Anda di halaman 1dari 4

KEWAJIBAN MENJAGA LISAN

Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 066

Khutbah Pertama:
َ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَه‬،‫ب َوالبَ ِع ْي ِد‬ ِ ‫@ أَ َحاطَ ِع ْل َمهُ بِالظَّا ِه ِر َوال َخفِ ِّي َوالقَ ِر ْي‬،‫ْال َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذي أَ َحاطَ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء ِع ْل ًما َوهُ َو عَلى ُكلِّ َش ْي ٍء َش ِه ْي ٌد‬
َّ
‫@ صلى هللاُ َعلَ ْي ِه‬،‫ض َل ال َعبِ ْي ِد‬ َ ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هللاِ َو َع ْب ُدهُ أَ ْف‬،ُ‫ك َولَهُ ْال َح ْم ُد فَهُ َو ْال َولِ ُّي ْال َح ِم ْيد‬
ُ ‫ لَهُ ْال ُم ْل‬،ُ‫ك لَه‬
َ ‫إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬
‫ أَ َّما بَ ْع ُد‬،‫و َعلَى آلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم فِي هَ ْديِ ِه ُم ال َّر ِش ْي ِد َو َسلَّ َم تَ ْسلِي ًما‬: َ
‫ اتَّقُوْ ا هللاَ تَ َعالَى َوتَحْ فَظُوْ ا ِم ْن أَ ْل ِسنَتِ ُك ْم فَإ ِ َّن َكالَ َم ُك ْم َمحْ فُوْ ظٌ َعلَ ْي ُك ْم‬، ُ‫أَيُّهَا النَّاس‬.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah l yang telah menciptakan manusia dan memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk menjaga ucapan dan perkataannya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang
berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allah l semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah senantiasa mengaruniakan shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad dan keluarganya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti
petunjuknya.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,


Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dengan senantiasa menjaga lisan kita untuk
tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai-Nya. Ingatlah, bagi setiap manusia telah
ditugaskan dua malaikat yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Salah satunya akan mencatat
dan menulis setiap kebaikan yang dilakukannya. Adapun yang satunya akan mencatat setiap
perbuatan jeleknya. Allah l berfirman:
“(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, salah satunya duduk di sebelah kanan
dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 17—18)
Berdasarkan ayat ini, setiap perkataan, baik yang diucapkan dengan keras maupun lirih, begitu
pula setiap perbuatan, baik yang dilakukan di hadapan orang maupun sembunyi-sembunyi akan
ditulis dan dimintai pertanggungjawabannya serta akan diperlihatkan di akhirat nanti kepada para
pelakunya. Allah l berfirman:
“Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah
kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (al-Isra’: 13—
14)

Hadirin rahimakumullah,
Setiap muslim tentu mengimani hal tersebut. Namun, kenyataannya banyak di antara kita yang
kurang berhati-hati menjaga lisan sehingga terjatuh pada ketergelinciran. Betapa banyak orang-
orang yang menyibukkan dirinya dengan pembicaraan yang sesungguhnya tidak ada kepentingan
bagi dirinya. Yang dilakukan hanyalah semata-mata mencampuri urusan orang lain, tidak
meringankan atau membantu, apalagi menyelesaikan masalah. Justru pembicaraannya bisa
menyebabkan semakin keruh keadaan. Hal ini tentunya termasuk ketergelinciran lisan dan
menyelisihi sabda Nabi n:
‫ِم ْن ُح ْس ِن إِ ْسالَ ِم ْال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما الَ يَ ْعنِ ْي ِه‬
“Termasuk baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan apa yang tidak ada urusannya
dengan dirinya.” (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Termasuk kesalahan lisan yang sering dilakukan oleh seseorang adalah larut dalam pembicaraan
yang tidak benar, seperti pembicaraan yang berisi kemaksiatan atau pembicaraan yang belum
jelas kebenarannya. Akibatnya, perkataan yang berupa kemaksiatan atau kejelekan yang
dilakukan oleh sebagian kaum muslimin menjadi bahan pembicaraan yang tersebar di mana-
mana. Tentu saja hal ini akan menyenangkan dan menguntungkan orang-orang yang menyukai
kemaksiatan, orang-orang munafik, dan musuh-musuh Islam. Allah l telah mengancam orang-
orang yang suka menyebarkan kejelekan sebagian kaum muslimin dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang senang agar (berita tentang saudaranya) yang berbuat
kemaksiatan itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di
dunia dan di akhirat, dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (an-Nur: 19)

