Disusun Oleh :
Vina Maulinda (15320304)
Mona Flavia (20320264)
Kinanti Dian Trirahma (20320064)
Tsurayya Az-zahra (20320177)
Nabila Dian Alfanda (20320207)
A. Deskripsi Permasalahan
D. Analisis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pada masa ini dunia sedang diguncang oleh pandemik hebat bernama Covi
d-19 (Corona Virus Disease). Kasus covid-19 ini awalnya muncul di Wuhan, Pro
vinsi Hubei, China pada tahun 2020. Penyakit ini disebabkan oleh virus corona ba
ru yang bernama Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARSCO
V-2). Virus ini sangat cepat ditularkan, karena penyebarannya yang begitu cepat i
ni, masyarakat akhirnya di himbau agar mengurangi aktivitas diluar ruangan dan t
etap berada rumah. Pemerintah juga menerapkan physical distancing untuk mengu
rangi resiko penyebaran virus covid-19.
Kondisi ini membuat dampak yang besar bagi Indonesia, seperti tatanan ek
onomi di Indonesia menjadi aspek terbesar yang terkena imbasnya, kemudian aspe
k keagamaan pun harus menyesuaikan dengan kondisi wabah covid-19. Umat bera
gama diharuskan mengikuti protokol kesehatan, sehingga beberapa ritual keagama
an yang dilakukan secara berjamaah di rumah ibadah, praktek kerukunan umat ber
agama dan praktek keagamaan lainnya diharuskan untuk mengikuti protokol kese
hatan yang telah di tetapkan oleh WHO. Salah satu dampak besar turunan Covid-1
9 terhadap pelaksanaan ibadah bagi umat muslim adalah pelaksanaan ibadah haji
yang harus dibatalkan.
Pandemik COVID-19 ini memaksa pemerintah Indonesia untuk mengeluar
kan Keputusan Kementerian Agama (Menag) Nomor 660 tahun 2021 yaitu tentan
g Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tah
un 1442H/2021M. Selain karena belum ada kejelasan dari pemerintah kerajaan Ar
ab saudi, langkah ini diambil karena belum redanya pandemi Covid-19. Keputusa
n pemerintah ini berdasar pada pertimbangan keselamatan dan kesehatan alasan ut
ama untuk tidak memberangkatkan jamaah haji di tahun 2021.
Keputusan pembatalan haji yang dikeluarkan oleh Kemenag bukan tanpa k
onsekuensi dan dampak tersendiri. Selain dirasakan oleh jamaah yang sudah bersi
ap untuk berangkat haji, kebijakan ini juga dirasakan oleh para penyelenggara haji
dan umrah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Masalah
Krisis adalah sebuah keadaan yang dipersepsi tidak dapat diprediksi dan
bersifat mengancam harapan pemangku kebijakan serta secara serius dapat
mempengaruhi hasil kerja sebuah organisasi sehingga meghasilkan kinerja
yang buruk[ CITATION Coo15 \l 1033 ] . Untuk menangani keadaan krisis,
diperlukan jenis komunikasi khusus yang disebut komunikasi krisis.
Komunikasi krisis dapat dijelaskan sebagai pengumpulan, pemrosesan, serta
penyebaran informasi yang dilakukan untuk menangani situasi krisis (Akhyar
& Pratiwi, 2019). Dalam melakukan komunikasi krisis, dasar yang harus
dipenuhi adalah merespon dengan sesegera mungkin dengan jangka waktu
minimal 40 menit hingga maksimal 12 jam setelah keadaan krisis terjadi, jika
organisasi gagal mengeluarkan informasi yang relevan, persentase
kepercayaan publik akan menurun (Pinsdorf, dalam Akhyar & Pratiwi, 2019).
Berikut adalah jenis-jenis krisis menurut tipe waktu yang dikelompokkan
oleh [ CITATION Cut00 \l 1033 ]:
1) Immediate crisis, atau krisis yang bersifat segera. Tipe krisis ini adalah tipe
yang paling ditakuti oleh perusahaan, karena krisis yang terjadi muncul se
cara tiba-tiba tanpa adanya sinyal-sinyal yang menandakan bahwa krisis ak
an muncul. Perusahaan juga tidak mempunyai waktu untuk melakukan per
encanaan riset. Tipe krisis ini datang dikarenakan adanya bencana yang ter
jadi dan berdampak pada perusahaan. Misalnya, gempa bumi, kebakaran, d
an serangan bom. Krisis jenis ini sangat memerlukan konsensus terlebih da
hulu untuk level manajemen yang tinggi. Hal ini dilakukan untuk mempers
iapkan rencana umum, agar ketika terjadi krisis seperti ini manajemen tida
k kebingungan dan setidaknya bisa tahu bagaimana cara menghadapi krisis
jenis seperti ini.
2) Emerging crisis, atau krisis baru muncul. Tipe krisis ini masih memerluk
an seorang praktisi PR untuk terlebih dahulu meneliti krisisnya sebelum m
asalahnya meledak dan dapat membuat perusahaan atau organisasi mengal
ami kerusakan. 38 Jurnal Ultimacomm Vol. 11 No. 1, Jun 2019 Contoh da
ri tipe krisis ini adalah rendahnya semangat karyawan dalam bekerja, terja
dinya pelecehan seksual di tempat kerja, penyalahgunaan jabatan dan lain
sebagainya.
3) Sustained crisis, atau krisis bertahan. Tipe krisis ini adalah krisis yang s
udah lama berlalu, tetapi masih saja muncul dalam kurun bulanan atau tah
unan. Padahal masalahnya telah diatasi dengan sebaik mungkin oleh pihak
manajemen perusahaan. Contoh krisis dari tipe ini adalah spekulasi atau ru
mor tentang perusahaan yang menyebarluas dari mulut ke mulut, lalu dise
barluaskan oleh media massa, sehingga hal ini tidak dapat terkontrol oleh
para praktisi PR.
Saat ini Internet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari, oleh karena itu peru
sahaan–perusahaan memanfaatkan internet untuk berkomunikasi, perusahaan
tersebut juga bekerja sama dengan media massa seperti berita yang tentu juga
memanfaatkan internet untuk memperluas jangkauan. Sebelum ada internet m
ereka hanya bisa menyebarkan berita melalui koran atau radio, namun setelah
adanya internet, media massa menggunakan blog ataupun aplikasi seperti fac
ebook, Instagram, twitter, dan media sosial lainnya yang menunjang tersebarn
ya berita secara cepat. Terlebih dalam kegiatan komunikasi krisis yang dinilai
menjadi lebih kompleks di era digital. Jika penanganan krisis dilakukan deng
an cara tradisional maka akan kurang efektif. Strategi komunikasi krisis di era
digital tidak terbatas hanya pada penggunaan internet sebagai media, namun j
uga perlu diperhatikan perubahan pada prinsip dan cara komunikasinya.
Terdapat tiga kondisi yang pada umumnya terjadi dalam krisis, yaitu:
D. Analisis
Dalam menangani krisis yang terjadi akibat pembatalan ibadah haji jamaah
Indonesia tahun 2021, pemerintah, dalam hal ini Menag menggunakan beberapa
strategi, di antaranya:
1. Mortification strategy, hal ini dapat dilihat dari pernyataan Sekjen Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa keputusan pembatalan yang
dilakukan sudah melalui tahap pertimbangan yang matang dari pemerintah
serta konsultasi dan koordinasi dari berbagai pihak yang terkait. Bentuk
mortification strategy yang dilakukan Menag dalam hal ini adalah
repentance, yaitu meminta maaf tanpa memberikan kompensasi kepada pihak
terdampak, serta retrification, yaitu membuat pernyataan untuk
menanggulangi atau mencegah kasus serupa terjadi di tahun selanjutnya.
2. Ingratiation strategy dalam bentuk praising others, strategi ini tecermin
dalam salah satu pernyataan Menag yang berterima kasih kepada calon
jamaah haji Indonesia karena telah mengalami dua tahun penundaan serta
pembatalan karena pandemic Covid-19. Menag memuji dan berterima kasih
atas kesabaran para calon jamaah karena batalnya ibadah haji mereka. Dalam
hal ini, strategi yang dilakukan oleh Menag bertujuan untuk mencari
dukungan dari public atas keputusan pembatalan yang telah ditetapkan.
3. Nonexistence strategies, bentuk yang dilakukan Menag dalam melakukan
strategi ini yaitu clarification. Strategi ini dapat dilihat dari pernyataan Menag
yang mengatakan bahwa tidak ada permasalahan antara Saudi dengan
Indonesia. Menag juga membantah bahwa pembatalan yang terjadi
disebabkan karena Indonesia yang memiliki hutang kepada Saudi. Namun,
Menag menjelaskan bahwa pembatalan pemberangkatan dilakukan karena
menimbang keselamatan para jamaah haji. Menag mengaku bahwa akan sulit
untuk memastikan keselamatan jamaah dalam jumlah besar dan bergabung
dengan banyak orang dari negara lain. Keterbatasan hari dan adanya rute
ibadah haji yang tidak dapat dilaksanakan juga mendasar pembatalan ibadah
haji 2021.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA