Anda di halaman 1dari 6

Aceh Int. J.Sci. Teknologi.

, 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

Jurnal Sains dan Teknologi Internasional Aceh


ISSN: hal-2088-9860; e-2503-2398
Beranda jurnal: http://jurnal.unsyiah.ac.id/aijst

Karakteristik dan Kandungan Mineral Sedimen di Muara Pulau


Kayu(MPK) Kabupaten Aceh Barat Daya

Syahrul Purnawan1* ,Rezki Adidarma1, Zulkarnain Jalil2, Chairul Akmal1, Yopi Ilhamsyah1
1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
23111, Indonesia;
2Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh23111,
Indonesia.
* Email penulis yang sesuai: syahrulpurnawan@unsyiah.ac.id

Diterima : 15 September 2017


Diterima : 18 April 2018
Online : 30 April 2018

Abstrak- Kajian karakteristik sedimen dan kandungan mineral di Muara Pulau Kayu (MPK) Kabupaten Aceh Barat
Daya dilakukan untuk mengetahui gambaran umum ukuran butir dan kandungan mineral pada proses hidro-
oseanografi. Pengambilan sampel dilakukan di MPK Kabupaten Aceh Barat Daya selama bulan Maret
2016. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan empat lokasi pengambilan sampel yang meliputi
daerah muara dan pantai. Ukuran butir dan kandungan mineral dianalisis menggunakan seperangkat saringan dan X-
Ray Fluorescence (XRF dengan mineral referensi standar). Pengamatan pada kebulatan butir dan spherical
menunjukkan bahwa butir sedimen umumnya lebih membulat di daerah pantai. Kandungan mineral di MPK didominasi
oleh Si, Fe, K, Ca dan Ti, dan dikategorikan ke dalam mineral vulkanik yang menentukan sedimen di MPK berasal dari
Gunung Leuser yang merupakan gunung berapi aktif di masa lalu.

Kata kunci: Ukuran butir; XRF; kandungan mineral; Muara Pulau Kayu

pengantar
Sedimen tersusun atas berbagai unsur seperti Si, C, S dan bahan lain yang terbentuk melalui
proses kimia, fisika, dan biologi (Saniah di al., 2015). Ukuran butir merupakan salah satu sifat dasar
partikel sedimen (Purnawandi al., 2015a). Dinamika sedimen mengandung informasi tentang berbagai
proses geomorfik di atas suatu bentang alam (Purnawandi al., 2016). Informasi dasar sedimen di suatu
wilayah perairan dapat diperoleh dari metode kuantitatif (Liudi al., 2000). Selain itu, sidik jari sedimen
memberikan lebih banyak informasi, baik spasial maupun temporal transportasi sedimen (D'haendi al.,
2012; Sundararajadi al., 2000). Analisis asal sedimen menggunakan berbagai parameter untuk
memberikan informasi tentang kondisi pengendapan dan riwayat transpor, khususnya pemanfaatan
metode kuantitatif dan kualitatif pada sifat pelacak spesifik untuk menentukan sumber sedimen (Mothadi
al., 2002; Collins dan Walaling, 2002). Meskipun analisis asal sedimen memerlukan lebih banyak informasi
selain komposisi dan ukuran butir, kami juga menggunakan bentuk partikel.
Sedimen diketahui terendapkan di muara melalui proses fluvial dari aliran sungai, erosi pantai dan
sedimen samudera. Berdasarkan informasi sebelumnya, sedimen di kawasan Muara Pulau Kayu (MPK)
Kabupaten Aceh Barat Daya mengandung magnetit. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
karakteristik sedimen dan kandungan mineral pada MPK, sedangkan magnetit diproses lebih lanjut untuk
menganalisis proses distribusi sedimen.

Material dan metode


Beberapa sampel dilakukan di MPK Kabupaten Aceh Barat Daya selama bulan Maret 2016. Penentuan lokasi
pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling untuk mewakili wilayah yang meliputi
muara dan pantai yang berada pada zona intertidal (Gambar 1).

63
Aceh Int. J.Sci. Teknologi., 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

Pipa PVC dengan diameter 3 inci digunakan untuk mengumpulkan sampel secara vertikal hingga kedalaman 30cm
dari permukaan. Sebagian besar sampel diaduk untuk mendapatkan campuran yang homogen. Analisis sampel dimaksudkan
untuk mengetahui kandungan mineral, bentuk butir, dan ukuran butir rata-rata.
Analisis kandungan mineral dilakukan dengan menggunakan X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) di
Laboratorium Pusat Mineral dan Material Mutakhir, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang.
Analisis bentuk butir dilakukan untuk menggambarkan seberapa jauh sampel telah terangkut dari asalnya. Analisis
bentuk butir besi dilakukan dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sifat fisik butir besi yaitu Roundness (R)
dan Spherical (S). Gambaran bentuk butir sedimen mengacu pada Dyer (1986). Teknik ayakan basah merupakan
metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai ukuran butir. Sampel yang diayak dipisahkan menurut ukuran
butirnya. Banyaknya sedimen yang tertinggal di saringan kemudian diubah menjadi persentase berat fraksi yang
digunakan untuk mendapatkan ukuran butir rata-rata (d) seperti yang diberikan dalam ekspresi berikut:

d = Σ    (1)
100
Di mana:
f = frekuensi dalam persen untuk setiap kelas ukuran m=
ukuran mata jaring (mm)

Hasil dan Diskusi


Ukuran butir dan bentuk partikel
Jenis sedimen di seluruh stasiun tergolong sedimen berpasir. Butir di daerah pantai (stasiun
1-3) lebih kasar daripada di muara (stasiun 4). Fraksi pasir halus (0,125 mm) paling tinggi pada tiga
stasiun yaitu: stasiun 1, 2, dan 3, sedangkan stasiun 2 dominan pasir sedang (0,25 mm). Distribusi
ukuran butir disajikan pada Tabel 1.

64
Aceh Int. J.Sci. Teknologi., 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

Tabel 1. Ukuran Butir Sedimen pada MPK

Persentase berat (%)


(D) Endapan
NS. 0,50 0,25 0,125 0,063 0,038
2 mm 1 mm (mm) Tipe
mm mm mm mm mm
Pasir
1 0 0,41 29.87 33.25 35.23 1.24 0 0,28
2 0 0 3.09 54.05 39.51 3.35 0 0,20 Pasir

3 0 0.38 6.69 28.93 60.57 3.43 0 0.18 Pasir

4 0 0 2.02 26.06 50,76 19.27 1.89 0,15 Pasir

Pengamatan pada butiran sedimen menggunakan mikroskop menunjukkan bentuk partikel yang bervariasi. Partikel
besi pada stasiun 1, 2 dan 3 menunjukkan nilai kebulatan (R) dan spherical (S) yang tinggi, sedangkan bentuk yang kurang sferis
ditemukan pada stasiun 4 meskipun menunjukkan kebulatan yang lebih halus. Nilai kebulatan dan bola ditunjukkan pada
Gambar 2 dan 3.

St.1

St.2

St.3

St.4

Gambar 2. Nilai Roundness (R) dan Spherical (S) untuk partikel sedimen berukuran >0,25 mm;
1(R0.9/S0.7), 2(R0.7/S0.5), 3(R0.7/S0.3), 4(R0.5/S0.7), 5(R0.5/ S0.7), 6(R0.7/S0.7), 7(R0.3/
S0.5), 8(R0.7/S0.7), 9(R0.7/S0.9), 10 (R0.9/S0.5), 11(R0.9/S.0.5), 12(R0.5/S0.5),
13(R0.3/S0.7), 14(R0.5/S0.3), 15(R0.3/S0.3), 16(R0.3/S0.5).

65
Aceh Int. J.Sci. Teknologi., 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

St.1

St.2

St.3

St.4

Gambar 3. Nilai Roundness (R) dan Spherical (S) untuk partikel sedimen berukuran <0,25 mm. 1(R0.9/S0.7),
2(R0.9/S0.5), 3(R0.3/S0.9), 4(R0.5/S0.9), 5(R0.7/S0.3), 6(R0.9/ S0.7), 7(R0.3/S0.7), 8(R0.7/S0.9), 9(R0.9/S0.9), 10(R0.9/
S0.5), 11 (R0.5/S.0.9), 12(R0.7/S0.5), 13(R0.5/S0.5), 14(R0.1/S0.5), 15(R0.5/S0 .7), 16(R0.3/S0.7).

Kandungan Mineral
Uji X-ray Fluorescence (XRF) menunjukkan bahwa silika (Si) ditemukan sebagai unsur yang paling melimpah di
stasiun 1, 2, dan 3 diikuti oleh besi (Fe), kalium (K), dan kalsium (Ca). Sedangkan stasiun 4 ditemukan besi sebagai
proporsi tertinggi (38,4%) diikuti oleh silika dengan 34,6%. Sejumlah kecil mineral misalnya Ti, Cr, Mn,
Ni, Zn, Cu, Rb, Eu, Re dan Yb juga ditemukan di semua stasiun.

Tabel 2. Kandungan Mineral Sedimen pada MPK


Konsentrasi (%)
Mineral
St. 1 St 2 St 3 St.4
Si 59.7 55.0 49.9 34.6
Fe 22.1 22.5 26,5 38.4
K 9.26 8.40 9.27 8.35
Ca 5.23 5.30 4.85 3.29
Ti 1.76 1.49 1.67 2.55
MN 0,46 0,70 0,60 0.68
V 0,06 0,070 0,072 0.105
Rb 0.37 0.36 0,46 0,50
Ni 0.33 0.27 0.34 0,26
Cu 0.19 0.16 0.19 0.21
Cr 0.14 0.12 0.12 0.12
Eu 0.4 0,3 0,3 0,50
Zn 0 0,04 0,06 0.1
Sri 0 0,50 0,60 0
Ulang 0 0.2 0.2 0.2
Al 0 6.9 7.0 9.4
ba 0 0.1 0.2 0
P 0 0 0 0.63
Yb 0 0,03 0 0,04