Hadirin rahimakumullah,
Terkadang ada orang yang berprasangka tidak baik terhadap saudaranya, padahal baru sebatas
dugaan yang sangat lemah. Namun, dia terburu-terburu menyampaikan kepada yang lainnya
sehingga tanpa disadari dia telah menyakiti saudaranya dengan perbuatannya tersebut. Maka dari
itu, dikhawatirkan perbuatan tersebut memasukkan dirinya dalam hadits Nabi n:
‫َوإِ َّن ْال َع ْب َد لَيَتَ َكلَّ ُم بِ ْال َكلِ َم ِة ِم ْن َسخَ ِط هللاِ الَ ي ُْلقِي لَهَا بَاالً يَه ِْوي بِهَا فِي َجهَنَّ َم‬
“Sungguh seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang menyebabkan kemurkaan Allah
dalam keadaan dia tidak peduli dengan ucapan tersebut sehingga menyebabkan dia dilemparkan
ke dalam api neraka.” (HR. al-Bukhari)
Oleh karena itu, yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim ketika mendapatkan
saudaranya seiman berbuat kemaksiatan adalah mengingatkan dan menasihatinya. Adapun
menjadikan ketergelinciran atau kesalahan saudaranya sebagai bahan pembicaraan semata ketika
berkumpul dengan orang, hal tersebut adalah perbuatan yang tercela. Ingatlah sabda Nabi kita n:
َ‫ فَإِنَّهُ َم ْن تَتَبَّ َع عَوْ َرة‬،‫ الَ تُ ْؤ ُذوا ْال ُم ْسلِ ِمينَ َوالَ تُ َعيِّرُوهُ ْم َوالَ تَتَّبِعُوا عَوْ َراتِ ِه ْم‬،‫ض اإْل ِ ي َمانُ إِلَى قَ ْلبِ ِه‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر َم ْن قَ ْد أَ ْسلَ َم بِلِ َسانِ ِه َولَ ْم يُ ْف‬
‫ف َرحْ لِ ِه‬ِ ْ‫ضحْ هُ َولَوْ فِى َجو‬ ْ َ
َ ‫ َو َم ْن تَتَبَّ َع هللاُ عَوْ َرتَهُ يَ ْف‬،ُ‫أ ِخي ِه ال ُم ْسلِ ِم تَتَبَّ َع هللاُ عَوْ َرتَه‬
“Wahai orang-orang yang telah menyatakan Islam dengan lisan namun iman belum masuk ke
dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan menjelek-jelekkan mereka serta
jangan pula mencari-cari kejelekannya. Karena barang siapa mencari-cari kejelekan saudaranya,
Allah akan mencari kejelekannya pula. Dan barang siapa yang Allah mencari kejelekannya, pasti
akan terbongkar kejelekannya meskipun dia melakukannya sembunyi-sembuyi di dalam
rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan asy-Syaikh al-Albani)
Maka dari itu, marilah kita memikirkan apa yang akan kita ucapkan. Tidakkah kita takut, apabila
di akhirat kelak ditanya: Bukankah engkau telah mengatakan demikian dan demikian? Atas dasar
apa engkau mengatakannya dan dari mana engkau mendapatkannya? Sementara urusannya
belum jelas bagi kita. Sungguh, bisa jadi apa yang kita sampaikan adalah berita yang dusta atau
tidak benar semuanya. Betapa banyak kejadian yang disebabkan ketidakhati-hatian dalam
menerima dan menyampaikan berita sehingga menimbulkan permusuhan di antara kaum
muslimin.

Hadirin rahimakumullah,
Termasuk kesalahan lisan adalah mengucapkan kata-kata yang berbentuk cercaan, celaan, dan
cacian. Oleh karena itu, sungguh sangat disayangkan ada orang yang bermudah-mudahan dan
terbiasa mengucapkan kata-kata laknat dan cercaan, baik kepada orang lain maupun kepada
kendaraan yang dinaikinya atau yang semisalnya. Padahal Nabi n bersabda:
‫َولَعْنُ ْال ُم ْؤ ِم ِن َكقَ ْتلِ ِه‬
“Melaknat seorang mukmin seperti membunuhnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dahulu ada seorang wanita yang melaknat kendaraan untanya. Kemudian Nabi n bersabda:
ٌ‫ُخ ُذوا َما َعلَ ْيهَا َو َدعُوهَا فَإِنَّهَا َم ْلعُونَة‬
“Ambillah barang yang ada di atas (unta tersebut) dan biarkan dia sendirian karena dia adalah
kendaraan yang sudah dilaknat.” (HR. Muslim)
Sebagian orang, ketika ada permasalahan dengan saudaranya, begitu mudahnya mengeluarkan
kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan kepada saudaranya seiman. Dirinya yang lemah
tidak menyadari bahwa dengan ucapan tersebut justru dia telah berbuat zalim kepada dirinya
sendiri dan telah memikul dosa yang berat.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,


