Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

SISTEM PEMERINTAHAN RI PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL


Tahun Ajaran 2021/2022

Disusun Oleh:
Cheiza Adiya Maharani
Kania Agustina Pratiwi
Khairunnisa Azahra
Mutiara Haspari Lova
Nadira Shandy Ramadhina
Widia Desvriany

XII IPS 4
SMAN 11 GARUT
Jl. Siliwangi No. 2 Telp. (0262) 233681 Kode Pos 44114 Garut, Jawa Barat
E-mail: sman_11_garut@yahoo.co.id
Website: www.sman11garut.sch.id
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok mata pelajaran Sejarah Indonesia, dengan judul: “Sistem Pemerintahan RI pada Masa
Demokrasi Liberal”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan pendidikan.

Garut, September 2021


Kelompok 2
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………………...1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………....2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………...4
A. Latar Belakang………………………………………………………………………….....4
B. Tujuan Pembahasan………………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………...5-11
A. Pengertian Demokrasi Liberal……………………………………………………………..5
B. Ciri-ciri Demokrasi Liberal………………………………………………………………..5
C. Latar Belakang Demokrasi Liberal………………………………………………………..5
D. Keadaan Pemerintah RI pada Masa Demokrasi Liberal dalam Berbagai Bidang……..6-10
E. Pengaruh Demokrasi Liberal……………………………………………………………11
F. Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia…………………………………………...….12
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….….13
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang perlu dipelajari oleh siswa.
Dengan mempelajari sejarah, diharapkan siswa dapat mengetahui dan lebih menghargai
jasa para pahlawan terdahulu serta memetik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas serta mengulas materi tentang “Sistem
Pemerintahan RI pada Masa Demokrasi Liberal”.

B. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan untuk menerangkan dan mendeskripsikan secara jelas segala hal
yang berkaitan dengan Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Liberal


Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang menganut
kebebasan individu. Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu
dari kekuasaan pemerintah.

B. Ciri-ciri Demokrasi Liberal


● Konstitusi membatasi kekuasaan eksekutif
● Mengutamakan hak asasi yang berkaitan dengan kebebasan
● Pemerintah hanya memiliki kekuasaan tertentu

C. Latar Belakang Demokrasi Liberal


Ketika awal masa kemerdekaan, sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan
sistem presidensial. Akan tetapi, sekitar tanggal 13 November 1945, pemerintah
Indonesia mengeluarkan suatu maklumat politik yang mempunyai tujuan dalam
pengakuan kedaulatan RI. Namun, terjadi sebuah kesalahpahaman atas maklumat tersebut
sehingga dilakukan sebuah perubahan dalam sistem pemerintahan.
Pada awalnya sistem presidensial hingga kemudian dirubah ke dalam sistem
parlementer yang masih merupakan cikal bakal dari munculnya demokrasi ini. Kemudian
sekitar tahun 1945-1949, pemerintahan Indonesia disibukkan dengan adanya intervensi
dari Belanda.

Sebelum diterapkannya demokrasi ini, konstitusi yang dipakai di Indonesia ialah


UUD 1945 yang kemudian dirubah menjadi konstitusi UUD RIS. UUD RIS ini kemudian
digantikan dengan UUD Sementara yang diterbitkan pada tahun 1950 dan merupakan
nafas dari demokrasi liberal. 
Sejatinya, hal yang melatarbelakangi berdirinya demokrasi liberal ialah Indonesia
yang kala itu benar-benar terbebas dari gangguan Belanda yang ingin berusaha
memperbaiki jalan negaranya. Bentuk negara serikat kala itu dirasa tidak cocok dengan
semangat persatuan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia kembali pada bentuk
kesatuan pada tahun 1950. Demokrasi liberal sendiri merupakan bentuk pemerintahan
Indonesia yang dipilih oleh para pendiri negara dengan mencontoh bentuk pemerintahan
di negara-negara barat yang dirasa sukses dalam menerapkan bentuk pemerintahan
tersebut.
D. Keadaan Pemerintah RI pada Masa Demokrasi Liberal dalam Berbagai Bidang
● Bidang Politik   
Periode tahun 1949-1959 merupakan masa berkiprahnya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini, terjadi pergantian kabinet. Dua
partai terkuat pada masa itu (PNI dan Masyumi) silih berganti memimpin kabinet.
Masa pemerintahan kabinet tidak ada yang berumur panjang sehingga masing-
masing kabinet yang berkuasa tidak dapat melaksanakan seluruh programnya.
Keadaan ini menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
dan keamanan.

● Bidang Ekonomi 
Masa ini disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Padahal, pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya, sistem ini
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. 

Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara


lain: 

a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) pada 20 Maret


1950 untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.

b. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan


pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu, dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-
perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun, usaha ini gagal karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi. 
c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 melalui UU No. 24 tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.  

d. Sistem ekonomi Ali Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr.
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerja sama antara pengusaha Cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha nonpribumi diwajibkan memberikan latihan-
latihan pada pengusaha pribumi dan pemerintah menyediakan kredit serta lisensi
bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman sehingga hanya dijadikan sebagai alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. 

e. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk


pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya, banyak pengusaha Belanda yang
menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. 

● Bidang Keamanan

Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang


diajukan untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan untuk merebut
kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat. Rakyat mengalami kesulitan
karena adanya berbagai gangguan keamanan.
Adapun gangguan-gangguan keamanan tersebut antara lain:

a. Pemberontakan Kahar Muzakar

Setelah kembali ke Sulawesi bergabung dengan Komando Gerilya


Sulawesi Selatan (KGSS) dan pada tahun 1950 menuntut agar pasukannya
masuk APRIS. Tuntutannya ditolak, tetapi kepada anggotanya yang
memenuhi syarat diperbolehkan masuk. Sedangkan sisanya dimasukkan ke
dalam Corps Cadangan Nasional. Kahar akan diberikan pangkat letkol, tetapi
saat pelantikan pada tanggal 17 Agustus 1951, ia bersama anak buahnya
melarikan diri ke hutan dan mengacau. Pada Januari 1952, ia menyatakan diri
ikut sebagai bagian anggota Kartosuwiryo. Kahar Muzakar berhasil
dilumpuhkan dan ditembak oleh pasukan TNI Siliwangi pada bulan Februari
1965 setelah salah seorang anak buahnya, Bahar Matiliu menyerahkan diri.

b. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Selain pengaruhnya meluas di Jawa Tengah, yaitu di daerah Brebes,


Tegal, dan Pekalongan. Di Kebumen juga dilakukan pemberontakan oleh
Angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai Somalangu. Di
lingkungan Angkatan Darat juga terjadi perembesan pemberontakan sehingga
Batalyon 426 di Kudus dan Magelang juga memberontak, dan bergabung
dengan DI/TII (Desember 1951) serta sebagian dari mereka mengadakan
gerilya di Merbabu Merapi Complex (MMC). Untuk menghadapi mereka,
pemerintah membentuk pasukan khusus yang diberi nama Banteng Raiders.
Akhirnya, pada Juni 1954 kekuatan mereka bisa dipatahkan.

c. Pemberontakan DI Aceh

Pengikut DI di Aceh memproklamirkan daerahnya sebagai bagian


dari NII (20 September 1953) yang dipimpin oleh Daud Beureueh, seorang
ulama dan pejuang kemerdekaan yang pernah menjabat gubernur Militer
Daerah Aceh tahun 1947. Pada mulanya, mereka dapat menguasai sebagian
besar daerah Aceh termasuk kota-kotanya. Setelah pemerintah mengadakan
operasi, mereka menyingkir ke hutan. Panglima Kodam I/Iskandar Muda,
Kolonel M. Jasin mengambil prakarsa dan mengadakan Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh yang berhasil untuk mengembalikan Daud Beureueh
ke masyarakat (Desember 1962).
d. Peristiwa 17 Oktober 1952

Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan


Angkatan Darat. Kolonel Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan
Kolonel A.H. Nasution selaku KSAD. Ia mengajukan surat kepada menteri
pertahanan dan presiden dengan tembusan kepada parlemen berisi soal
tersebut dan meminta agar Kolonel A.H. Nasution diganti.

Manai Sophian selaku anggota parlemen mengajukan mosi agar


pemerintah segera membentuk panitia untuk mempelajari masalah dan
mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap campur tangan parlemen
terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD mendesak kepada presiden
untuk membubarkan parlemen. Presiden menolak tuntutan ini dengan alasan
tidak ingin menjadi seorang diktator, tetapi akan berusaha segera
mempercepat pemilu.

Kolonel A.H. Nasution akhirnya mengundurkan diri dengan diikuti


oleh Mayjen T.B. Simatupang. Jabatan ini akhirnya digantikan oleh Kolonel
Bambang Sugeng.

e. Peristiwa 27 Juni 1955

Peristiwa ini merupakan lanjutan peristiwa sebelumnya karena


pemerintah dianggap belum mampu menyelesaikan persolan tersebut.
Bambang Sugeng mengundurkan diri dari jabatannya. Sementara belum
terpilih KSAD yang baru, pimpinan KSAD dipegang oleh Wakil KSAD,
yaitu Kolonel Zulkifli Lubis. Kemudian pemerintah mengangkat Kolonel
Bambang Utoyo sebagai KSAD yang baru, tetapi pada saat pelantikannya
pada 27 Juni 1955, tidak ada satupun perwira AD yang hadir. Peristiwa ini
menyebabkan kabinet Ali Wongso jatuh. Kemudian pada masa Kabinet
Burhanudin Harahap, bekas KSAD yang lama, yaitu Kolonel A.H. Nasution,
kembali diangkat menjadi KSAD (7 November 1955). Peristiwa Angkatan
Perang yang bersifat liberal juga terjadi pada tanggal 14 Desember 1955,
yaitu ketika Komodor Udara Hubertus Suyono dilantik menjadi Staf
Angkatan Udara di Pangkalan Udara Cililitan (Halim Perdanakusuma).
Segerombolan prajurit pasukan kehormatan maju dan menolak pelantikan
tersebut. Kemudian, mereka meninggalkan barisan dengan diikuti oleh
pasukan pembawa panji-panji Angkatan Udara sehingga akhirnya upacara
tersebut batal.
f. Dewan-dewan Daerah

Diawali dengan pembentukan Bewan Banteng oleh Kolonel Ismail


Lengah di Padang (20 November 1956) dengan ketuanya Ahmad Husein dan
Komandan Resimen IV Tentara Teritorium (TT) I di Padang, mereka
mengajukan tuntutan kepada pemerintah pusat tentang otonomi daerah.
Larangan KSAD agar tentara tidak berpolitik tidak dihiraukan. Mereka malah
mengambil alaih pemerintahan daerah Sumatra Tengah dari Gubernur Ruslan
Mulyodiharjo (20 Desember 1956). Tindakan tersebut diikuti oleh daerah-
daerah lain, seperti pembentukan Dewan Gajah di Sumatra Utara dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara (Letkol H.N.V. Samual). Peristiwa-peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh karena pembangunan yang tidak merata, padahal
daerah-daerah tersebut telah memberikan devisa bagi negara.

Pemerintah berusaha mengatasi masalah tersebut dengan


mengadakan perundingan dan janji pemerataan pembangunan. Namun, usaha
tersebut tidak berhasil. Akhirnya, operasi militer pun dilancarkan pada 17
Desember 1957.

g. Usaha Pembunuhan terhadap Kepala Negara

Rasa tidak puas golongan ekstrim kanan memuncak dan


dilampiaskan dalam bentuk usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno
di Perguruan Cikini, Jakarta (30 November 1957). Usaha tersebut gagal,
tetapi menimbulkan banyak korban. Para pelaku dapat ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati.

h. Pemberontakan PRRI dan Permesta

Akhmad Husein beserta para tokoh Masyumi dan dewan daerah


mengadakan rapat di Sungai Dareh, Sumatra Barat (9 Januari 1958).
Keesokan harinya, pada saat rapat akbar di Padang, Akhmad Husein
menberikan ultimatum pada pemerintah agar Kabinet Juanda dalam waktu
5 × 24 jam menyerahkan mandat kepada Drs. Moh. Hatta dan Sultan
Hamengkubuwono IX agar membentuk zaken kabinet dan agar Presiden
kembali sebagai presiden konstitusional. Ultimatum tersebut ditolak oleh
Pemerintah. Akhirnya, Husein membentuk Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Hal tersebut diikuti oleh Sulawesi Utara di
bawah pimpinan Letkol D.J. Somba yang membentuk Gerakan Piagam
Perjuangan Semerta (Permesta). Pemberontakan ini ditumpas dengan operasi
militer selama beberapa tahun.

