TENTANG
TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN,
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN
EVALUASI BELANJA HIBAH DAN BELANJA BANTUAN SOSIAL YANG
BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Jawa Barat.
4
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi perencanaan
dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan
evaluasi Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial.
BAB II
BELANJA HIBAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Pemerintah Daerah Provinsi memberikan Belanja Hibah
sesuai kemampuan keuangan daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan
pemerintahan wajib dan belanja urusan pemerintahan
pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Belanja Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa uang, barang dan/atau jasa.
(3) Belanja Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran,
program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah
Provinsi sesuai kepentingan Daerah dalam mendukung
terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
(4) Belanja Hibah dianggarkan pada SKPD terkait dan dirinci
menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada
program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai tugas dan
fungsi Perangkat Daerah.
(5) Penganggaran Belanja Hibah yang bukan merupakan
urusan dan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
dapat dilakukan dengan ketentuan bertujuan untuk
menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan
sub kegiatan Pemerintah Daerah, dianggarkan pada
Perangkat Daerah, sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Hibah dapat diberikan kepada:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
e. Badan dan Lembaga;
f. Organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia; dan
g. partai politik.
7
Pasal 5
(1) Hibah kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a diberikan kepada satuan kerja dari
kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang
wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tumpang tindih pendanaannya dengan
APBN dan/atau sumber pendanaan lainnya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, serta hanya
dapat diberikan 1 (satu) kali dalam tahun anggaran
berkenaan.
(3) Hibah kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diberikan kepada daerah
otonom baru hasil pemekaran daerah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Hibah kepada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c diberikan untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Hibah kepada BUMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c diberikan dalam rangka untuk meneruskan
hibah yang diterima Pemerintah Daerah Provinsi dari
Pemerintah Pusat, dengan ketentuan tidak dapat diberikan
dalam bentuk barang ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf d diberikan kepada badan dan
lembaga dengan persyaratan:
a. bersifat nirlaba, sukarela dan sosial, dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki
surat keterangan terdaftar yang diterbitkan oleh
menteri, Gubernur atau Bupati/Wali Kota;
c. bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial
kemasyarakatan berupa kelompok
masyarakat/kesatuan masyarakat hukum adat
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui
oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah
Provinsi melalui pengesahan atau penetapan dari
pimpinan instansi vertikal atau Kepala SKPD terkait
sesuai dengan kewenangannya; atau
d. Koperasi yang didirikan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
sesuai dengan kewenangannya
(7) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan
hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf e diberikan kepada:
a. organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum; atau
8
Pasal 6
(1) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) memenuhi kriteria paling kurang:
a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
b. bersifat tidak wajib, tidak mengikat, serta tidak terus
menerus setiap tahun anggaran, kecuali:
1. kepada Pemerintah Pusat dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang
tidak tumpang tindih pendanaannya dengan APBN;
2. badan dan lembaga yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. partai politik; dan/atau
4. ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
c. memberikan nilai manfaat bagi Pemerintah Daerah
Provinsi dalam mendukung terselenggaranya fungsi
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan;
d. memenuhi persyaratan administasi pengusulan Hibah.
(2) Badan dan lembaga di Daerah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Perencanaan dan Penganggaran
Pasal 7
(1) Tahapan pengusulan hibah mengikuti jadual pelaksanaan
penyusunan perencanaan dan penganggaran tahunan
daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Proses pengusulan hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan melalui SIPD sebelum ditetapkannya
RKPD.
9
Pasal 8
Persyaratan administrasi pengusulan hibah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi:
a. pengusulan hibah disampaikan secara tertulis kepada
Gubernur dengan surat pengantar menggunakan kop
surat resmi lembaga/instansi/organisasi Pemohon Hibah,
yang ditandatangani dan dibubuhi cap oleh:
1. Pimpinan/Ketua/Kepala atau sebutan lain
Instansi/Satuan Kerja bagi Pemerintah Pusat;
2. Kepala Daerah bagi Pemerintah Daerah lain;
3. Direksi atau sebutan lain bagi badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah; dan
4. Ketua atau sebutan lain bagi badan, lembaga, dan
organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia.
5. Partai Politik sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang bantuan keuangan
kepada partai politik.
b. Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilampirkan proposal yang memuat paling
kurang:
1. latar belakang, memuat uraian tentang gambaran
umum mengenai fakta-fakta dan permasalahan yang
melatarbelakangi dilaksanakannya kegiatan dan
diajukannya usulan hibah;
2. maksud dan tujuan, memuat uraian tentang maksud
dan tujuan dilaksanakannya kegiatan yang akan
dibiayai oleh hibah;
3. bentuk kegiatan serta rencana penggunaan anggaran
yang dirinci ke dalam rencana anggaran biaya (RAB),
memuat uraian tentang rincian kegiatan serta rencana
anggaran biaya pelaksanaan kegiatan bagi hibah berupa
uang;
4. bentuk jenis barang serta rencana anggaran biaya (RAB),
memuat uraian tentang rincian bentuk/jenis barang
serta rencana anggaran biaya (RAB) bagi hibah berupa
barang;
5. Nama dan alamat lembaga pemohon hibah, memuat
nama beserta susunan organisasi dilengkapi dengan
alamat domisili sekretariat/kantor beserta nomor
kontak/alamat surel untuk dihubungi sewaktu-waktu
apabila dibutuhkan;
6. Rencana kerja dan jadual pelaksanaan bantuan hibah;
dan
7. informasi lainnya yang ditetapkan didalam petunjuk
teknis pelaksanaan verifikasi usulan hibah.
c. Dalam hal permohonan diajukan oleh badan dan lembaga
selain dilengkapi proposal sebagaimana dimaksud pada
huruf b, Pemohon Hibah wajib melampirkan persyaratan
administrasi, meliputi:
10
Pasal 9
(1) Pengusulan hibah sebagaimana dimaksud pada Pasal 8,
disampaikan kepada Gubernur melalui SKPD Provinsi
sesuai urusan pemerintahan Daerah Provinsi, dengan
bidang dan SKPD Provinsi meliputi:
a. Bidang Pendidikan, dilaksanakan oleh Dinas
Pendidikan;
b. Bidang Kesehatan, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan;
c. Bidang Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang pada Sub
Urusan Sumber Daya Air dan drainase, dilaksanakan
Dinas Sumber Daya Air;
d. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang pada Sub
Urusan Air Minum, Persampahan, Air Limbah,
Permukiman, Bangunan dan Gedung serta Penataan
Bangunan dan Lingkungan, dilaksanakan oleh Dinas
Perumahan dan Permukiman;
e. Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang pada Sub
Urusan Jalan, Jasa Kontruksi, dan Penataan Ruang,
dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan Penataan
Ruang;
f. Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
dilaksanakan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman;
11
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan proses verifikasi dan/atau evaluasi
usulan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(3), Sekretaris Daerah/Kepala SKPD Provinsi membentuk
tim verifikasi dan evaluasi usulan hibah.
(2) Tim verifikasi dan evaluasi usulan hibah dapat
menyertakan dan/atau melibatkan personil dari SKPD
teknis lainnya disesuaikan dengan kebutuhan verifikasi.
(3) Struktur pelaksana tim verifikasi dan evaluasi terdiri dari
ketua dan anggota dengan jumlah personil disesuaikan
dengan kebutuhan dan/atau berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Tim verifikasi dan evaluasi usulan hibah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Keputusan Gubernur
yang penandatanganannya dimandatkan kepada Kepala
Perangkat Daerah.
(5) Tahapan pelaksanaan verifikasi dan evaluasi usulan hibah
mengikuti jadual penyusunan perencanaan dan
penganggaran tahunan daerah sebelum RKPD ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 11
(1) Tim verifikasi dan evaluasi usulan hibah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. melakukan dan/atau meneliti kesesuaian persyaratan
pengusulan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan Pasal 8;
b. melakukan verifikasi atas keterkaitan usulan/proposal
hibah terhadap sasaran pembangunan daerah,
indikator kinerja program, indikator kinerja output
kegiatan dan sub kegiatan;
c. memberikan kajian kelayakan dan kesesuaian atas
rencana kegiatan dan rencana anggaran biaya (RAB)
dengan standar satuan harga yang berlaku, dan apabila
komponen yang dibutuhkan tidak terdapat dalam
standar harga, maka dapat menggunakan harga pasar
yang berlaku saat itu;
14
Pasal 12
(1) Mekanisme dan tahapan pelaksanaan verifikasi dan
evaluasi usulan hibah mengikuti jadual penyusunan
perencanaan dan penganggaran tahunan daerah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1).
(2) Kriteria teknis lainnya untuk pelaksanaan verifikasi dan
evaluasi hibah dapat ditambahkan oleh SKPD Provinsi
dengan ketentuan tidak bertentangan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Verifikasi dan evaluasi usulan hibah dilakukan secara
online dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah (SIPD).
15
Pasal 13
(1) Usulan hibah yang telah diverifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e disampaikan
oleh ketua tim verikasi dan evaluasi kepada Kepala SKPD
untuk dibahas dan ditetapkan menjadi usulan kegiatan
hibah pada SKPD yang telah disesuaikan dengan sub
kegiatan, kegiatan dan program.
(2) Rekomendasi usulan hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Gubernur Cq. Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah untuk
diakomodasikan pada dokumen RKPD.
(3) Berdasarkan rekomendasi SKPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dapat mempertimbangkan setiap usulan hibah
dengan terlebih dahulu melakukan penilaian dan/atau
mengkaji kelayakan usulan hibah dengan sasaran dan
prioritas pembangunan Daerah Provinsi.
(4) Usulan hibah dikompilasi oleh Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah sebagai bagian dari pagu indikatif
SKPD terkait.
Pasal 14
(1) Belanja Hibah berupa uang, barang atau jasa
dicantumkan dalam RKA SKPD.
(2) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
dasar penganggaran hibah dalam APBD sesuai peraturan
perundang-undangan.
(3) Rincian objek belanja dan rincian objek Belanja Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat:
a. program;
b. kegiatan dan sub kegiatan;
c. capaian kinerja kegiatan dan sub kegiatan;
d. nama penerima hibah;
e. alamat penerima hibah; dan
f. besaran belanja per objek penerima hibah.
(4) Rincian objek Belanja Hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), dicantumkan dalam Lampiran Peraturan
Gubernur tentang Penjabaran APBD, sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan, Penatausahaan dan Pelaporan
Pasal 15
Pelaksanaan anggaran Belanja Hibah berupa uang, barang
dan/atau jasa, berdasarkan pada DPA-SKPD.
16
Pasal 16
(1) Setiap pemberian hibah dimuat dalam Naskah Perjanjian
Hibah Daerah (NPHD).
(2) Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA)
menandatangani dokumen NPHD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran (PA) dapat
melimpahkan penandatanganan NPHD kepada Kepala Unit
SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan
pada Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD, dan
DPA-SKPD.
(5) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling kurang
memuat:
a. pemberi dan penerima Hibah;
b. jumlah dan tujuan pemberian Belanja Hibah;
c. besaran/rincian penggunaan Hibah yang akan diterima;
d. hak dan kewajiban;
e. tata cara pencairan, penyaluran, waktu penggunaan
hibah; dan
f. sanksi.
(6) Format NPHD tercantum dalam Lampiran Huruf A, sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur
ini.
Pasal 17
(1) Pencairan/penyaluran Belanja Hibah dilakukan setelah
penandatanganan NPHD.
(2) Pencairan Belanja Hibah didasarkan pada NPHD.
(3) Pencairan Belanja Hibah berupa uang, dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung, dan disalurkan melalui
Rekening Kas Umum Daerah ke Rekening Penerima
Belanja Hibah.
Pasal 18
(1) Penerima Belanja Hibah berupa uang mengajukan
permohonan pencairan Belanja Hibah kepada Gubernur
melalui SKPD Provinsi terkait, yang dilengkapi dengan
persyaratan administrasi:
a. Belanja Hibah untuk Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah lain, terdiri atas:
1. surat permohonan pencairan Belanja Hibah,
dilengkapi rincian penggunaan Belanja Hibah;
17
Pasal 19
Penerima Belanja Hibah berupa uang bertanggungjawab
sepenuhnya atas kebenaran dan keabsahan dokumen
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 20
(1) Pengadaan barang atau jasa dalam rangka hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2),
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2) Hibah barang dinilai berdasarkan harga pembelian/nilai
kontrak.
20
Pasal 21
(1) Penerima Belanja Hibah wajib menggunakan Hibah sesuai
NPHD berikut perubahannya.
(2) Penerima Belanja Hibah dilarang mengambil sebagian atau
seluruh Hibah yang diterima kepada pihak lain, dengan
dalih apapun.
(3) Dalam hal terdapat sisa dana hibah, maka Penerima
Belanja Hibah wajib mengembalikan ke Kas Umum Daerah
Provinsi Jawa Barat paling lambat tanggal 31 Desember
tahun berkenaan dan menyampaikan bukti pengembalian
sisa hibah ke SKPD terkait.
(4) Dikecualikan dari ketentuan pengembalian melewati
tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap
hibah yang pencairannya diatur berbeda oleh Kepala SKPD
sesuai kebutuhan dari penerima hibah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
(1) Penerima Belanja Hibah bertanggungjawab secara formal
dan material atas penggunaan Belanja Hibah yang
diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penggunaan Belanja Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. penggunaan Belanja Hibah berupa uang, meliputi:
1. laporan penggunaan;
2. Surat Pernyataan Tanggungjawab yang menyatakan
bahwa Belanja Hibah berupa uang yang diterima
telah digunakan sesuai dengan NPHD; dan
3. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. penggunaan Belanja Hibah berupa barang dan/atau
jasa, meliputi:
1. laporan penggunaan;
2. Surat Pernyataan Tanggungjawab yang menyatakan
bahwa Belanja Hibah berupa barang dan/atau jasa
yang diterima telah digunakan sesuai dengan NPHD;
dan
3. salinan bukti serah terima barang atau jasa.
(3) Penerima Belanja Hibah bertanggungjawab atas kebenaran
dan keabsahan laporan penggunaan Belanja Hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1 dan
huruf b angka 1, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Penerima Belanja Hibah selaku objek pemeriksaan, wajib
menyimpan bukti pengeluaran atau salinan bukti serah
terima barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a angka 3 dan huruf b angka 3, dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
21
Pasal 23
Pertanggungjawaban SKPD atas pemberian hibah, meliputi:
a. Usulan dari calon penerima hibah kepada Gubernur;
b. NPHD;
c. Pakta Integritas dari Penerima Hibah yang menyatakan
bahwa hibah yang diterima akan digunakan sesuai dengan
NPHD; dan
d. Bukti transfer uang atas pemberian hibah berupa uang
atau bukti serah terima barang/jasa atas pemberian hibah
berupa barang/jasa.
Pasal 24
(1) Laporan penggunaan Belanja Hibah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a angka 1 dan
huruf b angka 1, dibuat dengan sistematika, meliputi:
a. surat pengantar yang ditujukan kepada Gubernur;
b. laporan kegiatan, terdiri atas:
1. latar belakang;
2. maksud dan tujuan;
3. ruang lingkup kegiatan;
4. realisasi pelaksanaan kegiatan;
5. daftar personalia pelaksana; dan
6. penutup;
c. laporan keuangan, meliputi:
1. realisasi penerimaan Hibah; dan
2. realisasi penggunaan;
d. lampiran.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh pimpinan Penerima Hibah dan
dibubuhi cap.
Pasal 25
(1) Laporan penggunaan Belanja Hibah berupa uang dan
barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1, disampaikan oleh
Penerima Belanja Hibah kepada Gubernur melalui SKPD
Provinsi terkait, 1 (satu) bulan setelah kegiatan selesai
atau paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan Januari
tahun anggaran berikutnya.
(2) SKPD Provinsi terkait menyampaikan rekapitulasi laporan
penggunaan Belanja Hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kepada Perangkat Daerah yang mempunyai fungsi
Pengendalian Pembangunan dan fungsi Pengawasan.
(3) Dalam hal Penerima Belanja Hibah belum menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2),
SKPD terkait menyampaikan surat peringatan kepada
Penerima Belanja Hibah.
22
Pasal 26
(1) Belanja Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis
Belanja Hibah pada program dan kegiatan SKPD terkait.
(2) Belanja Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai
realisasi objek Belanja Hibah pada jenis belanja
barang/jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD
terkait.
(3) SKPD melakukan pencatatan realisasi Belanja Hibah,
untuk selanjutnya dicantumkan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Provinsi pada tahun anggaran
berkenaan.
BAB III
BANTUAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah Provinsi dapat memberikan Bantuan
Sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan
belanja urusan pemerintahan wajib dan belanja urusan
pemerintahan pilihan.
(3) Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa uang dan/atau barang.
(4) Pemberian Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya risiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu
dapat berkelanjutan.
(5) Risiko sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
merupakan kejadian atau peristiwa yang mempunyai
dampak dari krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik,
fenomena alam, atau bencana alam yang jika tidak
diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk
dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
(6) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) merupakan kondisi suatu bantuan
sosial yang dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
Penerima Bantuan Sosial telah lepas dari risiko sosial.
23
Pasal 28
Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) meliputi:
a. individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang
mengalami risiko sosial; atau
b. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan,
dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu,
kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan
yang tidak stabil sebagai dampak risiko sosial.
Pasal 29
(1) Bantuan Sosial berupa uang kepada individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat terdiri atas Bantuan
Sosial kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarakat yang direncanakan dan yang tidak dapat
direncanakan sebelumnya.
(2) Bantuan Sosial berupa uang merupakan uang yang
diberikan secara langsung kepada penerima meliputi
namun tidak terbatas pada beasiswa bagi anak miskin,
yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin,
masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat dan
tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak
mampu.
(3) Bantuan Sosial berupa barang merupakan barang yang
diberikan secara langsung kepada penerima meliputi
namun tidak terbatas pada bantuan kendaraan
operasional untuk sekolah luar biasa swasta dan
masyarakat tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan
miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim
piatu/tuna sosial, dan ternak bagi kelompok masyarakat
kurang mampu.
Pasal 30
(1) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dialokasikan kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sudah
jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat
penyusunan APBD.
(2) Bantuan sosial yang direncanakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan usulan dari calon penerima
dan/atau atas usulan Kepala SKPD.
(3) Bantuan Sosial yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dialokasikan untuk kebutuhan akibat risiko sosial yang
tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD
yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan
resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau
keluarga yang bersangkutan.
24
Pasal 31
(1) Pemberian Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) memenuhi kriteria paling kurang:
a. selektif;
b. memenuhi persyaratan penerima bantuan;
c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan; dan
d. sesuai tujuan penggunaan.
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a diartikan bantuan sosial hanya diberikan kepada calon
penerima yang ditujukan untuk melindungi dari
kemungkinan risiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling kurang meliputi:
a. memiliki identitas yang jelas;
b. berdomisili dalam wilayah Provinsi Jawa Barat; dan
c. memiliki surat keterangan domisili dari lurah/kepala
desa setempat.
(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus,
kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diartikan
bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak
harus diberikan setiap tahun anggaran dan keadaan
tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa bantuan
sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
penerima bantuan telah lepas dari risiko sosial.
