Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Ca Cervix

Pembimbing :
dr. Hendra Gunawan, Sp.OG

Disusun oleh :
Raymond Ferdinand Noelnoni
112017022

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT RAJAWALI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 02 JANUARI 2019 – 9 MARET 2019
Pendahuluan
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker
di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitology
dan pelayanan kesehatan di perbaiki. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang
perubahan perilaku sel epitel serviks. Resiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain
seperti perilaku seksual, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker serviks. Sebagian
besar penderita kanker serviks meninggal dunia. Hal ini terjadi karena pengetahuan masyarakata
tentang penyakit kanker masih kurang. Penyakit ini sering terlambat didiagnosis, sehingga sering
menyebabkan kematian.
Isi

Definisi
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui
ostium uteri eksternum.1

Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000 kasus. Data
ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan
data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden
dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan
sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah
wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang berkembang. 1, 2

Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus).
Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV dan 50 % kanker
serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan
seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang penting melalui sekresi
gen E6 dan E7 dengan mengode pembentukan prtotein-protein yang penting dalam replikasi
virus.2
Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi
tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen
retinoblastoma (pRb) menjadi tidak aktif. Factor lain yang berhubungan dengan kanker serviks
adalah aktivitas seksual terlalu muda (<16 tahun), jumlah pasangan seksual yang tinggi (>4
orang), dan adanya riwayat infeksi berpapil (warts). Karena hubungannya erat dengan infeksi
HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan penekan kekebalan (immunosuppressive) dan
penderita HIV berisiko menderita kanker serviks.2
Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lender serviks wanita
perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV
mencetuskan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna. 2
Terdapat juga hal hal yang dijadikan faktor risiko penting berdasarkan studi
epidemiologi,
a. Aktivitas seksual pada usia muda. Hal ini berhubungan dengan belum
matangnya daerah transformasi pada usia tersebut bila sering terekspos.2,3,4
b. Merokok, beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, penemuan lain menemukan nikotin pada
cairanserviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan
bersama- sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan kearah kanker.2,3,4
c. Mempunyai anak banyak, kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang
sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko
terjangkit kanker serviks. 2,3,4
d. Sosial ekonomi rendah, infeksi HPV lebih sering terjadi pada wanita dengan
pendidikan dan pendapatan rendah. Hal ini juga berhungan dengan kebersihan
genitalia. 2,3,4
e. Penyakit menular seksual, jika pasien memiliki PMS, memiliki resiko tinggi
untuk terkena infeksi HPV.2,3,4

Patofisologi
Infeksi dari virus HPV harus ada agar kanker servix dapat terjadi. Infeksi HPV sering
terjadi pada wanita yang aktif seksual. Namun, sekitar 90% infeksi HPV dapat sembuh sendiri
dalam beberapa bulan atau beberapa tahun tanpa meninggalkan adnaya sequele. Rata rata sekitar
5% dari infeksi HPV yang akan menjadi kanker dengan grade CIN 2 atau 3 dalam kurun waktu 3
tahun infeksi.3
Virus HPV ini mencakup grup virus DNA double-stranded. Hingga saat ini terdapat lebih
dari 115 fenotip HPV yang telah teridentifikasi. Dari studi multinasional yang dilakukan
mengenai kanker servix, 90% kasus di dunia disebabkan oleh 8 tipe HPV, yaitu tipe
16,18,31,33,35,45,52, dan 58. 3 tipe yaitu 16,18, dan 45, menyebabkan 94% dari kasus
adenokarsinoma. HPV tipe 16 memiliki risiko lebih tinggi untuk menyebabkan kaker
dibandingkan tipe lainnya.3
Infeksi di mulai dari virus yang masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem
terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin.
Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7.
Mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks
adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblasmtoma (Rb). Protein E6 mengikat p53
yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proliferasi sel itu sendiri. Protein
E6 dan E7 pada HPV jenis yang risiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap
protein p53 dan protein Rb, jika dinadingkan dengan HPV yang tergolong risiko rendah. Protein
virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel.
Perjalanan kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun.
Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40
tahun. 4

Klasifikasi
Klasifikasi kanker servix dapat di bagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan
histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi
berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of
Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih kurang
setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada dasar
ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini
dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah). 4
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya, dipertimbangkan
sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan
sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu
disebut dysplasia sedang atau moderat).4
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk
luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma
yang parah ditempat asal. 4
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata
"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada permukaan
dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US,
yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat
meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-perubahan
karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.
HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-
sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat4
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis
Stadium kanker serviks menurut FIGO 20188
Stadium Kriteria
I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik kedalaman
invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm
Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm
Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm
Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari 5 mm
Ib1 Karsinoma Invasif dengan kedalaman lebih dari 5 mm dan lebar terbesar
kurang dari 2 cm
Ib2 Karsinoma Invasif dengan diabeter terbesar antara 2 cm sampai 4 cm
Ib3 Karsinoma Invasif dengan diabeter terbesar 4 cm atau lebih
II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke
parametrium belum mencapai dinding panggul
IIa Menginvasi 2/3 bagian atas tapi belum melibatkan parametrium
IIa1 Diameter terbesar kurang dari 4cm
IIa2 Diameter terbesar 4 cm atau lebih
IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai panggul
III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai sampai
dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal
dimasukkan ke dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan
oleh sebab lain.
IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai
dinding panggul.
IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan
fungsi ginjal
IIIc Melibatkan kelenjar limfe pelvis dan atau para-aorta, tanpa memperhatikan
ukuran tumor
IIIc1 Metastasis hanya pada kelenjar limfe pelvis
IIIc2 Metastasis pada kelenjar limfe para-aorta
IV Perluasan ke luar orga reproduktif
IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rectum
IVb Metastase jauh

d. Klasifikasi berdasarkan system TNM4


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara histologik

T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul


Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan klinik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada umumnya lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah terjadi kanker invasive,
gejala yang paling umum perdarahan (perdarahan saat berhubungan) dankeputihan. Pada stadium
lanjut, gejala dapat berkembang menjadinyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan
tumor di daerah pelvik kearah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.1,3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan klinik meliputi inspeksi, kolposkopu, biopsy serviks, USG, sistoskopi, rektoskopi,
USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan
metastasis ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik.
Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan
sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih 1,3

Diagnosis banding5
1) Adenokarsinoma endometrial
2) Polip endoservikal
3) Chlamydia trachomatis atau IMS lainnya pada wanita dengan keluhan perdarahan vagina,
nyeri pelvis, servix yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah
berhubungan seksual)
Tatalaksana
Tatalaksana Lesi Prakanker
Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai
dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada. Pada tingkat
pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining atau
deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit
approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya
dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang
sudah terlatih. 1,3
Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasikan untuk
konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan
tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the
Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik. 1,3
Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan
dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. 1,3

Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi : 1,3


 LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan
observasi 1 tahun.
 HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6
bulan.

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:


1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal Beberapa metode terapi destruksi lokal antara
lain: krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode
tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker
yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa
yang baru.
a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode
pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6 menit (teknik
Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan
terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2)
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid
protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.

b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan
melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk
konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu
terapi lanjutan.

c. Diatermi Elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif
jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum.
Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1
cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.

e. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan
listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen,
dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang
gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan
dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa
serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang
mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau
sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

Terapi untuk kanker serviks invasif


Stadium Ia1
Pada stadum ini dimungkinkan untuk dilakukan tindakan terapi yang lebih konservatif seperti
histerektomi simple. Namun jika pasien ingin hamil dapat dilakukan tindakan konisasi serviks
asalkan pada pemeriksaan histopatologis tidak dijumpai sel tumor pada tepi sayatan konisasi.
Namun jika ada invasi ke kelenjar limfe maka dilakukan histerektomi radikal.2
Stadium Ia2
Kasus pada stadium ini diharuskan untuk histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar
getah bening pelvis atau dilakukan radiasi. Bagi penderita yang ingin hamil dapat dilakukan
trakhelektomi.2

Stadium Ib
Pada stadium ini dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening
atau dilakukan radiasi.2

Stadium IIa
Jenis terapi sangat individual, bergantung pada perluasan tumor ke vagina. Keterlibatan vagina
yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvis, dan vaginektomi
bagian atas.2

Stadium IIb, III, dan IVa


Pada kasus-kasus stadium lanjut ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan operatif karena tumor
tellah menyebar jauh ke luar dari serviks. Kemoradiasi berbasis platinum memberikan hasil yang
lebih baik disbanding radiasi saja. Pemberian sisplatin tunggal sama efektifnya dengan
kombinasi ifosfamid. Khusus pada stadium IVa dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung
kemih lebih disukai operasi eksenterasi daripada radiasi.2

Stadium IVb
Kasus dengan stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahan hidup
sampai setahun semenjak diagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan umum memungkinkan
dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tapi hanya bersifat paliatif.2
Pencegahan
Pencegahan primer
- Menghindari faktor-faktor resiko seperti tidak berhubungan seksual pada usia muda,
tidak merokok, tidak menderita penyakit menular seksual.
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi
wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk
ke dalam tubuh sebelum, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi
rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini
dikembangkan 2 jenis vaksin:6,7
- Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung
dari infeksi HPV
- Vaksin pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang
terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.6,7
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat
local dan selalu dihubungkan dengan penguranganlesi dan bersifat melindungu terhadap
infeksi HPV genotip yang sama.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klini, yaitu
Cervarik dan Gardasil:
1. Cervarix
Jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo Smith
Kline Biological, Rixensart Belgium. Pada preparat ini, protein L1 dari HPV
diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat
merangsang system imun. Preparat ini diberikan secara im dalam tiga kali pemberian
yaitu bulan ke 0, kemudian bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml.

2. Gardasil
Vaksin quadrivalent 40μg protein HPV 11 L1 HPV (Gardasil yang diproduksi merck)
protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinan
vector Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20 μg protein
HPV6 LI, 40 μg protein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV 18 L1.

Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu terpapar
infeksi HPV. Vaksin mulai diberikan pada usia 10 tahun. Vaksin ini diberikan secara IM 0,5 cc
diulang 3 kali. Produk cevarix diberikan bulan ke 0,1, dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0,2,
dan 6.6,7

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks
yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan
penyembuhan dapat ditingkatkan. Program skrininng dengan pemeriksaan sitology (pap smear)
terbukti mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam 20 tahun.

Papsmear
Metode pap smear yang umum yaitu menggunakan sikat atau spatula untuk mengambil sedikit
sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium.
Tes itu dapat mengungkapkan apakah adanya infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Pap semar
digunakan sebagai skrining karena memiliki sensitivitas sedang(51-88%) dan spesifitas tinggi
(95-98%).7
Syarat:
- Tidak menstruasi . waktu terbaik adalah antara hari ke 10-20 setelah hari pertama
menstruasi
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, obat-obatan
pervagina.
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam asetat 3-5%
dan kemudian di inspeksi secara kasat mata oelh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks
diulas asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.7
Program skrining oleh WHO:
- Skrining pada wanita usia 35-40
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan tes IVA bila (+) adalah 1 tahun, bila hasil (-)
adalah 5 tahun.
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang dating bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual.

HPV test
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes Papanicolau. Jika
perempuan memiliki tes hasil papanicolau menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV postif, maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah
merupakan indikasi. Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara
mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin.7

Prognosis
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosis dan
dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat baik berupa tindakan pembedahan
maupun radiasi yang oleh alasan tertentu tidak sesuai jadwal akan mengurangi tingkat
keberhasilan terapi. Factor resiko yang berhubungan dengan prognosis adalah invasi KGB.
Kelangsungan hidup penderita dengan invasi KGB walau telah mendapat terapi adjuvant tetap
lebih buruk daripada penderita tanpa invasi KGB.2

Daftar Pustaka
1. Andrijono, et al. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Kemenkes RI. Jakarta. 2012.
hal.1-8.
2. Edianto D. Onkologi Ginekologi. Ed 1. PT Bina Pustaka Sarwonoprawirohardjo. Jakarta.
2010. hal. 442-53.
3. Boardman CH. Cervical cancer. [artikel internet][diunggah pada 28 oktober 2018]
[diunduh pada 27 Januari 2019][diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/253513-overview]
4. Boardnan CH. Cervical cancer staging.[artikel internet][diunggah pada 13 November
2015][diunduh pada 27 Januari 2018][diunduh dari :
https://emedicine.medscape.com/article/2006486-overview]
5. Pecorelli S: Revised FIGO staging for carcinoma of the vulva, cervix, and endometrium.
Int J Gynaecol Obstet 105 (2): 103-4, 2009
6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Ilmu Kandungan. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. Jakarta 2009. hal.380-7.
7. Beckmann CRB, et all. Obstetrics and Gynecology. Ed.6. Lipincott William and Wilkins.
Philadelphia. 2010. hal.385-7.
8. Bhatla N, Aoki D, Sharma ND, Sankaranarayanan R. cancer of the cervix uteri.[artikel
internet][diunggah pada tahun 2018][ diunduh pada 26 Januari 2019][diunduh dari :
http://trsgo.org/trsgoData/userfiles/file/cervix-02112018.pdf]

Anda mungkin juga menyukai