● Bidang Sosial

Partai politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa


(ormas), khususnya dalam menghadapi pemilu pada tahun 1955. Keadaan sosial-
ekonomi yang kian merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk
dalam pemerintahan karena dapat menguasai massa, contohnya PKI yang makin
berkembang yang kegiatannya ditingkatkan dan mengarah pada perebutan
kekuasaan (1965).

● Bidang Budaya

Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan tinggi, pemerintah membuka


banyak universitas yang disebarkan di beberapa daerah.

Indonesia menoreh prestasi dalam bidang olahraga. Indonesia pertama kali


mengikuti perebutan Piala Thomas (Thomas Cup) dan berhasil memperoleh piala
tersebut (Juni 1958).

Indonesia berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika dengan sukses.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi 13 Desember.


E. Pengaruh Demokrasi Liberal
● Terhadap jalannya pemerintahan
Demokrasi liberal berlangsung di Indonesia dari tahun 1949-1959 yang
dipimpin oleh Presiden Soekarno. Masa demokrasi ini ditandai dengan adanya
pembagian wilayah Indonesia menjadi 10 provinsi yang mempunyai otonomi
daerah berdassarkan ketentuan UUDS 1950. Ketentuan tersebut yang membuat
sistem pemerintahan RI bersifat liberal dengan dijalankan oleh dewan menteri
kabinet. Dewan menteri ini dipimpin oleh seorang perdana menteri yang
menjabat sebagai kepala pemerintahan dan bertanggung jawab kepada DPR.
Sewaktu demokrasi liberal berlangsung, muncul sistem multipartai yang
didasari oleh maklumat pemerintah pada 3 November 1945. Berlakunya sistem
multipartai inilah yang mendorong kemunculan banyak partai-partai politik
Indonesia hingga lebih dari 28 partai. Sayangnya, partai-partai tersebut lebih
cenderung mementingkan kepentingan partainya sendiri daripada mementingkan
kepentingan bangsa. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya pergantian
kabinet.

● Terhadap kehidupan masyarakat


Dampak positif:
1. Kebebasan untuk berdemokrasi
2. Kebebasan sistem multipartai
3. Kemajuan dalam beberapa sektor industri
Dampak negatif:
1. Tingginya kesenjangan sosial
2. Kondisi negara menjadi tidak stabil
3. Rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat
4. Maraknya pemberontakan di berbagai daerah
F. Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia
Demokrasi liberal tidak cocok jika diterapkan di Indonesia karena beberapa alasan,
di antaranya:
● Demokrasi liberal bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia yang
menyatakan bahwa kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak
dikuasai negara. Dalam hal lain dijelaskan bahwa kebebasan individu untuk
menguasai secara tanpa batas berbagai sumber daya alam yang vital dibatasi oleh
negara.
● Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan jiwa
pancasila. Kepentingan bersama harus berada di atas kepentingan golongan atau
pribadi. Jadi, sangat tidak cocok jika demokrasi liberal diterapkan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi liberal (demokrasi konstitusional) merupakan sebuah sistem politik yang
menganut kebebasan individu. Demokrasi ini berlaku di Indonesia mulai tahun
1949-1959 yang dipimpin oleh Presiden Soekarno; banyak rakyat yang memberontak;
dan sering terjadinya masa pergantian kabinet.
Demokrasi liberal tidak cocok jika diterapkan di Indonesia karena terdapat kebebasan
bagi setiap individu (tanpa batasan) yang jelas-jelas bertentangan dengan dasar negara
kita, Pancasila. Di mana, terdapat pasal khusus di dalam UUD 1945 yang mengatakan
bahwa hal-hal vital dikuasai sepenuhnya oleh negara bukan perorangan.

Anda mungkin juga menyukai