(5) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. rehabilitasi sosial, ditujukan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang
mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar;
b. perlindungan sosial, ditujukan untuk mencegah dan
menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial
seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar
kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal;
c. pemberdayaan sosial, ditujukan untuk menjadikan
seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami
masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya;
d. jaminan sosial, merupakan skema yang melembaga
untuk menjamin penerima bantuan agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak;
e. penanggulangan kemiskinan, merupakan kebijakan,
program, kegiatan dan sub kegiatan yang dilakukan
terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang
tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata
pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
yang layak bagi kemanusiaan; dan
25
Bagian Kedua
Perencanaan dan Penganggaran
Pasal 32
(1) Tahapan pengusulan bantuan sosial mengikuti jadual
pelaksanaan penyusunan perencanaan dan penganggaran
tahunan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Proses pengusulan bantuan sosial disampaikan melalui
SIPD.
Pasal 33
(1) Bantuan sosial yang direncanakan dapat disusun
berdasarkan usulan dari calon penerima dan/atau atas
usulan Kepala SKPD.
(2) Permohonan Belanja Bantuan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. bagi lembaga non pemerintah, dibubuhi cap dan
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris atau sebutan
lain; dan
b. bagi individu, keluarga, dan/atau masyarakat,
ditandatangani oleh Pemohon dan diketahui serta
dibubuhi cap Rukun Tetangga/Rukun Warga setempat.
Pasal 34
(1) Permohonan Belanja Bantuan Sosial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dan huruf b,
paling kurang memuat:
a. maksud dan tujuan serta rencana penggunaan Belanja
Bantuan Sosial; dan
b. nama dan alamat lembaga Pemohon Belanja Bantuan
Sosial.
(2) Dalam hal permohonan Belanja Bantuan Sosial diajukan
oleh organisasi kemasyarakatan, selain dilengkapi
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon
bantuan sosial wajib melampirkan persyaratan
administrasi sebagai berikut:
a. Akta Notaris mengenai pendirian lembaga atau dokumen
lain yang dipersamakan;
b. surat keterangan domisili lembaga dari Desa/Kelurahan
setempat;
c. Izin operasional/tanda daftar lembaga dari Instansi yang
berwenang;
d. bukti kontrak sewa gedung/bangunan, bagi lembaga
yang kantornya menyewa; dan
26
Pasal 35
(1) Kepala SKPD Provinsi membentuk tim verifikasi dan
evaluasi untuk melakukan verifikasi dan evaluasi
permohonan Belanja Bantuan Sosial berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan
Pasal 34.
(2) Kepala SKPD Provinsi menyampaikan rekomendasi
berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kepada Gubernur melalui Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah untuk diakomodir
melalui dokumen RKPD.
(3) Berdasarkan rekomendasi SKPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dapat mempertimbangkan usulan bantuan sosial
dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan penilaian
dan/atau mengkaji kelayakan usulan bantuan sosial
dengan sasaran dan prioritas pembangunan Daerah
Provinsi.
(4) Usulan bantuan sosial dikompilasi oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai bagian dari
pagu indikatif SKPD lainnya.
Pasal 36
Rancangan KUA dan PPAS terkait dengan rincian penerima
bantuan sosial berpedoman kepada RKPD.
Pasal 37
Berdasarkan Penjabaran APBD, masing-masing SKPD
menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Bagian Ketiga
Pelaksanaan, Penatausahaan dan Pelaporan
Pasal 38
Pelaksanaan anggaran Belanja Bantuan Sosial berdasarkan
DPA-SKPD.
27
Pasal 39
(1) Pencairan Belanja Bantuan Sosial, didasarkan DPA-SKPD
terkait.
(2) Pencairan Belanja Bantuan Sosial berupa uang, dilakukan
dengan mekanisme Pembayaran Langsung (LS), dan
disalurkan melalui Rekening Kas Umum Daerah ke
Rekening Penerima Belanja Bantuan Sosial.
Pasal 40
(1) Penerima Belanja Bantuan Sosial berupa uang,
mengajukan permohonan pencairan Belanja Bantuan
Sosial kepada Gubernur melalui SKPD Provinsi terkait
dilengkapi persyaratan administrasi, meliputi:
a. Belanja Bantuan Sosial untuk individu, terdiri atas:
1. surat permohonan pencairan Belanja Bantuan
Sosial;
2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atas
nama Penerima Belanja Bantuan Sosial;
3. fotokopi Rekening Bank yang masih aktif atas nama
Penerima Belanja Bantuan Sosial; dan
4. Pakta Integritas/Surat Pernyataan Tanggungjawab.
b. Belanja Bantuan Sosial untuk keluarga, terdiri atas:
1. surat permohonan pencairan Belanja Bantuan
Sosial;
2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atas
nama kepala keluarga Penerima Belanja Bantuan
Sosial;
3. fotokopi rekening bank yang masih aktif atas nama
kepala keluarga Penerima Belanja Bantuan Sosial;
dan
4. Pakta Integritas/Surat Peryataan Tanggungjawab.
c. Belanja Bantuan Sosial untuk masyarakat dan/atau
lembaga non Pemerintah, terdiri atas:
1. surat permohonan pencairan Belanja Bantuan
Sosial, dilengkapi rincian rencana penggunaan
Belanja Bantuan Sosial;
2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama
Ketua/Pimpinan pengurus lembaga/organisasi
Penerima Belanja Bantuan Sosial;
3. fotokopi rekening bank yang masih aktif atas nama
lembaga/organisasi; dan
4. Pakta Integritas/Surat Pernyataan Tanggungjawab.
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), SKPD Provinsi terkait melakukan verifikasi
administrasi kelengkapan persyaratan pencairan.
28
Pasal 41
Penerima Belanja Bantuan Sosial berupa uang,
bertanggungjawab atas kebenaran dan keabsahan dokumen
persyaratan yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1).
Pasal 42
(1) SKPD Provinsi terkait melakukan proses pengadaan
barang sesuai DPA-SKPD dan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan
jasa pemerintah.
(2) SKPD Provinsi mencatat barang hasil pengadaan pada
jenis belanja barang dan jasa, objek, dan rincian objek
Belanja Bantuan Sosial barang berkenaan, yang akan
diserahkan kepada Penerima Belanja Bantuan Sosial.
29
Pasal 43
(1) Penerima Belanja Bantuan Sosial menggunakan uang
dan/atau barang Bantuan Sosial yang diterima sesuai
dengan peruntukan yang dicantumkan dalam proposal
permohonan yang diajukan dan telah disetujui.
(2) Penerima Belanja Bantuan Sosial dilarang mengalihkan
sebagian atau seluruh uang dan/atau barang Belanja
Bantuan Sosial yang diterima kepada pihak lain, dengan
dalih apapun.
Pasal 44
(1) Penerima Belanja Bantuan Sosial bertanggungjawab secara
formal dan material atas penggunaan Belanja Bantuan
Sosial yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban Penerima Belanja Bantuan Sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. laporan penggunaan;
b. Surat Pernyataan Tanggungjawab yang menyatakan
bahwa Belanja Bantuan Sosial yang diterima telah
digunakan sesuai dengan proposal yang telah disetujui;
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan bagi
Penerima Belanja Bantuan Sosial berupa uang; atau
d. salinan Berita Acara Serah Terima barang bagi Penerima
Belanja Bantuan Sosial berupa barang.
(3) Penerima Belanja Bantuan Sosial bertanggungjawab atas
kebenaran dan keabsahan laporan penggunaan Belanja
Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penerima Belanja Bantuan Sosial selaku objek
pemeriksaan, menyimpan bukti pengeluaran atau salinan
bukti serah terima barang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c dan huruf d, dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Pertanggungjawaban SKPD atas pemberian Belanja Bantuan
Sosial, meliputi:
a. usulan dari calon penerima Belanja Bantuan Sosial kepada
Gubernur;
b. Pakta Integritas dari penerima Belanja Bantuan Sosial yang
menyatakan bahwa Belanja Bantuan Sosial yang diterima
akan digunakan sesuai dengan usulan; dan
c. Bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian Belanja
Bantuan Sosial berupa uang atau bukti serah terima
barang atas pemberian Belanja Bantuan Sosial berupa
barang.
30
Pasal 46
(1) Laporan Penggunaan Belanja Bantuan Sosial disusun
dalam surat yang memuat realisasi
penggunaan/peruntukan dan uraian mengenai Belanja
Bantuan Sosial yang diterima sesuai dengan proposal yang
telah disetujui, serta ditandatangani oleh individu, kepala
keluarga, ketua masyarakat, dan kepala lembaga non
Pemerintah Penerima Belanja Bantuan Sosial.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terhadap penerima Belanja Bantuan Sosial yang
secara kondisi tidak memungkinkan untuk menyampaikan
laporan.
Pasal 47
(1) Laporan penggunaan Belanja Bantuan Sosial berupa uang
dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(2) huruf a, disampaikan oleh Penerima Belanja Bantuan
Sosial kepada Gubernur melalui SKPD Provinsi terkait
paling lambat 1 (satu) bulan setelah kegiatan selesai atau
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan Januari tahun
anggaran berikutnya.
(2) SKPD Provinsi terkait menyampaikan rekapitulasi laporan
penggunaan Belanja Bantuan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada perangkat daerah yang
melaksanakan fungsi pengendalian pembangunan dan
Inspektorat.
(3) Format laporan penggunaan Belanja Bantuan Sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
tercantum dalam Lampiran Huruf D sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 48
(1) Belanja Bantuan Sosial berupa uang, dicatat sebagai
realisasi jenis Belanja Bantuan Sosial pada SKPD dalam
tahun anggaran berkenaan.
(2) Belanja Bantuan Sosial berupa barang, dicatat sebagai
realisasi objek Belanja Bantuan Sosial pada jenis belanja
barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD
Provinsi terkait.
(3) Belanja Bantuan Sosial berupa barang yang belum
diserahkan kepada Penerima Belanja Bantuan Sosial
sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan,
dilaporkan sebagai persediaan dalam Neraca Keuangan
Daerah.
31
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 49
SKPD Provinsi terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas
pemberian, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan
Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial yang masih
berproses penatausahaan dan pelaporannya sebelum
berlakunya Peraturan Gubernur ini, tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya Belanja Hibah dan Belanja Bantuan
Sosial tersebut.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:
a. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 34 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan,
Penatausahaan, Pertanggungjawaban, Pelaporan serta
Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah dan Belanja
Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat
(Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 Nomor 34
Seri E);
b. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2017
tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Barat
Nomor 34 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penganggaran,
Pelaksanaan, Penatausahaan, Pertanggungjawaban,
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah
dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa
Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017
Nomor 4);
c. Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 34
Tahun 2016 tentang Tata Cara Penganggaran,
Pelaksanaan, Penatausahaan, Pertanggungjawaban,
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi Belanja Hibah
dan Belanja Bantuan Sosial yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa
Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2019
Nomor 18),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
32
Pasal 52
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatanya
dalam Berita Acara Daerah Provinsi Jawa Barat.
Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 1 Maret 2021
ttd
ttd
SETIAWAN WANGSAATMAJA
A. FORMAT NPHD
NOMOR :
Pasal 1
JUMLAH DAN TUJUAN HIBAH
(1) PIHAK KESATU pada Tahun Anggaran ...... memberikan belanja hibah
kepada PIHAK KEDUA, berupa uang sebesar Rp......... (............... rupiah).
(2) PIHAK KEDUA menyatakan menerima belanja hibah dari PIHAK KESATU
berupa uang sebesar Rp......... (............... rupiah).
(3) Besaran belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
rencana penggunaan belanja hibah/proposal yang diajukan PIHAK
KEDUA, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Naskah Perjanjian
Belanja Hibah Daerah (NPHD) ini, meliputi:
No URAIAN JUMLAH (Rp)
1 ...... ......
2 ...... ......
JUMLAH ......
(4) Penggunaan belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan
untuk ..............................
Pasal 2
PENCAIRAN BELANJA HIBAH
(1) Pencairan belanja hibah berupa uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) PIHAK KEDUA mengajukan permohonan kepada PIHAK KESATU, dengan
melampirkan:
a. Surat Permohonan Pencairan Belanja Hibah, dilengkapi rencana
penggunaan belanja hibah;
b. Naskah Perjanjian Belanja Hibah Daerah;
c. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atas nama .........;
d. Fotokopi Rekening Bank yang masih aktif atas nama .........;
e. Surat keterangan domisili dari kelurahan/desa setempat (untuk badan,
lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia); dan
f. Pakta integritas/Surat Pernyataan Tanggung Jawab.
(3) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dibayarkan
melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Daerah Provinsi Jawa
Barat ke Rekening ........, sebagaimana ketentuan yang berlaku.
(4) PIHAK KEDUA dilarang mengalihkan sebagian atau seluruh belanja hibah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pihak lain dengan dalih
apapun juga, kecuali diatur lain sebagaimana tercantum dalam NPHD ini.
(5) Setelah menerima pencairan belanja hibah dari PIHAK KESATU,
selanjutnya PIHAK KEDUA segera melaksanakan kegiatan dengan
berpedoman pada rencana penggunaan hibah/proposal sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3
Pasal 3
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KESATU
(1) PIHAK KESATU mempunyai hak:
a. menunda pencairan belanja hibah, dalam hal PIHAK KEDUA
tidak/belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan;
b. menerima Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Hibah dari
PIHAK KESATU.
c. menerima sisa dana hibah, dalam hal sampai akhir kegiatan masih
terdapat sisa dana hibah.
(2) PIHAK KESATU mempunyai kewajiban:
a. mencairkan belanja hibah, dalam hal seluruh persyaratan dan
kelengkapan berkas pengajuan pencairan dana telah dipenuhi oleh
PIHAK KEDUA; dan
b. melaksanakan evaluasi dan monioring terhadap penggunaan belanja
hibah.
Pasal 4
HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
(1) PIHAK KEDUA mempunyai hak menerima belanja hibah, dalam hal
seluruh persyaratan dan kelengkapan berkas pengajuan pencairan dana
telah dipenuhi oleh PIHAK KEDUA.
