Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN PSIKOSOSIAL KEPUTUSASAAN

OLEH :

NAMA : ABRAHAM HEUMASSE


NIM : R014211001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPUTUSASAAN
1. Diagnosa Keperawatan
Keputusasaan
2. Tinjauan Teori
a. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa
kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang
yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk
memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya,
dan ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya.
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan ,
keraguan .duka cita , apati , kesedihan , depresi , dan bunuh diri. ( Cotton dan
Range, 2004)

b. Rentang Respon

Respon Adaptif                                                    Respon Maladaptif

Harapan Putus Harapan


     Yakin Tidak berdaya c.
     Percaya Putus asa c.
     Inspirasi Apatis c.
    Tetap hati Gagal dalam kehidupan c.
Ragu – ragu c.
Sedih c.
Depresi c.
Bunuh diri c.
Perilaku yang berhubungan dengan diagnosis
Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2005) adalah:
 Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa
(“saya tidak dapat melakukan”)
 Sering mengeluh dan Nampak murung.
 Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
 Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
 Menarik diri dari lingkungan.
 Kontak mata kurang.
 Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
 Nampak selalu murung atau blue mood.
 Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
 Menurun atau tidak adanya selera makan
 Peningkatan waktu tidur.
 Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
 Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
 Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.

d. Faktor Presdisposisi dan factor presipitasi


a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan adalah:
a) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan
sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan
b) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik
c) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami
keputusasaan.
d) Struktur Kepribadian
e) Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
keputusasaan adalah:
1. Faktor kehilangan
2. Kegagalan yang terus menerus
3. Faktor Lingkungan
4. Orang terdekat ( keluarga )
5. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6. Adanya tekanan hidup
7. Kurangnya iman
3. Patofisiologi (Clinical Pathway) : Patofisiologi, Situasional, Maturasional
Menurut Keliat, 2005 adapun patway dari keputusasaan adalah

Perilaku Kekerasan “Risiko Bunuh Diri“    : Efek

Isolasi Sosial “Keputusasaan“    : Core Problem

Gangguan Konsep Diri; “ HDR “        : Etiologi


Berduka Disfungsional                        
Patofisiologi
Setiap penyakit kronis dan atau terminal dapat menyebabkan atau menunjang keputusasaan
(misal penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, dan AIDS)
Berhubungan dengan:
 Kegagalan atau penyimpangan kondisi fisologis
 Tanda atau gejala baru dan tidak diharapkan dari proses penyakit sebelumnya
 Nyeri, tidak nyaman, kelemahan yang berkepanjangan
 Kerusakan kemampuan fungsi (berjalan, eliminasi, dan makan)
Situasional
 Pembatasan aktivitas yang berkepanjangan (misal: fraktur, cidera medula spinalis)
 Isolasi karena proses penyakit yang berkepanjangan (misal: penyakit menular)
 Dicampakan atau perpisahan dari orang-orang terdekat (orang tua atau anak-anak)
 Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang berharga dalam kehidupan (perkawinan,
pendidikan)
 Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan (misal: jalan-jalan atau
olahraga)
 Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti
 Tangung jawab memberi asuhan yang berkepanjangan
 Terpajan pada stres fisiologis dan psikologis yang berkepanjangan
 Kehilangan kepercayaan dalam nilai-nilai luhur dan tuhan
 Keputusasaan besar yang menimbulkan stres
 Riwayat penyakit fisik dan seksual
Maturasional
Anak
Berhubungan dengan:
 Kehilangan pengasuh
 Kehilangan kepercayaan pada orang orang terdekat
 Dicampakkan oleh pengasuh
 Kehilangan autonomi yang berhubungan dengan penyakit.
 Kehilangan fungsi tubuh
 Ketidakmampuan mencapai tugas-tugas perkembangan
 Penolakan oleh keluarga
Remaja
Berhubungan denga:
 Kehilangan orang-orang terdekat (teman sebaya dan keluarga)
 Kehilangan fungsi tubuh
 Perubahan dalam citra diri
 Ketidakmampuan untuk mencapai tugas perkembangan (identitas peran)
Dewasa
Berhubungan dengan:
 Kerusakan fungsi tubuh, kehilangan bagian tubuh
 Kerusakan hubungan atara sesama
 Kehilangan pekerjaan, karier
 Kehilangan orang terdekat (kematian anak atau pasangan)
 Ketidan mampuan untuk mencapai tugas perkembangan (intiminasi, komitmen)
Lansia
Berhubungan dengan:
 Defisit sensori
 Defisit motorik
 Defisit kognitif
 Kehilangan kemandirian
 Kehilangan orang terdekat, barang-barang
 Ketidakmampuan untuk mencapai tugas perkembangan (integritas)