66
Aceh Int. J.Sci. Teknologi., 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

Diskusi
Jenis sedimen di semua stasiun tergolong berpasir, karena ukuran butir (d) terhalus terdapat pada stasiun 4
yang terletak di daerah estuari. Perbedaan ukuran butir rata-rata dikaitkan dengan tingkat energi pada lingkungan
pengendapan. Butir sedimen yang halus cenderung terdapat di daerah estuari, pada umumnya kondisi arus yang
terjadi relatif lemah, sehingga memungkinkan terjadinya pengendapan partikel yang lebih kecil (Purnawandi al., 2012).
Sedangkan di wilayah pesisir (stasiun 1-3) menunjukkan ukuran yang lebih kasar, akibat interaksi energi yang lebih
banyak di wilayah tersebut, khususnya akibat paparan gelombang dan pasang surut (Curtissdi al., 2009; Purnawandi al.,
2015b).
Mineral Silika (Si) tertinggi yang ditemukan pada pemeriksaan XRF sesuai dengan Shaffer (2006) yang
menegaskan bahwa Si merupakan komponen utama yang ditemukan pada sedimen intertriginosa. Silika berbutir halus
yang ditemukan di pantai menunjukkan sedimen yang matang dan berasal dari proses pelapukan yang pecah menjadi
potongan-potongan kecil dan diangkut oleh aliran sungai. Jumlah silika yang tinggi yang ditemukan di pantai dapat
merujuk pada batuan mafik yang khas yang dikaitkan dengan kandungan silika yang tinggi pada batuan atau sedimen.
Saat proses transpor sedimen berlangsung terjadi peningkatan persentase sejalan dengan Kalium (K) sebagai mineral
mika. Sedangkan karbonat (Ca) yang berasal dari aktivitas organisme laut ditemukan tersebar di sepanjang garis pantai
dan komposisi Ca menurun di sepanjang hulu (Boggs, 2009). Adanya Silika (Si), Magnetit (Fe), Kalium
(K) dan Titanium (Ti) kemungkinan berasal dari aktivitas vulkanik masa lalu. Sudaryo dan Sutjipto (2009)
menemukan bahwa mineral yang terkandung dalam abu vulkanik Gunung Merapi terdiri dari 54,56% silikon.
dioksida (SiO2), 18,37% aluminium oksida (Al2HAI3), 18,59% oksida besi (Fe2HAI3), dan 8,33% kalsium oksida (CaO).
Kesamaan kandungan mineral pada MPK dan abu vulkanik menunjukkan bahwa sedimen sediment
MPK mungkin berasal dari Gunung Leuser, gunung berapi aktif di masa lalu, yang selanjutnya membuat
sedimen diendapkan di aliran sungai (stasiun 4) dan menyebar di area pantai (stasiun 1, 2, dan
3).
Mineral Fe yang lebih tinggi banyak ditemukan pada sedimen dengan ukuran butir yang relatif halus
(ArmstrongAltrin di al., 2014). Dalam penelitian ini, konsentrasi magnetit tertinggi (38,4%) ditemukan di muara (stasiun
4) yang juga menunjukkan rata-rata ukuran butir terkecil. Sedangkan konsentrasi magnetit (Fe) pada stasiun 1, 2, dan 3
berkisar antara 22,1 dan 26,5%. Ti juga ditemukan dengan konsentrasi yang lebih kecil bervariasi dari
1,49 hingga 2,55% seiring dengan penurunan proporsi Fe sejak terjadinya Ti banyak ditemukan
dalam bentuk material titanomagnetik yang merupakan kombinasi Fe dan Ti (Pearce di al., 2012).
Keberadaan magnetit (Fe) pada sedimen diduga berasal dari sedimen terrigenous hasil puing
vulkanik di sekitar lokasi pengambilan sampel yang diangkut melalui proses fluvial.
Pemisahan butiran magnetit dengan ukuran kurang dari 0,25 dan lebih besar dari 0,25 menunjukkan nilai
kebulatan dan kebulatan yang lebih tinggi pada ukuran butir yang lebih halus. Pada kedua ukuran (yaitu <0,25 dan>
0,25), ditemukan bahwa bentuk partikel di tepi pantai (misalnya, Stasiun 1, 2, dan 3) ditandai dengan nilai kebulatan dan
sferis yang tinggi dibandingkan dengan stasiun 4. Magnetik (Fe) Butir di foreshore mungkin telah terangkut ke hilir
melalui proses fluvial yang terjadi dalam waktu lama sehingga dapat menyebabkan butir menjadi lebih bulat. Menurut
Sundarajadi al. (2010) semakin tinggi spherical dan roundness suatu partikel, semakin jauh partikel tersebut diangkut
dari batuan induk induk. Pernyataan tersebut sependapat dengan Friedman dan Sanders (1978) yang mengidentifikasi
bahwa bentuk partikel merupakan hasil dari abrasi selama pengangkutan yang menyebabkan bentuk sudut sudutnya
berkurang.

Kesimpulan
Rata-rata ukuran butir sedimen tertinggi pada MPK terdapat pada stasiun 1 di kawasan pantai sedangkan
yang terendah terdapat pada stasiun 4 di daerah muara dengan ukuran rata-rata masing-masing sebesar 0,281 mm
dan 0,151 mm. Grain yang mengandung magnetit sangat matang di daerah pantai bukan di muara. Hasil uji XRF
menunjukkan bahwa komposisi utama mineral pada MPK adalah Si, Fe, K dan Ca diikuti dengan sedikit mineral Ti, Cr,
Mn, Ni, Zn, Cu, Rb, Eu, Re dan Yb. Studi menyimpulkan bahwa kandungan mineral dalam sedimen MPK kemungkinan
besar dihasilkan dari proses vulkanik Gunung Leuser di masa lalu.

Referensi
Armstrong-Altrin, JS, Nagarajan, R., Lee, YI, Kasper-Zubillaga, JJ, Córdoba-Salda, LP 2014.
Geokimia pasir di sepanjang pantai San Nicolás dan San Carlos, Teluk California, Meksiko:
implikasi untuk asal dan pengaturan tektonik. Jurnal Ilmu Bumi Turki, 23:533-558. Boggs, S. Jr.
2009. Petrologi Batuan Sedimen, 2nd ed. Pers Universitas Cambridge. Cambridge. 600p. Collins,
AL dan Walling, DE 2002. Memilih sifat sidik jari untuk membedakan potensi suspensi
sumber sedimen di daerah aliran sungai. Jurnal Hidrologi, 261:218-244.

67
Aceh Int. J.Sci. Teknologi., 7(1): 63-68
April 2018
doi: 10.13170/aijst.7.1.8524

Curtiss, GM, Osborne, PD, Horner-Devine, AR 2009.Pola musiman angkutan sedimen kasar
di pantai pasir dan kerikil campuran karena kapal bangun, gelombang angin, dan arus pasang surut. Geologi
Kelautan, 259:73–85.
D'Haen, K., Verstraeten, G., Degryse, P. 2012 Sidik jari sejarah fluvial sedimen fluks. Kemajuan dalam
Geografi Fisik, 36(2):154-186
Dyer, KR 1986. Dinamika sedimen pesisir dan muara. John Wiley dan Sons Ltd., New York. Friedman,
GM and Sanders,JE 1978. Principles of sedimentology, John Wiley dan Sons Ltd., New York. Liu, JT,
Huang, JS, Hsu, RT, Chyan, JM. 2000. Sistem pengendapan pantai dari pegunungan kecil
sungai: perspektif dari distribusi ukuran butir. Geologi Kelautan, 165:63–86.
Motha, JA, Wallbrink, PJ, Hairsine, PB, Grayson RB 2002. Sifat pelacak sedimen yang tererosi dan
bahan sumber. Proses Hidrologi, 16: 1983-2000.
Pearce, CI Qafoku, O., Liu, J., Arenholz, E., Heald, SM, Kukkadapu RK, Gorski CA, Henderson
Sintesis CMB, Rosso KM dan sifat-sifat titanomagnetit (Fe3-xTixHAI4)nanopartikel: Sistem redoks Fe(II/
III) solid-state yang dapat disetel. Jurnal Ilmu Koloid dan Antarmuka, 387:24–38.
Purnawan, S., Setiawan, I., Marwantim. 2012. Studi sebaran sedimen berdasarkan ukuran butir di perairan
Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Depik, 1(1):31-36.
Purnawan, S., Setiawan, I., Muchlisin, ZA 2015a. Distribusi ukuran butir sedimen di Danau Laut Tawar,
Provinsi Aceh, Indonesia. AACL Bioflux, 8(3):404-410.
Purnawan, S., Haridhi, HA, Setiawan, I., Marwantim.2015b. Ukuran statistik parameter butiran pada
sedimen pasir di muara Kuala Gigieng, Kabupaten Aceh Besar. J.
IlmudanTeknologiKelautanTropis, 7(1):15-21.
Purnawan, S., Alamsyah, TPF, Setiawan, I., Rizwan, T.,Ulfah, M., El Rahimi, SA 2016.Analisis Sebaran
Sedimen di Teluk Balohan Kota Sabang. J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(2):531-538. Saniah,
Purnawan, S., Karina, S. 2014. Karakteristik dan kandungan mineral pasir pantai Lhok Mee,
Beureunut dan Leungah, Kabupaten Aceh Besar.Depik, 3(3):263-270.
Shaffer, NR 2006. Waktu pasir: Endapan Pasir Kaya Kuarsa sebagai Sumber Daya Terbarukan. Elektronik
Jurnal Hijau, 1(24).
Sudaryo dan Sutjipto. 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam pada Tanah Vulkanik di Daerah
Cangkringan Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Seminar Nasional
V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN, Yogyakarta, 5
November 2009.
Sundararajan, M., Bhat, KH, Velusamy, S. 2010. Investigasi Mineralogi dan Kimia
karakterisasi deposit ilmenit di Northern Keral Coast, India. Jurnal Penelitian Ilmu Bumi,
2(2):36-40.

68

Anda mungkin juga menyukai