Di antara kesalahan lisan adalah memperolok-olok dan merendahkan manusia. Baik dengan
ucapan, seperti mengejek orang atau menertawakannya; dengan isyarat dan perbuatan, seperti
mengejek dengan mencibir; atau dengan pandangan matanya. Allah l berfirman:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (al-Humazah: 1)
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk menjaga lisan-lisan kita dan membasahinya dengan zikir
serta ucapan yang baik. Mudah-mudahan Allah l senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada
kita semua.
Khutbah Kedua:
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ، َ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمداً خَ اتَ َم النَّبِيِّ ْين‬، َ‫ص ْينَ لَهُ ال ِّد ْين‬
ِ ِ‫ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَهُ ُم ْخل‬، َ‫ْال َح ْم ُد هلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬
‫ أ َّما بَ ْع ُد‬،‫ َعلَ ْي ِه َوعلى آلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِإِحْ َسا ٍن إِلى يَوْ ِم ال ِّدي ِْن َو َسل َم تَ ْسلِيْما َكثِيْرا‬:
َ ً ً َّ َ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Marilah kita bertakwa kepada Allah l dengan senantiasa mengingat bahwa kita akan dimintai
pertanggungjawaban atas setiap perkataan yang kita ucapkan.

Hadirin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa kesalahan lisan akan menjatuhkan pelakunya kepada kebinasaan. Nabi n
bersabda:
‫صائِ ُد أَ ْل ِسنَتِ ِه ْم؟‬ ِ ‫ار َعلَى ُوجُو ِه ِه ْم أَوْ َعلَى َمن‬
َ ‫َاخ ِر ِه ْم إِالَّ َح‬ ِ َّ‫اس فِى الن‬ َ َّ‫َوهَلْ يَ ُكبُّ الن‬
“Bukankah yang menyebabkan manusia diseret ke neraka tertelungkup di atas wajah-wajah
mereka adalah akibat perkataan yang keluar dari lisan-lisan mereka?” (HR. at-Tirmidzi dan
disahihkan asy-Syaikh al-Albani)
Oleh karena itu, seseorang harus senantiasa berhati-hati dalam berbicara. Apalagi di antara
kesalahan lisan ada yang berupa kekafiran dan bisa menyebabkan pelakunya keluar dari
agamanya. Seperti ucapan yang memperolok-olok Allah l, kitab-Nya, agama, dan Rasul-Nya.
Bahkan, ada ucapan yang barangkali seseorang mengucapkannya dalam rangka amar ma’ruf nahi
mungkar namun karena tidak memikirkan akibat ucapannya, dia menghinakan orang lain dan
tidak beradab kepada Allah l. Hasilnya, bukan rahmat Allah l yang dia dapatkan. Justru Allah l
menggugurkan seluruh amalannya. Nas’alullah as-salamah (Kita meminta keselamatan kepada
Allah). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jundab z
bahwa Rasulullah n bersabda:
‫ت ِلفُالَ ٍن‬ ُ ْ‫ي أَ ْن الَ أَ ْغفِ َر لِفُالَ ٍن فَإِنِّي قَ ْد َغفَر‬
ََّ َ‫ َم ْن َذا الَّ ِذى يَتَأَلَّى َعل‬:‫ الَ يَ ْغفِ ُر هللاُ ِلفُالَ ٍن؛ َوإِ َّن هللاَ تَ َعالَى قَا َل‬،ِ‫ َوهللا‬:‫أَ َّن َر ُجالً قَا َل‬
ََ‫ت َع َملك‬ ُ ‫ط‬ ْ َ‫َوأَحْ ب‬
Ada seseorang yang mengatakan, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni kesalahan orang
itu.” Allah pun berkata: “Siapa yang bersumpah mendahului Aku dan menyatakan bahwa Aku
tidak akan mengampuni dosa orang itu? Sungguh Aku telah mengampuni-Nya, dan sungguh Aku
telah menggugurkan amalanmu.” (HR. Muslim)
Demikianlah beberapa jenis kesalahan lisan serta akibatnya. Masih ada beberapa jenis lainnya,
seperti ghibah, namimah (adu domba), berdusta, berlebihan dalam bercanda, dan sebagainya.
Semua ini harus ditinggalkan, karena kesalahan-kesalahan lisan tersebut sering kurang
diperhatikan. Padahal, di antara kesalahan lisan ada yang berupa dosa besar, bahkan berupa
syirik dan pembatal Islam. Hal ini semua menunjukkan pentingnya menjaga lisan dan berfikir
sebelum berbicara agar tidak terjatuh pada kesalahan-kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai