Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Dermatitis adalah epidermo yang berupa gejala subyektif pruritus dan
obyektif tampak imflamasi eritema ( arief masjoer : 1998).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( umlamasi pada kulit ) yang
disertai dengan pengelupasan kulit ari. ( Brunner dan Suddart : 2000 ).
Dermatitis Seboroik ( Seborrhoeic Dermatitis, Seborrheic Dermatitis )
merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk lesi squamosa (bercak
disertai semacam sisik), bersifat kronis, yang sering terjadi di area kulit
berambut dan area kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea ( kelenjar
minyak, lemak ), seperti kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas dan area
pelipatan tubuh (ketiak, selangkangan, pantat).
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit
yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai
oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk
yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah
lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Ketombe berhubungan
juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga
yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe
Cradle cap (penyakit kulit seboroik/dermatitis seboroik) adalah scaling
berwarna merah dan kuning, ruam berkulit keras yang terjadi pada kepala bayi
dan kadangkala pada lipatan kulit.
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang
biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat
menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun
dewasa. Cradle cap dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit
kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur
Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan
mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi,
baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat
mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik
dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa
pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada suatu survey
pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin, didapatkan
prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada
anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan
sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%)
terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat
terlihat pada hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit
Parkinson, paralisis fasial, pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang
menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–
obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering terjadi tetapi
masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih
parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.
C. ETIOPATOGENESIS
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya
adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang
rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Ini merupakan
dermatitis yang menyerang daerah–daerah yang mengandung banyak glandula
sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari
sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila
dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya
dipertimbangkan mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada
bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi
penyebabnya belum diketahui.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik,
pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien
dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang
normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah
seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan
punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk
mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek
bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi
jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini.
Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini
muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah
puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan
setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah
kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak
bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan
keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa
pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan
dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada
pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada
penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.
Pendapat para ahli tentang etiologi dermatitis seboroik, yaitu :
1. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi
berupa status seboroik.
2. Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis
seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel
T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen.
3. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik sebagai akibat
peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan.
Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga
menginduksi dermatitis seboroik.
D. KLASIFIKASI
Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Seboroik kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan
warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-
kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides).
Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas
sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe)5. Pasien mengeluhkan gatal di kulit
kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu
timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi
pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut.
Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.
Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga.
Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik.
Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.
Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga
sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi
nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika kumis
dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi
tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial.
2. Seboroik muka
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain
terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis.
Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu
dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-
laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah
jenggot disebut sikosis barbe.
3. Seboroik badan dan sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak,
inframama, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam
berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk
seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo,
kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
E. GEJALA KLINIS
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai
variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan
orang dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah
lipatan dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi
familial dan non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah
lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah
(blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area
jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus,
intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata
(eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan
simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema
ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan.
1. Pada Bayi
Selama bayi, ada tiga bentuk khas yang terjadi, yaitu :
a. Secara klinis, cradle cap muncul pada minggu ketiga sampai minggu
keempat dua gambarannya berupa eritema dengan skuama seperti lilin
pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan sering
menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah
dapat dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung
sulfur, asam salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo
T-gel).
b. Dermatitis seboroik pada bayi dapat meluas ke wajah, badan, diaper
area dan daerah fleksura.
c. Yang jarang adalah bentuk generalisata yang dikenal dengan nama
penyakit Leiner atau eritroderma desquativum. Penyakit ini ada dua
bentuk, familial dan non-familial.
2. Pada Dewasa:
Dermatitis seboroik pada orang dewasa juga memberikan gambaran
yang berminyak dengan eritema, krusta, dan skuama, dan meliputi kulit
kepala, wajah, aurikularis, daerah fleksura, dan badan.
a. Pada kulit kepala, merupakan tempat tersering dijumpai skuama yang
berminyak dengan warna kekuningan sehingga rambut saling lengket dan
kadang–kadang dijumpai krusta (Pityriasis steatoides), dandruff/
Pitiriasis sika (skuama kering dan berlapis–lapis dan sering lepas sendiri)
adalah manifestasi awal DS pada umumnya. Diawali dengan noda kecil
dan secara cepat menyerang kulit kepala. Tahap berikutnya eritema
perifolikuler dan skuama yang meluas menjadi bercak yang berbatas
tegas dan diskret atau meliputi sebagian besar kulit kepala dan di luar
batas tumbuh rambut pada bagian frontal kepala (disebut korona
seboroik). Jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga
terjadi alopesia dan rasa gatal.
b. Pada daerah wajah, skuama berlapis dapat dilihat bercak skuama yang
kuning. Kelopak mata eritema dan granular (blefaritis marginal) yang
sering dijumpai pada wanita dan kadang–kadang injeksi konjungtiva.
Kelopak mata daerah kekuningan, skuama halus, batasnya tidak jelas,
dan kadang–kadang disertai rasa gatal. Jika menyerang glabella, terdapat
kulit yang pecah dan bagian tengahnya mengerut disertai skuama halus
dengan dasar yang eritema. Pada lipatan nasolabial dan alae nasi terdapat
skuama kekuningan dan kadang–kadang disertai fissure. Pada laki–laki,
folikulitis dapat terjadi pada kelopak mata bagian atas. Hal ini sering
dijumpai pada laki–laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya.
Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.
c. Pada daerah badan yang mengenai daerah preseternal, interskapula,
ketiak, inframamma, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum, dan
nates) beberapa bentuk DS dapat terjadi, yang paling sering adalah
bentuk petaloid dan sering terlihat pada dada bagian depan dan daerah
interskapular. Lesi awal kecil, papul folikular yang berwarna merah
kecoklatan ditutupi dengan skuama yang berminyak, tapi lesi yang lebih
