Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

HIV/AIDS DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

Disusun oleh :

Gina Cahayani (P00620219045)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

PRODI D-III KEPERAWATAN BIMA

TAHUN 2021/2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

Pendahuluan...................................................................................................................................4

A. Latar belakang......................................................................................................................4

B. Rumusan masalah.................................................................................................................4

C. Tujuan...................................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

Pembahasan....................................................................................................................................5

A. Definisi HIV/AIDS...............................................................................................................5

B. Cara Penularan......................................................................................................................6

C. Patofisiologi..........................................................................................................................7

D. Tanda dan Gejala pengidap HIV/AIDS................................................................................8

E. Tes Diagnosis........................................................................................................................9

F. penatalaksanaan..................................................................................................................10

G. Cara pencegahan.................................................................................................................13

H. Kebijakan pemerintah tentang HIV/AIDS.........................................................................14

BAB III.........................................................................................................................................19

Penutup.........................................................................................................................................19

Kesimpulan...................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................20

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas tentang HIV/AIDS yang merupakan
penyakit mematikan yang belum ada obatnya hingga sekarang. Dalam penyusunan makalah
ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen yang mengampu, yang
telah memberikan tugas ini, kepada kami, sehingga pengetahuan kami bertambah mengenai
penyakit HIV/AIDS.

Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan
tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempunaan tugas
ini.Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca.    

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum
ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV, sehingga
penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS  juga dapat
menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita
sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar,
tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap  penyakit AIDS. Dari segi
fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung karena gejalanya baru
dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang mengetahui
dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang
berkepanjangan. Semua itu menunjukkan  bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah
besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan
itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai
generasi penerus bangsa, merasa perlu memperhatikan hal tersebut

B. Rumusan masalah
Mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS
Bagaimana cara penularan HIV/AIDS
Tanda dan gejala penderita HIV/AIDS
Bagaimana cara pencegahan HIV/AIDS

C. Tujuan
Mengetahui penyakit HIV/AIDS
Mengetahui cara penularan HIV/AIDS
Mengetahui tanda dan gejala penderita HIV/AIDS
Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS

HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan


AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi
genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang
berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA
sel tuan rumah, membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi.

Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia
yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan  penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun. Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi
tempat  berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.
Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki
pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan dampak atau efek dari
perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan
waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya.
Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan
tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak
oleh Virus HIV.

5
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi
AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS
yang mematikan. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat
menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

B. Cara Penularan

HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial yang biasa
seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan
peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar
mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA)

Cara penularan HIV  ada tiga :

1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi
penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan
jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan
trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vaginal dan
resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insertive.

2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.


a) Transfusi darah yang tercemar HIV
b) Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pencandu narkotik suntik.
c) Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.

3. Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama
hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.

6
C. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama.
Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit
yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput
bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-
sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4
biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit
B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan
sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

7
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012.)

D. Tanda dan Gejala pengidap HIV/AIDS

Gejala AIDS beraneka ragam dan tergantung pada manifestasi khusus


penyakit tersebut. Sebagai contoh, pasien AIDS dengan infeksi paru dapat mengalami
demam dan keluar keringat malam sementara pasien tumor kulit akan menderita lesi
kulit. Gejala non spesifik pada pasien AIDS mencakup rasa letih yang mencolok,
pembengkakan kelenjar leher, ketiak serta lipat paha, penurunan berat badan yang
tidak jelas sebabnya dan diare yang berlarut-larut.
Karena gejala-gejala yang belakangan ini dapat dijumpai pada banyak kondisi
lainnya, maka hanya kalau kondisi ini sudah disingkirkan dan gejala tersebut tetap
ada, barulah diagnosis AIDS di pertimbangkan, khususnya pada orang-orang yang
bukan termasuk kelompok resiko tinggi

Berikut Tanda dan Gejala klinis penderita AIDS :


1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
8
5. Dimensia/HIV ensefalopati.

E. Tes Diagnosis
Untuk memastikan apakah pasien terinfeksi HIV, maka harus dilakukan tes HIV.
Skrining dilakukan dengan mengambil sampel darah atau urine pasien untuk diteliti di
laboratorium. Jenis skrining untuk mendeteksi HIV adalah:
 Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk
melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi
dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
 Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi p24, suatu protein yang menjadi
bagian dari virus HIV. Tes antigen dapat dilakukan 2-6 minggu setelah pasien
terinfeksi. Bila skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka
pasien perlu menjalani tes selanjutnya. Selain untuk memastikan hasil skrining, tes
berikut dapat membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta
menentukan metode pengobatan yang tepat. Sama seperti skrining, tes ini dilakukan
dengan mengambil sampel darah pasien, untuk diteliti di laboratorium. Beberapa tes
tersebut antara lain:
 Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV.
Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula kemungkinan
seseorang terserang AIDS. Pada kondisi normal, jumlah CD4 berada dalam rentang
500-1400 sel per milimeter kubik darah. Infeksi HIV berkembang menjadi AIDS bila
hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik darah.
 Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Pemeriksaan viral load bertujuan untuk
menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah
RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru
saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA di bawah 10.000 kopi per
mililiter darah, mengindikasikan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat. Akan
tetapi, kondisi tersebut tetap saja menyebabkan kerusakan perlahan pada sistem
kekebalan tubuh.
 Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat. Beberapa subtipe HIV diketahui kebal pada
obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat anti HIV yang
tepat bagi pasien.

9
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut :
a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV.
Infeksi umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula
TMP-SMZ (bactrim, septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi
berbagai mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV
kepada psien-pasien dengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan
keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP- SMZ dapat
mengalami efek yang merugikan dengan insidenm tinggi yang tidak lazim
terjadi, sepeerti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan
fungsi renal.
Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat
alternatif untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika
pasien tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-
SMZ, petugas kesehatan dapat meromendasikan pentamidin.
Meningitis, terapi untuk meningitis kriptokokus adalah amfoteisin B
IV dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol (diflukcan). Keadaan pasien
harus dipantau untuk mendeteksi efek yanga potensial merugikan dan seirus
dari amfoterisin B yang mencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta
hepar,gangguan kesiembangan eletrolit, anemia, panas danb menggigil.
Retinitis sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus
(CMV; cyto megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita
penyakit AIDS.
Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan mengobati
retinitis CMV, disuntikan secara IV setiap 8 jam sekali selam 2 hingga 3
minggu. Reaksi merugikan yang lazim pada pemberiam foskarnet adalah
nefrotoksisitas yang mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan
elektrolit yang mencakup hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta
hipomagnesemia. Semua keadaan ini dapat memabawa kematian. Efek
merugikan lainnya yang lazim dijumpai adalah serangan kejang-kejang
gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri
punggung bawah.

10
b. Penatalaksanaan diare kronik
Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog
sisntesis somatostatin, ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan
kronik. Konsentraasi reseptor somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan mengahambat
banayk fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi
– interstinal air serta elekltrolit.
c. Penalaksanaan sindrom pelisutan
Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab
yang mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal.
Mallnutirisi sendriri akan memperbersar resiko infeksi dan dapat pula
meningkatkan insiden infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat dilakukan
mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi
enternal) hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.
d. Penanganan keganasan
Penalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya
gejala dan sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk
mengurangi gejala dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi
gangguan rasa nyaman yang berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ
viseral. Hingga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa
ABV (adriamisin, bleomisin, dan vinkristin).
e. Terapi antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin,
dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve
trancriptase virus dan mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru
salah satu substansi molekuler yang dugunakan virus tersebut untuk
membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah
komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.
f. Inhibitor protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerja enzim
protase, yaitu enzim yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi

11
virion yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.
g. Perawatan Pendukung
Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunn
asupan makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi saluran cerna yang
berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan dalam pemberian makan lewat
pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat mual,
vomitus dan diare kerap kali memrlukan terapi pengganti yang berupa infus
cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma caposi,
ekskoriasi kulit periana dan imobilisasi ditangani dengan perawatan kulit yang
seksama dan rajin; Perawatan ini mencakup tindakan mengembalikan tubuh
pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan salab obat serta
menutup lesi dengan kasah steril.
h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien
HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan,nebingkatkan fungsi sistim imun,
meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga orang
yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi
vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan HIV, dan defisiensi
sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA mengonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, defisiensi terjadi karena HIV menyebabka
hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gisi.
Untuk mengatasi masalh nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus
diberi makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta
cukup air.

G. Cara pencegahan
Cara pencegahan:
1. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah. Usahakan hanya berhubungan
dengan satu orang pasangan seksual, tidak berhubungan dengan orang lain.
2. Pergunakan kondom bagi resiko tinggi apabila melakukan hubungan seksual.
3. Ibu yang darahnya telah diperiksa dan ternyata mengandung virus, hendaknya
jangan hamil. Karena akan memindahkan virus AIDS pada janinnya.
12
4. Kelompok resiko tinggi di anjurkan untuk menjadi donor darah.
5. Penggunaan jarum suntik dan alat lainnya ( akupuntur, tato, tindik ) harus
dijamin sterilisasinya.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam usaha untuk


mencegah penularan AIDS yaitu, misalnya : memberikan penyuluhan-penyuluhan atau
informasi kepada seluruh masyarakat tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan
AIDS, yaitu melalui seminar-seminar terbuka, melalui penyebaran brosur atau poster-
poster yang berhubungan dengan AIDS, ataupun melalui iklan diberbagai media massa
baik media cetak maupun media elektronik.penyuluhan atau informasi tersebut dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan, kepada semua lapisan masyarakat, agar
seluarh masyarakat dapat mengetahui bahaya AIDS, sehingga berusaha menghindarkan
diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan virus AIDS.

H. Kebijakan pemerintah tentang HIV/AIDS

Kebijakan tentang HIV dan AIDS mencakup serangkaian keputusan dan aksi
yang memengaruhi lembaga, organisasi, peran para pemangku kepentingan, sistem
penyedia layanan, dan pendanaan terkait dengan HIV dan AIDS. Pemetaan kebijakan
penanggulangan HIV dan AIDS mulai respon awal hingga tahun 2013 adalah, kebijakan
yang terkait dengan promosi dan pencegahan; perawatan, dukungan dan pengobatan; tata
kelola sumber daya, akses dan logistik, kebijakan berbasis hak; tata kelola multi sektoral,
pendanaan, dan mitigasi dampak.

H.1 Kebijakan Promosi dan Pencegahan


Kebijakan pencegahan ditekankan pada pencegahan penularan melalui
transmisi seksual. Perubahan pola penularan HIV dan AIDS dari transmisi seksual ke
penularan melaluijarum suntik memerlukan respons kebijakan yang kontekstual,
komprehensif, dan berkesinambungan.
Bagian ini memaparkan hasil kajian tentang kebijakan yang menyangkut promosi
dan, pencegahan. Dalam KIE, strategi pencegahan sering disebut dengan strategi
Abstinen, Be faithfull, Condom, Drug and its Equipment (ABCD). Kebijakan promosi
dan pencegahan mencakup strategi komunikasi, pencegahan melalui transmisi seks,
pengurangan dampak buruk napza, dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
13
H.2 Kebijakan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP)
Pada awalnya, mayoritas program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia
mengacu pada berbagai program yang pernah dilakukan di berbagai negara dan
pedoman yang dikeluarkan oleh WHO. Terminologi yang dipakai pun mengacu
pada terminologi WHO, seperti care, support and treatment (CST). Pada 2010an
istilah CST dalam dokumen SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS 2010–2014
disebut dengan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP). Tujuan dari program
PDP ialah penguatan dan pengembangan layanan kesehatan serta koordinasi
antarlayanan dengan beberapa target, yakni 1) Tersedianya layanan kesehatan
yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 2) 100 % ODHA yang
memerlukan pencegahan dan pengobatan IO dapat mengakses layanan kesehatan
sesuai kebutuhan; 3) Memberikan pengobatan ARV kepada orang terinfeksi HIV
yang membutuhkan sesuai dengan standar WHO untuk kualitas hidup yang lebih
produktif; 4) Pengembangan perawatan komunitas untuk memberikan dukungan
psikologis dan sosial; dan 5) Meningkatkan kapasitas ODHA melalui pendidikan dan
pelatihan bagi ODHA. Untuk melihat kinerja program dan capaiannya, beberapa
laporan dari instansi terkait direview. Laporan situasi perkembangan HIV dan AIDS
di Indonesia tahun 2013 dari Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, menunjukan hasil
sebagai berikut:
• Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan menurut faktor risiko heterokseksual cenderung
meningkat tahun 2010–2013;
• Persentase AIDS yang dilaporkan menurut risiko dari tahun 1987 sampai dengan
September 2013 adalah 60,9% heteroseksual dan 17,4 % penasun;
• Persentase AIDS yang dilaporkan menurut faktor risiko pada Juli–September
2013 mayoritas adalah heteroseksual (81,9%).

H.3 Kebijakan Tata Kelola Informasi Strategis.


Ada beberapa sumber informasi terkait dengan penanggulangan HIV dan
AIDS di Indonesia, yakni laporan kasus, sentinel survey, surveilans, BSS, IBBS, SDKI,
estimasi, modeling, serta hasil penelitian termasuk penelitian operasional. Beberapa sumber
informasi tersebut dikerangkai oleh berbagai kebijakan, antara lain:
• Kepmenkes Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
14
• Kepmenkes Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.
• Kepmenkes Nomor 1508/Menkes/SK/X/2005 tentang Rencana Kerja Menengah Perawatan,
Dukungan dan Perawatan untuk ODHA serta Pencegahan HIV/AIDS tahun 2005–2009.

H.4 Kebijakan Tata Kelola SDM, Akses dan Logistik


Selama ini, ragam dan jumlah SDM yang terlibat dalam penanggulangan HIV dan AIDS
sangat bervariasi dan besar, meliputi tenaga tenaga tingkat lapangan (pendidik sebaya,
petugas penjangkau, supervisor program lapangan, manajer program
tingkat lapangan), tenaga tingkat layanan (petugas konselor, dokter spesialis, dokter
umum, petugas laboratorium, perawat, petugas administrasi, ahli gizi, bidan, manajer
kasus) dan tenaga tingkat koordinasi/KPA di kabupaten dan kota (pengelola program, petugas
pengawasan dan evaluasi/surveilans, pengelola administrasi keuangan, sekretaris/manajer).

Beberapa kebijakan yang mengatur manajemen SDM antara lain:


• PP Nomor 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan (lembaran Negara RI tahun 1996
tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3637). Dalam PP ini disebutkan bahwa tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
• Permenkes Nomor 1199/Menkes/PER/X/2004 yang mendasari disusunnya Pedoman
Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja di Sarana Kesehatan Milik
Pemerintah.
• Permenkes Nomor 161/Menkes/Per/1/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
• Kepmenkes No. 060/Menkes/SK/I/2009 tentang Tim Pelatih VCT.

Kebutuhan logistik paling utama dalam penanggulangan HIV dan AIDS ialah
sediaan farmasi. Secara umum, kebijakan terkait sediaan farmasi diatur dalam PP
Nomor 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781).
Kebijakan ini mengerangkai terpusatnya pengadaan metadon dan ARV. Begitu juga
untuk pengadaan kondom dan alat suntik. Untuk mengantisipasi penyelewengan
yang sulit dikontrol oleh pusat, maka diputuskan agar pengadaan kondom dan alat

15
suntik untuk program GFATM dan AusAID dilakukan secara terpusat melalui
KPAN, untuk kemudian didistribusikan langsung ke KPAD dan LSM yang menjadi
partner program.

H.5 Kebijakan Berbasis Hak


Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang tanpa kecuali.
HAM terdiri atas banyak jenis hak yang dijamin oleh hukum Indonesia maupun hukum
internasional, mulai dari hak untuk hidup, hak bebas dari penyiksaan, hak atas kebebasan
berkumpul, hak atas kebebasan berekspresi, hak atas informasi, hak atas pendidikan, hak atas
pekerjaan, hingga hak atas kesehatan. Negara memiliki kewajiban untuk menghormati,
melindungi, dan memenuhi hakhak ini.
Promosi HAM dalam konteks respons terhadap HIV dan AIDS tidak boleh terpisah, agar
hambatan HAM teratasi dan tidak menghalangi pengguna layanan untuk mengakses layanan
pencegahan, pengobatan dan dukungan secara efektif. Kebijakan ditetapkan untuk
memastikan bahwa programprogram penanggulangan HIV dan AIDS tidak berpotensi
maupun tidak melanggar HAM.

H.6 Kebijakan Terkait Tata Kelola Multisektoral


Respons kebijakan terkait penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia dari
hasil tinjauan yang dilakukan dapat kita klasifikasikan secara multisektoral, berupa
kebijakan yang dikeluarkan oleh KPAN sebagai lembaga koordinasi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
Selain itu, ada kebijakan sektoral yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga anggota
KPAN, misalnya kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di sektor kesehatan
dikeluarkan oleh Kemenkes.

Beberapa kebijakan yang mengatur poin tersebut antara lain:


• Permendagri Nomor 20/2007 Pasal 13 Ayat 1 sampai dengan Ayat 4. PP Nomor 38/2007
Pasal 7 bahwa Kesehatan urusan Wajib Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota.
• Instruksi Presiden Nomor 3/2010. Instruksi Kedua, Ketiga dan Ketujuh. Sumber pendanaan
HIV dan AIDS dalam dokumen kebijakan yang ada bersumber dari APBN dan sumber lain
yang tidak mengikat, APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan Kota.

16
• Permendagri Nomor 20/2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan KPA dan
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS. Dasar hukumnya
memasukkan 1) UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2) UU Nomor 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah; UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian; dan 3) PP Nomor 58/2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
• Permenkokesra Nomor 3/PER/Menko/Kesra/III/2007 mengenai Susunan, Tugas dan
Keanggotaan KPAN.
• Permenkokesra Nomor 4/PER/Menko/Kesra/III/2007 mengenai Pedoman dan Tata Kerja
KPA Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota.
• Permenkokesra Nomor 5/PER/Menko/Kesra/III/2007 mengenai Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat KPAN.
• Permenkokesra Nomor 6/PER/Menko/Kesra/III/2007 mengenai Tim Pelaksana KPAN.

H.7 Kebijakan Terkait Pendanaan


Dalam SRAN Penanggulanggan HIV dan AIDS 2010–2014 disebutkan bahwa ada
empat fokus area program yang memerlukan pendanaan, yakni pencegahan (57%);
perawatan, dukungan dan pengobatan (28%); mitigasi dampak (2%); dan pengembangan
lingkungan yang kondusif (13%), di mana di dalamnya tercakup pendanaan operasional
kelembagaan KPA. Kegiatan program difokuskan pada 137 kabupaten dan kota, di mana
lebih dari 80% populasi kunci berada. Selain itu dibutuhkan juga pendanaan untuk prasarana
pencegahan, perawatan dan pengobatan, yang meliputi outlet kondom, layanan VCT, layanan
IMS, layanan CST, layanan PMTCT, layanan alat suntik steril, dan layanan PTRM.
Sumber dana yang dominan sampai saat ini berasal dari sumber lain yang tidak
mengikat, yakni dari MPI. Oleh karena itu, pendanaan masih menjadi masalah di Indonesia,
walaupun tren pendanaan baik dari APBN, APBDP dan APBD Kabupaten/Kota meningkat.
Pada tahun 2011, KPAN melaporkan sumbersumber pendanaan dari kolaborasi dengan MPI
serta dana APBN dan APBD. Pendanaan dari MPI mayoritas dari dana multinasional
GFATM (31,07%), Australia (18,99 %), Amerika Serikat (18,70%), Inggris (18,23%), PBB
(10,21%), dan negara lain (2,80%). Analisis KPAN tentang ketersedian dan kebutuhan dana
untuk SRAN 2010–2014 masih tinggi, sehingga dana dari MPI masih sangat diperlukan.
Sekalipun ketergantungan akan pendanaan luar negeri masih tinggi, pemerintah telah
menyiapkan kebijakan untuk “exit strategy”, salah satu contohnya berupa Keputusan Dirjen
PP dan PL selaku pimpinan Principal Recipient hibah GFATM Nomor
17
HK.03.05/D/I.4/532/2012 tentang Pedoman Exit Strategy dana hibah GFATM.
Secara keseluruhan, pembiayaan Harm Reduction dari tingkat nasional disalurkan ke KPAN
dan Kemenkes, walaupun meningkat tapi masih bersumber dari pendanaan bilateral (2009:
1,194 juta USD; 2010: 1,437 juta USD) dan pendanaan multilateral (2009: 193 juta USD;
2010: 228 juta USD) dengan kontribusi kecil dan semakin menurun dari APBN and APBD
(2009: 173 juta USD; 2010: 68,7 juta USD).

H.8 Kebijakan Terkait Mitigasi Dampak


Kebijakan yang terkait dengan mitigasi dampak antara lain Permenkes Nomor
21/2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS Pasal 40. Mitigasi dampak merupakan
upaya untuk mengurangi dampak kesehatan dan sosial ekonomi. SRAN 2010–2014
menyebutkan strategi mengurangi dampak negatif dari epidemi dengan meningkatkan
akses program mitigasi sosial mereka yang membutuhkan dengan cara menyediakan
kesempatan ODHA dan yang terdampak AIDS, anak yatim, orang tua tunggal, dan janda
untuk mendapatkan akses dukungan peningkatan pendapatan, pelatihan keterampilan dan
program pendidikan peningkatan kualitas hidup. Kementerian Sosial juga memberikan
layanan berupa bantuan/penyediaan selter untuk ODHA dan orang yang terdampak
AIDS. Akses kepada jaminan kesehatan bagi populasi kunci dan ODHA masih menjadi
masalah sampai saat ini. Apalagi dengan keluarnya kebijakan BPJS dan JKN saat ini.
Kendala utama terkait administrai untuk mengakses JKN. Kebanyakan populasi kunci
dan ODHA adalah mereka yang terpinggirkan dan sering tidak mempunyai kelengkapan
administrasi kependudukan, seperti Kartu Keluarga, KTP dan keterangan domisili
lainnya. Akibatnya, sulit bagi mereka untuk mengakses layanan JKN.

18
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan
tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal
permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya
mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat
mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin
yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS yang
ada hanyalah pencegahannya saja.

19
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan pencegahan dan

pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran.

Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit

Prawirohardjo,sarwono (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta:P.T.Bina Pustaka Sarwono

Prawihardjo.

20

Anda mungkin juga menyukai