4. Data yang perlu dikaji


1. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
2. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
3. Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan
5. Penentuan diagnosa keperawatan
a. Batasan Karakteristik (NANDA)
Menurut Rosernberg dan Smith, 2010 dalam buku NANDA adapun batasan
karakteristiknya yaitu:
 Menutup mata
 Penurunan pengaruh
 Penurunan nafsu makan
 Penurunan respons terhadap rangsangan
 Penurunan verbalisasi
 Kurangnya keterlibatan dalam perawatan
 Kepasifan
 Mengangkat bahu dalam menanggapi pembicaraan
 Gangguan pola tidur
 Berpaling dari pembicaraan
 Isyarat verbal (Mengucapkan sesuatu yang pesimis, “aku tidak bisa,”
mendesah)
b. Tanda mayor (Lynda Jual Carpenito)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam ,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal
yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.
1) Fisiologis :
 respon terhadap stimulus melambat
 tidak ada energi
 tidur bertambah
2) Emosional :
 individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan
perasaannya tapi dapat merasakan
 tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan
tuhan
 tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
 hampa dan letih
 perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
 tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan :
 Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
 Penurunan verbalisasi
 Penurunan afek
 Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
 Ketidakmampuan mencapai sesuatu
 Hubungan interpersonal yang terganggu
 Proses pikir yang lambat
 Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri.
4) Kognitif :
 Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan
membuat keputusan
 Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah
yang dihadapi saat ini
 Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
 Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
 Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
 Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang
ditetapkan
 Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan
 Tidak dapat mengenali sumber harapan
 Adanya pikiran untuk membunuh diri.
c. Tanda Minor (Lynda Jual Carpenito)
1. Fisiologis
 Anoreksia
 BB menurun
2. Emosional
 Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain
 Merasa berada diujung tanduk
 Tegang
 Muak ( merasa ia tidak bisa)
 Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
 Rapuh
3. Individu memperlihatkan
 Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara
 Penurunan motivasi
 Keluh kesah
 Kemunduran
 Sikap pasrah
 Depresi
4. Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
 Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang
 Bingung
 Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
 Distorsi proses pikir dan asosiasi
 Penilaian yang tidak logis
6. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Tujuan Keperawatan Pada Pasien
1. Tujuan Umum 
Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang masadepan,
mengekspresikan tujuandan arti kehidupan.
2. Tujuan Khusus : Klien mampu
 Membina hubungan saling percaya
 Mengenal masalah keputusasaannya
 Berpartisipasi dalam aktivitas
 Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
b. Tindakan Keperawatan Pada Pasien
1. Bina hubungan saling percaya
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Dengarkan klien dengan penuh perhatiane) Bantu klien penuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
 Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
 Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengancara pandang perawat terhadap kondisi klien.
 Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus
asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasidalam aktivitas.
 Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi
masalah,tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
 Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan
olehklien.
 Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
 Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative.
 Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor
risikoterbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang rencana, metode
dan cara bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
 Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon RS
setiaphari untuk menanyakan keadaanmu ?”
 Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus
asa.
 Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran
dan perasaan yang positif.
 Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam
mencapaitujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktivitas.
diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
c. Tindakan keperawatan pada keluarga
Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
 Ucapkan salam
 Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
 Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan hubungan dengan
klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Buat kontrak pertemuan
2. Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi keputusasaan klien
3. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien atasi
masalah dan bagaimana hasilnya
4. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
5. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
 Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
 Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping, akibat
bila tidak patuh minum obat
 Cara keluarga merawat klien
d. Terapi Aktifitas Kelompok

Terapi Aktivitas Kelompok Pada Klien


Dengan Keputusasaan

1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan
hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997).\
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada
pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan
bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2. Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental :
1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan kemampuannya
untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
2. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
3. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
4. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik :
1. Meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
2. Mengajarkan adl seperti makan, berpakaian, bak, bab dan sebagainya.
3. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
4. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki.
5. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat dan
potensinya.
6. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
3. Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi,
sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan
kreativitasnya).
a. Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga,
permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari
(aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur,
menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan
lain-lain), rekreasi (tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik
tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj,
2009).
b. Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang
secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus
sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas
yang digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan
hanya sekedar menyibukkan klien.
2) Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya
dengan klien.
3) Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya
terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4) Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5) Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat
meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6) Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat
mandiri.
7) Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8) Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
kemampuan klien.
4. Indikasi terapi okupasi
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa indikasi dari terapi okupasi sebagai
berikut:
a. Klien dengan kelainan tingkah laku, seperti klien harga diri rendah yang disertai dengan
kesulitan berkomunikasi.
b. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksi terhadap rangsang
tidak wajar.
c. Klien yang mengalami kemunduran.
d. Klien dengan cacat tubuh disertai gangguan kepribadian.
e. Orang yang mudah mengekspresikan perasaan melalui aktivitas.
f. Orang yang mudah belajar sesuatu dengan praktik langsung daripada membayangkan.
5. Karakteristik aktivitas terapi
Riyadi dan Purwanto, (2009), mengemukakan bahwa karateristik dari aktivitas terapi
okupasi, yaitu: mempunyai tujuan jelas, mempunyai arti tertentu bagi klien, harus mampu
melibatkan klien walaupun minimal, dapat mencegah bertambah buruknya kondisi, dapat
memberi dorongan hidup, dapat dimodifikasi, dan dapat disesuaikan dengan minat klien.
6. Analisa aktivitas
Riyadi dan Purwanto (2009), menyatakan bahwa analisa dari kegiatan terapi okupasi,
meliputi: jenis kegiatan yang dilakukan seperti latihan gerak badan atau pekerjaan sehari-
hari, maksud dan tujuan dari kegiatan dilakukan dan manfaatnya bagi klien, sarana atau alat
atau aktivitas dilakukan disesuaikan dengan jenis kegiatan yang dilakukan, persiapan
terhadap sarana pendukung dan klien maupun perawat, pelaksanaan dari kegiatan yang telah
direncanakan, kontra indikasi dan disukai klien atau tidak disukai yang disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh klien.
7. Proses terapi okupasi
Adapun proses dari terapi okupasi, sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, meliputi data tentang identitas klien, gejala, diagnosis, perilaku dan
kepribadian klien. Misalnya klien mudah sedih, putus asa, marah.
b. Analisa data dan identifikasi masalah dari data yang telah dikaji ditegakkan diagnosa
sementara tentang masalah klien maupun keluarga.
c. Penentuan tujuan dan sasaran dari diagnosa yang ditegakkan dapat dibuat sasaran dan
tujuan yang ingin dicapai.
d. Penentuan aktivitas jenis kegiatan yang ditentukan harus disesuaikan dengan tujuan
terapi.
e. Evaluasi kemampuan klien, inisiatif, tanggungjawab, kerjasama, emosi dan tingkah laku
selama aktivitas berlangsung. Dari hasil evaluasi rencanakan kembali kegiatan yang
sesuai dan akan dilakukan. Evaluasi dilakukan secara periodik, misalnya 1 minggu sekali
dan setiap selesai melaksanakan kegiatan.
8. Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi
klien dan tujuan terapi.
a. Metode
1) Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan
aktivitas.
2) Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki tujuan
kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok
kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat, 2005).
Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam Keliat dan
Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993, dalam
Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-10
orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota
mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya.
Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson
(dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8
anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada
kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10, maka
akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota merasa
lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b. Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok
dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi
menjadi 2 bagian,pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap orientasi,
kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi dan Purwanto,
2009)
9. Pengorganisasian
1. Waktu
Kegiatan terapi kognitif ini akan dilaksanakan selama 1 hari yaitu pada:
Hari :
Jam :
Lama :
2. Terapis
Adapun terapis yang akan terlibat adalah
a. Fasilitator.
Menyusun rencana terapi kognitif
- Mengarahkan kelompok mencapai tujuan
- Memberikan contoh cara kerja membuat ket pot bunga
- Memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dapat dan memberi
umpan balik
- Sebagai role model
- Mempertahankan kehadiran anggota
3. Klien
4. Metode dan media
a. Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi okupasi ini adalah dinamika kelompok
b. Media
Media yang akan digunakan meliputi:
- Spidol
- Buku catatan
10. Mekanisme Kegiatan
1. Persiapan
a) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) mengumpulkan informasi mengenai riwayat dan pengalaman pekerjaan pasien, pola
hidup sehari-hari, minat, dan kebutuhannya
c) analisa tampilan pekerjaan seperti kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dalam
kehidupan keseharian, yang meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari, pendidikan,
bekerja, bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi social
2. Orientasi
a. Salam tarapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan terapi
 Menjelaskan aturan main berikut:
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
 Lama kegiatan ± 60 menit.
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
d. Tahap Kerja
e. Tahap terminasi.
f. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti terapi okupasi
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
g. Tindak lanjut
Menganjurkan klien membuat ketrammpilan seperti yang telah diajarkan
h. Kontrak yang akan datang
 Buat kesepakatan baru untuk kegiatan berikutnya

11. Evaluasi Dan Dokumentasi


Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
a. Kemampuan membuat keputusan
b. Tingkah laku selama bekerja
c. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang mempunyai kebutuhan
sendiri
d. Kerjasama
e. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
f. Inisiatif dan tanggung jawab
g. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
h. Menyatakan perasaan tanpa agresi
i. Kompetisi tanpa permusuhan
j. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
k. Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab atas
pendapatnya tersebut
l. Wajar dalam penampilan
m. Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
n. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya
o. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
p. Kerapian bekerja
q. Lambat atau cepat
DAFTAR PUSTAKA

Azis, R. (2003).Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino


Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006).
Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa). Jakarta: FIK UI dan
WHOStuart, G.W. (2007).Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai