Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT ILMU

TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

“METODE ILMU PENGETAHUAN”

OLEH KELOMPOK :

I WAYAN WIANA 2129071002


NI PUTU YULISTIA HANDAYANI 2129071003
DINDA DWI FEBRIYANTI 2129071014

PRODI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat kemurahan-Nya makalah Metode Ilmu Pengetahuan ini dapat
kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
kami menyadari, bahwa proses penulisan makalah Metode Ilmu
Pengetahuan ini masih jauh dari kata sempurna baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan, saran dan usulan guna penyempurnaan makalah Metode Ilmu
Pengetahuan ini di kemudian hari.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3. Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Pengertian Metode Ilmu Pengetahuan.........................................................................5
2.2 Jenis Metode Ilmu Pengetahuan..................................................................................5
2.2.1 Metode Induktif....................................................................................................5
2.2.2 Metode Deduktif..................................................................................................8
2.2.3 Metode Positivisme..............................................................................................9
2.2.4 Metode Kontemplatif.........................................................................................11
2.2.5 Metode Dialektis................................................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................16
3.1 Simpulan....................................................................................................................16
3.2 Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rasa ingin tahu selalu dimiliki oleh seseorang untuk mengetahui sesuatu
hal dalam kehidupan ini. Rasa ingin tahu ini dapat dibedakan menjadi dua dimana
ada kalanya rasa ingin tahu hanya sekedar keingintahuan yang sebentar sedangkan
terkadang ada juga seseorang yang ingin mengetahui suatu hal karena memang
benar-benar ingin tahu sehingga dia akan mencari apa yang ingin diketahuinya itu
sampai dia mendapatkannya. Dari pencarian terhadap suatu hal yang ingin
diketahui itu didapatkan kemudian hal itulah yang dinamakan ilmu pengetahuan.
Namun, seseorang akan mengalami keragu-raguan dalam mengambil keputusan
untuk mendapatkan suatu pengetahuan. Dari perasaan ragu-ragu ini, seseorang
akan berusaha mencari kepastian. Dari keraguan yang muncul ketka seseorang
ingin mengetahui sesuatu hal atau membuat sebuah keputusan itulah yang
memulai adanya filsafat.

Bahrum (2013) menyatakan adapun tiga landasan dalam mencari suatu


ilmu pengetahuan diantaranya landasan pokok yaitu ontology, epistimologi, dan
aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui. Epistemologi membahas
tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas
tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Muhayani (2016) menyatakan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah,
yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut
ilmu harus tercantum dalam metode ilmiah. Kemudian munculnya ilmu
pengetahuan dari peran metode ilmiah dalam tataran transformasi yang
menjadikan pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.

3
Kirom (2011) menyatakan ilmu pengetahuan ialah rangkaian aktivitas
manusia yang rasional dan kognitif yang terdiri dari berbagai metode berupa
aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan
yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau
perorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman,
memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Metode-metode yang
digunakan untuk mencari ilmu pengetahuan sangat menentukan kebenaran dari
suatu ilmu pengetahuan tersebut. Untuk itu, pada kesmpatan ini akan dibahas
makalah dengan judul “Metode Ilmu Pengetahuan” yang membahas mengenai
pengertian metode ilmu pengetahuan dan macam-macam metode untuk
memperoleh ilmu pengetahuan

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang didapat dari pemaparan diatas, sebagai
berikut.
1) Apa pengertian metode ilmu pengetahuan?
2) Bagaimana jenis-jenis metode ilmu pengetahuan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah yang telah dibuat, sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pengertian metode ilmu pengetahuan
2) Untuk mengetahui jenis-jenis metode ilmu pengetahuan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Metode Ilmu Pengetahuan


Anwar (2007) menyatakan metode berarti cara teratur yang digunakan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikendaki.
Metode adalah suatu jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga
memiliki sifat yang praktis. Senn (dalam Muhayani, 2016) menyatakan metode
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai
langkah-langkah yang sistematis. Maka dari itu, metode ilmu penetahuan dapat
diartikan sebagai suatu cara di dalam memperoleh ilmu atau pengetahuan baru.
Dalam hal tertentu, metode keilmuan dipandang pula sebagai sebuah teori
pengetahuan yang dipergunakan untuk memperoleh jawaban-jawaban tertentu
mengenai suatu permasalahan atau pernyataan.

Prosedur keilmuan yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja,


tata langkah, dan cara atau teknik untuk mengembangkan pengetahuan yang ada
guna mencapai pengetahuan baru yang disebut ilmu merupakan metode ilmu
pengetahuan. Lewat pengorganisasian kegiatan keilmuan yang bersifat sistematis
dan pengujian pengamatan serta penalaran-penalaran logis atasnya maka manusia
mampu mengumpulkan pengetahuan secara kumulatif, walaupaun hal itu terus-
menerus bertumbuh dalam kritik, koreksi, serta penyempurnaan. Jadi, dapat
disimpulkan prosedur keilmuan yang digunakan oleh ilmuwan dalam pencarian
sistematis terhadap pengetahuan baru dan meninjau kembali pengetahuan yang
telah ada merupakan metode ilmu pengetahuan.

2.2 Jenis Metode Ilmu Pengetahuan


Suryati (2014) menyatakan jenis- jenis metode ilmu pengetahuan
diantaranya sebagai berikut.

5
2.2.1 Metode Induktif
Induktif ialah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu
kesimpulan. Dari pengertian induktif maka metode berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai
bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada. Hal
ini disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu
proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif. Sedangkan
induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan
pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih
umum dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilrnu
empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak
dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil
pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan -
pernyataan universal.

Sebagai contoh David Hume (dalam Sari, 2017)


menyatakan yang berada observasi tunggal betapapun besar
jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan
umum yang tak terbatas. dalam induksi setelah diperoleh
pengetahuan, maka akan dipergunakan ha-hal lain, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi juga akan
mengembang, bertotak dari teori ini kita tahu bahwa logam lain
yang kalau dipanasi juga akan mengambang. Dari contoh di atas
bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu
pengetahuan yang disebut juga dengn pengetahuan sintetik. Dapat
diartikan juga metode induksi adalah suatu cara atau jalan yang
dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan
bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang
bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
umum.

6
Sebagai gambaran apabila orang menerapkan cara
penalaran yang bersifat induktif berarti orang bergerak dari bawah
ke atas. Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu penalaran
dengan memberikan contoh-contoh tentang peristiwa-peristiwa
khusus yang sejenis kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
umum.

Sari (2017) menyatakan beberapa langkah yang diperlukan


proses penalaran sebagai berikut.

1. Langkah pertama adalah mengumpulkan fakta-fakta khusus


dilakukan observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan
seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat
atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2. Langkah kedua adalah perumusan hipotesis yang merupakan
jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang
terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut yang dapat
diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil
yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan
fokus kajian.
3. Langkah ketiga adalah mengadakan verifikasi yaitu suatu langkah
atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan
dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalis untuk
menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat
dijadikan satu teori.
4. Langkah keempat adalah perumusan teori dan hukum ilmiah
berdasarkan hasil verifikasi. Hasil akhir yang diharapkan dalam
induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Contoh dari
metode induktif adalah Misalnya, kita punya fakta bahwa sapi
punya mata, kucing punya mata, demikian juga anjing dan berbagai
binatang lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini dapat kita tarik
kesimpulan umum bahwa semua binatang mempunyai mata. Dari
uraian tersebut, nampak jelas bahwa penalaran induktif merupakan
proses penyimpulan secara umum dari hasil observasi yang

7
terbatas. Hasil kesimpulan yang diperoleh bisa jadi kurang valid
atau bisa mengakibatkan kesalahan penafsiran apabila data yang
dipergunakan kurang lengkap atau pola yang diamati kurang
spesifik.

2.2.2 Metode Deduktif


Deduksi ialah cara berpikir dimana dari pernyataan bersifat
umum ditarik kesimpulan bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir silogismus.
Silogismus, disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut
premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan
premis minor. Pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif
adalah hasil kesimpulan berdasarkan kedua premis tersebut.

Berpikir deduktif ialah proses pengambilan kesimpulan


yang didasarkan kepada premis-premis yang keberadaannya telah
ditentukan. Secara deduktif matematika menemukan pengetahuan
yang baru berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang
ditemukan ini sebenarnya hanyalah konsekuensi dari pernyataan
ilmiah yang telah kita temukan sebelumnya.

Metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara


kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada bentuk logis teori itu
dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau
ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian
teori dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-
kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut. Sedangkan metode
deduksi adalah suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-
hal atau masalah yag bersifat umum, kemudian menarik
kesimpulan yang bersifat khusus. Apabila orang menerapkan cara
penalaran yang bersifat deduktif berarti orang bergerak dari atas

8
menuju ke bawah. Artinya, sebagai langkah pertama orang
menentukan satu sikap tertentu dalam menghadapi masalah
tertentu, dan berdasarkan aatas penentuan sikap tadi kemudian
mengambil kesimpulan dalam tingkatan yang lebih rendah.

Melanjutkan contoh penalaran induktif di atas dapat dibuat


silogismus sebagai berikut :

Semua makluk mempunyai mata [premis mayor] ------ Landasan


[1]
Wiana adalah seorang makluk [premis minor] ------- Landasan [2]
Jadi Wiana mempunyai mata [kesimpulan] ---------- Pengetahuan
Kesimpulan yang diambil bahwa Wiana punya mata adalah
pengetahuan yang sah menurut penalaran deduktif, sebab
kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang
mendukungnya. Maka dapat disimpulkan pengertian deduktif ialah
pengambilan kesimpulan untuk suatu atau beberapa kasus khusus
yang didasarkan kepada suatu fakta umum. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala
terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala
tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan.

2.2.3 Metode Positivisme


August Comte (1798-1857) adalah seorang filsuf dari Perancis
yang sering kali disebut sebagai peletak dasar bagi ilmu Sosiologi
dan dia pula-lah yang memperkenalkan nama 'Sociology'. Istilah
positivisme paling tidak mengacu pada dua hal yaitu pada teori
pengetahuan (epistemologi) dan pada teori akal budi manusia.
Menghadapi filsafat positivisme Auguste Comte mengatakan
bahawa filsafat tersebut tidak lebih dari sebuah metode atau
pendirian saja. Sedangkan dilain pihak orang mengatakan bahwa
filsafat positivisme itu merupakan “sistem afirmai” sebuah konsep
tentang dunia dan manusia.

9
Di sisi lain positivisme juga merupakan pradigma ilmu
pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu
pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham
ontologi yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam
kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).
Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual yang
positif. Dia menyampingkan segala uraian persoalan di luar yang
ada sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang
diketahui positif, adalah segala yang nampak dan segala efode ini
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.

Comte juga berpendapat bawah perkembangan pemikiran


manusia berlangsung dalam tiga tahap teologis, metafisis, dan
positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik
segala sesuatu hehendak khusus. Pada tahap metafisik, kekuatan itu
diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang dipersatukan dalam
pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan
dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.

Pada intinya positivisme merupakan filsafat yang menyakini


bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang
didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian
hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode
saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Dari jejaknya positivisme dalam pengertian di atas dan sebagai
pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi
positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah
satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya
bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis
yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah. Dalam tahap teologi,
fenomena alam dan sosial dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan
spiritual. Pada tahap metafisik manusia akan mencari penyebab
akhir (ultimate causes) dari setiap fenomena yang terjadi. Dalam

10
tahapan ilmiah usaha untuk menjelasakn fenomena akan
ditinggalkan dan ilmuan hanya akan mencari korelasi antar
fenomena.

Pengembangan penting dalam paham positivisme klasik


dilakukan oleh ahli ilmu alam Ernst Mach yang mengusulkan
pendekatan teori secara fiksi. Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat
untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila fiksi
yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung
hal yang dapat diobservasi. Meskipun Comte dan Mach
mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi
(Comte mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan
pandangan Mach diteruskan oleh Samuelson dan Machlup).
Pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan
filosofi ilmiah pada abad 20 yang disebut logika positivisme
(logical positivism).

2.2.4 Metode Kontemplatif


Psikologi kontemplatif ialah psikologi yang membentuk bagian
intrinsik dari tradisi kontemplatif kebanyakan agama dunia. Oleh
karena itu, istilah psikologi kontemplatif tidak mengacu pada teori
psikologi akademis tentang kontemplasi, agama atau perilaku
religious, tetapi mengacu pada wawasan dan metode psikologis
yang sering kali secara implisit hadir dalam visi dan praktik agama
dan yang menjelaskan serta membimbing perkembangan
kontemplatif atau keagamaan. Psikologi kontemplatif membahas
pertanyaan tentang bagaimana kita dapat secara cerdas mendekati
dan memahami pengalaman hidup manusia. Metode yang
dilakukan dengan jalan merenungkan objek yang akan diketahui
dengan mempergunakan kemampuan berpikir Metode ini
mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun
akan berbeda-beda, harusnya dikembangkan satu kemampuan akal
yang disebut dengan intuisi. Psikologi kontemplatif menjadi

11
terlihat di ranah psikologi Barat ketika peneliti mulai mempelajari
metode yang digunakan untuk membantu individu memahami
pikiran, emosi, dan motivasi mereka sendiri. Tujuan dari praktik-
praktik ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang
dan lebih jauh lagi kualitas hidup orang lain. Penelitian dimulai di
Universitas Naropa dan dikembangkan secara ekstensif oleh Han
F. De Wit.

Psikologi Kontemplatif merupakan sebuah istilah yang


diciptakan oleh Han F. De Wit pada tahun 1991 ketika ia, seorang
psikolog teoritis di Vrije Universiteit di Amsterdam, menerbitkan
buku perintisnya psikologi kontemplatif. Tujuan dari proyek ini
adalah untuk membangun dialog antara psikologi kontemplatif dan
psikologi akademis. Sebagai langkah pertama, Han tidak
menawarkan psikologi kontemplatif sistematis, melainkan ia
menyarankan sebuah kerangka kerja di mana psikologi
kontemplatif yang lengkap dapat dikembangkan.

Sejauh ini, perhatian telah menjadi praktik kontemplatif dari


sebagian besar penelitian. Perhatian adalah praktik yang
memungkinkan seseorang untuk ada pada saat ini tanpa
menghakiminya. Penyerapan meditatif ini, sering disebut sebagai
samadhi dalam banyak tradisi timur, sama dengan kontemplasi
dalam tradisi Barat. Gerald G. May mengembangkan gagasan ini
dalam bukunya Will and Spirit dengan membedakan antara
keinginan dan keinginan. Kemauan jelasnya, adalah usaha
penguasaan seseorang atas jiwa, sementara kemauan adalah
penyerahan diri sendiri pada suatu cara hidup. Praktik kontemplatif
memungkinkan orang untuk mengembangkan pengalaman yang
bermakna yang melekat pada tradisi religius dan spiritual yang
hampir tidak ada dalam psikologi mekanistik modern saja.

12
2.2.5 Metode Dialektis
Dialektika dalam bahasa Inggris yaitu dialectic berasal dari
bahasa Yunani dialektos yang mempunyai arti pidato,
pembicaraan, dan perdebatan. Dialektika merupakan seni atau ilmu
yang berawal dari suatu penarikan pembedaan-pembedaanyang
sangat ketat, dialektika ini kiranya bisa kita jumpai pada awal
munculnya yaitu dimulai oleh Zeno, kemudian Sokrates, dan
dikembangkan oleh Plato. Walaupun arti awal dialektika sebatas
seni atau ilmu tentang bagaimana berpidato, bagaimana kita
berbicara atau bagaimana kita berdebat, namun perananya dari
waktu-kewaktu tidak bisa kita pungkiri sangatlah signifikan,
karena interprestasi mengenai hakikatnya dan penghargaan atas
kegunaanya sangat berfariasi sepanjang sejarah filsafat dan tidak
terpaku hanya dalam tiga persoalan tersebut.

Dialektika dalam filsafat mula-mula berarti metode tanya


jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan
oleh Socrates. Namun, Plato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah
dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-
ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti
kecakapan untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan
ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu
pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertola
paling kurang dua kutub.

Hegel menggunakan metode dialektis untuk menjelaskan


filsafatnya, lebih luas dari itu, menurut Hegel dalam realitas ini
berlangsung dialektika. Dan dialektika di sini berarti
mengompromikan hal-hal berlawanan seperti:

1. Diktator. Di sini manusia diatur dengan baik, tapi mereka


tidak punya kebebasan (tesis).

13
2. Keadaan di atas menampilkan lawannya, yaitu Negara anarki
(anti tesis) dan warga Negara mempunyai kebebasan tanpa
batas, tetapi hidup dalam kekacauan.
Tesis dan anti tesis ini disintesis, yaitu Negara demokrasi.
Dalam bentuk ini kebebasan warga negara dibatasi oleh undang-
undang dan hidup masyarakat tidak kacau.

Sampai sekarang dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali


berurusan dengan berbagai persoalan terutama berhubungan
dengan logika atau ilmu berpikir. Semua pertanyaan yang diajukan
oleh persoalan logika hanya boleh dijawab dengan kata ”ya” atau
”tidak”. Menurut logika,”ya”, bukan berarti ”tidak”. Dan ”tidak”
itu sama sekali ”tidak”, bukan berarti ”ya”.

Sebagai perumpamaan mari kita memeriksa pertanyaan yang


tidak bisa lagi dijawab dengan kata ”ya” atau ”tidak”. Dengan kata
lain memeriksa pertanyaan yang tidak bisa diselesaikan oleh
logika. Pertanyaan yang tidak bisa lagi diselesaikan oleh logika itu
sangat bermacam-macam dan masing-masing mengandung salah
satu atau beberapa persoalan sebagai berikut.

a. Waktu

Untuk menjelaskan persoalan bagaimana dialektika itu muncul


berikut sebuah perumpamaan dengan menggunakan pertanyaan,
”apakah Edison bodoh atau pandai tiadak bisa dijawab dengan
pasti menurut logika saja, dengan ”ya” atau ”tidak” begitu saja.
Kita tahu ketika berumur 6 tahun, Thomas Edison diusir pulang
oleh gurunya karena bodoh. Tapi seluruh dunia sekarang
mengetauhi pula bahwa Thomas Edison yang akil balig, betul-betul
menerangi dunia kita dengan hasil otaknya yang gemilang itu.

Jelaslah di sini Sang Tempo (waktu) mengubah Thomas dari


murid yang kurang pandai menjadi satu genius (maha cerdas) yang

14
akan tetap dapat kehormatan sejarah dalam dunia seperti tokoh-
tokoh dunia dan kawanya yang lain dalam ilmu Listrik.

b. Bersangkut Paut, Timbal Balik

Kita masih ingat bagaimana perbedaan besar di antara dua ahli


Biologi besar, menghampiri persoalan tentang tumbuhan dan
hewan. Lenxeus menganggap tiap jenis (spesies) baik tumbuhan
ataupun hewan, sebagai makhluk yang berdiri sendiri, tunggal.
Tidak berkaitan, dan tidak berkenaan seluk-beluknya dengan jenis
lain.Sedangkan Darwin menganggap sebaliknya, satu sama lain
tidak bisa dipisahkan.

Lenxeus menganggap masing-masing jenis, sebagai benda


yang tetap yang pada suatusaat dibuat yang Maha Kuasa.
Sedangkan Darwin menganggap masing-masing jenis itu berubah
sesudah beberapa lama disebabkan oleh hukum seleksi Alam
(Natural Selection). Lenxeus berpendapat bahwa masing-masing
jenis harus diperiksa satu persatunya, terpancir sama sekali dari
jenis yang lainya. Sebaliknya Darwin memeriksa habitat masing-
masing jenis dengan tidak sedikit pun melupakan hubungan dan
awal mula antara jenis yang satu dengan jenis yang lainya.

c. Pertentangan

Pada Matematika dan Ilmu Alam dasar, ”ya” dan ”tidak” itu
tidak langsung berupa pertentangan yang terang, melainkan mula-
mula berupa timbul atau hilang. Baru pada kedua perkataan timbul
dan hilang ini (weden und vergehen) kata Engels, dia berupa
pertentangan. Tetapi pada ilmu masyarakat berdasarkan
Komunisme, ”ya dan ”tidak” itu langsung dan nyata berdasarkan
pertentangan.

15
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas dipahami
bahwa suatu informasi baru bisa dikatakan sebagai sebuah ilmu
pengetahuan berdasarkan sifat-sifatnya dan dihasilkan atas suatu proses
yang prosedural dan terstruktur. Dengan demikian ilmu pengetahuan yang
ada tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara individu maupun
kelompok. Apabila orang menerapkan cara penalaran yang berarti orang
bergerak. Artinya, sebagai langkah pertama orang menentukan satu sikap
tertentu dalam menghadapi masalah tertentu, dan berdasarkan atas
penentuan sikap tadi kemudian mengambil kesimpulan dalam tingkatan
yang lebih rendah.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam
bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik, saran dan masukan yang dapat membangun
penulisan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al - Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi.


Pustaka Setia: Bandung
Azafilmi, H., Iqbal, S., & Prita, I. W. (2012). Konsep Dasar Berfikir Ilmiah
dengan Penalaran deduktif, Induktif, dan Abduktif.
Bahrun, 2013. Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi. Jurnal Wawasan
Keislaman. Teredia pada: http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/1276
Kirom, Syahrul. . Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya
dalam Mengatasi Persoalan Kebangsaan. Tersedia pada:
https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/3111
Muhayani, Novita. 2016. Metodologi dan Ilmu Pengetahuan. Tersedia pada:
https://www.academia.edu/27576252/Metodologi_dan_Ilmu_Pengetahuan
_Filsafat_Ilmu
Nugroho, I. (2016). Positivisme Auguste Comte: Analisa Epistemologis dan Nilai
Etisnya Terhadap Sains. Cakrawala: Jurnal Studi Islam. Tersedia pada:
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/cakrawala/article/view/192
Sari, D. P. (2017). Berpikir Matematis Dengan Metode Induktif, Deduktif,
Analogi, Integratif Dan Abstrak. Delta-Pi: Jurnal Matematika dan
Pendidikan Matematika. Tersedia pada:
https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/deltapi/article/view/235
Suryati, S. (2014) Ilmu Sebagai Metode dan Produk. Jurnal Al Qalam: Jurnal
Kajian Islam Pendidikan. Tersedia pada:
http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam/issue/archive

Anda mungkin juga menyukai