itu, tanpa ion kalsium, pembekuan darah tidak terjadi. Kadar ion kalsium dalam tubuh jarang
sekali turun sedemikian rendah sehingga nyata mempengaruhi kinetic pembekuan darah.
Sebaliknya, bila darah di keluarkan dari tubuh manusia, pembekuan dapat dicegah dengan
menurunkan kadar ion kalsium sampai di bawah ambang pembekuan, dengan cara deionisasi
kalsium yaitu mereaksikannya dengan zat-zat lain seperti ion sitrat atau dengan mengendapkan
kalsium dngan ion oksalat. 1

 Interaksi antara jalur intrinsik dan ekstrinsik


                               Pembuluh darah rusak, pembekuan dimulai oleh kedua jalur secara bersamaan.
Factor jaringan mengawali jalur ekstrinsik, sedangkan berkontaknya factor XII dan trombosit
dengan kolagen di dinding pembuluh mengawali jalur instrinsik. Suatu perbedaan yang sangat
penting antara jalur ektrinsik dan jalur intrinsic ialah bahwa jalur ektrinsiksipatnya dapat
ekplosit, sekali dimulai, kecepatan prosesnya hanya dibatasi oleh jumlah factor jaringan yang
dilepaskan oleh jaringan yang cidera, dan oleh jumlah factor X, VII, dan V yang terdapat dalam
darah. Pada cidera jaringan yang hebat, pembekuan dapat terjadi dalam 15 detik. Jalur intrinsic
prosesnya jauh lebih lambat, biasanya memerlukan waktu 1-6 menit untuk menghasilkan
pembekuan.
Lintasan instrinsik dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan
berat molekul tinggi, faktor XII dan faktor XI terpajan pada permukaan pengaktif yang
bermuatan negatif. Kalau komponen dalam fase kontak terkait pada permukaan pengaktif, faktor
XII akan diaktifkan menjadi faktor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Begitu faktor XIIa
mengaktifkan faktor XI menjadi XIa dan juga melepaskan bradikinin dari kininogen dengan
berat molekul tinggi. Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengakitfkan faktor IX menjadi enzim
serin protease, yaitu faktor IXa. Faktor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam faktor
X untuk menghaasilkan faktor Xa. Reaksi belakangan ini memerlukan perakitan komponen,
yang dinamakan komplek tenase, pada permukaan trombosit aktif, yaitu : Ca2+ dan faktor VIIIa
disamping faktor IXa dan faktor X. Faktor VIII diaktifkan oleh trombin dengan jumlah yang
sangat kecil hingga terbentuk faktor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh trombin dalam
proses pemecahan selanjutnya.
            Lintasan ekstrinsik melibatkan faktor jaringan, faktor VII, X serta Ca2+ dan meghasilkan
faktor Xa. Faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VII dan mengaktifkannya. Faktor jaringan
bekerja sebagai kofaktor untuk faktor VIIa untuk mengaktifkan faktor X. Pada lintasan terakhir
yang sama, faktor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstrinsik, akan mengaktifkan
protombin menjadi trombin yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Pengaktifan
protombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompleks
proetombinase yang terdiri atas fosfolipid anionik platelet, Ca2+, faktor Va, faktor Xa dan
protombin. Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, trombin juga mengubah faktor XIII
menjadi faktor XIIa. Faktor ini merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan
membentuk ikatan silang  secara kovalen antar molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptida
antara gugus amida residu glutamin dan gugus ε mino residu lisin, sehingga menghasilkan
bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensiterhadap proteolisis. 

 Regulasi Thrombin
Thrombin yang  aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya
harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau
pengaktifan trombosit.

Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:


· Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada  setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara
aktivasi dan inhibisi.
· Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.
·
2.5.3.3   Resorpsi Gumpalan Darah
Apabila pembekuan darah sudah terbentuk secara sempurna, massa gumpalan itu sendiri
akan akan menyumbat bagian pembuluh darah yang mengalami cidera disekitarnya. Dalam
penyembuhan luka, kesinambungan pembuluh darah dapat dipulihkan, sehingga gumpalan darah
kemudian terkurung dalam suatu dalam pembuluh darah yang harus disingkirkan. Dalam hal ini
massa gumpalan harus dilenyapkan. Proses resorpsi massa gumpalan darah dinamai fibrinolisis,
yang juga memerlukan enzim, yaitu enzim proteolitik yang bernama fibrinolisis atau plasmin.
      Serat fibrin sendiri mengaktifkan suatu factor yang terdapat didalam darah dan berbagai
jaringan, yaitu profibrinokinase (profibrinolisokinase) menjadi bentuk aktif, yaitu fibrinokinase
(fibrinolisokinase). Selanjutnya, fbrinokinase ini akan mengaktifkan plasmin (fibrinolisin) yang
didalam darah berada dalam bentuk tidak aktif, yaitu plasminogen (profibrinolisis). Plasmin atau
fibrinolisin yang aktif ini adalah suatu enzim proteolitik yang sangat kuat, sehingga serat-serat
fibrin yang tidak larut dan selanjutnya dipecah menjadi peptida kecil-kecil.
Bakteri stafilokokus menghasilkan enzim stafilokinase, sedangkan bakteri stertokokus
menghasilkan stertokinase. Kedua enzim ini mampu mengaktifkan plasminogen atau
profibrinolisin menjadi plasmin atau fibrinolisin.
Dalam keadaan sehari-hari pristiwa resorpsi gumpalan darah ini dapat dilihat dengan
mudah pada luka yang terjadi dipermukaan tubuh. Biasanya luka tersebut akan ditutupi oleh
gumpalan darah, yang kemudian mengering dan bercampur dengan lapisan tanduk dari kulit
untuk menjadi keropeng (krusta). Bila keropeng ini ditekan, akan kelihatan cairan serum yang
tidak berwarna terperas keluar. Keropeng ini dari hari ke hari  makin mengecil dan akhirnya akan
terlepas dan di bawahnya digantikan oleh jaringan baru yang telah bertaut. Tindakan untuk
menjaga kebersihan luka di permukaan tubuh menjadi sangat penting, mengingat adanya
sejumlah kuman yang mampu mengaktifkan plasminogen atau prifibrinolisin menjadi plasmin
atau fibrinolisin dalaam jumlah yang berlebihan. Akibatnya gumpalan darah penutup luka dan
yang dimaksudkan juga untuk menghalangi masuknya kuman, Menjadi rusak sehingga kuman
dapat masuk.
2.5.3.4    Anti Koagulasi
Senyawa yang dapat menghambat penggumpalan darah dinamakan antikoagulan.
Antikoagulasi ada yang bekerja dengan cara mengganggu pematangan protein factor
penggumpalan yaitu antagonis vitamin K seperti dikumorol, selain itu ada juga antikoagulan
yang bekerja dengan mengaktifkan antitrombin, yaitu Heparin, menghambat kerja thrombin yang
sudah aktif dalam mengkatalis proses penggumpalan darah. 3

2.5.4     Gangguan Pembekuan Darah


Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan
vitamin C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang berujung
pada kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya, mudah
terjadinya pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun.
Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah
trombosit yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab
berkurangnya trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana
merupakan pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan
Amegakaryocyte thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte
thrombopenia purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa
penyakit virus yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini
disebut idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah trombosit di
dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya pendarahan.
Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah
beragregasi. Gerombolan trombosit ini akan mengendap dan melekat di suatu tempat,
menimbulkan trombus, yang mengganggu aliran darah ke hilir. Trombus ini dapat terlepas
menjadi embolus dapat menimbulkan akibat yang parah.
Gangguan pada faktor penggumpalan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh 3 faktor.
Pertama, kelainan genetik. Kedua, kelainan karena kerusakan organ yang membuatnya. Dan
yang ketiga, kelainan yang disebabkan oleh adanya masalah pada faktor pendukung proses
sintesis.
Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh
kelainan gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B.
Hemofilia A merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak
keturunan dari Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX.
Penyakit ini disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun gen
ini terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering menjadi
penderita dibandingkan perempuan.
Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di
kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama
menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan.  Hanya gen dari faktor
inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut otosom.
Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom. Penyakit ini ditandai
dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat pada permukaan dan juga
gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat menggumpal, hanya saja
membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain yang disebabkan oleh genetik
otosom ialah kelainan pada faktor V yang dinamakan parahemofilia, faktor VII dan faktor X
(stuart). Selain itu, ada pula penyakit afibrinogenemia yang juga merupak genetik otosom yang
dicirikan dengan tidak adanya fibrinogen dalam darah oleh karena penderita tidak mampu
mensintesis fibrinogen sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan, ia harus diberikan
fibrinogen dari luar tiap 10 – 14 hari karena biasanya fibrinogen akan lenyap dalam waktu 12 –
21 hari.

BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell, WBC, leukocyte) adalah sel
yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan sifat eritrosit apabila kita lihat di bawah
mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam- macam inti sel sehingga ia dapat
dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna).
            Fungsinya sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit /
bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di
dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut yaitu mengangkut / membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap
mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka memakan
bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui mikroskop adakalanya dapat
dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu
menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat
bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian
tubuh.
Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan
pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera.
Secara sederhana proses pembekuan darah yaitu Rangkaian reaksi yang sebenarnya
sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam proses
pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan mekanisme ekstrinsik
yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Menghentikan perdarahan.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah


(yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar
dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -
benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir
keluar pembuluh.

Gangguan pembekuan darah yaitu  diantaranya Gangguan pada tingkat pembuluh darah .


Pada penyakit pembuluh darah, termasuk aterosklerosis, trombosit cenderung mudah beragregasi
. Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan gen,
yaitu hemophilia.
Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan
jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya.
Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya
infeksi. Dan hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak terjadi luka, meskipun terdapat di dalam
tubuh setiap manusia suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan
pembekuan darah atau koagulasi.

3.2      Saran
3.2.1    Pembaca harus dapat mengerti tentang Darah dan Leukosit pada khususnya, serta jenis
dan fungsinya.
3.2.2    Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darah dan
gangguan pembekuan darah .
3.2.3 Agar pembaca atau mahasiswa dapat lebih menggali lagi dan lebih mengenal tentang
Leukosit diberbagai media, baik media cetak atau media elektronik, bahkan dapat mengakses
dari internet.

DAFTAR FUSTAKA
https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/
https://viviandikui.blogspot.com/2015/06/makalah-pembekuan-darah.html

Anda mungkin juga menyukai