sering adalah papul folikular dan bercak multipel dengan skuama halus di
tengah dan skuama berminyak serta papul merah gelap di bagian pinggir.
Pada badan, bentuk lainnya adalah pitiriasiform yang terdiri dari
papulosquamous oval, disertai pitiriasis rosea.
d. Bentuk yang terakhir adalah generalisata, yaitu eritroderma dan
eritroderma eksfoliatif
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik
adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga
ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis.
Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian
epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai
pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut,
epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah
sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang,
hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung
netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas.
Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular.
Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain
dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan
gambaran psoriasis.
G. MANAJEMEN TERAPI
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan
keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan
anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal
dengan steroid topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung
kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres
emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.
1. Drug of choice
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti
inflamasi (immunomodulatory), keratolitik, anti jamur dan pengobatan
alternatif.
a. Obat anti inflamasi (immunomodulatory)
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit
kepala dengan steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut
pemberiannya dapat berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio
steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada
kulit.
Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh
korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah
berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara
topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti
inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek vasokonstriksi akan
mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek anti inflamasi yang
terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai dermatoses
yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya
efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat
sintesis DNA berbagai jenis sel.
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan
steroid topikal satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai
tambahan ke shampo. Steroid topikal potensi rendah efektif untuk terapi
dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah lipatan atau dewasa pada
persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama
dua minggu)3. Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini
memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi atrofi,
teleangiectasi dan dermatitis perioral.
Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus
(Protopix), krim pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti
inflamasi tanpa resiko atropi kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik
untuk terapi dimana wajah dan telinga terlibat, tetapi efeknya baru bisa
dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu.
b. Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan
keratolitik. Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik
adalah tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion
memliki efek keratolitik non spesifik dan anti fungi, dapat diberikan dua
atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan rambutnya
dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit
kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang
terkena seperti wajah.
c. Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan
dengan dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol
(Nizoral) dalam dua minggu, satu kali sehari regimen desonide
(Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada wajah. Shampo
yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai.
Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu.
Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat
berguna. Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan
flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga.
Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium
sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh
ragi lipopilik.
d. Pengobatan Alternatif
Terapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca
oil) merupakan minyak essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini
efektif dan ditoleransi dengan baik jika digunakan setiap hari sebagai
shampo 5%.
2. Penggunaan
a. Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah
jenggot.
Banyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi
secara efektif dengan memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari
dengan shampo anti ketombe yang mengandung 2,5 persen selenium
sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif lain shampo
ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala
dan daerah jenggot selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo
moisturizing dapat dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan
rambut. Setelah penyakit dapat dikendalikan frekuensi memakan shampo
dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu atau seperlunya. Solusio
topical terbinafin 1 % efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada kulit
kepala.
Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama
dapat dihilangkan dengan memberikan minyak mineral hangat atau
minyak zaitun pada kulit kepala dan dibersihkan dengan deterjen seperti
dishwashing liquid atau shampoo tar beberapa jam setelahnya.
Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan
moistening kulit kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid
0,01% dalam minyak pada malam hari diikuti dengan shampo pada pagi
harinya. Terapi ini dilakukan sampai dengan peradangan bersih,
kemudian frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai tiga kali
seminggu. Solusio kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau
dua kali sehari di tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat
gatal dan eritema hilang. Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu
sampai tiga minggu sampai gatal dan eritemanya hilang dan kemudian
dipakai lagi jika diperlukan. Pemeliharaan dengan shampo anti ketombe
dapat secara adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai steroid topikal
poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat
menyebabkan atrofi dan telangiectasi pada kulit.
Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut “cradle cap”.
Dapat mengenai kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena
dapat luas tetapi kelainan ini dapat sembuh secara spontan 6-12 bulan
dan tidak kambuh sampai dengan pubertas. Terapinya dapat dengan
memakai shampo antiketombe. Jika skuama mencakup daerah luas pada
kepala, skuama dapat dilembutkan dengan minyak yang disikan ke sikat
rambut bayi kemudian dibilas.
b. Penatalaksanaan pada wajah
Daerah pada wajah yang terkena dapat sering di cuci dengan
shampo yang efektif untuk seborik. Alternatif lain dapat dipakai kream
ketokonazone 2%, diberikan 1-2 kali. Hidrokortison 1% sering kali
diberikan 1-2 kali dan akan menghasilkan proses resolusi eritema dan
gatal. Losion Sodium sulfacetamide 10% juga efektif sebagai agen
topikal untuk dermatitis seboroik.
c. Penatalaksaan pada tubuh
Dapat diterapi dengan zinc atau shampo yang mengandung tar
batu bara atau dengan dicuci dengan sabun yang mengandung zinc.
Sebagai tambahan dapat dipakai krim ketokonazole 2 % dan atau krim
kortikosteroid, losion atau solusion yang dipakai 1-2 kali sehari. Benzoil
peroksida dapat dipakai untuk dermatitis seboroik pada tubuh. Pasien
harus membilas secara menyeluruh setelah pemakaian zat tersebut.
d. Penatalaksanaan dermatitis seboroik berat
Pada pasien dengan dermatitis seboroik berat yang tidak responsif
dengan terapi topikal yang biasa dapat di terapi dengan isotretionoin.
Isotretinoin dapat menginduksi pengecilan glandula sebasea sampai
dengan 90% dengan mengurangi produksi sebum. Isotretinoin juga dapat
dipakai sebagai anti inflamasi. Terapi dengan isotretinoin 0,1 – 0,3 mg/
kg BB/ hari dapat memperbaiki dermatitis seboroiknya. Kemudian dosis
pemeliharaan 5-10 mg/ hari efektif untuk beberapa tahun. Akan tetapi
isotretinoin memiliki efek samping serius, yaitu teratogenik,
hiperlipidemia, neutropenia, anemia dan hepatitis. Efek samping
mukokutaneus mencakup khelitis, xerosis, konjungtivitis, uretritis dan
kehilangan rambut. Penggunaan jangka panjang berhubungan dengan
perkembangan diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH).
Pendekatan lain pada pasien yang sulit dengan mencoba berbagai
macam kombinasi yang berbeda dari obat-obat yang biasa dipakai:
shampo anti ketombe, anti jamur dan steroid topikal. Jika ini gagal dapat
dipakai steroid topikal poten jangka pendek . Pilihan terapinya mencakup
steroid kelas III non fluorinate seperti mometasone furoate (Elocon) atau
menggunakan steroid ekstra poten kelas I atau steroid topikal kelas II
seperti clobetasol propionate (Temovate) atau fluocinonude (Lidex).
Steroid topikal kelas III harus dipakai lebih dulu, tetapi jika masih tidak
resposif dapat menggunakan kelas I. Obat tersebut dapat diberikan satu
sampai dua kali sehari, bahkan untuk wajah, tetapi harus dihentikan
setelah dua minggu sebab terjadinya peningkatan efek samping. Jika
pasien respon sebelum dua minggu, obat harus di stop sesegera mungkin.
Sebagian besar kortikosteroid tersedia sebagai solusio, losion,
kream dan ointment. Penggunaan vehikulum ini tergantung pasien dan
lokasi terapi. Losion dan kream sering digunakan pada wajah dan tubuh
sedangkan solusio dan ounment sering digunakan pada kulit kepala.
Umumnya pemakaian solusio kulit kepala lebih dipilih pada orang kulit
putih dan asia, untuk orang kulit hitam mungkin terlalu kering, ointment
merupakan pilihan yang lebih baik
H. PROGNOSIS
Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan
topikal dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi, penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DERMATITIS SEBHOROIK

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu
obat.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Subjektif : Gatal
2. Objektif :
a. Skuama kering, basah atau kasar.
b. Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
c. ( Yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang
telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong,
lipat paha dan skrotum ).
d. Kerontokan rambut.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan
turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan
kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya
kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit
yang telah rusak
Intervensi :
1) Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan
salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering
jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit.
Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk
mencegah penguapan air dari kulit.
2) Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan
pruritus.
3) Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit
sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan
alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan
keluhan.
4) Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali
per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen
Intervensi :
1) Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang
telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
2) Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang
mengandung alergen. Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari
memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area
rumah
3) Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila
memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa
alergen yang ada di lingkungan.

3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus


Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya
lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien
mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi :
1) Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya
kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-
garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan
prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
2) Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan
formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut
pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen
dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
3) Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak
ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat
menyebabkan iritas

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.


Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
 Mencapai tidur yang nyenyak.
 Melaporkan gatal mereda.
 Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
 Menghindari konsumsi kafein.
 Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
 Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
1) Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi
dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang
nyaman meningkatkan relaksasi.
2) Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan
gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3) Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
4) Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore
hari.
5) Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan
tertidur.

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak


bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
 Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
 Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
 Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
 Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
 Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
 Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
 Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan
teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
1) Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan
merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan
yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.
2) Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri
dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3) Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4) Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali
masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan
kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi klien .
5) Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias,
merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6) Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

6. Kurang pengetahuan tentang program terapi


Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
Menggunakan obat topikal dengan tepat.
Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1) Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana
penyuluhan
2) Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki
kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka
perbuat, kebanyakan klien merasakan manfaat.
3) Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan
lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk
melakukan terapi.
4) Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk
kambuh kembali
D. EVALUASI
1. Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
2. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
3. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
4. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
5. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
6. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Sularsito, Dr. Sri Adi, Et all. 1986. Dermatologi Praktis. Edisi I. Penerbit:
Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia, Jakarta
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Penerbit: EGC, Jakarta.
www.google.com

Anda mungkin juga menyukai