(2) PIHAK KEDUA mempunyai kewajiban:
a. menandatangani Pakta Integritas/Surat Pernyataan Tanggungjawab
Permohonan Belanja Hibah;
b. membuat dan menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Belanja Hibah PIHAK KESATU melalui ......, paling lambat
3 (tiga) bulan setelah kegiatan selesai;
c. mematuhi proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam hal dana hibah digunakan
untuk pengadaan barang dan jasa; dan
d. mengembalikan sisa dana hibah ke Kas Umum Daerah Provinsi Jawa
Barat dengan nomor rekening 001 021 0238361 dan menyerahkan
bukti setorannya kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Provinsi Jawa Barat, dalam hal sampai akhir kegiatan masih terdapat
sisa dana hibah.
Pasal 5
SANKSI
Dalam hal PIHAK KEDUA melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 2
ayat (4), dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis,
penundaan/penghentian pencairan/penyaluran belanja hibah atau sanksi lain
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4
Pasal 6
LARANGAN
Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilarang untuk dilakukan
pemotongan oleh pihak manapun, dalam jumlah berapapun, untuk tujuan
apapun. Dalam hal terjadi pemotongan, maka pelakunya harus dilaporkan
kepada yang berwajib dan diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 7
BEA MATERAI, PAJAK-PAJAK DAN BIAYA LAIN-LAIN
Biaya materai, pajak-pajak serta biaya lainnya yang timbul sehubungan
dengan pelaksanaan Perjanjian Hibah Daerah ini, menjadi beban dan
tanggungjawab PIHAK KEDUA, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 8
PENUTUP
Hal-hal yang belum dan/atau belum cukup diatur dalam Perjanjian Hibah
Daerah ini akan diatur kemudian oleh PARA PIHAK berdasarkan kesepakatan
bersama yang dituangkan dalam Perjanjian Tambahan (addendum), yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian Hibah Daerah ini.
Demikian Perjanjian Hibah Daerah ini dibuat dan ditandatangani oleh
PARA PIHAK di Bandung pada hari, tanggal, bulan dan tahun tersebut di atas
dalam rangkap 2 (dua) bermaterai cukup, masing-masing mempunyai
kekuatan hukum yang sama
.................................... ....................................
5
CONTOH FORMAT
KETERANGAN HASIL VERIFIKASI ADMINISTRASI
KELENGKAPAN DOKUMEN PERSYARATAN PENCAIRAN
BELANJA HIBAH KEPADA <JENIS BELANJA HIBAH>
<PROGRAM/KEGIATAN/SUB KEGIATAN>
TAHUN ......
Nama : ...........................................................................
NIP : ...........................................................................
Jabatan : ...........................................................................
Instansi : ...........................................................................
Materai 10.000
CONTOH FORMAT
(UNTUK BEBERAPA PENERIMA)
Keterangan:
1. SP (Surat Permohonan Pencairan) 3. KTP (jelas) 5. Rek Bank (jelas) 7. SPTJB (jelas)
2. RPB (Rincian Penggunaan Belanja) 4. NPHD (jelas) 6. SKDm (Surat Keterangan
Domisili)
7
CONTOH FORMAT
(UNTUK SATU PENERIMA)
Mengetahui/menyetujui:
Kepala Bidang,
lambang
[Nama Lambang/Organisasi Pelaksana]
UNTUK
DAFTAR ISI
Halaman
− Kata Pengantar i
− Data Pokok Penerima Bantuan ii
I. Laporan Kegiatan
1. Latar Belakang ...
2. Maksud dan Tujuan ...
3. Ruang Lingkup Kegiatan ...
4. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan ...
5. Daftar Personalia Pelaksana ...
6. Penutup ...
III. Lampiran:
1. Dokumentasi Kegiatan/barang
2. Salinan Naskah Perjanjian Hibah
10
KATA PENGANTAR
<nama lengkap>
<NIP ..jika ada>
11
I. LAPORAN KEGIATAN
1. Latar Belakang
<diuraikan latar belakang kegiatan sesuai dengan proposal yang diajukan
sebelumnya>
6. Penutup
<uraiakan kata penutup paling banyak 10 (sepuluh) baris>
(nama lengkap)
13
Anggaran
Sesuai
%
No Uraian Penggunaan Rencana Realisasi
Realisasi
Penggunaan
Belanja
1 2 3 4 5=4/3*100
.
1) ......<sesuai rincian jenis biaya>
2) ......<sesuai rincian jenis biaya>
3) ......<sesuai rincian jenis biaya>
Jumlah
(nama lengkap)
(nama lengkap)
III. Lampiran:
1) Dokumentasi Kegiatan/Barang
2) Salinan Naskah Perjanjian Hibah
14
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
(LPJ)
BANTUAN SOSIAL
<sebutkan Nama/Judul Kegiatan yang dibiayai dari belanja bantuan sosial>
<tahun>
lambang
[Nama Lambang/Organisasi Pelaksana]
RINCIAN PENGGUNAAN
BELANJA BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG
Pengeluaran
No Uraian kegiatan
Volume Harga Satuan Jumlah
1 2 3 4 5=3x4
Hormat kami,
< nama jabatan pimpinan>
<nama lengkap>
Lampiran:
Dokumentasi kegiatan/barang
ttd